Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Istirahat Dan Tidur

A. Pengertian

Tidur adalah keadaan gangguan kesadaran yang dapat bangun dikarakterisasikan dengan

minimnya aktivitas. Sedangkan Istirahat adalah relaksasi seluruh tubuh atau mungkin

hanya melibatkan istirahat untuk bagian tubuh tertentu (Vaughans, 2011).

Kebutuhan aktivitas atau pergerakan, istirahat dan tidur merupakan satu kesatuan yang

saling berhubungan dan saling memengaruhi. Tubuh membutuhkan aktivitas untuk

kegiatn fisiologis dan membutuhkan istirahat dan tidur untuk pemulihan. (Tarwoto,

2011).

Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami

suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa

tidak nyaman atau mengganggu gaya

hidup yang diinginkannya (Lynda Juall, 2012). Gangguan pola tidur adalah gangguan

kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.(SDKI, 2016).

A. Etiologi

Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus

tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus

siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang berlangsung

dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1


hingga tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREMNon Rapid

Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat ringan ditahap 1 hingga keadaan

tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang biasanya mengalami

penurunan suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan, dan ketegangan otot. Penurunan

tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif, baik secara fisiologi

maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata cepat (REM- Rapid Eye

Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan meningkatnya level aktivitas

dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam

proses mental dan kesehatan emosi. (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

1. Rapid Eye Movement (NREM)

Terjadi kurang lebih 90 menit pertama setelah tertidur. Terbagi menjadi empat

tahapan yaitu:

a) Tahap I

Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur. Berlangsung beberapa

menit saja, dan gelombang otak menjadi lambat. Tahap I ini ditandai dengan :

1) Mata menjadi kabur dan rileks.

2) Seluruh otot menjadi lemas.

3) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.

4) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.

5) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.

6) Dapat terbangun dengan mudah.

7) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.


b) Tahap II

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun.

Berlangsung 10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak

menjadi lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :

1) Kedua Bola mata berhenti bergerak.

2) Suhu tubuh menurun.

3) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.

4) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.

5) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang

disebut gelombang tidur.

c) Tahap III

Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15-30 menit.

Tahap III ini ditandai dengan:

1) Relaksasi otot menyeluruh.

2) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.

3) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.

4) Sulit dibangunkan dan digerakkan.

d) Tahap IV

Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini

ditandai dengan :

1) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.

2) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam

bangun pagi.
3) Tonus Otot menurun (relaksasi total).

4) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.

5) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi

1-2 siklus/detik.

6) Gerak bola mata mulai meningkat.

7) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis

(mengompol).

2. Rapid Eye Movement (REM)

Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM terjadi 20-25%

dari tidurnya.

a) Tahap REM ditandai dengan:

1) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap sebelumnya.

2) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.

3) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.

4) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.

5) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan

yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi.

6) Metabolisme meningkat.

7) Lebih sulit dibangunkan.

8) Sekresi ambung meningkat.

9) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20

menit.

b) Karakteristik tidur REM


1) Mata : Cepat tertutup dan terbuka.

2) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi.

3) Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea.

4) Nadi : Cepat dan ireguler.

5) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi.

6) Sekresi gaster : Meningkat.

7) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik.

8) Gelombang otak : EEG aktif.

9) Siklus tidur : Sulit dibangunkan.

B. Fisiologis

Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf

perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskeletal. Tiap kejadian tersebut

dapat diidentifikasi atau direkam dengan electroencephalogram (EEG) untuk aktivitas

listrik otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan electromiogram (EMG) dan

electrooculogram (EOG) untuk pengaturan pergerakan mata.

Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua mekanisme selebral

yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun.

Reticular activating system (RAS) di bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel –

sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan

stimulus visual, audiotori, nyeri, dan sensori raba. Juga menerima stimulus dari korteks

serebri (emosi, proses pikir).


Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron – neuron dalam RAS melepaskan

katekolamin, misalnya norepineprine. Saat tidur mungkin disebabkan oleh pelepasan

serum serotonin dari sel – sel spesifik di pons dan batang otak tengah yaitu bulbar

syncrhonizing regional (BSR). Bangun dan tidurnya seseorang tergantung dari

keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak, reseptor sensori perifer misalnya

bunyi, stimulus cahaya, dan sistem limbiks seperti emosi.

Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya dan berusaha dalam

posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS menurun, pada saat itu BSR

mengeluarkan serum serotonin.

E. Gangguan Tidur

1. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara

kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu dewasa.

Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti perasaan

gundah atau gelisah.

Ada tiga jenis insomnia:

1. Insomnia inisial: Kesulitan untuk memulai tidur.

2. Insomnia intermiten: Kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya

terjaga.

3. Insomnia terminal: Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali. Beberapa

langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi insomnia antara lain dengan

mengembangkan pola tidur-istirahat yang efektif melalui olahraga rutin, menghindari


rangsangan tidur di sore hari, melakukan relaksasi sebelum tidur (misalnya: membaca,

mendengarkan musik, dan tidur jika benar-benar mengantuk).

2. Parasomnia

Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul

saat seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan

parasomnia antara lain sering terjaga (misalnya: tidur

berjalan, night terror), gangguan transisi bangun-tidur (misalnya: mengigau), parasomnia

yang terkait dengan tidur REM (misalnya: mimpi

buruk), dan lainnya (misalnya: bruksisme).

3. Hipersomnia

Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan terutama

pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan

system saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme

(misalnya: hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu, hipersomnia dapat digunakan sebagai

mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari.

4. Narkolepsi

Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba

pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur” atau sleep attack.

Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena kerusakan genetik system saraf pusat

yang menyebabkan tidak terkendali lainnya periode tidur REM. Alternatif

pencegahannya adalah dengan obat-obatan, seperti: amfetamin atau metilpenidase,

hidroklorida, atau dengan antidepresan seperti imipramin hidroklorida.


5. Apnea Saat Tidur dan Mendengkur

Apnea saat tidur atau sleep adalah kondisi terhentinya nafas secara periodik pada saat

tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras, sering terjaga

di malam hari, insomnia, mengatup

berlebihan pada siang hari, sakit kepala di siang hari, iritabilitas, atau mengalami

perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.

Mendengkur sendiri disebabkan oleh adanya rintangn dalam pengairan

udara di hudung dan mulut pada waktu tidur, biasanya disebabkan oleh

adenoid, amandel atau mengendurnya otot di belakang mulut.

6. Enuresa

Enuresa merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur,

atau biasa disebut isilah mengompol. Enuresa dibagi menjadi dua jenis: enuresa noktural:

merupakan mengompol di waktu tidur, dan enuresa diurnal, mengompol saat bangun

tidur. Enuresa noktural umumnya merupakan gangguan pada tidur NREM.

F. Manifestasi Klinis

Beberapa gangguan tidur yang perlu diperhatikan adalah :

1.) Perubahan kepribadian dan perilaku, seperti depresi, menarik diri.

2.) Rasa capek meningkat

3.) Halusinasi pandangan dan pendengaran

4.) Bingung dan disorientasi terhadap ruang dan waktu


5.) Gangguan persepsi

6.) Koordinasi menurun

7.) Bicara tak jelas

G. Kebutuhan Istirahat Tidur Per Hari

1. Bayi baru lahir : Lama tidur 14-18 jam/hari dengan 50% REM dan 1 siklus tidur rata-

rata 45-60 menit.

2. Bayi (s/d 1 thn) : 1 siklus tidur rata2 12-14 jam/hari dengan

3. 20-30% REM dan tidur sepanjang malam.

4. Todler (1-3 thn): Lama tidur 11-12 jam/hari dengan 25% REM dan tidur sepanjang

malam + tidur siang.

5. Pra sekolah : ± 11 jam/hari dengan 20% REM

6. Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan 18,5% REM

7. Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan 18,5% REM.

8. Adolescent : ± 8,5 jam/hari dengan 20% REM.

9. Dewasa muda : 7-8 jam/hari dengan 20-25% REM.

10. Dewasa menengah : ± 7 jam/hari dengan 20% REM dan sering sulit tidur.

11. Dewasa tua : ± 6 jam/hari dengan 20-25% REM dan sering sulit tidur.

H. Tanda dan gejala

1. Perasaan Lelah.

2. Gelisah.

3. Emosi.
4. Apetis.

5. Adanya kehitaman di daerah sekitar mata

6. Konjungtiva merah dan mata perih.

7. Perhatian tidak fokus.8. Sakit kepala.

9. mata sayu

10. konjungtiva merah

11. kelopak mata bengkak

I. Penatalaksanaan

1. Mengobservasi TTV

2. Mengobservasi pola waktu istirahat dan tidur

3. Memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang

4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik.

J. Pemeriksaan penunjang

Tidur dapat diukur secara objektif dengan menggunakan alat yang disebut

polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG), elektromiogram

(EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan alat ini kita dapat mengkaji

aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang klien lakukan tanpa sadar tersebut bisa jadi

merupakan penyebab seringnya klien terjaga di malam hari. The Multiple Sleep Latency

Test (MSLT) memberikan informasi yang objektif tentang kantuk dan aspek-aspek

tertentu dari struktur tidur dan mengukur gerakan mata menggunakan EOG, perubahan

tonus otot menggunakan EMG, dan aktivitas listrik otak menggunakan EEG. Klien dapat
memekai Actigraph pada pergelangan tangan untuk mengukur pola tidur selama jangka

waktu tertentu. Data Actigraphy memberika informasi waktu tidur, efisiensi tidur, jumlah

durasi waktu jaga, serta tingkat aktivitas dan istirahat.


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat & Uliyah. 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi 2. Jakarta: Salemba
medika.

Mubarak, Wahid.I & Chayatin, NS.Nurul..2008.”Kebutuhan Dasar Manusia”. Jakarta: EGC.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.

Jkarta: Salemba Medika.

Carpenito. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Kemenkes. (2016). Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.

Anda mungkin juga menyukai