Disusun Oleh :
Annisa Hidayati
Mustabsirah
Nita Hindayani
Husnul Khotimah
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
PERNYATAAN PENILAI
Sesuai dengan batas kemampuan dan keyakinan kami sebagai penilai, kami yang
bertanda tangan dibawah ini menerangkan bahwa :
1. Pernyataan dalam laporan ini yang menjadi dasar analisa, pendapat dan kesimpulan yang
diuraikan didalamnya adalah benar dan sesuai dengan pemahaman terbaik dari penilai
dan ilmu yang sudah penilai peroleh dari kuliah penilaian asset
2. Penilai tidak memiliki keterlibatan material atau benturan kepentingan baik actual
maupun potensial dengan obyek penilaian
3. Imbalan jasa yang diberikan penilai tidak berkaitan dengan hasil penilaian yang
dilaporkan
4. Penilai memiliki pemahaman yang cukup mengenai lokasi dan/atau jenis properti yang
dinilai
5. Penilai telah melakukan permohonan ijin terhadap pemilik property dan melakukan
inspeksi terhadap properti yang dinilai
6. Tidak seorangpun, kecuali yang disebutkan dalam laporan penilaian, telah menyediakan
bantuan professional dalam menyiapkan laporan penilaian
7. Analisis dan kesimpulan dalam Laporan Penilaian Aset ini hanyalah dibatasi oleh asumsi
dan pembatasan, serta kondisi yang dilaporkan
Berikut penilai yang bertanda tangan dibawah ini:
Annisa Hidayati
2011043011
Mustabsirah
2011043003
Nita Hindayani
2011043005
Husnul Khotimah
2011043003
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju
pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena faktor pertumbuhan penduduk kota itu sendiri
maupun karena faktor urbanisasi. Dampak negatif urbanisasi yang telah berlangsung selama ini
lebih disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di daerah perdesaan dan
perkotaan. Beberapa pengamat meyakini bahwa salah satu penyebab mengalirnya penduduk
pedesaan ke kota-kota akibat kekeliruan adopsi paradigma pembangunan yang menekankan pada
pembangunan industrialisasi besar-besaran yang ditempatkan di kota-kota besar yang kemudian
dikenal dengan istilah AIDS (Accelerated Industrialization Development Strategy), sehigga
memunculkan adanya daya tarik yang sangat kuat untuk mengadu nasibnya di kota yang
dianggap mampu memberikan masa depan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih tinggi,
sementara pendidikan dan ketrampilan yang mereka miliki kurang memadai untuk masuk
disektor formal (Yunus, 2005).
Seiring dengan pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan, maka kebutuhan penyediaan
akan prasarana dan sarana permukiman akan meningkat pula, baik melalui peningkatan maupun
pembangunan baru. Selanjutnya pemenuhan akan kebutuhan prasarana dan sarana permukiman
baik dari segi perumahan maupun lingkungan permukiman yang terjangkau dan layak huni
belum sepenuhnya dapat disediakan baik oleh masyarakat sendiri maupun pemerintah, sehingga
kapasitas daya dukung prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang ada mulai menurun
yang pada gilirannya memberikan kontribusi terjadinya lingkungan permukiman kumuh. Akibat
makin banyaknya permukiman kumuh dan liar yang pada gilirannya akan menjadi berat bagi
pemerintah kota untuk menanganinya (Yunus, 2005).
Lingkungan permukiman kumuh di perkotaan di Indonesia merupakan permasalahan
yang sangat kompleks, diantaranya adalah permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan,
tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kesenjangan serta ketidakdisiplinan masyarakat
terhadap lingkungannya maupun yang menyangkut kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan
kota/kabupaten dalam pengaturan, pengorganisasian tata ruang dan sumberdaya yang dimiliki
kota dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelayan masyarakat kota (Esmara, 1975).
Lingkungan permukiman kumuh merupakan masalah yang terjadi atau sering dihadapi di
kota besar, tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga berlangsung di kota-kota besar di dunia
(Sri, 1988), begitupula di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, menurut publikasi
World Bank (1999) lingkungan permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian yang
terabaikan
dari
lingkungan
perkotaan
dimana
kondisi
kehidupan
dan
penghidupan
Panangian, gempa bumi di Padang juga membuka peluang pasar properti sekitar 66.000 ribu
unit.
Penurunan suku bunga SBI yang cukup signifikan selama tahun 2009 telah diikuti dengan
penurunan bunga pinjaman oleh perbankan dan penurunan suku bunga untuk KPR. Pada saat ini,
suku bunga KPR bisa mencapai 8%, atau menurun sekitar 4% dibandingkan dengan tahun lalu
yang mencapai 12%. Berdasarkan hasil riset, setiap penurunan bunga pinjaman sebesar 1%, akan
meningkatkan permintaan rumah/apartemen sebesar 4 s.d 5 persen. (sumber www.kompas.com )
Semakin pulihnya kondisi ekonomi global diharapkan dapat mendorong perbaikan
ekonomi domestik. Untuk perekonomian Indonesia, diperkirakan dalam 1 s.d 2 tahun mendatang
akan mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal tersebut dapat mendorong perdagangan properti,
terutama apartemen yang memiliki akses di dalam kota. Setelah mengalami stagnasi pada kuartal
akhir tahun 2008 dan paruh pertama tahun 2009, pembangunan apartemen dan properti lainnya
terlihat mulai marak kembali sejak semester II tahun 2009. Maraknya kembali pembangunan
proyek properti juga diikuti dengan relatif tingginya tingkat penjualan terhadap apartemen yang
tengah dibangun hingga selesai dibangun pada pertengahan tahun ini. Salah satu contohnya
adalah Apartemen Taman Rasuna di Rasuna Epicentrum yang sudah terbangun dengan penjualan
mencapai 100%. Contoh lainnya adalah Apartemen The Wave dan Apartemen Sentra Timur di
Pulogebang yang tengah dibangun, namun penjualannya sudah mencapai 60%. Siklus bisnis
properti biasa terjadi dalam 5 s.d. 6 tahun sekali. Tahun 2009 merupakan tahun yang di bawah
dalam siklus bisnis properti. Sebaliknya pada tahun 2010, siklus bisnis properti diprediksikan
akan kembali bulish. Bahkan kondisinya diperkirakan akan menjadi lebih baik pada tahun 2011.
Oleh karena itu, banyak pengamat yang mengatakan bahwa tahun ini adalah saatnya untuk
membeli properti.
Hasil analisis BNI mengenai properti menunjukkan bahwa dalam 5 (lima) tahun ke
depan, investasi di Sektor Properti masih menjadi instrumen yang menarik karena:
(i)
(ii)
tetangga.
relatif tingginya return yang dihasilkan, baik dari tanah, bangunan, dan imbal hasil
sewa rata-rata dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Kawasan ASEAN.
(iii)
terdapat 155 ribu rusunami yang dijadwalkan dibangun dalam 5 tahun ke depan
(iv)
(v)
1.2.
Masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas sebagai berikut:
1. Bagaimana menerapkan pendekatan biaya untuk menilai asset rumah di daerah
perkotaan (bukan perumahan)?
2. Bagaimana menerapkan pendekatan perbandingan nilai pasar pada rumah di daerah
1.3.
didalamnya nanti akan cukup luas dan kompleks. Agar pembahasan dalam penulisan ini bisa
lebih terarah dan sistematis, maka pembahasan penulisan penilaian asset terhadap rumah di
daerah perkotaan (bukan perumahan) dibatasi sebagai berikut:
1. Pendekatan biaya penting untuk mengestimasi nilai pasar dari bangunan baru.
2. Penilaian dengan pendekatan biaya memisahkan antara tanah dan bangunan dan ini
sangat berguna untuk menilai peritem yang di asuransikan atau tidak.
3. pendekatan biaya juga digunakan untuk menentukan apakah biaya pengembangan akan
ditampung melalui kenaikan pendapatan atau harga jual yang di antisipasi.
1.4.
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan laporan penilaian aset terhadap rumah di daerah perkotaan
(bukan perumahan) adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui nilai asset dari rumah yang menjadi obyek penelitian
2. Untuk mengetahui harga properti dengan pendekatan perbandingan harga pasar
3. Kepentingan untuk asuransi
4. Untuk mengetahui pajak bumi bangunan rumah di daerah perkotaan (bukan peumahan)
1.5.
Manfaat Penyusunan Tugas Penilaian Asset
Dari penyusunan tugas penilaian asset di harapkan mampu memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Dapat diketahui kelayakan dan nilai asset dari properti rumah di daerah perkotaan (bukan
perumahan).
2. Menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya di bidang pendekatan biaya dan pendekatan
perbandingan nilai pasar khususnya dan penilaian properti pada umumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3.
METODE PENELITIAN
2.3.1. Pendekatan Perbandingan Nilai Pasar
Pendekatan perbandingan nilai pasar merupakan pendekatan untuk mendapatkan nilai jual
dari suatu properti dengan membandingkannya terhadap properti lain yang sejenis yang telah
diketahui nilai jualnya. Konsep dasar dari metode data pasar adalah pada prinsip supply
and demand, yaitu keseimbangan antara penawaran dan permintaan serta prinsip substitusi,
yaitu adanya kecenderungan minat yang tinggi pada properti sejenis yang ditawarkan
lebih murah dibandingkan properti yang lebih mahal. Pendekatan ini sesuai diterapkan untuk
menilai property umum atau yang banyak diperjualbelikan di pasar, misalnya rumah dan ruko.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
secara langsung dengan properti lain yang sejenis atau hampir sama yang terdapat di pasar.
Metode ini akan menghasilkan penilaian yang akurat apabila properti yang dinilai dengan
properti yang menjadi pembanding mempunyai perbedaan yang relatif kecil atau masih dalam
toleransi yang wajar.
Perhitungan dilakukan dengan membandingkan data pasar berupa penawaran atau
transaksi yang terjadi atas beberapa properti sejenis dan kemudian dilakukan analisa hubungan
korelasi dari faktor-faktor yang berpengaruh untuk menentukan nilai properti yang menjadi
objek penilaian. Apabila properti yang dinilai mempunyai faktor yang lebih baik dari data, maka
penyesuaiannya berupa penambahan nilai (Positif), sebaliknya apabila properti yang dinilai
mempunyai faktor yang kurang dari data, maka penyesuaiannya adalah pengurangan nilai
(Negatif). Besarnya penyesuaian tersebut akan sangat tergantung pada jenis properti dan datadata pembanding yang tersedia.
Batasan Penerapan Pendekatan Perbandingan Data Pasar:
o
o
o
o
yang
digunakan
dalam
pendekatan
perbandingan
penjualan
seringkali
mencerminkan reaksi pasar terhadap item item yang didepresiasi/disusutkan. Jumlah total dari
penyusutan (accrued depreciation) pada property pembanding dapat diestimasikan melalui
alokasi harga jual tanah dan pengembangannya (property secara keseluruhan) dan kemudian
menguranginya dengan kontribusi dan pengembangannya, yaitu yang diestimasi dari pembuatan
(reproduction cost) atau biaya penggantinya (replacement cost). Jika alokasi harga adalah kurang
dari biaya produksi atau biaya penggantinya, maka mengindikasikan terdapat penyusutan
(accrued depreciation).
KomponenKomponen Penilaian Dalam Pendekatan Biaya:
1. Nilai Tanah
Nilai tanah adalah sanga dipengaruhi oleh potensi penggunaan tertinggi dan
terbaik. Nilai tanah dapat diestimasikan dengan perbandingan penjualan, alokasi,
ekstrakis, analisis pembagian pembangunan, teknik nilai sisa atau ground rent
capitalization.
2. Biaya Reproduksi atau Biaya Penggantian
Biaya reproduksi adalah estimasi biaya untuk membangun, pada harga yang
berlaku pada saat ini, dari replica bangunan yang dinilai dengan mengguakan material
material yang sama, standar konstruksi yang sama, dan kualaitas pekerja yang sama pula
serta dengan mempertimbangkan semua kekurangan/kelebihan dan tingkat keusangan
dari property subjek.
Biaya pengganti adalah estimasi biaya yang untuk membangun, pada harga yang
berlaku pada saat ini, sebuah bangunan pengganti dengan kegunaan, ukuran dan desain
yang sama dengan bangunan subjek menggunakan material, standard an layout/tata letak
sesuai dengan stndar dan material sekarang.
3. Tipe Tipe Biaya
Biaya konstruksi langsung meliputi biaya material, tenaga kerja dan keuntungan
pengembangan/kontraktor yang diperlukan untuk membangunan bangunan baru pada
tanggal penilaian. Biaya tidak langsung adalah biaya biaya yang lain yang tidak
termasuk biaya konstruksi langsung seperti professional fee (gaji arsitek, gaji ahli hokum,
gaji quantity surveyor, gaji penilai dan sebagainya), biaya pendanaan pajak selama masa
pembangunan, biaya komisi pengangkutan, komisi penjualan, dan biaya biaya lain yang
terserap selama periode proses penyewaan atau penjualan.
4. Penyusutan (Accrued Depreciotion)
Penyusutan adalah perbedaan anatara biaya pembuatan baru biya penggantian dari
suatu bangunan/pengembangan pada suatu tanggal penilaian dengan nilai pasar dari
bangunan/pengemangan tersebut pada tanggal yang sama. Penyusutan disebabkan oleh
kemunduran dan keusangan dalam property.
5. Indikasi Nilai Akhir
Biaya tidak langsung adalah pengeluaran utnuk item lain lain diluar tenaga kerja
dan material.
Metode yang digunakan dalam Penaksiran Biaya:
1) Metode Unit Perbandingan
Metode unit perbandingan diterapkan untuk menurunkan estimasi biaya dalam satuan
mata uang per unit luas atau volume. Metode ini didasarkan atas biaya-biaya yang diketahui dan
struktur bangunan yang serupa yang dilakukan penyesuaian terhadap perbedaan waktu dan fisik.
Unit-unit biaya berfariasi diantara bangunan-bangunan, yaitu : ketika biaya-biaya bangunan yang
serupa tersebar atas besarnya luas atau volume, unit biaya biasanya lebih rendah. Figure/Angka
unit biaya sering diekspresikan dalam unit-unit luas bangunan kotor.
2) Metode Unit Terpaasang atau Metode Pemisah Biaya
Metode ini menggunakan unit-unit biaya untuk berbagai komponen banguna yang
terpasang dan mungkin menggunakan ukuran linier, luas atau volume. Estimasi biaya unit
terpasang didasarkan atas standar biaya bagi komponen struktur bangunan ke dalam biaya-biaya
dari bagian yang menjadi komponennya.
3) Metode Survei Kuantitas
Metode survei kuantitas atau biasanya disebut juga sebagai quantity survey method
Adalah lebih sesuai untuk digunakan dalam mengasumsikan biaya bangunan-bangunan bagi
kepentingan kontrak kerja pembangunan, tender, pembangunan bangunan pribadi yang
melibatkan dana besar dan untuk tujuan khusus lainnya.
2.4.
Rumah di Perkotaan (Bukan Perumahan)
2.4.1. Pengertian rumah
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Menurut John F.C Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan, Rumah adalah
bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata, melainkan
merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi
penghuninya dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dan rumah adalah dampak terhadap
penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antara
rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni serta apa yang dilakukan
penghuni terhadap rumah.
Menurut Siswono Yudohusodo (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, 1991: 432), rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Jadi, selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari
gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah merupakan tempat awal pengembangan
kehidupan.
Rumah adalah tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul, dan membina rasa
kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung keluarga dan menyimpan barang
berharga, dan rumah juga sebagai status lambing social (Azwar, 1996; Mukono,2000)
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai
sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992).
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana
lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk
kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan sehat apabila :
(1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti temperatur lebih rendah dari udara di luar rumah,
penerangan yang memadai, ventilasi yang nyaman, dan kebisingan 45-55 dB.A.; (2) Memenuhi
kebutuhan kejiwaan; (3) Melindungi penghuninya dari penularan penyakit menular yaitu
memiliki penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah
yang saniter dan memenuhi syarat kesehatan; serta (4) Melindungi penghuninya dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah yang kokoh,
tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dari
ancaman kecelakaan lalu lintas (Sanropie, 1992; Azwar, 1996).
2.4.2. Fungsi Rumah
Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam rumah:
1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam kualitas hunian
atau perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan tempat tinggal dimaksudkan agar
Permanen
Semi Permanen
Non Permanen
Pondasi
Ada
Ada
Tidak
Dinding
Batu-bata/ batako
Bambu/ kayu
Atap
Genteng
Genteng
Lantai
Plester/ keramik
Plester/ keramik
Tanah
Jika dilihat berdasarkan ukuranya, standar perbandingan jumlah rumah besar, rumah sedang dan
rumah kecil yaitu 1:3:6
Untuk menentukan luas minimum rata-rata dari perpetakan tanah harus mempertimbangkan
faktor-faktor kehidupan manusianya, faktor alamnya dan pengaturan bangunan setempat.
2.4.4. Kondisi Fisik Bangunan
Berdasarkan kondisi fisik bangunannya, rumah dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Rumah permanen, memiliki ciri dinding bangunannya dari tembok, berlantai semen atau
keramik, dan atapnya berbahan genteng, contoh rumah permanen (rumah di Jalan Gambir
Kota Yogyakarta).
2. Rumah semi-permanen, memiliki ciri dindingnya setengah tembok dan setengah bambu,
atapnya terbuat dari genteng maupun seng atau asbes, banyak dijumpai pada gang-gang
kecil.
3. Rumah non-permanen, ciri rumahnya berdinding kayu, bambu atau gedek, dan tidak
berlantai (lantai tanah), atap rumahnya dari seng maupun asbes.
BAB III
ANALISIS PENILAIAN DENGAN PENDEKATAN BIAYA dan PENDEKATAN
PERBANDINGAN NILAI PASAR RUMAH DI PERKOTAAN (BUKAN PERUMAHAN)