Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENILAIAN ASSET TERHADAP RUMAH di PERKOTAAN (BUKAN

PERUMAHAN) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENDEKATAN


PERBANDINGAN NILAI PASAR dan PENDEKATAN BIAYA

Disusun Oleh :
Annisa Hidayati
Mustabsirah
Nita Hindayani
Husnul Khotimah

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014

PERNYATAAN PENILAI
Sesuai dengan batas kemampuan dan keyakinan kami sebagai penilai, kami yang
bertanda tangan dibawah ini menerangkan bahwa :
1. Pernyataan dalam laporan ini yang menjadi dasar analisa, pendapat dan kesimpulan yang
diuraikan didalamnya adalah benar dan sesuai dengan pemahaman terbaik dari penilai
dan ilmu yang sudah penilai peroleh dari kuliah penilaian asset
2. Penilai tidak memiliki keterlibatan material atau benturan kepentingan baik actual
maupun potensial dengan obyek penilaian
3. Imbalan jasa yang diberikan penilai tidak berkaitan dengan hasil penilaian yang
dilaporkan
4. Penilai memiliki pemahaman yang cukup mengenai lokasi dan/atau jenis properti yang
dinilai
5. Penilai telah melakukan permohonan ijin terhadap pemilik property dan melakukan
inspeksi terhadap properti yang dinilai
6. Tidak seorangpun, kecuali yang disebutkan dalam laporan penilaian, telah menyediakan
bantuan professional dalam menyiapkan laporan penilaian
7. Analisis dan kesimpulan dalam Laporan Penilaian Aset ini hanyalah dibatasi oleh asumsi
dan pembatasan, serta kondisi yang dilaporkan
Berikut penilai yang bertanda tangan dibawah ini:
Annisa Hidayati
2011043011

Mustabsirah
2011043003

Nita Hindayani
2011043005

Husnul Khotimah
2011043003

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju

pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena faktor pertumbuhan penduduk kota itu sendiri
maupun karena faktor urbanisasi. Dampak negatif urbanisasi yang telah berlangsung selama ini
lebih disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di daerah perdesaan dan
perkotaan. Beberapa pengamat meyakini bahwa salah satu penyebab mengalirnya penduduk
pedesaan ke kota-kota akibat kekeliruan adopsi paradigma pembangunan yang menekankan pada
pembangunan industrialisasi besar-besaran yang ditempatkan di kota-kota besar yang kemudian
dikenal dengan istilah AIDS (Accelerated Industrialization Development Strategy), sehigga
memunculkan adanya daya tarik yang sangat kuat untuk mengadu nasibnya di kota yang
dianggap mampu memberikan masa depan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih tinggi,
sementara pendidikan dan ketrampilan yang mereka miliki kurang memadai untuk masuk
disektor formal (Yunus, 2005).
Seiring dengan pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan, maka kebutuhan penyediaan
akan prasarana dan sarana permukiman akan meningkat pula, baik melalui peningkatan maupun
pembangunan baru. Selanjutnya pemenuhan akan kebutuhan prasarana dan sarana permukiman
baik dari segi perumahan maupun lingkungan permukiman yang terjangkau dan layak huni
belum sepenuhnya dapat disediakan baik oleh masyarakat sendiri maupun pemerintah, sehingga
kapasitas daya dukung prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang ada mulai menurun
yang pada gilirannya memberikan kontribusi terjadinya lingkungan permukiman kumuh. Akibat
makin banyaknya permukiman kumuh dan liar yang pada gilirannya akan menjadi berat bagi
pemerintah kota untuk menanganinya (Yunus, 2005).
Lingkungan permukiman kumuh di perkotaan di Indonesia merupakan permasalahan
yang sangat kompleks, diantaranya adalah permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan,
tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kesenjangan serta ketidakdisiplinan masyarakat
terhadap lingkungannya maupun yang menyangkut kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan
kota/kabupaten dalam pengaturan, pengorganisasian tata ruang dan sumberdaya yang dimiliki
kota dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelayan masyarakat kota (Esmara, 1975).

Lingkungan permukiman kumuh merupakan masalah yang terjadi atau sering dihadapi di
kota besar, tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga berlangsung di kota-kota besar di dunia
(Sri, 1988), begitupula di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, menurut publikasi
World Bank (1999) lingkungan permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian yang
terabaikan

dari

lingkungan

perkotaan

dimana

kondisi

kehidupan

dan

penghidupan

masyarakatnya sangat memprihatinkan, yang diantaranya dirunjukkan dengan kondisi


lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, sarana dan
prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak tersedianya fasilitas pendidikan,
kesehatan maupun sarana dan prasarana sosial budaya kemasyarakatan yang memadai.
Kekumuhan lingkungan permukiman cenderang bersifat paradoks, bagi masyarakat yang tinggal
di lingkungan tersebut, kekumuhan adalah kenyataan sehari-hari yang tidak mereka masalahkan,
sedangkan di pihak lain yang berkeinginan untuk menanganinya, masalah kumuh adalah suatu
permasalahan yang harus segera ditanggulangi penanganannya.
Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi. Demikian pula di kota-kota besar, perumahan dan permukiman memiliki fungsi
penting bagi kehidupan kota. Bagi Indonesia, pembangunan dibidang perumahan dan
pemukiman menghadapi tantangan yang semakin hari semakin besar dan kompleks. Salah satu
tantangan yang paling mendasar dalam pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia
adalah masih tingginya pertumbuhan penduduk nasional, khususnya di perkotaan.
Prospek properti diperkirakan akan semakin membaik pada tahun 2010. Akumulasi
penundaan pembelian konsumen diperkirakan akan mencair pada tahun tersebut. Bahkan
pengamat properti Panangian memperkirakan pasar properti akan naik sebesar 15% pada 2010
dengan nilai kapitalisasi penjualan mencapai Rp 103 triliun. Hal tersebut berbeda dengan kondisi
tahun 2009, dimana nilai penjualan properti diperkirakan hanya mencapai Rp 85 triliun. (sumber
www.kompas.com ).
Dari kapitalisasi sebesar Rp 103 triliun tersebut, Rusunawa (rumah susun sewa)
diperkirakan akan menjadi penyumbang terbesar dengan sasaran wilayah yang tersebar di Pulau
Jawa, Surabaya, Balikpapan, Samarinda, Bali, Makassar, Batam, dan Pekanbaru. Porsi terbesar
masih dipusatkan di Pulau Jawa yang mencapai 60% dari total transaksi. Selain itu, menurut

Panangian, gempa bumi di Padang juga membuka peluang pasar properti sekitar 66.000 ribu
unit.
Penurunan suku bunga SBI yang cukup signifikan selama tahun 2009 telah diikuti dengan
penurunan bunga pinjaman oleh perbankan dan penurunan suku bunga untuk KPR. Pada saat ini,
suku bunga KPR bisa mencapai 8%, atau menurun sekitar 4% dibandingkan dengan tahun lalu
yang mencapai 12%. Berdasarkan hasil riset, setiap penurunan bunga pinjaman sebesar 1%, akan
meningkatkan permintaan rumah/apartemen sebesar 4 s.d 5 persen. (sumber www.kompas.com )
Semakin pulihnya kondisi ekonomi global diharapkan dapat mendorong perbaikan
ekonomi domestik. Untuk perekonomian Indonesia, diperkirakan dalam 1 s.d 2 tahun mendatang
akan mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal tersebut dapat mendorong perdagangan properti,
terutama apartemen yang memiliki akses di dalam kota. Setelah mengalami stagnasi pada kuartal
akhir tahun 2008 dan paruh pertama tahun 2009, pembangunan apartemen dan properti lainnya
terlihat mulai marak kembali sejak semester II tahun 2009. Maraknya kembali pembangunan
proyek properti juga diikuti dengan relatif tingginya tingkat penjualan terhadap apartemen yang
tengah dibangun hingga selesai dibangun pada pertengahan tahun ini. Salah satu contohnya
adalah Apartemen Taman Rasuna di Rasuna Epicentrum yang sudah terbangun dengan penjualan
mencapai 100%. Contoh lainnya adalah Apartemen The Wave dan Apartemen Sentra Timur di
Pulogebang yang tengah dibangun, namun penjualannya sudah mencapai 60%. Siklus bisnis
properti biasa terjadi dalam 5 s.d. 6 tahun sekali. Tahun 2009 merupakan tahun yang di bawah
dalam siklus bisnis properti. Sebaliknya pada tahun 2010, siklus bisnis properti diprediksikan
akan kembali bulish. Bahkan kondisinya diperkirakan akan menjadi lebih baik pada tahun 2011.
Oleh karena itu, banyak pengamat yang mengatakan bahwa tahun ini adalah saatnya untuk
membeli properti.
Hasil analisis BNI mengenai properti menunjukkan bahwa dalam 5 (lima) tahun ke
depan, investasi di Sektor Properti masih menjadi instrumen yang menarik karena:
(i)

masih relatif murahnya harga properti di Indonesia dibandingkan negara-negara

(ii)

tetangga.
relatif tingginya return yang dihasilkan, baik dari tanah, bangunan, dan imbal hasil
sewa rata-rata dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Kawasan ASEAN.

(iii)

terdapat 155 ribu rusunami yang dijadwalkan dibangun dalam 5 tahun ke depan

(iv)

dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 27,2 triliun.


adanya pembangunan 10 superblok dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 77,6 triliun

(v)

yang dijadwalkan selesai dalam 5 tahun ke depan.


terbukanya pasar properti untuk ekspatriat (WNA) dengan potensi pasar sekitar Rp
110 triliun per tahun.
Perumusan Masalah

1.2.

Masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas sebagai berikut:
1. Bagaimana menerapkan pendekatan biaya untuk menilai asset rumah di daerah
perkotaan (bukan perumahan)?
2. Bagaimana menerapkan pendekatan perbandingan nilai pasar pada rumah di daerah
1.3.

perkotaan (bukan perumahan)?


Batasan Masalah
Pada penerapan pendekatan biaya dan pendekatan perbandingan nilai pasar yang ada

didalamnya nanti akan cukup luas dan kompleks. Agar pembahasan dalam penulisan ini bisa
lebih terarah dan sistematis, maka pembahasan penulisan penilaian asset terhadap rumah di
daerah perkotaan (bukan perumahan) dibatasi sebagai berikut:
1. Pendekatan biaya penting untuk mengestimasi nilai pasar dari bangunan baru.
2. Penilaian dengan pendekatan biaya memisahkan antara tanah dan bangunan dan ini
sangat berguna untuk menilai peritem yang di asuransikan atau tidak.
3. pendekatan biaya juga digunakan untuk menentukan apakah biaya pengembangan akan
ditampung melalui kenaikan pendapatan atau harga jual yang di antisipasi.
1.4.
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan laporan penilaian aset terhadap rumah di daerah perkotaan
(bukan perumahan) adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui nilai asset dari rumah yang menjadi obyek penelitian
2. Untuk mengetahui harga properti dengan pendekatan perbandingan harga pasar
3. Kepentingan untuk asuransi
4. Untuk mengetahui pajak bumi bangunan rumah di daerah perkotaan (bukan peumahan)
1.5.
Manfaat Penyusunan Tugas Penilaian Asset
Dari penyusunan tugas penilaian asset di harapkan mampu memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Dapat diketahui kelayakan dan nilai asset dari properti rumah di daerah perkotaan (bukan
perumahan).
2. Menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya di bidang pendekatan biaya dan pendekatan
perbandingan nilai pasar khususnya dan penilaian properti pada umumnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3.
METODE PENELITIAN
2.3.1. Pendekatan Perbandingan Nilai Pasar
Pendekatan perbandingan nilai pasar merupakan pendekatan untuk mendapatkan nilai jual
dari suatu properti dengan membandingkannya terhadap properti lain yang sejenis yang telah
diketahui nilai jualnya. Konsep dasar dari metode data pasar adalah pada prinsip supply

and demand, yaitu keseimbangan antara penawaran dan permintaan serta prinsip substitusi,
yaitu adanya kecenderungan minat yang tinggi pada properti sejenis yang ditawarkan
lebih murah dibandingkan properti yang lebih mahal. Pendekatan ini sesuai diterapkan untuk
menilai property umum atau yang banyak diperjualbelikan di pasar, misalnya rumah dan ruko.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

Pengumpulan dan Verifikasi Data untuk dijadikan data pembanding


Seleksi data dan perbandingan data, serta menentukan factor-faktor penyesuaian (lokasi,

fisik dan lain-lain)


Melakukan adjustment (penyesuaian) data pembanding terhadap properti subjek dengan

menggunakan faktor penyesuaian diatas.


Rekonsiliasi Nilai hasil penyesuaian untuk mendapatkan indikasi nilai properti.
Nilai Properti = Harga pasar properti pembanding adjustment
Dengan metode ini, penilaian atas suatu properti dilakukan dengan membandingkan

secara langsung dengan properti lain yang sejenis atau hampir sama yang terdapat di pasar.
Metode ini akan menghasilkan penilaian yang akurat apabila properti yang dinilai dengan
properti yang menjadi pembanding mempunyai perbedaan yang relatif kecil atau masih dalam
toleransi yang wajar.
Perhitungan dilakukan dengan membandingkan data pasar berupa penawaran atau
transaksi yang terjadi atas beberapa properti sejenis dan kemudian dilakukan analisa hubungan
korelasi dari faktor-faktor yang berpengaruh untuk menentukan nilai properti yang menjadi
objek penilaian. Apabila properti yang dinilai mempunyai faktor yang lebih baik dari data, maka
penyesuaiannya berupa penambahan nilai (Positif), sebaliknya apabila properti yang dinilai
mempunyai faktor yang kurang dari data, maka penyesuaiannya adalah pengurangan nilai
(Negatif). Besarnya penyesuaian tersebut akan sangat tergantung pada jenis properti dan datadata pembanding yang tersedia.
Batasan Penerapan Pendekatan Perbandingan Data Pasar:
o
o
o
o

Dapat diaplikasikan untuk semua jenis properti


Terbatas untuk properti jenis khusus
Perubahan perekonomian yang cepat berpengaruh pada harga pasar
Daya penerapannya tinggi jika data yang tersedia mencukupi

Cara Penerapan Pendekatan Perbandingan Data Pasar:


o Penelitian pasar, pengumpulan informasi / data transaksi
o Verifikasi informasi, kompilasi data, checking akurasi data transaksi untuk mengukur
kondisi pasar
o Memilih unit pembanding yang sesuai
o Langkah perbandingan melalui penyesuaian faktor-faktor
o Rekonsiliasi nilai
Elemen Perbandingan Dlm Pendekatan Perbandingan Data Pasar:
o Hak yang melekat diatas properti
o Perihal pendanaan
o Kondisi penjualan
o Tanggal transaksi / kondisi pasar
o Lokasi
o Karakteristik fisik
2.3.2. Pendekatan Biaya (Cost Approach)
Penilaian melalui pendekatan biaya, seperti halnya pada pendekaan perbandingan dan
pendekatan kapitalisasi pendapatan adalah didasarkan pada suatu perbandingan. Dalam
pendekatan biaya, biaya untuk membangun suatu property adalah dibandingkan dengan nilai
bangunan lain yang telah terbangun. Hal ini disebabkan karena pasar biasanya mengaitkan nilai
dengan biaya, sedangkan pendekatan biaya adalah mencerminkan persepsi pasar (market
thinking). Pembeli cenderung utnuk membandingkan struktur bangunan yang telah ada dalam hal
harga dan nilai sewanya dengan bangunan lain yang serupa dan juga dalam hal biaya untuk
menciptakan bangunan baru dengan kegunaan fisik dan fungsi yang optimal.
Dalam menerapkan pendekatan biaya, penilai terlebih dahulu mengestimasi biaya untuk
membangun bangunan baru, atau pengganti bagi bangunan yang telah ada dan mengurangi biaya
tersebut dengan penyusutan yang dibenarkan (accrued depreciation) dalam property. Ketika nilai
tanah dan keuntungan kepemilikan atau keuntungan pengembang ditambahkan dalam angka
tersebut, maka hasilnya adalah indikasi nilai dari kepentingan kepemilikan dalam property.
Data

yang

digunakan

dalam

pendekatan

perbandingan

penjualan

seringkali

mencerminkan reaksi pasar terhadap item item yang didepresiasi/disusutkan. Jumlah total dari
penyusutan (accrued depreciation) pada property pembanding dapat diestimasikan melalui
alokasi harga jual tanah dan pengembangannya (property secara keseluruhan) dan kemudian
menguranginya dengan kontribusi dan pengembangannya, yaitu yang diestimasi dari pembuatan

(reproduction cost) atau biaya penggantinya (replacement cost). Jika alokasi harga adalah kurang
dari biaya produksi atau biaya penggantinya, maka mengindikasikan terdapat penyusutan
(accrued depreciation).
KomponenKomponen Penilaian Dalam Pendekatan Biaya:
1. Nilai Tanah
Nilai tanah adalah sanga dipengaruhi oleh potensi penggunaan tertinggi dan
terbaik. Nilai tanah dapat diestimasikan dengan perbandingan penjualan, alokasi,
ekstrakis, analisis pembagian pembangunan, teknik nilai sisa atau ground rent
capitalization.
2. Biaya Reproduksi atau Biaya Penggantian
Biaya reproduksi adalah estimasi biaya untuk membangun, pada harga yang
berlaku pada saat ini, dari replica bangunan yang dinilai dengan mengguakan material
material yang sama, standar konstruksi yang sama, dan kualaitas pekerja yang sama pula
serta dengan mempertimbangkan semua kekurangan/kelebihan dan tingkat keusangan
dari property subjek.
Biaya pengganti adalah estimasi biaya yang untuk membangun, pada harga yang
berlaku pada saat ini, sebuah bangunan pengganti dengan kegunaan, ukuran dan desain
yang sama dengan bangunan subjek menggunakan material, standard an layout/tata letak
sesuai dengan stndar dan material sekarang.
3. Tipe Tipe Biaya
Biaya konstruksi langsung meliputi biaya material, tenaga kerja dan keuntungan
pengembangan/kontraktor yang diperlukan untuk membangunan bangunan baru pada
tanggal penilaian. Biaya tidak langsung adalah biaya biaya yang lain yang tidak
termasuk biaya konstruksi langsung seperti professional fee (gaji arsitek, gaji ahli hokum,
gaji quantity surveyor, gaji penilai dan sebagainya), biaya pendanaan pajak selama masa
pembangunan, biaya komisi pengangkutan, komisi penjualan, dan biaya biaya lain yang
terserap selama periode proses penyewaan atau penjualan.
4. Penyusutan (Accrued Depreciotion)
Penyusutan adalah perbedaan anatara biaya pembuatan baru biya penggantian dari
suatu bangunan/pengembangan pada suatu tanggal penilaian dengan nilai pasar dari
bangunan/pengemangan tersebut pada tanggal yang sama. Penyusutan disebabkan oleh
kemunduran dan keusangan dalam property.
5. Indikasi Nilai Akhir

Untuk melengkapi langah akhir dari pendekatan biaya, penilai menggunakan


metode sebagaimana dinyatakan diatas untuk menentukan estimasi biaya pembangunan
yang terdeferensiasi termasuk semua pengembangan pengembangan tapak dan semua
aksesoris bangunan. Biaya pembangunan atau pengganti yang terdepresiasi dari semua
pengembangan, termasuk juga keuntungan pengembangan, dujumlahkan untuk
memperoleh estimsi nilai bangunan/ pengembangan yang selanjtnya dijumlahkan denan
estimasi nilai tanah untuk mendapatkan indikasi total nilai dari kepentingan suatu
property.
Estimasi Biaya Bangunan:
Untuk menghasilkan indikasi nilai property melalui pendekatan baiya, seorang enilai
menjumlahkan biaya pembangunan yang terdepresiasi dengan nilai tapak senbagai tanah kosong
dan siap digunakan dalam penggunaan yang paling menguntungkan. Biaya pembangunan yang
terdepresiasi adalah dihitung dengan menggunakan penyusutan (accrued derpreciotion) dari
estimasi biaya pembuatan baru atau biaya penggantian.
o Estimasi baiya reproduksi dan biaya pengganti
Ketika biaya estimasi reproduksi yang dicari, maka penilai perlu mengetahui biaya yang
digunakan untuk membangun replik dari bangunan yang ada dengan mengguankan material yang
sama atau serupa pada harga saat ini. Ketika biaya pengganti yang dibuat, penilai perlu utnuk
mengestimasi biaya konstruksi yang sama sama diperlukan (merupakan subtitusi bangunan)
yang tidak merupakan keharusan untuk diangun dengan material yang sama atau mempunyai
spesifikasi yang sama.
o Biaya Baiya
Untuk mengestimasi biaya reproduksi atau pengganti, maka penilai harus menghitung
biaya langsung (hard cost). Kedua jenis biaya adalah sangat penting bagi suatu pembangunan
dan keduanya harus diukur secara akurat untuk mendapatka indikasi nilai yang meyakinkan.
a) Biaya Biaya Langsung
Biaya langsung adalah pembelanjaan untuk tenaga kerja dan materal yang
digunakan dalam konstruksi/membangun sebuah bangunan termasuk juga overhead dan
keuntungan kontraktor.
b) Biaya tidak langsung

Biaya tidak langsung adalah pengeluaran utnuk item lain lain diluar tenaga kerja
dan material.
Metode yang digunakan dalam Penaksiran Biaya:
1) Metode Unit Perbandingan
Metode unit perbandingan diterapkan untuk menurunkan estimasi biaya dalam satuan
mata uang per unit luas atau volume. Metode ini didasarkan atas biaya-biaya yang diketahui dan
struktur bangunan yang serupa yang dilakukan penyesuaian terhadap perbedaan waktu dan fisik.
Unit-unit biaya berfariasi diantara bangunan-bangunan, yaitu : ketika biaya-biaya bangunan yang
serupa tersebar atas besarnya luas atau volume, unit biaya biasanya lebih rendah. Figure/Angka
unit biaya sering diekspresikan dalam unit-unit luas bangunan kotor.
2) Metode Unit Terpaasang atau Metode Pemisah Biaya
Metode ini menggunakan unit-unit biaya untuk berbagai komponen banguna yang
terpasang dan mungkin menggunakan ukuran linier, luas atau volume. Estimasi biaya unit
terpasang didasarkan atas standar biaya bagi komponen struktur bangunan ke dalam biaya-biaya
dari bagian yang menjadi komponennya.
3) Metode Survei Kuantitas
Metode survei kuantitas atau biasanya disebut juga sebagai quantity survey method
Adalah lebih sesuai untuk digunakan dalam mengasumsikan biaya bangunan-bangunan bagi
kepentingan kontrak kerja pembangunan, tender, pembangunan bangunan pribadi yang
melibatkan dana besar dan untuk tujuan khusus lainnya.
2.4.
Rumah di Perkotaan (Bukan Perumahan)
2.4.1. Pengertian rumah
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Menurut John F.C Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan, Rumah adalah
bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata, melainkan
merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi
penghuninya dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dan rumah adalah dampak terhadap
penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antara

rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni serta apa yang dilakukan
penghuni terhadap rumah.
Menurut Siswono Yudohusodo (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, 1991: 432), rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Jadi, selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari
gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah merupakan tempat awal pengembangan
kehidupan.
Rumah adalah tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul, dan membina rasa
kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung keluarga dan menyimpan barang
berharga, dan rumah juga sebagai status lambing social (Azwar, 1996; Mukono,2000)
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai
sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992).
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana
lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk
kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan sehat apabila :
(1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti temperatur lebih rendah dari udara di luar rumah,
penerangan yang memadai, ventilasi yang nyaman, dan kebisingan 45-55 dB.A.; (2) Memenuhi
kebutuhan kejiwaan; (3) Melindungi penghuninya dari penularan penyakit menular yaitu
memiliki penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah
yang saniter dan memenuhi syarat kesehatan; serta (4) Melindungi penghuninya dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah yang kokoh,
tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dari
ancaman kecelakaan lalu lintas (Sanropie, 1992; Azwar, 1996).
2.4.2. Fungsi Rumah
Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam rumah:
1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam kualitas hunian
atau perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan tempat tinggal dimaksudkan agar

penghuni mempunyai tempat

tinggal atau berteduh secukupnya untuk melindungi

keluarga dari iklim setempat.


2. Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi atau fungsi pengembangan keluarga. Fungsi ini diwudkan
dalam lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan
dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan
sumber penghasilan.
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya bervariasi menurut siapa
penghuni atau pemiliknya. Berdasarkan hierarchy of need (Maslow, 1954:10), kebutuhan akan
rumah dapat didekati sebagai:
1. Physiological needs (kebutuhan akan makan dan minum), merupakan kebutuhan biologis
yang hampir sama untuk setiap orang, yang juga merupakan kebuthan terpenting selain
rumah, sandang, dan pangan juga termasuk dalam tahap ini.
2. Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan),merupakan tempat berlindung bagi
penghuni dari gangguan manusia dan lingkungan yang tidak diinginkan.
3. Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat untuk berinteraksi
dengan keluarga dan teman.
4. Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan hanya sebagai tempat
tinggal, tetapi menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri.
2.4.3. Tipe dan Jenis Rumah
Kriteria rumah berdasarkan konstruksinya dibedakan menjadi
Tabel 1.
Kriteria Rumah Berdasar Konstruksi
Kriteria

Permanen

Semi Permanen

Non Permanen

Pondasi

Ada

Ada

Tidak

Dinding

Batu-bata/ batako

Setengah tembok & setengah kayu/ bambu

Bambu/ kayu

Atap

Genteng

Genteng

Genteng/ selain genteng

Lantai

Plester/ keramik

Plester/ keramik

Tanah

Jika dilihat berdasarkan ukuranya, standar perbandingan jumlah rumah besar, rumah sedang dan
rumah kecil yaitu 1:3:6

Luas kapling rumah besar : 120 m 600 m (tipe 70)

Luas kapling rumah sedang : 70 m 100 m (tipe 45-54)

Luas kapling rumah kecil : 21 m 54 m (tipe 21-36)

Untuk menentukan luas minimum rata-rata dari perpetakan tanah harus mempertimbangkan
faktor-faktor kehidupan manusianya, faktor alamnya dan pengaturan bangunan setempat.
2.4.4. Kondisi Fisik Bangunan
Berdasarkan kondisi fisik bangunannya, rumah dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Rumah permanen, memiliki ciri dinding bangunannya dari tembok, berlantai semen atau
keramik, dan atapnya berbahan genteng, contoh rumah permanen (rumah di Jalan Gambir
Kota Yogyakarta).
2. Rumah semi-permanen, memiliki ciri dindingnya setengah tembok dan setengah bambu,
atapnya terbuat dari genteng maupun seng atau asbes, banyak dijumpai pada gang-gang
kecil.
3. Rumah non-permanen, ciri rumahnya berdinding kayu, bambu atau gedek, dan tidak
berlantai (lantai tanah), atap rumahnya dari seng maupun asbes.

BAB III
ANALISIS PENILAIAN DENGAN PENDEKATAN BIAYA dan PENDEKATAN
PERBANDINGAN NILAI PASAR RUMAH DI PERKOTAAN (BUKAN PERUMAHAN)

Anda mungkin juga menyukai