Disusun oleh :
Menurut marketeers.com
masa paling berkah dari bisnis properti terjadi pada tahun 2010 hingga 2013. Pada periode
tersebut, permintaan bisnis batu bara dan barang komoditas lainnya tengah meninggi. Sehingga,
orang “berduit” banyak menginvestasikan uangnya di sektor tersebut. Properti di berbagai
daerah, khususnya di daerah yang dekat dengan lumbung pertambangan juga ikut terdongkrak.
Dari sisi makro ekonomi, pada masa ini, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) juga baik.
Bahkan pada tahun 2011, PDB berada di level tertinggi yaitu dengan pertumbuhan sebesar 6,7%.
Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS cukup menguat.
Rupiah sempat berada di level terrendah sekitar Rp 9.000 per dollar AS pada tahun 2009.
Bandingkan dengan harga saat ini yang menembus Rp 13.600 per dollar AS. Kondisi itu juga
dilengkapi dengan indeks kepercayaan konsumen yang berada di titik teratas pada tahun 2012.
Ishak Chandra, CEO Strategic Development and Services Sinarmas Land mengungkapkan, pada
tahun 2010-2013, indeks harga properti juga mengalami peningkatan yang signifikan. Ia bilang,
pada tahun 2010, harga properti di BSD Rp 4 juta per m2. Kini harga terrendahnya bisa Rp 20
juta per m2.
“Indeks harga properti sebenarnya tidak pernah turun. Hanya saja, pertumbuhannya bisa turun.
Pada tahun 2010-2013, pertumbuhan harga menukik tajam,” kata dia.
Menurut indonesia-investments.com
Pada tahun 2012 dan pertengahan pertama tahun 2013 sektor properti Indonesia bertumbuh
cepat, maka pertumbuhan keuntungan para developer properti Indonesia melonjak tajam (dari 45
perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012, 26 perusahaan
mencatat pertumbuhan laba bersih lebih dari 50%) dan, jelas, harga properti Indonesia meningkat
sejalan dengan itu (pada umumnya harga properti residensial bertumbuh hampir 30% per tahun
antara 2011 dan 2013). Layak untuk dipahami mengapa sektor properti ‘memanas’ di periode ini.
Pertama, pertumbuhan yang kuat ini terjadi karena ekspansi perekonomian Indonesia yang subur.
Meskipun pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2012 (+6,2%) di bawah
puncak pertumbuhan pasca Krisis Finansial Asia di 2011 (+6,5%), kebanyakan analis
memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali berakselerasi setelah 2013;
pandangan yang kemudian terbukti sangat tidak akurat. Dengan pertumbuhan PDB pada level
+6% poin (year-on-year), PDB per kapita Indonesia dan daya beli masyarakat menguat seiring
dengan itu, mengimplikasikan bahwa semakin banyak orang Indonesia yang mampu membeli
properti. Belanja konsumen kelas menengah yang kuat membuat segmen bisnis hunian (rumah,
apartemen dan kondominium) menjadi kontributor terbesar untuk pertumbuhan properti
Indonesia, mencakup sekitar 60% dari total sektor properti.
Kedua, pasar properti Indonesia naik tajam karena rendahnya tingkat suku bunga bank sentral.
Antara Februari 2012 sampai pertengahan 2013, bank sentral Indonesia (Bank Indonesia)
mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) pada 5,75% , kebijakan suku bunga terendah
dalam sejarah negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini. Bank-bank komersial
Indonesia mengalami kenaikan pinjaman hipotek yang signifikan. Pada Mei 2013, sekitar 46%
dari total kredit bank dialokasikan untuk pinjaman hipotek konsumen.
Di pertengahan kedua tahun 2013, Bank Indonesia semakin kuatir mengenai berkembangnya
gelembung properti karena perekonomian umum sedang melambat namun sektor properti naik
sangat tinggi di pertengahan pertama tahun 2013 (manajemen fiskal yang berhati-hati telah
menjadi karakteristik pihak berwenang Indonesia setelah Krisis Finansial Asia). Bank Indonesia
(BI) mengatakan bahwa pihak BI sudah mendeteksi pembelian spekulatif dan karenanya
mengimplementasikan kebijakan pengetatan moneter. Meskipun kecil kemungkinan bahwa
gelembung tersebut akan meletus (karena permintaaan domestik untuk properti tetap besar dan
kebanyakan pembelian dilakukan oleh pengguna akhir, sementara harga properti - meskipun
telah meningkat cepat - masih tergolong rendah dibanding kota-kota lain di Asia), pembelian
spekulatif memang bertumbuh. Biasanya pengembang properti di Indonesia menjual kebanyakan
unit dari sebuah proyek baru (contohnya sebuah bangunan apartemen) sebelum konstruksi
dimulai. Menjadi semakin umum bahwa para investor Indonesia membeli beberapa unit dan
menjualnya (dengan keuntungan yang tinggi) sebelum proses konstruksi bangunan mulai.
Kadang-kadang sebuah unit berpindah kepemilikan beberapa kali sebelum proses konstruksi
selesai, dalam setiap kali pembelian harga menjadi semakin mahal.
Perubahan penting lainnya termasuk tingkat suku bunga Indonesia. Setelah sentuh titik rendah
dalam sejarah pada 5,75% dari Februari 2012, Bank Indonesia secara bertahap, namun agresif,
menaikkan BI rate antara Juni 2013 sampai November 2013 menjadi 7,50%. Rejim yang lebih
ketat ini diimplementasikan dalam rangka melawan inflasi tinggi (yang terjadi setelah
Pemerintah Indonesia menaikkan harga bahan bakar bersubsidi), untuk melawan defisit transaksi
berjalan yang lebar, dan mengatasi ketidakjelasan iklim internasional (karena pengetatan
kebijakan moneter Amerika Serikat, terjadi capital outflows besar-besaran dari Indonesia dan
menyebabkan pelemahan tajam nilai tukar rupiah sejak pertengahan 2013).
Menurut kanalsatu.com
Perkembangan sektor properti itu juga tercermin dari penyaluran KPR (kredit pemilikan rumah)
dan KPA (kredit pemilikan apartemen) yang tumbuh cukup signifikan. Menurut Bank Indonesia
(BI) pada tahun 2013 permintaan KPR/KPA tumbuh 26,9% (year on year). Angka tersebut lebih
rendah dari pertumbuhan kredit tahun sebelumnya yang mencapai 30,8 %. Sampai Maret 2014
kredit ke sektor properti sudah mencapai Rp479,4 triliun. Rinciannya kredit konstruksi Rp115,6
triliun, kredit real estat Rp79,3 triliun, dan KPR/KPA Rp284,6 triliun.
Untuk meredam tren pertumbuhan kredit properti BI pada November 2013 memberlakukan
kebijakan loan to value (LTV) atau rasio kredit dengan nilai rumah. Rumah dengan luas di atas
70 m2 yang dibeli dengan KPR, uang mukanya minimal 30%. Untuk rumah kedua yang dibeli
dengan KPR konsumen harus menyediakan uang muka sebesar 40%.
Menurut beritasatu.com
Sepanjang tahun 2014, secara keseluruhan pasar properti di Indonesia dihadapkan pada kondisi
pasar yang menunjukkan gejala perlambatan. Perlambatan memang terjadi secara alami
diakibatkan oleh siklus properti (Property Cycle).
Selain itu, masih ada sejumlah alasan dibalik melambatnya sektor properti di tanah air.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melemah, sentimen bisnis yang menurun, ditambah
kondisi harga yang sudah terlalu tinggi, kenaikan BI Rate, pemberlakuan aturan LTV (Loan to
Value), serta permintaan yang mengalami kejenuhan, membuat pasar properti semakin lesu.
Triwulan I
Kalangan pengembang sendiri sejatinya telah mengatasi problem perlambatan tersebut dengan
melakukan strategi "resizing" dengan memasuki pasar di segmen yang lebih rendah, dan
menawarkan berbagai 'gimmick' serta 'kemudahan' bagi konsumen. Meski demikian, persaingan
yang sedemikian ketat dalam memperebutkan pelanggan terasa semakin berat, dengan adanya
fenomena penundaan permintaan dari pasar sendiri.
"Primadona ada di segmen Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar untuk hunian tapak, sedangkan untuk
apartemen menengah di perkotaan yang bakal banyak permintaannya ada di rentang Rp 300-500
jutaan per unit," ujar Ali Tranghanda, direktur eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali
Tranghada.
Meski terjadi perlambatan, tingkat permintaan pasar di sektor properti ternyata tetap ada yang
membuat harga properti tidak akan jatuh. Sayangnya, tingkat permintaan menjadi sedikit
tertunda dengan naiknya suku bunga KPR, menyusul naiknya BI Rate. Kenaikan suku bunga
diperkirakan telah membuat permintaan terhadap properti mengalami penurunan sebesar 10-15
persen.
Disisi lain, kegiatan politik menjelang Pemilu 2014 dijadikan momen yang sangat baik untuk
para pengembang. Meski ekonomi melambat dan Indonesia disibukkan oleh perhelatan Pemilu,
namun permintaan di subsektor perkantoran, dan ritel, serta kondominium masih berada di
kisaran positif.
Upaya menggenjot penjualan properti disepanjang tahun 2014 terus dilakukan oleh kalangan
pengembang, mengingat adanya pembelanjaan dana dari kegiatan partai dari mulai pembuatan
kaos, bendera, dan atribut partai lainnya, serta pemasangan iklan dan sosialisasi kampanye
pemilu.
Langkah tersebut ternyata masih dibarengi pandangan dari sebagian pihak yang melihat kegiatan
Pemilu 2014 akan berdampak pada pasar properti sehingga membuat pasar 'wait and see'. Sikap
menunggu tersebut dilakukan kalangan pebisnis termasuk di sektor properti guna mengantisipasi
sambil melihat perkembangan arah politik nasional yang lebih jelas.
Triwulan II
Memasuki triwulan II tahun 2014, pasar properti ternyata masih dibayangi tren perlambatan.
Riset yang dilakukan Indonesia Property Watch menunjukkan nilai penjualan masih
membukukan penurunan -0,9 persen (q-to-q). Meskipun demikian, berdasarkan nilai unit secara
keseluruhan menunjukkan sedikit kenaikan sebesar 2,4 persen. Hal ini memperlihatkan
pergeseran segmen harga ke harga yang rendah.
Banyak pengembang yang mulai beralih dari segmen bawah ke segmen lebih atas yang
diperkirakan terkait minat pengembang swasta yang menurun untuk membangun rumah murah
menyusul kebijakan perumahan yang tidak berpihak. Rencana penghapusan subsidi Rumah
Sederhana Tapak (RST) merupakan salah satu faktor yang membuat pengembang enggan
membuat rumah murah disamping nilai profitnya yang juga rendah.
Selain itu, penghapusan PPN yang diberlakukan ternyata menjadi tidak sinkron dengan kebijakan
penghapusan subsidi yang ada. Hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar lembaga yang
menyebabkan kebijakan yang diambil menjadi kontraproduktif.
Meskipun demikian, pasar permintaan di segmen menengah ternyata masih cukup tinggi. Banyak
kaum menengah yang belum sempat merealisasikan pembelian propertinya dengan mencari
alternatif berupa hunian vertikal. Hal ini, kemudian menjadi pertimbangan banyak pengembang
untuk membangun apartemen-apartemen terjangkau di simpul-simpul penyangga. Dengan harga
rumah yang sangat tinggi, membuat celah pasar apartemen menengah akan semakin besar.
"Kawasan penyangga seperti Bekasi merupakan kota yang terbaik untuk tinggal dan juga
investasi," kata Komisaris Utama PT SKI, Budi Kartika.
Pada bagian lain, segmen menengah bawah ternyata relatif memiliki permintaan yang masih
cukup besar. Dengan kenaikan batasan harga dari pemerintah diperkirakan para pengembang
menengah bawah akan terbantu dalam penjualannya karena pasar permintaan rumah menengah
bawah dengan program subsidi FLPP masih sangat banyak.
Triwulan III
Memasuki triwulan III tahun 2014, pasar properti nasional mulai bergerak. Hal tersebut
merupakan sinyal positif dari situasi pasar pada triwulan II yang mengalami penurunan
penjualan. Pergerakan terjadi dibarengi dengan asumsi kondisi politik relatif kondusif setelah
pemilihan presiden (pilpres).
"Meskipun demikian, tren pertumbuhan yang ada masih dalam koridor perlambatan. Artinya
belum menunjukkan tren percepatan yang signifikan," ujar Direktur Eksekutif IPW, Ali
Tranghada
Pasangan Jokowi-JK memang akhirnya berhasil memenangi Pilpres 2014. Dampak kemenangan
Jokowi-JK tentunya memberi harapan bagi sektor perumahan rakyat. Kalangan pengembang
sendiri menaruh harapan kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk dapat membangkitkan kembali
industri properti nasional. Kebangkitan tersebut sangat penting karena di sepanjang 2014,
properti mengalami perlambatan.
"Banyak pengembang yang masih menunggu kebijakan baru dari pemerintahan Joko Widodo,
terutama soal regulasi yang masih menghambat pasar properti," kata Ketua Umum Real Estat
Indonesia (REI) Eddy HussySayangnya, harapan kalangan pengembang seakan menemui
"tembok tebal" dengan munculnya rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang
lansir oleh pemerintah. Hal ini kemudian diantisipasi oleh kalangan pengembang properti dengan
rencana menaikkan harga rumah bila harga BBM jadi dinaikkan.
Pengembang properti yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) langsung mengkaji
kenaikkan harga rumah guna mengantisipasi kenaikkan bahan bakar minyak (BBM). Harga
properti ditaksir bakal naik sekitar 10 persen bila harga BBM dinaikkan berkisar 10-20 persen,
agar tidak pengembang tidak kesulitan untuk bertumbuh.
Triwulan IV
Memasuki Triwulan ke IV tahun 2014, dampak kenaikkan harga BBM tentunya akan membuat
sektor properti sedikit tertahan. Akan ada perlambatan ekonomi, daya beli masyarakat menurun,
dan dampak paling terasa adalah sektor menengah bawah.
Tren perlambatan properti terus berlanjut karena tingkat perlambatan nilai penjualan pasar
perumahan pada kuartal III tahun 2014 adalah sebesar -9,4 persen dibandingkan dengan kuartal
sebelumnya. Berdasar data yang dirilis IPW, penurunan penjualan terjadi di Jakarta (-55,0
persen), Depok (-41,0 persen), dan Bogor (-14,4 persen). Selain itu, kondisi pasar perumahan
menengah atas yang relatif sudah jenuh ditambah dengan perlambatan pasar juga dipicu oleh
kondisi politik yang memanas dalam pemilihan umum di Indonesia.
"Kondisi politik yang belum sepenuhnya kondusif saat ini membuat pasar secara umum masih
memilih untuk menahan ekspansi usaha tidak terkecuali yang terjadi di pasar perumahan.
Beberapa hal yang dikhawatirkan pasar berkaitan dengan program-program pemerintahan baru
yang belum memperlihatkan program kerja yang jelas," kata Direktur Eksekutif IPW, Ali
Tranghada.
Kalangan pengembang sendiri dipastikan akan menaikan harga rumah sebagai upaya
menyeimbangkan kenaikan harga BBM dengan pertimbangan beberapa faktor. Kebijakan
pengembang menaikan harga rumah harus dilakukan karena sebelum harga BBM dan bahan
baku pembuatan rumah juga sudah naik.
Menurut bisnis.tempo.co
Untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Doa dan harapan para pengembang pada akhir
2014 agar untung mengalir deras di Tahun Kambing Kayu ternyata tidak terkabul. Sepanjang
2015, industri properti justru terhuyung hingga mencapai titik nadir.
PT Bahana Securities, dalam laporan bertajuk 2016 Compendium Trying to Lift Off, melansir
keuntungan sembilan emiten properti turun 22,6% pada kuartal III/2015. Padahal, setahun
sebelumnya raihan laba tumbuh 32%.
Bahana memprediksi hingga akhir 2015 keuntungan sembilan emiten properti bisa tumbuh 2,3%.
Jika prediksi Bahana tepat, hal itu akan sangat menyesakkan dada. Pasalnya, sepanjang 2014
emiten properti mencatat pertumbuhan laba sebesar 117,3%.
Penurunan kinerja sembilan emiten properti sebetulnya tidak terlalu mengherankan karena
seluruh emiten punya konsentrasi di segmen menengah dan atas, dua segmen yang paling loyo
sepanjang tahun ini.
Dalam riset Indonesia Property Watch (IPW), penjualan di segmen menengah dan atas masing-
masing turun 36,9% dan 31,8%. Survei properti yang diterbitkan Bank Indonesia juga
memprediksi pertumbuhan harga di dua segmen itu tidak akan melampaui level 4% pada akhir
2015.
Tentu, hal tersebut menjadi kondisi yang tidak menguntungkan bagi para pengembang yang
asyik bermain di segmen menengah dan segmen atas. Namun, kondisi itu tak perlu di ratapi.
Sekadar mengingatkan, segmen menengah dan atas ini pernah mengalami ledakan atau booming
dalam periode 2012—2014. Saat itu, penjualan properti meroket, tecermin dari pertumbuhan
kredit pemilikan rumah/apartemen yang mencapai 22%—30%.
Berdasarkan siklus, fase melandai memang kerap terjadi setelah ledakan terlewati. Jika segmen
menengah dan atas terbilang suram, lain halnya dengan segmen menengah bawah.
ADVERTISEMENT
Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) menyebut segmen tersebut menjadi
penyelamat pertumbuhan industri pada tahun ini. Riset IPW bahkan mencatat penjualan properti
di segmen menengah bawah naik 57%.
Pemerintah dan regulator di sektor pembiayaan tahun ini memang tengah fokus mencurahkan
perhatian ke segmen menengah bawah. Ini dilakukan demi menyokong program satu juta rumah
yang digalakkan pemerintah sejak April 2015.
Pemerintah memang punya kepentingan yang sangat besar ter hadap segmen menengah bawah.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menunjukkan, 93% dari jumlah
defisit hunian sebanyak 13,5 juta disumbang dari kelas masyarakat berpenghasilan di bawah Rp
4 juta per bulan
Menurut economy.okezone.com
Indonesia Property Watch (IPW) menilai pasar perumahan dan properti sampai triwulan II-2016
belum mengalami pergerakan naik. Bahkan terdapat kecenderungan semakin terpuruk.
Hal itu lantaran perkiraan pasar properti akan take-off di tahun ini dikhawatirkan tidak akan
tercapai. "Bahkan mungkin tahun ini tahun terburuk yang harus dilalui pasar properti," kata
Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda, seperti dilansir pada laman resmi IPW, Selasa
(24/5/2016).
Untuk itu, lanjut Ali, terdapat beberapa indikator yang harus dicermati dan segera diantisipasi
oleh pemerintah. Indikator tersebut di antaranya suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang
belum juga turun signifikan karena cost of fund yang tinggi di kalangan perbankan.
"Pertumbuhan kredit mikro sebesar 23,8 persen di akhir 2015, pertumbuhan total kredit sampai
triwulan III-2015 (yoy) berkisar 2,29 persen sampai 4,5 persen," sambung Ali.
Dia juga mengungkapkan, indikator lainnya adalah terjadinya penurunan pertumbuhan penjualan
perumahan sampai akhir 2015 sebesar 2,87 persen (yoy). "Penurunan tersebut dimulai di
semester II-2015, triwulan I-2016 pasar perumahan kembali terpuruk -23,1 persen (qtq) atau -
54,09 persen (yoy)," jelasnya.
Ali menambahkan, kondisi tersebut diperkirakan bakal berlanjut dan cenderung semakin
terpuruk di triwulan II-2016 dengan adanya momen puasa, Lebaran, dan tahuun ajaran baru.
Menurut finance.detik.com
Masih seperti tahun lalu, penjualan hampir semua perusahaan developer tahun ini mengalami
penurunan atau stagnan.
Hal tersebut terlihat dari data-data penjualan perusahaan properti yang sudah go public atau tbk
(terbuka) dan tercatat sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Sebagian besar tidak mencapai target,
sebagian kecil stagnan, hanya beberapa yang meningkat.
Begitu juga terlihat dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia (BI) kwartal
tiga (Q3) 2017. Survei tatap muka dengan responden para pengembang di 16 kota besar di
Indonesia ini menyebutkan, pertumbuhan penjualan rumah turun dari 3,61% menjadi 2,58%
dibanding kwartal dua (Q2) karena masih terbatasnya permintaan.
Karena penjualan masih lesu, harganya pun hanya naik 0,5% (Q3) dibanding 1,18% pada kwartal
dua. SHPR memperkirakan penurunan pertumbuhan penjualan dan kenaikan harga itu akan
berlanjut pada kwartal IV.
Survei menyebutkan faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan bisnis properti itu
adalah bunga KPR (20,36%), persyaratan uang muka (16,57%), pajak (16,13%), perizinan
(14,45%), serta kenaikan harga bahan bangunan (11,68%). Lebih dari 76% konsumen masih
mengandalkan kredit bank (KPR/KPA) untuk membeli rumah.
Kendati pasar masih lesu, sejumlah perumahan dan apartemen masih mencatat penjualan
(marketing sales) yang cukup baik. Bahkan, beberapa (di luar kota baru Meikarta seluas 500 ha
di Cikarang, Bekasi-Jawa Barat, yang harus dibahas tersendiri) cukup mengesankan meskipun
realisasinya masih harus ditunggu.
Menurut merdeka.com
Sederet peristiwa penting di sektor industri properti Tanah Air terjadi di sepanjang tahun ini.
Mulai dari kebijakan pemerintah yang berpengaruh besar dalam sektor properti, seperti BI 7-Day
Repo Rate, penutupan Tax Amnesty, penyesuaian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan
(FLPP), Paket Kebijakan Ekonomi, kehadiran berbagai proyek infrastruktur baru yang memberi
potensi bagi bisnis properti, serta kondisi pasar properti yang sangat dinamis.
Head of Marketing Rumah.com, Ike Hamdan mengatakan, pihaknya telah melakukan survei
bertajuk Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2-2017. Survei ini untuk
mengetahui perilaku konsumen properti di Indonesia. Survei berkala diselenggarakan dua kali
dalam setahun oleh Rumah.com bekerja sama dengan lembaga riset Institute Research,
Singapura, berdasarkan 1.020 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada bulan
JanuariJuni 2017.
"Sepanjang tahun 2017, kita menghadirkan beberapa sumber informasi yang dapat menjadi
panduan untuk masyarakat mengambil keputusan terkait properti. Pertama adalah Rumah.com
Property Index 2017, di mana melalui indeks ini, Rumah.com membantu para pencari hunian
agar lebih mudah menemukan rumah idaman, karena dapat menemukan referensi harga yang
wajar, sesuai dengan sentimen pasar," jelas Ike dikutip dari keterangan resminya di Jakarta,
Jumat (22/12).
Secara utuh, pihaknya melakukan beberapa survei yaitu Rumah.com Property Index untuk
menunjukkan pergerakan pasar properti dari sisi suplai. Selanjutnya survei Rumah.com Property
Affordability Sentiment Index H2-2017 ditujukan untuk mengetahui respon pasar dari sisi
permintaan. Sedangkan Rumah.com Property Market Outlook 2018 merupakan kompilasi
komprehensif yang menggabungkan data dari sisi suplai dengan sisi permintaan.
"Sampai menjelang akhir tahun 2017, Rumah.com telah menyajikan lebih dari 400.000 data
properti dijual dan disewa dari seluruh Indonesia, dengan lebih dari 17 juta halaman yang
dikunjungi setiap bulan dan diakses oleh lebih dari 5,5 juta pencari properti setiap bulannya.
Dengan statistik tersebut, Rumah.com memiliki akurasi data yang cukup tinggi untuk
mengetahui dinamika yang terjadi di pasar properti di Indonesia," jelasnya.
Catatan Rumah.com Property Index 2017, menunjukkan bahwa indeks properti nasional naik
tipis 0,4 persen pada Q1 2017 (q-o-q) dan berlanjut pada Q2 tumbuh sebesar 0,97 persen (q-o-q).
Pada Q3, pasar properti terlihat stabil. Sementara pada Q4 ini sampai akhir bulan November
2017 indeks properti nasional mengalami kenaikan sebesar 0,91 persen. Sementara di sisi
volume suplai properti, indeks menunjukkan sedikit fluktuasi di mana pada Q1 mencatat
kenaikan sebesar 11,4 persen (q-o-q), selanjutnya mengalami penurunan sebesar 2,1 persen pada
Q2 2017 (q-o-q). Pada Q3 2017 suplai pulih dan meningkat hingga sebesar 10,7 persen (q-o-q)
sedangkan pada Q4 ini sampai akhir bulan November 2017 turun sebesar 9,23 persen.
Di sisi permintaan konsumen, menurut Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2-
2017, Jabodetabek masih menjadi lokasi incaran bagi responden yang membeli rumah, dengan
Jakarta berada pada posisi teratas, disusul Bogor. Di luar Jabodetabek, Bandung menjadi kota
favorit selanjutnya, kemudian disusul Surabaya, dan Semarang. Sementara apartemen sudah
menjadi pilihan utama hunian yang akan dibeli, selain rumah tapak cluster.
Pasar properti nasional di tahun 2018 diperkirakan akan lebih positif, melanjutkan tren yang
telah terbentuk sepanjang tahun 2017. Di sisi suplai, perlambatan pasar properti pada
pertengahan 2018 sebagai dampak Hari Raya Idul Fitri serta Pilkada Serentak 2018 mungkin
terjadi, begitu juga menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019.
Sementara di sisi permintaan, porsi terbesar akan datang dari rumah tipe menengah dengan harga
di bawah Rp 700 Juta. Konsumen akan mencari perumahan tipe klaster, terutama di wilayah
satelit kota besar dengan akses menuju pintu tol dan sarana transportasi massal.
Seiring tumbuhnya suku bunga untuk Kredit Pemilikan Apartemen maka akan terjadi
pertumbuhan yang moderat pada hunian jenis apartemen.
"Secara umum pasar properti Indonesia di tahun 2018 mendatang akan lebih menarik dan
prospektif dibandingkan tahun 2017 ini. Satu tahun sebelum tahun politik 2019, pasar properti
akan sedikit lebih bergairah dan ini merupakan kesempatan yang tepat untuk membeli properti,
baik untuk dihuni atau dipakai sendiri maupun sebagai sarana investasi," jelas Ike.
Dia menambahkan bahwa sebagai portal properti terdepan di Indonesia, Rumah.com akan
senantiasa terus berinovasi menghadirkan inovasi, solusi dan panduan bagi pencari properti,
agen, dan pengembang serta stakeholder properti di Indonesia. Rumah.com juga memiliki
komitmen membantu para pencari properti dalam menentukan keputusan pembelian properti
melalui informasi data yang tepat dan akurat.
"Rumah.com juga terus berinovasi untuk menjadi terdepan di bidang teknologi, melalui fasilitas
tur 3 Dimensi Matterport."
Rumah.com sebagai pemimpin pasar properti online di Indonesia, katanya selalu mengambil
peran aktif untuk memberikan advokasi yang berkualitas bagi konsumen sekaligus
menyampaikan informasi untuk mengetahui kondisi terkini industri properti di Indonesia.
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
PT. AGUNG PODOMORO LAND, TBK
PT Agung Podomoro Land Tbk. merupakan perseroan terbatas yang bergerak di bidang properti
dan didirikan tanggal 30 Juli 2004 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2004.
Kantor pusat APLN beralamat di APL Tower, Jl. Letjen S. Parman Kav. 28, Jakarta Barat 11470
– Indonesia.
Didirikan dengan nama PT Tiara Metropolitan Jaya berdasarkan Akta No. 29 tanggal 30 Juli
2004, yang dibuat di hadapan Sri Laksmi Damayanti, S.H., sebagai pengganti Siti Pertiwi Henny
Singgih, S.H., Notaris di Jakarta, yang telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan
No.C21538.HT.01.01.TH.2004 tanggal 26 Agustus 2004 dan telah didaftarkan dalam Daftar
Perusahaan sesuai Undang - Undang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP) dengan Tanda Daftar
Perusahaan (TDP) No. 090217027994 di Kantor Pendaftaran Perusahaan Kodya Jakarta Barat
No. 1589/BH.09.02/X/2004 tanggal 4 Oktober 2004, serta telah diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia No. 91 tanggal 12 November 2004, Tambahan No. 11289.
Pada tahun 2010, PT Tiara Metropolitan Jaya berubah nama menjadi PT Agung Podomoro Land
Tbk. sebagaimana dinyatakan dalam Akta No.1 tanggal 2 Agustus 2010, yang dibuat di hadapan
Yulia, S.H. Notaris di Jakarta Selatan, setelah Perseroan melakukan restrukturisasi perusahaan
dengan memindahkan empat anak perusahaan APG yaitu ASA, BSP, IBKP, dan KUS, serta dua
perusahaan asosiasi APG, yaitu MGP dan CGN ke dalam Perseroan.
Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan dan perubahan terakhir
adalah sebagaimana termaktub dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perseroan No. 108
tanggal 27 Juli 2017 dibuat di hadapan Ardi Kristiar, S.H., MBA, pengganti Yulia S.H., Notaris
di Kota Jakarta Selatan. Perubahan Anggaran Dasar ini telah mendapat persetujuan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan Surat Keputusannya No. AHU-
0016200.AH.01.02. TAHUN 2017 tanggal 30 September 2017.
Pada bulan November 2010, Perseroan melakukan penawaran umum perdana saham, dan
mencatatkan sahamnya di BEI pada 11 November 2010 dengan kode: APLN.
Berbekal pengalaman lebih dari 40 tahun sebagai anggota APG, Perseroan secara luas diakui
sebagai salah satu pengembang properti terkemuka, terbesar, dan dihormati di Indonesia. Proyek
pengembangannya mencakup beberapa properti ikonik di Indonesia, termasuk superblok,
properti komersial (ritel / perdagangan), gedung perkantoran, apartemen, kompleks perumahan
dan hotel.
Perseroan menawarkan gaya yang lebih modern dan unik dalam mengembangkan hunian
horisontal dan vertikal maupun properti komersial, seperti mal, trade mall, dan hotel. Perseroan
menjalankan dan menerapkan model bisnis terpadu, dengan kemampuan internal dalam
pengembangan dan pengelolaan proyek properti terpadu mulai dari pembebasan lahan,
perancangan, perencanaan pembangunan, manajemen proyek, pemasaran, serta penyewaan dan
pengelolaan menajemen operasional atas properti komersial (ritel/perdagangan), gedung
perkantoran, dan hotel, dengan memperhatikan nilai harmoni, ketahanan, kualitas tinggi, dan
ramah lingkungan. Semua ini telah membuat Perseroan memperoleh kepercayaan dari para
pelanggan, rekan usaha, maupun komunitas tempat Perseroan beroperasi.
Hingga akhir Desember 2017, APLN memiliki 41(empat puluh) entitas anak, 12 (dua belas)
entitas dengan kepemilikan tidak langsung melalui entitas anak, yang dikonsolidasikan dalam
APLN, serta 2 (dua) perusahaan asosiasi di bidang properti di Jakarta, Karawang, Bandung, Bali,
Batam, Medan, Balikpapan, dan Makassar.
VISI
Terus bertumbuh menjadi pengembang terpadu dalam bisnis properti dan berkomitmen penuh
untuk memberikan nilai yang optimal bagi pelanggan, rekan usaha, pemegang saham, dan
masyarakat.
MISI
Memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan dan area komersial yang berkualitas.
Mengoptimalkan pengembalian investasi dari rekan usaha dan pemegang saham.
Menjadi perusahaan pengembang yang mampu memberikan nilai lebih bagi para
karyawan.
Berperan aktif untuk mendukung program pemerintah dalam rangka mendorong
pembangunan perkotaan
dan dalam meningkatkan indeks pengembangan manusia.
Nilai – nilai :
Harmoni
Keharmonisan dalam bekerja dengan pelanggan, rekan usaha, pemegang saham dan
masyarakat.
Tangguh
Gigih memberikan usaha yang optimal.
Mutu
Menjaga mutu dalam setiap tahap pengembangan.
Ramah lingkungan
Memperhatikan aspek lingkungan hidup dalam usaha pengembangannya. bertumbuh
menjadi operti dan berkomitmen penuh untuk memberikan nilai pemegang saham, dan
masyarakat.
Kegiatan usaha perusahaan menurut Anggaran Dasar terakhir, serta jenis produk dan/atau jasa
yang dihasilkan. Kegiatan usaha menurut Anggaran Dasar terakhir (Pasal 3 Akta Pernyataan
Keputusan Rapat PT Agung Podomoro Land Tbk. No. 07 tanggal 5 Juni 2012 yang dibuat di
hadapan Ardi Kristiar, S.H., MBA, pengganti dari Yulia, S.H., Notaris di Jakarta Selatan):
2. Melakukan investasi baik secara langsung maupun melalui penyertaan (investasi) ataupun
pelepasan (divestasi) modal sehubungan dengan kegiatan usaha utama Perseroan, dalam
perusahaan lain;
3. Melakukan penyertaan pada perusahaan-perusahaan lain yang memiliki kegiatan usaha yang
berhubungan dengan kegiatan usaha Perseroan; dan
4. Usaha-usaha dalam bidang jasa, termasuk antara lain jasa pengelolaan atau pengoperasian
yang menunjang kegiatan usaha utama Perseroan, kecuali jasa dalam bidang hukum dan pajak.
2. Perindustrian meliputi industri bahan bangunan, industri alat-alat listrik, industri garmen
manufacturing industri perakitan (assembling); dan
2013 2014
a Debt Ratio a Debt Ratio
Rp 12.467.225.599 Rp 15.223.273.846
Rp 19.679.908.990 Rp 23.686.158.211
0,633500165 0,642707598
100% 63,35% 100% 64,27%
b Debt to Equity Ratio b Debt to Equity Ratio
Rp 12.467.225.599 Rp 15.223.273.846
Rp 7.212.683.391 Rp 8.462.884.365
1,728514191 1,798828058
100% 172,85% 100% 179,88%
c Long term Debt to Equity Ratio c Long term Debt to Equity Ratio
Rp 7.258.586.782 Rp 9.264.304.640
Rp 7.212.683.391 Rp 8.462.884.365
1,00636426 1,094698242
100% 100,64% 100% 109,47%
2015 2016
a Debt Ratio a Debt Ratio
Rp 15.486.508.060 Rp 15.741.190.673
Rp 24.559.174.988 Rp 25.711.953.382
0,630579328 0,612212944
100% 63,06% 100% 61,22%
b Debt to Equity Ratio b Debt to Equity Ratio
Rp 15.486.508.060 Rp 15.741.190.673
Rp 9.072.668.928 Rp 9.970.762.709
1,706940723 1,57873486
100% 170,69% 100% 157,87%
c Long term Debt to Equity Ratio c Long term Debt to Equity Ratio
Rp 8.445.146.408 Rp 8.086.437.974
Rp 9.072.668.928 Rp 9.970.762.709
0,930833746 0,811014986
100% 93,08% 100% 81,10%
2017
a Debt Ratio
Rp 17.293.138.465
Rp 28.790.116.014
0,60066234
100% 60,07%
b Debt to Equity Ratio
Rp 17.293.138.465
Rp 11.496.977.549
1,504146493
100% 150,41%
c Long term Debt to Equity Ratio
Rp 10.072.915.686
Rp 11.496.977.549
0,876135979
100% 87,61%
200.00%
179.88%
180.00% 172.85% 170.69%
157.87%
160.00% 150.41%
140.00%
120.00% 109.47%
100.64%
100.00% 93.08%
87.61%
81.10%
80.00% 63.35% 64.27% 63.06% 61.22% 60.07%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00% Debt Ratio Debt to Equity Ratio Long term Debt to Equity Ratio
2013 2014 2015 2016 2017
Tahun 2013
Debt Ratio
Pada tahun 2013, 63,06% yang di milikinya di biayai oleh hutang, baik hutang jangka panjang
maupun hutang jangka pendek. 36,94% aset lainnya di biayai oleh modal. Solvabilitas
perusahaan tidak baik karena dengan modal 36,94% dari aset, maka perusahaan tidak
mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada.
Berdasarkan ratio hutang yang baik, maka bisa dibilang DER PT AGUNG PODOMORO LAND
pada tahun 2013 sebesar 172,85% tergolong tidak aman dan beresiko. Karena
jumlah utangnya lebih besar dari jumlah modalnya.
100,64% Ratio ini menunjukkan seberapa besar sumber dana jangka panjang merupakan modal
pinjaman. Sebagian analisis keuangan lebih tertarik kepada pinjaman jangka panjang
dibandingkan pinjaman jangka pendek kerap berubah disamping utang usaha lebih
mencerminkan praktik dangang dibanding kebijakan manajemen utang.
Tahun 2014
Debt Ratio
Pada tahun 2014, 64,27% yang di milikinya di biayai oleh hutang, baik hutang jangka panjang
maupun hutang jangka pendek. 35,73% aset lainnya di biayai oleh modal. Solvabilitas
perusahaan tidak baik karena dengan modal 35,73% dari aset, maka perusahaan tidak
mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada.
Berdasarkan ratio hutang yang baik, maka bisa dibilang DER PT AGUNG PODOMORO LAND
pada tahun 2014 sebesar 179,88% tergolong tidak aman dan beresiko. Karena
jumlah utangnya lebih besar dari jumlah modalnya.
109,47% Ratio ini menunjukkan seberapa besar sumber dana jangka panjang merupakan modal
pinjaman. Sebagian analisis keuangan lebih tertarik kepada pinjaman jangka panjang
dibandingkan pinjaman jangka pendek kerap berubah disamping utang usaha lebih
mencerminkan praktik dangang dibanding kebijakan manajemen utang.
Tahun 2015
Debt Ratio
Pada tahun 2015, 63,06% yang di milikinya di biayai oleh hutang, baik hutang jangka panjang
maupun hutang jangka pendek. 36,94% aset lainnya di biayai oleh modal. Solvabilitas
perusahaan tidak baik karena dengan modal 36,94% dari aset, maka perusahaan tidak
mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada.
Berdasarkan ratio hutang yang baik, maka bisa dibilang DER PT AGUNG PODOMORO LAND
pada tahun 2015 sebesar 170,69% tergolong tidak aman dan beresiko. Karena
jumlah utangnya lebih besar dari jumlah modalnya.
93,08% Ratio ini menunjukkan seberapa besar sumber dana jangka panjang merupakan modal
pinjaman. Sebagian analisis keuangan lebih tertarik kepada pinjaman jangka panjang
dibandingkan pinjaman jangka pendek kerap berubah disamping utang usaha lebih
mencerminkan praktik dangang dibanding kebijakan manajemen utang.
Tahun 2016
Debt Ratio
Pada tahun 2016, 61,22% yang di milikinya di biayai oleh hutang, baik hutang jangka panjang
maupun hutang jangka pendek. 38,78% aset lainnya di biayai oleh modal. Solvabilitas
perusahaan tidak baik karena dengan modal 38,78% dari aset, maka perusahaan tidak
mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada.
Berdasarkan ratio hutang yang baik, maka bisa dibilang DER PT AGUNG PODOMORO LAND
pada tahun 2016 sebesar 157,87% tergolong tidak aman dan beresiko. Karena
jumlah utangnya lebih besar dari jumlah modalnya.
81,10% Ratio ini menunjukkan seberapa besar sumber dana jangka panjang merupakan modal
pinjaman. Sebagian analisis keuangan lebih tertarik kepada pinjaman jangka panjang
dibandingkan pinjaman jangka pendek kerap berubah disamping utang usaha lebih
mencerminkan praktik dangang dibanding kebijakan manajemen utang.
Tahun 2017
Debt Ratio
Pada tahun 2017, 60,07% yang di milikinya di biayai oleh hutang, baik hutang jangka panjang
maupun hutang jangka pendek. 39,93% aset lainnya di biayai oleh modal. Solvabilitas
perusahaan tidak baik karena dengan modal 39,93% dari aset, maka perusahaan tidak
mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada.
Berdasarkan ratio hutang yang baik, maka bisa dibilang DER PT AGUNG PODOMORO LAND
pada tahun 2017 sebesar 150,41% tergolong tidak aman dan beresiko. Karena
jumlah utangnya lebih besar dari jumlah modalnya.
87,61% Ratio ini menunjukkan seberapa besar sumber dana jangka panjang merupakan modal
pinjaman. Sebagian analisis keuangan lebih tertarik kepada pinjaman jangka panjang
dibandingkan pinjaman jangka pendek kerap berubah disamping utang usaha lebih
mencerminkan praktik dangang dibanding kebijakan manajemen utang.
20000
15000
10000
5000
0
2013 2014 2015 2016 2017
Equity 7213 8429 9072 9970 11580
Earning 851 852 810 632 1020
Revenue 4901 5297 6972 6007 7020
Axis Title
Berdasarkan grafik yang diolah dari data laporan keuangan tahunan perusahaan di atas dapat
diketahui bahwa:
Rata-rata kenaikan revenue APLN adalah 9,56%. Standar baik adalah rata-rata revenue
15%, sehingga dari segi revenue, APLN kurang baik.
Rata-rata earning APLN adalah 8,65%. Standar baik adalah rata-rata earning 15%,
sehingga dari segi earning, APLN kurang baik.
Rata-rata equity APLN adalah 12,64%, standar baik adalah rata-rata equity 15%,
sehingga dari segi equity, APLN kurangbaik.
ROE
Average/Year 8,96%
Standar Baik Kenaikan Average ROE adalah 15% dalam 5 Tahun. APLN mencatatkan rata-rata
kenaikan ROE yang hanya 8,96%, maka dapat disimpulkan kurang baik.
Dari 2013 ROE perusahaan terus menurun. Hal ini menandakan bahwa perusahaan sedang
melakukan ekspansi usaha, namun belum diimbangi dengan keuntungan yang maksimal.
Hal ini menandakan perlunya perusahaan memperbaiki kinerja manajemen mereka.
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2013 2014 2015 2016 2017
Keterangan :
Pada tahun 2013, PT Indofica memiliki saham sebesar 61,967%, PT Simfoni Gema
Lestari memiliki saham sebesar 5,073%. Total saham milik PT Indofica dan PT Simfoni
Gema Lestari adalah 67,040%.
Pada tahun 2014, PT Indofica memiliki saham sebesar 61,967%, PT Simfoni Gema
Lestari memiliki saham sebesar 5,073%. Total saham milik PT Indofica dan PT Simfoni
Gema Lestari adalah 67,040%.
Pada tahun 2015, PT Indofica memiliki saham sebesar 64,757%, PT Simfoni Gema
Lestari memiliki saham sebesar 5,073%, PT Prudential Life Assurance - memiliki saham
sebesar 7,296%, PT Agung Podomoro Land Tbk.(Hasil Pembelian Kembali Saham /
From Shares Buy Back) memiliki saham sebesar 5,543%. Total saham milik PT indofica,
PT Simfoni Gema Lestari adalah 82,669%.
Pada tahun 2016, PT Indofica memiliki saham sebesar 73,928%, PT Prudential Life
Assurance - Ref memiliki saham sebesar 7,611%. Total saham PT Indofica dan PT
Prudential Life Assurance – Ref adalah 81,539%.
Pada tahun 2017, PT Indofica memiliki saham sebesar 75.993%.
Komisaris dan Direktur yang memiliki saham APLN
3.5
2.5
1.5
0.5
0
2013 2014 2015 2016 2017
Keterangan :
Pada tahun 2013, Dr. Cosmas Batubara memiliki saham sebesar 0,002%, Bacelius Ruru
memiliki saham sebesar 0,000%, Wibowo Ngaserin memiliki saham sebesar 0,002%,
Trihatma Kusuma Haliman memiliki saham sebesar 3,028%, Ariesman Widjaja memiliki
saham sebesar 0,011%, Indra Wijaya memiliki saham sebesar 0,023%, Cesar M. Dela
Cruz memiliki saham sebesar 0,008%, Noer Indradjaja memiliki saham sebesar 0,003%,
Bambang Setiobudi memiliki saham sebesar 0,002%, Miarni Ang memiliki saham
sebesar 0,013%, Paul Christian memiliki saham sebesar 0,000%. Total saham milik
Komisaris dan Direktur pada tahun 2013 adalah 3,092%.
Pada tahun 2014, Dr. Cosmas Batubara memiliki saham sebesar 0,002%, Bacelius Ruru
tidak memiliki saham, Wibowo Ngaserin memiliki saham sebesar 0,008%, Trihatma
Kusuma Haliman memiliki saham sebesar 3,028%, Ariesman Widjaja memiliki saham
sebesar 0,011%, Indra Wijaya*) memiliki saham sebesar 0,023%, Cesar M. Dela Cruz
memiliki saham sebesar 0,008%, Noer Indradjaja memiliki saham sebesar 0,003%,
Bambang Setiobudi Madja memiliki saham sebesar 0,002%, Miarni Ang memiliki saham
sebesar 0,013%, Paul Christian Aryanto tidak memiliki saham. Total saham milik
Komisaris dan Direktur adalah 3,098%
*) mengajukan surat pengunduran diri tanggal 1 Desember 2014 dan efektif berhenti dari
jabatannya per 31 Januari 2015.
Pada tahun 2015, Dr. Cosmas Batubara memiliki saham sebesar 0,002%, Bacelius Ruru
tidak memiliki saham, Wibowo Ngaserin memiliki saham sebesar 0,008%, Ariesman
Widjaja memiliki saham sebesar 0,011%, Noer Indradjaja memiliki saham sebesar
0,003%, Veriyanto Setiady memiliki saham sebesar 0,008%, Cesar M. Dela Cruz
memiliki saham sebesar 0,008%, Bambang Setiobudi Madja memiliki saham sebesar
0,002%, Miarni Ang memiliki saham sebesar 0,013%, Paul Christian Ariyanto tidak
memiliki saham. Total saham milik Komisaris dan Direktur adalah 0,056%
Pada tahun 2016, Dr. Cosmas BatubaraDirektur Utama / President Director memiliki
saham sebesar 0,002%, Noer Indradjaja Wakil Direktur Utama / Vice President Director
memiliki saham sebesar 0,003%, Veriyanto Setiady Wakil Direktur Utama / Vice
President Director memiliki saham sebesar 0,008%, Indra Widjaja Antono Wakil
Direktur Utama / Vice President Director memiliki saham sebesar 0,003%, Cesar M.
Dela Cruz Direktur / Director memiliki saham sebesar 0.008%, Bambang Setiobudi
Madja Direktur / Director memiliki saham sebesar 0,002%, Miarni Ang Direktur /
Director memiliki saham sebesar 0,014%, Paul Christian Ariyanto Direktur / Director
Tidak memiliki saham, Bacelius Ruru Komisaris Utama/Komisaris Independen President
Commissioner/Independent Commissioner Tidak memiliki saham, Wibowo Ngaserin
Komisaris / Commissioner memiliki saham sebesar 0,009%. Total saham milik
Komisaris dan Direksi adalah 0,050%
Pada tahun 2017, Dr. Cosmas Batubara Direktur Utama | President Director memiliki
saham sebesar 0,002%, Noer Indradjaja
Wakil Direktur Utama | Vice President Director memiliki saham sebesar 0,003%,
Veriyanto Setiady Wakil Direktur Utama | Vice President Director memiliki saham
sebesar 0,008%, Indra Widjaja Antono Wakil Direktur Utama | Vice President Director
memiliki saham sebesar 0,003%, Cesar M. De La Cruz Direktur | Director memiliki
saham sebesar 0.008%, Bambang Setiobudi Madja Direktur | Director memiliki saham
sebesar 0,002%, Miarni Ang Direktur | Director memiliki saham sebesar 0,014%, Paul
Christian Ariyanto Direktur | Director – tidak memiliki saham, Bacelius Ruru Komisaris
Utama/Komisaris Independen President Commissioner/Independent Commissioner –
tidak memiliki saham,Wibowo Ngaserin Komisaris | Commissioner memiliki saham
sebesar 0,002%. Total saham milik Komisaris dan Direksi adalah 0,044%
Kelompok Pemegang Saham Masyarakat yang masing-masing memiliki kurang dari 5% saham
APLN pada 31 Desember 2013
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2013 2014 2015 2016 2017
Keterangan :
Pada tahun 2013,jumlah saham pemodal nasional sebesar 17,949 % yang terdiri dari
Perorangan Indonesia/Indonesian Individual 8,852%, Karyawan/Employee 0,104%,
Koperasi/Cooperative 0,039%, Yayasan/Foundation 0,372%, Dana Pensiun/Pension
Funds 1,689%, Asuransi/Insurance 2,135%, Perseroan Terbatas/Limited Company
2,118%, Reksa Dana/Mutual Funds 2,640%. Jumlah saham pemodal asing sebesar
15,01% yang terdiri dari Perorangan Asing/Foreign Individual 0,163%, Badan Usaha
Asing/Foreign Business Entity 14,847%.
Pada tahun 2014 jumlah saham Pemodal Nasional sebesar 88,507% yang terdiri dari
Perorangan Indonesia / Indonesian Individuals 8,018%, Karyawan / Employee 0,103%,
Koperasi / Cooperation 0,039%, Yayasan / Foundation 0,085%, Dana Pensiun / Pension
Funds 1,467%, Asuransi / Insurance 6,648%, Perseroan Terbatas / Limited Liability
Company 69,500%, Reksadana / Mutual Funds 2,647%. Jumlah saham Pemodal Asing
sebesar 11,493% yang terdiri dari Perorangan Indonesia / Foreign Individuals 0,074%,
Karyawan / Enterprise 11,419%.
Pada tahun 2015 jumlah saham pemodal nasional sebesar 92,763% yang terdiri dari
Perorangan Indonesia / Indonesian Individuals 5,440%, Karyawan / Employee 0,080%,
Koperasi / Cooperation 0,014%, Yayasan / Foundation 0,003%, Dana Pensiun / Pension
Funds 0,686%, Asuransi / Insurance 9,414%, Perseroan Terbatas / Limited Liability
Company 76,985%, Reksadana / Mutual Funds 0,141%. Jumlah saham pemodal asing
sebesar 7,236% yang terdiri dari Perorangan Asing / Foreign Individuals 0,054%, Badan
Usaha Asing / Foreign Enterprise 7,182%.
Pada tahun 2016 jumlah saham Pemodal Nasional | National Investors sebesar 12,625%
yang terdiri dari Perorangan Indonesia / Indonesian Individuals 8,477%, Karyawan /
Employee 0,084%, Yayasan / Foundation 0,006%, Dana Pensiun / Pension Funds
0,382%, Asuransi / Insurance 1,577%, Perseroan Terbatas / Limited Liability Company
1,716%, Reksadana / Mutual Funds 0,383%. Jumlah saham Pemodal Asing | Foreign
Investors sebesar 5,836% yang terdiri dari Perorangan Asing / Foreign Individuals
0,136%, Badan Usaha Asing / Foreign Enterprise 5,700%.
Pada tahun 2017 jumlah saham Pemodal Nasional | National Investors sebesar17,689%
yang terdiri dari Perorangan Indonesia | Indonesian Individual 9,586%, Karyawan |
Employee 0,084%, Koperasi | Cooperation 0,001%, Yayasan | Foundation 0,004%, Dana
Pensiun | Pension Fund 0,045%, Asuransi | Insurance 5,390%, Perseroan Terbatas |
Limited Liability Company 2,326%, Reksadana | Mutual Fund 0,253%. Jumlah saham
Pemodal Asing | Foreign Investors sebesar 6,317%, yang terdiri dari Perorangan Asing |
Foreign Individual 0,162%, Badan Usaha Asing | Foreign Enterprise 6,155%.
1600
1400
1200
1000 Direktur
Manajer
800
Supervisor
600 Staf
Pelaksana
400
200
0
2013 2014 2015 2016 2017
Jenjang KJenjang Kepangkatan
Keterangan :
jumlah direktur dari tahun 2013 ke 2014 mengalami kenaikan sebanyak 34, tahun 2014
ke 2015 mengalami penurunan sebanyak 14, tahun 2015 ke 2016 mengalami penurunan
sebanyak 15, tahun 2016 ke 2017 mengalami kenaikan sebanyak 2
jumlah manajer dari tahun 2013 ke 2014 mengalami kenaikan sebanyak 62, tahun 2014
ke 2015 mengalami penurunan sebanyak 6, tahun 2015 ke 2016 mengalami penurunan
sebanyak 58, tahun 2016 ke 2017 mengalami penurunan sebanyak 55
jumlah supervisor dari tahun 2013 ke 2014 mengalami kenaikan sebanyak 127, tahun
2014 ke 2015 mengalami penurunan sebanyak 44, tahun 2015 ke 2016 mengalami
penurunan sebanyak 100, tahun 2016 ke 2017 mengalami penurunan sebanyak 57
jumlah staf dari tahun 2013 ke 2014 mengalami kenaikan sebanyak 189, tahun 2014 ke
2015 mengalami penurunan sebanyak 274, tahun 2015 ke 2016 mengalami penurunan
sebanyak 440, tahun 2016 ke 2017 mengalami kenaikan sebanyak 15
jumlah pelaksana dari tahun 2013 ke 2014 mengalami penurunan sebanyak 118, tahun
2014 ke 2015 mengalami kenaikan sebanyak 43, tahun 2015 ke 2016 mengalami
penurunan sebanyak 89, tahun 2016 ke 2017 mengalami kenaikan sebanyak 2
1400
1200
1000
S2 – S3
800 S1
Diploma
600
Non Akademik
400
200
0
2013 2014 2015 2016 2017
Keterangan :
1400
1200
1000
Diatas 50 tahun
800
41 – 50 tahun
600 31 – 40 tahun
20 – 30 tahun
400
200
0
2013 2014 2015 2016 2017
Keterangan :
jumlah karyawan yang berusia diatas 50 tahun, pada tahun 2013 ke 2014 mengalami
kenaikan sebanyak 54, tahun 2014 ke 2015 mengalami kenaikan sebanyak 11, tahun 2015
ke 2016 mengalami penurunan sebanyak 26, tahun 2016 ke 2017 mengalami kenaikan
sebanyak 64
jumlah karyawan yang berusia 41 - 50 tahun, pada tahun 2013 ke 2014 mengalami
kenaikan sebanyak 68, tahun 2014 ke 2015 mengalami kenaikan sebanyak 34, tahun 2015
ke 2016 mengalami penurunan sebanyak 60, tahun 2016 ke 2017 mengalami sebanyak 16
jumlah karyawan yang berusia 31 - 40 tahun, pada tahun 2013 ke 2014 mengalami
kenaikan sebanyak 99, tahun 2014 ke 2015 mengalami penurunan sebanyak 55, tahun
2015 ke 2016 mengalami penurunan sebanyak 210, tahun 2016 ke 2017 mengalami
penurunan sebanyak 71
jumlah karyawan yang berusia 20 – 30 tahun, pada tahun 2013 ke 2014 mengalami
kenaikan sebanyak 73, tahun 2014 ke 2015 mengalami penurunan sebanyak 285, tahun
2015 ke 2016 mengalami penurunan sebanyak 406, tahun 2016 ke 2017 mengalami
penurunan sebanyak 90
3.5 Kinerja Pemasaran/Produksi
Pada tahun 2013 sampai tahun 2017 PT.Agung Podomoro Land,Tbk telah menyelesaikan proyek
yaitu
Podomoro City
Podomoro City merupakan superblok terpadu terletak di Jakarta Barat.
• APL Office Tower
APL Office Tower yang selesai dibangun di tahun 2012 dengan 38 lantai dimana sebagian lantai
ditempati oleh Perseroan.
• Central Park Mall
Mal ini ditujukan untuk kalangan kelas menengahatas. Sampai dengan akhir tahun 2013, lebih
dari 98% dari total area yang dapat disewa sebesar 125.428 m2 telah tersewa.
• Garden Shopping Arcade
Terdiri dari 115 unit ruko yang telah habis terjual.
• Central Park Residences
Komplek hunian tiga tower yang memiliki 1.026 unit telah habis terjual.
• Royal Mediterania Garden
Kawasan hunian apartemen yang memiliki dua menara dengan masing-masing 36 lantai dan
1.619 unit telah habis terjual.
• Mediterania Garden Residence 2
Mediterania Garden Residence 2 dengan enam menara dan terbagi menjadi 3.110 unit yang
semuanya telah terjual.
Kuningan City
Superblok ini terletak di Central Business District Jakarta (CBD) dan terdiri dari pusat
perbelanjaan (Kuningan City Mall), dua tower apartemen (Ubud Hotel dan Kintamani
Residence) dan gedung perkantoran eksklusif (AXA Tower).
Senayan City
Senayan City merupakan superblok yang mengintegrasikan dua menara perkantoran modern,
sebuah menara apartemen mewah dan pusat perbelanjaan kelas internasional.
• Mall Senayan City
Salah satu mal paling banyak dikunjungi di Jakarta, mal ini memiliki total area yang bisa
disewakan sebesar 76.066 m² yang 99% telah disewakan pada akhir 2014.
• SCTV Tower
Gedung perkantoran premium ini memiliki luas 23.817 m² yang disewa seluruhnya oleh salah
satu perusahaan media terkemuka.
• Panin Tower
Gedung perkantoran premium lainnya dengan luas 18.585 m² telah disewa seluruhnya.
• Senayan City Residences
Hunian Apartemen ini memiliki 67 unit untuk disewakan seluas 15.635 m². Sampai dengan akhir
2014, semua unit apartemen telah tersewakan.
Lindevetes Trade Center
Lindevetes Trade Center (LTC) adalah pusat bisnis komersial yang terletak di Glodok, di daerah
pecinan tertua Jakarta. LTC terdiri dari 11 lantai dengan NSA 59.112 m² yang 99% telah terjual
dan NLA sebesar 16.805 m² yang 88% telah menyewa hingga akhir 2014.
Gading Nias Residences
Gading Nias Residences adalah kompleks rumah susun yang terjangkau yang berlokasi di Jakarta
Utara. Gading Nias Residence dibangun dalam mendukung program pemerintah untuk
membangun perumahan yang terjangkau untuk kelas menengah ke bawah.
The Lavande
Apartemen Lavande, terletak di Tebet, dibangun di atas lahan seluas 0,9 hektar dengan 776 unit
apartemen mewah yang telah dijual sepenuhnya.
Emporium Pluit Mall
Emporium Pluit Mall adalah pusat perbelanjaan yang terletak di Pluit, Jakarta Utara dengan NLA
sebesar 62.193 m² yang 99% telah disewakan pada 31 Desember 2014.
Festival Citylink
Festival Citilink adalah kompleks modern yang terletak di Bandung. dibangun dengan area
seluas 2,6 hektar, menggabungkan pusat perbelanjaan dengan, hotel bintang 2 dan hotel bintang
4 dan ruang serbaguna. Festival Citylink Mall memiliki NLA sebesar 50.555 m² yang 93% telah
disewa. Harris Hotel, sebuah hotel bintang 4, memiliki 180 kamar sementara POP! Hotel, sebuah
hotel bintang 2, memiliki 175 kamar.
Hotel Amaris Thamrin City
Hotel Amaris Thamrin City berlokasi dekat Bunderan Hotel Indonesia di Jl. Thamrin. Hotel ini
memiliki 197 kamar dan 2 ruang pertemuan, dengan akomodasi yang terjangkau. Pada akhir 31
Desember 2014, tingkat hunian mencapai 90%.
BnB Hotel Kelapa Gading Jakarta
Hotel “Bed n Breakfast” terletak di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara dan dioperasikan oleh
anak perusahaan dari Panorama Group yang diakui secara luas sebagai pemain di industri
perhotelan di Indonesia. Hotel ini memiliki 171 kamar dan 5 ruang pertemuan terutama
ditargetkan untuk pelancong bisnis dan wisatawan yang membutuhkan akomodasi dengan harga
terjangkau.
Green Lake Sunter
Green Lake Sunter, merupakan superblok yang berlokasi di Sunter, Jakarta Utara, dikembangkan
dengan konsep ‘go green’ dengan 40% dari luas apartemen dibangun untuk daerah hijau.
Komplek ini memiliki 2 menara; Menara Southern Park dan Menara Northern Park dengan total
jumlah 2.172 unit apartemen dan 73 kios. Green Lake Sunter juga memiliki 63 townhouse
mewah dan 49 ruko.
Baywalk Mall
Baywalk Mall adalah bagian dari kompleks Green Bay Pluit dan satu-satunya pusat perbelanjaan
dekat dengan Teluk Jakarta. Baywalk Mall dibuka pada tanggal 30 November 2013. Pada 31
Desember 2014, 87% dari total NLA 54.624 m² telah disewakan.
Green Permata
Green Permata adalah kompleks perumahan dengan 334 unit yang terletak di Jakarta Selatan
diperuntukkan kepada kelas menengah atas. Green Permata memiliki luas 143.938 m² yang
sekitar dua hektar yang tersisa masih tersedia untuk pengembangan di masa mendatang.
Sofitel Bali Nusa Dua Beach Resort
Sofitel Bali Nusa Dua Beach Resort adalah hotel resor bintang 5 yang terletak di wilayah utama
Nusa Dua Bali. Hotel ini memiliki 398 kamar dan 17 Vila dan 250 meter pantai. Kompleks ini
digunakan untuk acara kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) pada bulan Oktober tahun 2013
dan resmi dibuka untuk umum pada bulan Desember tahun 2013. Pada bulan November 2014,
Sofitel membuka Nikki Beach, sebuah klub internasional dengan panorama Samudera Hindia.
The Plaza Balikpapan
Terletak di pusat Kota Balikpapan, The Plaza Balikpapan merupakan pusat perbelanjaan pertama
di Balikpapan. Wilayah ini memiliki area seluas lebih dari 4 hektar, ada sebuah mal dengan NLA
sebesar 28.224 m², 71% telah disewa. Ada juga Trade Center dengan NLA sebesar14.032 m²,
yang 99% telah tersewa dan NSA sebesar 7.729 m², yang 63% sudah terjual.
Keterangan :
- Apartemen
- Perkantoran
- Rumah tinggal
- Rumah toko dan Kios
- Rumah kantor
Di tahun 2015, Perseroan meluncurkan proyek baru, Podomoro Golf View, sebuah kota mandiri
baru di Cimanggis, Bogor, dengan 25 menara apartemen yang terdiri dari 37.000 unit. Selain
membangun ruko di daerah komersial, sebuah area kuliner juga akan dibangun di tepi sungai
Cikeas sehingga orang dapat menikmati kuliner berkualitas sambil menikmati pemandangan
tepi sungai yang asri. Pada akhir tahun 2015, Perseroan telah mencatat penjualan lebih dari
2.000 unit.
Penjualan dan pendapatan
Perseroan membukukan penjualan dan pendapatan usaha yang meningkat sebesar 12,7% dari
Rp5,30 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp5,97 triliun. Penjualan yang terdiri atas penjualan
apartemen, rumah tinggal, kios, rumah kantor, perkantoran, ballroom, rumah toko dan tanah
meningkat 10,9% dari Rp3,92 triliun di tahun 2014 menjadi Rp4,35 triliun. Peningkatan
penjualan terutama didorong oleh peningkatan signifikan pada penjualan kios sebesar 144,7%
dari Rp279,10 miliar di tahun 2014 menjadi Rp682,87 miliar, penjualan perkantoran sebesar
133,7% dari Rp131,66 miliar menjadi Rp307,68 miliar, ditambah penjualan ballroom dan tanah
pada tahun 2015 masing-masing sebesar Rp223,65 miliar dan Rp142,05 miliar. Sedangkan
pendapatan usaha yang terdiri dari pendapat sewa, hotel, dan lain-lain meningkat 18.0% dari
Rp1,38 triliun di tahun 2014 menjadi Rp1,62 triliun. Seluruh komponen pendapatan sewa
mengalami peningkatan, yaitu pendapatan sewa meningkat 11,8% dari Rp795,31 miliar menjadi
Rp888,95 miliar, pendapatan hotel meningkat 23,3% dari Rp534,04 miliar menjadi Rp658,43
miliar dan pendapatan lain-lain meningkat 64,4% dari Rp46,58 miliar menjadi Rp76,59 miliar.
Di tahun 2016 Perseroan menyelesaikan proyek Neo SOHO Mall di kompleks Podomoro
City yang telah mulai beroperasi pada 8 September 2016, topping off SOHO Pancoran dan
Podomoro City Deli Medan serta groundbreaking Podomoro Golf View.
Di segmen apartemen, tingkat penjualan unit apartemen tercatat menurun dibandingkan tahun
sebelumnya. Berdasarkan data konsultan properti Savills Indonesia, penjualan apartemen
sepanjang tahun 2017 hanya mencapai 6.000 unit, turun sekitar 40% dibandingkan penjualan
tahun 2016 yang mencapai lebih dari 10.000 unittidak termasuk rumah susun yang dibangun
pemerintah 3 atau hunian TOD.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Analisis fundamental adalah analisis yang digunakan untuk memperkirakan harga saham di masa
yang akan datang, untuk dapat memilih investasi yang aman, diperlukan satu analisis yang
cermat, teliti dan didukung dengan data yang akurat, teknik yang benar dalam analisis akan
mengurangi risiko bagi investor dalam berinvestasi. Ada banyak teknik analisis yang dapat
dipilih oleh investor atau calon investor, mulai dari yang paling sederhana sampai dengan
analisis yang bersifat rumit, salah satunya yaitu teknik analisis fundamental. Analisis ini sangat
berhubungan dengan kondisi keuangan perusahaan, dengan analisis ini diharapkan calon investor
akan mengetahui bagaimana operasional dari perusahaan yang nantinya menjadi milik investor,
apakah sehat atau tidak, apakah cukup menguntungkan atau tidak dan sebagainya. Kareana nilai
suatu saham sangat dipengaruhi oleh kinerja dari perusahaan yang bersangkutan.
B. Saran
Sebaiknya untuk para investor yang sedang maupun akan berinvestasi pada instrumen keuangan
saham sebaiknya tidak hanya melihat dari analisis fundamentalnya saja tetapi juga harus
memperhatikan analisis teknikal dan lain sebagainya. Sehingga investor bisa memperoleh
informasi secara akurat dari hal tersebut. Sehingga bisa digunakan untuk referensi dalam
menentukan bentuk investasi. Sehingga hasil akhirnya diperoleh return yang maksimal.
Daftar Pustaka
Agung Podomoro Land Tbk. (2013). Laporan Tahunan. Jakarta Barat: agungpodomoroland.com.
Agung Podomoro Land Tbk. (2014). Laporan Tahunan. Jakarta Barat: agungpodomoroland.com.
Agung Podomoro Land Tbk. (2015). Laporan Tahunan. Jakarta Barat: agungpodomoroland.com.
Agung Podomoro Land Tbk. (2016). Laporan Tahunan. Jakarta Barat: agungpodomoroland.com.
Agung Podomoro Land Tbk. (2017). Laporan Tahunan. Jakarta Barat: agungpodomoroland.com.
Bachdar, S. (2018, Februari 14). Tiga Fase Properti Indonesia Periode 2010-2017. Retrieved 12
19, 2018, from marketeers.com: http://marketeers.com/tiga-fase-properti-indonesia-periode-
2010-2017/
Hidayat, f. (2014, 12 27). Sepanjang 2014, Perlambatan Hantui Sektor Properti. Retrieved 12
21, 2018, from beritasatu.com: https://www.beritasatu.com/properti/236268-sepanjang-2014-
perlambatan-hantui-sektor-properti.html
Putra, I. R. (2017, 12 22). Survei kondisi industri properti Indonesia di 2017 dan prediksi di
2018. Retrieved 12 21, 2018, from merdeka.com: https://www.merdeka.com/uang/survei-
kondisi-industri-properti-indonesia-di-2017-dan-prediksi-di-2018.html
Schaar, R. v. (2015, Juli 10). Analisis Pasar Properti Indonesia; Overview & Kepemilikan Asing.
Retrieved 12 19, 2018, from indonesia-investments.com: https://www.indonesia-
investments.com/id/berita/kolom-berita/analisis-pasar-properti-indonesia-overview-kepemilikan-
asing/item5728
tempo.co. (2015, 12 31). Kilas Balik 2015: Industri Properti Terhuyung. Retrieved 12 21, 2018,
from bisnis.tempo.co: https://bisnis.tempo.co/read/732208/kilas-balik-2015-industri-properti-
terhuyung
Utama, F. R. (2016, Mei 24). 2016, Tahun Terburuk bagi Pasar Properti. Retrieved 12 21, 2018,
from economy.okezone.com: https://economy.okezone.com/read/2016/05/24/470/1396795/2016-
tahun-terburuk-bagi-pasar-properti