Disusun Oleh:
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
1
Statement of Authorship
I/We certify that this submission is my own work/the work of the group. All sources
used by me/the group have been documented. This piece of work has not previously been
submitted for assessment in this or any other subject either by an individual by a group. I
accept that this submission may be screened to detect the existence of plagiarism.
Signature 1 :
2 :
3 :
4 :
2
BAB I
SENTIMEN
Hal tersebut menjadi sentimen utama kami secara global dalam pemilihan portofolio
saham. Negara-negara di dunia akan mendorong kemajuan pembangunan mereka, terutama
dalam bidang infrastruktur dan manufaktur, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
target SDGs yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap negara pada tahun 2030. Tiap negara
3
akan menggencarkan pembangunannya di berbagai sektor, dan fokus sektor dari tiap negara
bisa berbeda-beda. Berdasarkan data-data McKinsey, dua sector; infrastruktur dan
manufaktur, dinilai menjadi salah satu faktor pendorong kemajuan pembangunan di
Indonesia.
4
1.3 Sentimen Sektoral
Gambar 1.2: Pergerakan Sektoral Saham di Bursa Efek Indonesia per Maret 2019
Beberapa saham yang kami pilih diantaranya bergerak pada sektor perbankan,
Infrastuktur, Manufaktur dan Retail. Dimulai dari pergerakan sektor Constrution yang
memiliki tren yang bagus, dimana tren ini menunjukan sifat dari perusahaan konstruksi yang
baik untuk dijangka panjang dimana seiring dengan berkembangnya proyek-proyek negara.
Sehingga dengan melihat tren seperti ini kami memiliki kepercayaan bahwa dalam jangka
panjang untuk sektor konstruksi akan menunjukan outlook yang positif.
5
Pada sektor ketiga kami memiliki fokus pada pemilihan saham yang berasal dari
sektor manufaktur. Kami memiliki keyakinan dimana secara sektoral industri manufaktur
cenderung naik turun tetapi secara keseluruhan memiliki tren yang bagus kedepannya, seperti
kita ketahui bahwa sektor yang termasuk tahan terhadap kondisi perekonomian yaitu
Manufaktur dan Pariwisata (Sumber: Bursa Efek Indonesia). Ditambah lagi pemerintahan
Indonesia memiliki potensi untuk menaikan ekspor dengan menggenjot pertumbuhan
infrastruktur.
6
Centric Mindset yang titik beratnya pada Experience-Process-Decisioning pada sistem
aplikasinya.
Pelucuran Linkaja
Sebagai bentuk gempuran t erhadap Gopay, Alipay dan OVO, pemerintah Indonesia
melalui satuan bank-bank BUMN meluncurkan produk LinkAJA. Dimana produk ini
mengintergrasikan produk-produk E-cash dari setiap bank BUMN ditambah dengan T-Cash
7
dari telkomsel. Berdasarkan data dari Bisnis Indonesia jumlah pengguna integrasi produk ini
mencapai 32 juta, selain itu mereka memiliki keunggulan jaringan yang luas sebagai modal
untuk melawan competitor. Linkaja ini tentu berkembang dengan faktor makroekonomi
perkembangan pengguna smartphone di Indonesia yang mencapai 70 juta dari total penduduk
keseluruhan dan akan semakin berkembang.
8
Jaringan perbankan yang kuat hingga ke tingkat mikro
Unit jaringan usaha Bank BRI yang terdiri dari BRI Unit dan TERAS masing-masing
menguasai 54,71% dan 27,33% dari total jaringan. Yang mengakibatkan Bank BRI memiliki
kekuatan untuk bermain di sektor kredit mikro yang tidak bisa diikuti oleh Bank lain. Kita
dapat melihat bahwa penyaluran kredit Bank BRI disektor mikro tumbuh sebesar 15,33%
pada 2018 yoy dapat menjadi bukti. Dan secara keseluruhan tumbuh 11,45% unggul dari
industri sebesar 8,24%.
9
potensi yang prospektif kedepannya dan tidak dilakukan oleh bank lain. Penguatan kredit
mikro ini dikelola juga dengan tingkat NPL yang rendah yaitu 1,11% pada 2017.
10
Realisasi Kontrak baru yang merosot
Walaupun mengalami kenaikan laba sebesar 2,08% ini memiliki kontradiksi dengan
realisasi kontrak yang dibukukan oleh Waskita Karya. Berdasarkan sumber yang berasal dari
Kontan, Waskita Karya hanya membukukan nilai kontrak sebesar 27,22 Triliun atau merosot
51,24%. Manajemen memberikan keterangan bahwa terdapat beberapa proyek yang
mengalami penundaan hingga 2019. Sehingga mengakibatkan Waskita Karya akan
menghitung target realisasi kontrak baru pada 2019.
Faktor Fundamental
Kenaikan Laba ditengah ketidakpastian global
Pada tahun buku 2017 Indorama berhasil membukukan kenaikan laba sebesar 53% YoY.
Ini menjadi prestasi tersendiri bagi Indorama dalam menjalankan bisnisnya ditengah situasi
perdagangan global yang tidak menentu akibat perang dagang yang baru dimulai pada awal
2017an. Atas dasar ini lah kami memilih saham Indorama karena perusahaan ini berhasil
mencetak laba ditengah memanasnya kondisi global.
Faktor Teknikal
Apabila melihat dari sektor teknikal maka sektor manufaktur memiliki pergerakan
yang cenderung meningkat untuk jangka panjang. Sehingga sektor ini cukup menjanjikan
11
untuk motif investasi dengan pergerakan index yang menjanjikan pada masa mendatang.
Namun data histori ini perlu didukung dengan faktor fundamental yang bagus dan Indo-Rama
Synthetics sangat bergantung dengan faktor eksternal seperti tingkat pertukaran mata uang
dan infrastruktur.
Yang menarik dan menjadi alasan kami memilih saham ini adalah pergerakan harga
sepanjang 2018 yang cukup fantastis. Dan saham ini menjadi pencetak rekor pertumbuhan
harga yang pesat pada perdagangan bursa tahunan 2018. Dimana saham Indorama mencetak
angka pertumbuhan 328% dari awal tahun 2018.
12
1.7 Sektor Manufaktur: Japfa Comfeed
Faktor Fundamental
Sektor Manufaktur menjadi andalan untuk mengurangi ketergantungan pada pangsa ekspor
komoditas
Indonesia menurut Bank Indonesia masih memiliki basis ekpor berupa produk
komuditas dan pengelolaan sumber daya. Kedepannya sektor manufaktur termasuk
didalamnya produk primer akan berkontribusi setidaknya 30% dari total persentase ekspor.
Berdasarkan data historis di 2016 produk primer yang diekspor masih lebih rendah dari
komoditas dengan deviasi 1,8%. Dengan pembangunan jangka panjang yang lebih baik
melalui infrastruktur diharapkan kedepannya sektor manufaktur lebih bergairah untuk
meningkatkan ekspor yang selama ini cenderung naik turun dalam hal kapasitas ekspor.
13
proyeksi kedepannya terkait dengan net profit yang semakin meningkat dengan didukung
dengan penurunan cost dalam produksi.
14
Proyeksi Angka Inflasi
Pemerintah menetapkan inflasi 2019 secara prospek berada pada angka 3,5% dengan
deviasi plus minus 1%. Diharapkan dengan adanya tingkat inflasi seperti ini dapat
meningkatkan daya beli masyarakat terutama di bidang ritel. Selain itu didukung dengan
jumlah penduduk yang meningkat hingga kedepannya sebagai senjata ritel untuk menarik
konsumen dimana hingga 2021F jumlah penduduk Indonesia mencapai 271 juta jiwa.
15
16
BAB II
ANALISIS
17
Analisis Fundamental Waskita
Melalui mekanisme valuasi dengan menggunakan metode FCFF Model, dapat dilihat bahwa
target harga WSKT dari sudut pandang fundamental perusahaan memiliki potensi
peningkatan harga sebesar 28.38%. Sedangkan, melalui metode analisis data historis WSKT
telah mengalami peningkatan harga dalam 12 bulan terakhir sebesar -16.12%. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa potensi tingkat pengembalian secara keseluruhan yang
18
dihasilkan oleh WSKT melalui kombinasi 50:50 analisis fundamental dan analisis teknikal
adalah sebesar 6.13%.
19
Analisis Fundamental INDORAMA
Melalui mekanisme valuasi dengan menggunakan metode FCFF Model, dapat dilihat bahwa
target harga INDR dari sudut pandang fundamental perusahaan memiliki potensi peningkatan
20
harga sebesar 72.01%. Sedangkan, melalui metode analisis data historis INDR telah
mengalami peningkatan harga dalam 12 bulan terakhir sebesar 200.60%. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa potensi tingkat pengembalian secara keseluruhan yang dihasilkan
oleh INDR melalui kombinasi 50:50 analisis fundamental dan analisis teknikal adalah sebesar
136.3%.
21
22
Analisis Fundamental SRITEX
Melalui mekanisme valuasi dengan menggunakan metode FCFF Model, dapat dilihat bahwa
target harga SRIL dari sudut pandang fundamental perusahaan memiliki potensi peningkatan
harga sebesar 12.26%. Sedangkan, melalui metode analisis data historis SRIL telah
mengalami peningkatan harga dalam 12 bulan terakhir sebesar 6.03%. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa potensi tingkat pengembalian secara keseluruhan yang dihasilkan oleh
SRIL melalui kombinasi 50:50 analisis fundamental dan analisis teknikal adalah sebesar
9.15%.
23
Analisis Teknikal JAPFA
Melalui mekanisme valuasi dengan menggunakan metode FCFF Model, dapat dilihat bahwa
target harga JPFA dari sudut pandang fundamental perusahaan memiliki potensi peningkatan
harga sebesar 5.56%. Sedangkan, melalui metode analisis data historis JPFA telah mengalami
peningkatan harga dalam 12 bulan terakhir sebesar 52.88%. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa potensi tingkat pengembalian secara keseluruhan yang dihasilkan oleh
24
JPFA melalui kombinasi 50:50 analisis fundamental dan analisis teknikal adalah sebesar
29.22%.
25
Kinerja Rasio BRI
26
Analisis Fundamental BRI
Melalui mekanisme valuasi dengan menggunakan metode FCFF Model, dapat dilihat bahwa
target harga BBRI dari sudut pandang fundamental perusahaan memiliki potensi peningkatan
harga sebesar 31.14%. Sedangkan, melalui metode analisis data historis BBRI telah
mengalami peningkatan harga dalam 12 bulan terakhir sebesar 15.76%. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa potensi tingkat pengembalian secara keseluruhan yang dihasilkan
oleh BBRI melalui kombinasi 50:50 analisis fundamental dan analisis teknikal adalah sebesar
23.45%.
27
Analisis Teknikal ERAJAYA
Melalui mekanisme valuasi dengan menggunakan metode FCFF Model, dapat dilihat bahwa
target harga ERAA dari sudut pandang fundamental perusahaan memiliki potensi
peningkatan harga sebesar 15.96%. Sedangkan, melalui metode analisis data historis ERAA
telah mengalami peningkatan harga dalam 12 bulan terakhir sebesar 78.57%. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa potensi tingkat pengembalian secara keseluruhan yang dihasilkan
28
oleh ERAA melalui kombinasi 50:50 analisis fundamental dan analisis teknikal adalah
sebesar 47.28%.
Melalui kombinasi valuasi 50:50 dengan metode model FCFF yang berbasis
fundamental dan metode analisa data historis yang berbasis teknikal, dapat disimpulkan
kombinasi bobot yang optimal pada masing-masing emiten yang menjadi bagian dari
portofolio. Bobot yang dihasilkan sebesar 13.2% dari keseluruhan dan investasi ditempatkan
pada BBRI, 21.3% dari keseluruhan dan investasi ditempatkan pada ERAA, 32.4% dari
keseluruhan dan investasi ditempatkan pada JPFA, dan 33.1% dari keseluruhan dana
investasi ditempatkan pada INDR. Perpaduan bobot menghasilkan tingkat pengembalian
sebesar 66.34% dengan tingkat simpangan rata-rata 43.4% dan rasio Sharpe sebesar 1.52.
29