Anda di halaman 1dari 12

Identifikasi kota terhadap peluang investasi dan pengembangan properti residensil dan

komersil dan komersil. Studi Kasus : Kota Depok dan BSD City.

Pendahuluan
Pertumbuhan populasi Indonesia yang selalu meningkat setiap tahunnya dengan
banyaknya proses urbanisasi penduduk dari daerah kecil ke daerah perkotaan, menjadikan daerah
sekitar perkotaan besar tempat-tempat sebagai tempat bermukim. Peristiwa ini memungkinkan
bagi para pengembang properti residensil dan komersil untuk menjadikannya sebagai peluang
berbisnis dan menjadi sebuah pasar. Ini membuktikan bahwa pasar properti residensil dan
komersil memiliki peran sangat penting dalam kondisi ekonomi nasional dan sangat
memberikan dampak bagi para penduduk, dengan adanya kondisi peningkatan jumlah penduduk,
maka kebutuhan akan properti tempat tinggal juga meningkat (Latif, 2015). Peristiwa yang
terjadi ini akan diikuti dengan keterlibatan beberapa aktor yang ada dalam pasar, (Miles, et al.,
2015) menjelaskan bahwa ada 4 aktor utama dalam proses pengembangan ide yang terjadi dan
dapat dipartisipasikan dalam sebuah pengembangan proyek property ini. Sektor publik,
merupakan aktor yang memberikan fasilitas berupa rencana pengembangan skala macro dengan
tujuan memastikan proses pengembangan properti yang dilakukan sesuai dengan visi dan misi
pengembangan kota atau provinsi, hal ini meliputi; perencana, promoter, negosiator, provider,
dan pemerintah. Kedua, market kapital yang merupakan pendukung seperti negosiator dan
partner investasi, yang menginginkan piutang dan hutang dengan timbal balik berupa aset
investasi yang diberikan pengembang. Ketiga, Pengembang properti yang meliputi tim ahli,
karyawan, dan manajer konstruksi yang melakukan pekerjaan langsung dilapangan dalam proses
pengembangan. Keempat, pengguna atau permintaan dari masyarakat sebagai sasaran pasar yang
dituju oleh pengembang dan calon pengguna produk properti yang dibangun. Namun tidak selalu
pengguna yang sebagai sasaran pasar adalah orang-orang yang ingin tinggal ditempat yang
dibangun, ada beberapa pihak yang akan bepikir bahwa membeli properti residensil dan komersil
adalah salah satu bentuk investasi yang paling baik dan sesuai dengan resiko yang diberikan.
ROI (Return of Investment) dalam property tinggal memiliki efek yang sangat besar jika
dibandingkan dengan beberapa instrument investasi lainnya dan dapat dikatakan sebagai salah
satu investasi terbaik dengan meningkatnya harga properti residensil dan komersil setiap
tahunnya (Anundsen, et al., 2016).
Terciptanya pasar properti ini sangat bergantung kepada proses permintaan dan
penawaran, penawaran dapat dikategorikan menjadi 2 tipe sumber penawaran, penawaran formal
dan informal, penawaran formal dapat dikatakan yang bersumber dari program pemerintah dan
Lembaga pendukung pemerintah, yang dalam hal ini kita dapat melihat dari studi kasus yang
ditentukan yaitu : tanah-tanah pemerintah kota depok, program penanganan urbanisasi kota
depok dalam mengikuti RPJMN, dan perusahaan swasta pendukung kota depok. Sedangkan
untuk informal merupakan dari penduduk atau perusahaan swasta yang menginginkan menjual
tanahnya untuk mencapai keuntungan dengan mengikuti perkembangan pasar properti dan
mendapatkan keuntungan. Sedangkan dari sisi permintaan, kemungkinan besar didapatkan dari
arus urbanisasi, diversifikasi lahan, kondisi pertumbuhan populasi, faktor social, ekonomi, dan
perencanaan wilayah kota (Senaratne & Zainudeen, 2010). Seperti yang disebutkan di judul
tulisan esai ini, untuk melakukan identifikasi pekembangan kota seperti apa yang akan
memberikan pengaruh positif untuk keberlangsungan pertumbuhan industry properti residensil
dan komersil , yang akan mengambil studi kasus melihat pertumbuhan industri property pada
kota Depok dan BSD City. Permintaan dan penawaran merupakan sebuah kunci dan trigger
dalam tahapan pengembangan awal properti residensil dan komersil , menurut Miles, Netherton,
Schmitz (2015) terdapat 8 tahap dalam pengembangan properti atau real estate development.
1. Ide Awal (Idea Inception)
2. Penyempurnaan ide (Idea Refinement)
3. Studi Kelayakan (Feasibility Study)
4. Negosiasi Kontrak (Contract Negotiation)
5. Komitmen Formal (Formal Commitment)
6. Konstruksi (Construction)
7. Penyelesaian dan Pembukaan (Completion and Formal Opening)
8. Manajemen Properti, Aset, dan Portofolio (Property, Asset, and Portofolio
Management)
Pada tahap 1-3 memerlukan sebuah kondisi dengan kata layak untuk lanjut kepada tahap
berikutnya. Pada tahap 1-3 ini para aktor akan memiliki landasan berpikir berupa permintaan dan
penawaran seperti apa yang ada dilokasi pilihan pembangunan proyek. Pada penulisan esai ini
akan membandingkan dan memberikan analisis terhadap 2 studi kasus untuk identifikasi peluang
investasi dan kredit perumahan yang diberikan kepada calon konsumen yang akan di bandingkan
berdasarkan
1. Kondisi Visibility Kota Depok dan BSD City.
2. Dampak Lokasi dan Aksesibilitas.
3. Aspek Teknis dari Pembangunan Skala Besar.

Skema penulisan esai ini mengacu kepada pendahuluan yang menjelaskan gambaran
teori-teori secara umum yang akan menjadi pertimbangan besar dalam pembandingan dan
identifikasi kepada studi kasus dari 2 area terpilih, yaitu Kota Depok dan BSD City. Gambaran
tentang permintaan dan penawaran beserta teori yang di paparkan pada pendahuluan menjadi
pertimbangan umum dalam proses identifikasi, yang akan selanjutnya dalam pembahasan studi
kasus akan dikaji kembali dengan ketiga aspek diatas sebagai bahan pertimbangan utama dalam
proses identifikasi perkembangan kota. Permintaan dan penawaran dapat menjadi alat bantu
untuk mengawasi perubahan harga property residensil dan komersil , permintaan dan penawaran
ini akan dikaji melalui 3 aspek diatas, perbedaan kondisi ekonomi kedua area pilihan studi kasus
juga menjadi pertimbangan untuk menilai dari sisi finansial, di mana akan mempengaruhi
kemudahan transaksi dan pembiayaan konsumen. Pada tahun 2023 ketika esai ini ditulis, kedua
daerah sudah memiliki koneksi langsung berupa akses jalan tol dan beberapa stasiun KRL
(Commuter Line) Jabodetabek, dengan hal itu kedua daerah memiliki kesamaan berupa
mendapatkan akses langsung ke DKI Jakarta sebagai kota satelit pendukung mobilitas warga
Jabodetabek. Perlu diketahui, bahwa yang menjadi pembeda antar kedua daerah merupakan awal
tahun dibangun dan awal mula kedua kota dikembangkan, Kota Depok dikenal sebagai salah satu
kota tempat bermukim orang Belanda pimpinan Cornelis Chastelein sedangkan BSD City
merupakan daerah perkembangan yang dipusatkan untuk penduduk dan pendukung bisnis DKI
Jakarta. Hal ini sependapat dengan pendapat dari Koestoer (2001) bahwa pola perkembangan
kota dapat dilihat dalam tiga bentuk, mendatar (menandakan bahwa lias daerah bertambah secara
garis lurus), vertikal (menandakan bahwa daerah pembangunan dan kuantitas lahan terbangun
ditambah dengan adanya ketinggian bangunan yang bertambah), dan memapat (menandakan luas
daerah dan tinggi rata-rata bangunan tetap namun hanya kuantitas lahan terbangun bertambah).
Pertambahan ini menandakan DKI Jakarta sebagai aggregator untuk pengembangan kota-kota
disekitar nya terlebih dalam sektor property residensil dan komersil , untuk memberikan
akomodasi permintaan yang tinggi terhadap daerah sekitar Ibukota.

Landasan Teori
Menurut Aluko (2011) efek dari lokasi dan dan atribut lingkungan terhadap valuasi harga
dari property residensil dan komersil dapan di tentukan dari faktor-faktor pendukung lokasi
disekitarnya, yang berupa lokasi, aspek spasial, dan lingkungan. Karakteristik elemen pendukung
disekitarnya dapat dilihat di lokasi sekitarnya. Lokasi, sebuah lingkungan area dapat dilihat dari
kondisi sekitarnya yang mengacu kepada penempatan proyek properti residensil dan komersil
yang ditempatkan efek dari atribut lokasi berupa :
1. Efektifitas biaya transportasi sehari-hari dari pemilik properti.
2. Jarak kepada lokasi sekolah terdekat.
3. Jarak kepada lokasi area perkantoran terdekat.
4. Biaya transportasi ke lokasi sekolah.
5. Waktu yang dihabiskan oleh anak-anak disekolah.

Sedangkan untuk karakteristik lingkungan residensil, menjadi faktor selanjutnya untuk


kepentingan hubungan dengan aspek spasial pendukung area.
1. Durasi berapa lama ada dirumah.
2. Durasi berapa lama tinggal di area.
3. Jumlah fasilitas parkir yang ada diarea.
4. Jumlah sekolah menengah pertama yang ada di area.
5. Jumlah tempat penampungan sampah yang ada disekitar area.
6. Tingkat kebisingan.
7. Tipe manusia yang ada dilingkungan tempat tinggal.

Terakhir ada kondisi spasial yang menjadi penilai dan pelengkap dari 2 variabel diatas dalam
Memilih lingkungan yang ideal dalam tempat tinggal.
1. Rumah indekos.
2. Kondisi sosial dan ekonomi.
3. Tipe tetangga yang menempati area.
4. Pembiayaan pihak ketiga.
5. Aktivitas komersil dan finansial.
6. Daerah lahan.

Dari sekian faktor yang terlah disebutkan diatas menurut (Aluko,2011) menandakan bahwa
pentingnya kondisi lingkungan sekitar untuk menghasilkan sebuah nilai sebuah properti
residensil dan komersil dengan melihat kondisi geografis.
Untuk membahas tentang identifikasi perkembangan, penulis merasa juga harus mengulas
aspek-aspek teori mengenai pembangunan skala besar, untuk melihat kesiapan daerah tersebut
dalam siap atau tidaknya melakukan pembangunan skala besar untuk melakukan pengembangan
kota dan memberikan akomodasi bagi arus urbanisasi.
Menurut Johnson (2008) ada 7 aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan
pembangunan skala besar untuk menghasilkan properti residensil dan komersil yang layak huni
dan memiliki value yang baik.
1. Pemilihan lokasi dan akuisisi : Langkah pertama dalam pengembangan lahan
skala besar adalah menemukan lokasi yang cocok untuk pengembangan. Pemilihan lokasi
melibatkan analisis fisik (topografi, kondisi tanah), hukum (peraturan zonasi), ekonomi
(akses ke transportasi dan utilitas), dan lingkungan (potensi dampak proyek terhadap
masyarakat sekitar) karakteristik properti.
2. Studi Kelayakan : Sebelum melanjutkan proyek pembangunan skala
besar, diperlukan analisis kelayakan yang komprehensif untuk menentukan kelayakan
proyek. Ini melibatkan penilaian kesesuaian lokasi untuk penggunaan yang dimaksudkan
(dampak lingkungan, peraturan zonasi dan penggunaan lahan)
3. Master Planning : Visi, konsep, dan program desain proyek skala
besar diilustrasikan melalui distribusi penggunaan lahan di seluruh batas properti.
Pemilihan penggunaan lahan dan pola pengembangan merupakan hasil dari analisis
informasi analisis lokasi, pemahaman lapisan ilustrasi peta dasar, dan debat visioner
dengan tim desain.
4. Pengembangan Infrastuktur : Proyek pembangunan skala besar memerlukan
investasi infrastruktur yang signifikan, termasuk jalan, utilitas, sistem drainase, dan
pertamanan. Desain situs yang efektif harus memprioritaskan keselamatan, aksesibilitas,
dan fungsionalitas sambil juga memasukkan pertimbangan estetika.
5. Manajemen Konstruksi : Fase konstruksi proyek pengembangan skala besar
melibatkan koordinasi beberapa kontraktor, pemasok, dan vendor untuk memastikan
bahwa proyek dibangun sesuai spesifikasi yang dibutuhkan, tepat waktu dan sesuai
anggaran.
6. Pertimbangan Lingkungan : Proyek pembangunan berskala besar dapat
menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan, termasuk perusakan habitat, polusi
air, dan polusi udara. Penting untuk mengatasi dampak ini melalui perencanaan dan
pengelolaan yang cermat.
7. Manajemen Proyek : Proyek pembangunan skala besar adalah usaha
kompleks yang memerlukan manajemen proyek yang efektif untuk memastikan
keberhasilannya. Hal ini melibatkan koordinasi berbagai pemangku kepentingan,
pengelolaan jadwal dan anggaran, serta mitigasi risiko dan tantangan selama siklus hidup
proyek.

Dalam Sherman (2010), kondisi visibilas menggambarkan dan mempromosikan sebuah


properti dapat terlihat dan di akses oleh publik, bahwa visibilitas merupakan sebuah faktor
penting dalam menentukan nilai property dalam suatu perkotaan sserta potensi nya untuk
melakukan pengembangan lebih lanjut. Terlebih khusus dalma hal ini secara langsung
melakukan identifikasi terhadap property residensil dan komersil , di mana mayoritas sasaran
pasar adalah retail, yaitu masyarakat Kota Depok dan BSD. Properti residensil dan komersil
yang terlihat secara langsung dan teringan didalam memori yang meilihatnya cenderung lebih
menarik, tidak hanya pengguna namun juga para investor pembangunan karena lebih dinilai
berharga dan lebih diinginkan. Dengan menggunakan estetika arsitektur dan memanfaatkan
desain perkotaan, pengembang dapat meningkatkan nilai dan potensi property mereka
menggunakan desain pencahayaan, signange, penempatan bangunan, dan ruang public yang
mereka berikan pada desain properti tersebut.
Berikut beberapa Langkah yang dijelaskan oleh Sherman (2010) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi visibilas:
1. Lokasi : Properti yang terletak di area dengan lalu lintas tinggi, seperti di
dekat persimpangan utama atau pusat transportasi umum, seringkali lebih terlihat dan
mungkin dianggap lebih diinginkan. Seperti contoh di jalan utama suatu daerah, maka
lokasi tersebut akan dinilai lebih menarik untuk dibangun dan diberikan investasi.
2. Penempatan Ruang Publik : Properti yang terletak di area dengan ruang publik yang
dirancang dan dirawat dengan baik, seperti taman atau plaza, mungkin lebih terlihat dan
mungkin terlihat lebih diinginkan. Ruang publik ini dapat menambahkan daya tarik bagi
yang melihat.
3. Tingkat Aktivitas : Area dengan tingkat lalu lintas pejalan kaki atau lalu lintas
kendaraan yang tinggi seringkali lebih terlihat dan dianggap lebih berharga. Sebaliknya,
area dengan sedikit aktivitas atau lalu lintas pejalan kaki mungkin kurang terlihat dan
dianggap kurang diinginkan. Hal ini menjelaskan mengapa pengembangan TOD (Transit
Oriented Development) sedang dilakukan secara besar di Indonesia.
4. Desain Bangunan : Bangunan dengan jendela besar, fitur arsitektur mencolok, atau
elemen desain menarik lainnya mungkin lebih terlihat dan menarik lebih banyak
perhatian orang yang lewat. Bangunan yang dirancang agar lebih mudah diakses bagi
public dan menarik, seperti menggunakan elemen-elemen monumental yang dapat
melekat dalam ingatan bagi yang melihat.
5. Penerangan dan Signage :  Properti yang cukup terang di malam hari, atau yang
menggunakan tanda untuk menarik perhatian, mungkin lebih terlihat dan menarik lebih
banyak perhatian dari orang yang lewat. Sehingga fitur dari desain bangunan ketika
malam hari dapat terlihat dengan jelas.

Kota Depok
Kota Depok merupakan kota besar ke-6 di Indonesia dengan penduduk 1,857.734 orang
(BPS,2020) dengan jumlah sebesar ini Kota Depok sudah layak untuk masuk dalam jajaran kota
metropolitan di Indonesia, dengan jumlah penduduk diatas 1 juta orang. Hal ini merupakan
sebuah kondisi yang dapat dimanfaatkan bagi para pengembang untuk melakukan
pengembangan properti residensil maupun properti komersil. Dengan menggabungkan aspek-
aspek diatas kita dapat melihat apakah Kota Depok memiliki kondisi seperti apa pada saat ini
untuk dilakukannya pengembangan properti dan penerimaan investasi pembangunan properti.
Pada esai ini penulis akan memilih daerah sepanjang jalan Margonda untuk dijadikan studi kasus
dalam analisa berdasarkan 3 aspek diatas.

Figure 1 Observasi Ketiga Teori. Sumber : Olahan Pribadi

Berdasarkan gambar yang ada diatas kita dapat melihat bahwa kondisi Kota Depok
terlebih khususnya pada daerah sekitar Jalan Margonda yang memiliki kepadata akan daerah
komersil dan residensil tinggi pada gambar diatas, Terdapat 2 rute utama dalam akses menuju
Jalan Margonda yaitu melalui tol jagorawi dan KRL. Namun Terlihat bahwa serial vision dalam
visibilitas yang ada di Jalan Margonda masih dikatankan sangan minim, kondisi pengembangan
properti residensil dan komersil disini sangat mengandalkan jumlah penduduk dan juga
mahasiswa, pada area sekitar jalan Margonda terdapat 3 kampus dan penyumbang utama dari
Universitas Indonesia sebagai kampus terbesar untuk penyumbang arus urbanisasi masyarakat.
Untuk pengembangan properti sangat disarankan bahwa pengembang juga
mengembangkan serial vision yang baik untuk menjadi pengingat pada masyarakat sehingga
proyek yang mereka bangun dapat diingat dengan mudah bagi para konsumen. Potensi besar
dating dari aksesibilitas terhadap jalan Margonda, di mana akan segera hadir tol yang akan
menyambungkan Depok, Antasari dengan tol Sawangan yang akan memudahkan mobilisasi
masyarakat.

BSD City
BSD City merupakan daerah yang dikembangkan oleh pihak swasta dengan dengan area
seluas 6000 Ha, dengan 3 tahap perkembangan. Pengembangan yang dilakukan di BSD City
meliputi infrastuktur, komersil, Pendidikan, residensil, dan transportasi. BSD City
mengedepankan 4 konsep pembangunan yaitu :
1. One Stop Destination for Your Needs and Leisure
2. Integrated Smart Digital City
3. BSD City is a city designed around one thing : the people who will live, learn, work and
play here
4. A Place Where you will call home.
Dengan tujuan untuk pengembangan mixed-use yang dirancang untuk menjadi kota mandiri di
dalam kota.

Figure 2Observasi Ketiga Teori. Sumber : Olahan Pribadi


BSD City memiliki keuntungan bahwa dikembangkan lebih lama dalam 1 dekade
terakhir, sehingga memiliki keuntungan mendapatkan tampak yang lebih modern dan menarik.
Namun sama seperti kota Depok, ada beberapa bagian untuk visual series, masih harus
ditingkatkan.

Perbedaannya dengan kota Depok, kota Depok mengandalkan DKI Jakarta untuk dalam
sektor perkantoran dan perdagangan jasa, BSD memiliki itu dalam satu daerah sehingga
memaksimalkan dalam hal siklus sehari-hari dan menjadi kota dalam kota Tangerang Selatan.
Pengembangan dikedua area ini masih sangat memungkinkan dalam hal residensil dan komersil,
namun BSD memiliki keuntungan bahwa tidak hanya sektor residensil yang sudah berjalan tetapi
sektor komersil perkantoran juga sudah berjalan dengan baik berbeda halnya dengan kota Depok,
yang hanya menjadi penopang DKI Jakarta dalam hal residensil. BSD City lebih memungkinkan
untuk pengembangan selama 1 dekade kedepan, dengan ketersediaan lahan yang masih tersebar
luas dan kemungkinan perkembangan kota arah balaraja yang lebih baik. Sedangkan Depok
ruang untuk berkembangnya sudah semakin menyempit dikarenakan kota yang sudah padat
penduduk.
Sumber

Anundsen, A. K., Gerdrup, K., Hansen, F., & Kragh- Sørensen, K. (2016). Bubbles and Crises: T
he Role of House Prices and Credit. Journal of Applied Econometrics, 31(7), 1291-1311.

Aluko, O. (2011). The Effects of Location and Neighbourhood Attributes on Housing Values in
Metropolitan Lagos. Ethiopian Journal of Environmental Studies and Management, 4(2).
https://doi.org/10.4314/ejesm.v4i2.8

BSD City. (2020). BSD City pusat hunian, edukasi, hiburan | Big City, Big Opportunity.
https://www.bsdcity.com/ 

Indonesia Investments. (2013). Despite Growth Some Issues Block Indonesia’s Financial and
property Stocks. https://www.indonesia-investments.com/news/news-columns/despite-
growth-some-issues-block-indonesias-financial-and-property-stocks/item648?
searchstring=property

Johnson, D. E. (2008). Fundamentals of Land Development: A Real-World Guide to Profitable


Large-Scale Development. John Wiley & Sons.

Latif, E. (2015). Immigration and Housing Rents in Canada: A Panel Data Analysis. Economic
Issues, 20, 1.

Miles, M. E., Netherton, L. M., Schmitz, A. (2015). Real Estate Development: Principles and
process. Urban Land Inst.

Senaratne, S., & Zainudeen, N. (2010). A Study into Land Supply and Demand for Property
Development in Colombo. Built Environment Sri Lanka, 7(1), 9.
https://doi.org/10.4038/besl.v7i1.1946
Sherman, R. (2010). L.A. Under the Influence: The Hidden Logic of Urban Property. University
of Minnesota Press.

Anda mungkin juga menyukai