Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS LITERATUR PERMASALAHAN DALAM REAL

ESTATE

Dosen pengampu : Lucy Yosita, S.T., M.T

Nama : Devanne Azalia Z.


NIM : 1701721

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


2019
A. Pendahuluan

Real estate adalah properti yang terdiri dari tanah dan bangunan di atasnya,
bersama dengan sumber daya alam seperti tanaman, mineral, atau air, benda
yang tidak bergerak lainnya di alam ini, kepentingan yang dipegang di dalamnya,
(juga) sebagai suatu aset nyata; secara umum diketahui sebagai bangunan atau
perumahan pada umumnya.

Real estate lebih diartikan suatu kompleks bangunan yang memiliki lanskap
(tanah dan lingkungannya : taman, jalan, saluran air) dengan komposisi yang
dominan, contoh praktis istilah ini apabila kita menyebut 1 kata real estate orang
awam kebanyakan akan membayangkan suatu kawasan perumahan yang luas
dan indah,

Real estate dan properti merupakan salah satu pilihan bisnis yang
memberikan jaminan kepastian nilai keuntungan kepada investor. Hal ini terutama
disebabkan karena bisnis ini melayani penyediaan kebutuhan pokok manusia dan
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk properti.
Peluang keuntungan lainnya yang sangat menjanjikan adalah naiknya harga
lahan setelah properti tersebut mulai dibangun. Biasanya sudah menjadi rahasia
umum bahwa para pengembang bisnis properti pasti mendapatkan keuntungan
dari nilai lahan tersebut minimal dua kali lipat dari harga perolehannya.
Melonjaknya harga produk tersebut diakibatkan lahan yang tersedia semakin
terbatas. Beragam produk properti diantaranya rumah (Town House, ruko,
klaster, rukan, apartemen, rusun), perhotelan (kondominium, motel, kondotel, vila),
pertokoan (minimarket, hipermarket, supermarket, speciality store, mall, square,
plaza, trade center) dan gedung lainnya (pabrik, perkantoran dan gudang).
Adanya bisnis real estate dan properti tidak luput dari munculnya
permasalahan yang terjadi saat pembangunan, penetapan kebijakan, maupun
saat pemasarannya.

B. Isi
Indonesia sendiri menjadi incaran beberapa investor asing. Alasan investor
dunia memilih Indonesia khususnya Jakarta dan sekitarnya sebagai tempat
berinvestasi properti karena jumlah kebutuhan atau demand yang sangat besar,
disamping itu perekonomian India dan Cina melambat serta keterbatasan peluang
pasar Australia dan Jepang di sektor properti.
Kemajuan perekonomian dalam negeri konsisten tumbuh 6% per tahun. Hal ini
semakin mendorong investor asing kian gencar bergelut di bisnis properti tanah
air. Tercatat 3 perusahaan pengembang properti dunia yang mulai melirik pasar
Indonesia. Perusahaan itu berasal dari Australia, Hong Kong dan Selandia Baru.
Pesatnya pertumbuhan bisnis properti sejalan dengan perekonomian dalam
negeri yang kian meningkat. Penanaman modal investor asing di sektor properti
Indonesia yaitu pembelian dalam bentuk produk properti dan surat berharga dari
perusahaan properti nasional.
Peluang besar bisnis ini juga dilirik oleh investor lokal. Besarnya minat investor
tentu karena melihat cerahnya propek bisnis properti. Masalah yang sedang
dialami bangsa Indonesia sekarang adalah tidak terpenuhinya jumlah permintaan
akan sarana hunian yang ada.
Berdasarkan data statistik, terjadi kekurangan rumah berjumlah lebih kurang
15 juta unit. Permintaan akan hunian per tahun mencapai 700-800 ribu unit,
sedangkan para pengembang hanya mampu menyediakan lebih kurang 400 ribu
unit. Ketimpangan jumlah permintaan ini merupakan bukti prospek properti yang
masih menyimpan potensi yang sangat besar. Persaingan harga antar pengusaha
properti pun menjadi hal yang umum terjadi. Mereka berlomba-lomba
menawarkan harga ekonomis dengan fasilitas mewah.
Kondisi ini menjadikan ketertarikan di mata konsumen. Tak jarang, konsumen
membeli properti bukan untuk pemenuhan kebutuhan tetapi sebagai investasi
jangka panjang. Meningkatnya permintaan pasar akan hunian yang berkualitas
dengan harga terjangkau saat ini telah mengispirasi bebrapa perusahaan untuk
membangun kawasan perumahan yang menyesuaikan kebutuhan masyarakat.
Fenomena spekulasi properti terjadi di Indonesia berdampak buruk bagi
investor. Beberapa contoh dari masalah tersebut, yaitu:
1. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)
Hal ini memang membantu masyarakat jika digunakan sebagaimana
mestinya. Namun sayangnya, mereka justru memanfaatkan untuk
kepentingan yang lain.
Contohnya 1 banyak kejadian nasabah mengajukan lebih dari 1 KPR atau
KPA. Perputaran uang menjadi terhambat dengan adanya fenomena
semacam ini. Seharusnya nasabah menyelesaikan 1 kredit jika ingin
mengambil properti berikutnya.
Hal ini sangat berdampak pada banyaknya kasus kredit macet yang
terjadi, dimana nasabah tidak bisa membayar cicilan tepat waktu, bahkan ada
yang baru membayar cicilan beberapa kali selanjutnya macet, dan akhirnya
properti tersebut dilelang oleh pemberi kredit.
Akibatnya, harga produk properti lambat laju kenaikkannya. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya pengguna KPR dan KPA. Harga yang
dibebankan tidak mengikuti harga pasaran. Artinya, nilai kredit tidak mengikuti
pergerakan harga properti tahunan.
Disamping permasalahan diatas faktor tidak stabilnya kurs rupiah
terhadap mata uang asing ikut memicu para investor berjaga-jaga dan
mengambil sikap wait and see, mengingat harga material bangunan sangat
dipengaruhi oleh mata uang asing serta dampak lainnya yaitu semakin
turunnya daya beli masyarakat.
2. Perizinan dalam pembangunan
Pakar hukum pertanahan Universitas Indonesia Arie S Hutagalung
mengungkapkan, sebelum sebuah kawasan dikembangkan sebagai
pemukiman, harus diketahui peruntukkannya terlebih dahulu di dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Setelah urusan RTRW selesai,
barulah pemda dapat mengeluarkan izin lokasi.
Analis hukum pertanahan dan properti Eddy Leks mengatakan, izin lokasi
juga menjadi dasar bagi pengembang untuk melangkah ke tahap selanjutnya
yaitu pembebasan lahan dari masyarakat. Baru kemudian pengembang
mengajukan permohonan hak atas tanah guna memperoleh hak atas tanah
induk, dalam hal ini Hak Guna Bagunan (HGB) induk.
Namun ini baru tahap awal. Masih ada tahap pra konstruksi yang harus
dilalui. Dalam proses ini pengembang juga harus mengurus sejumlah
perizinan. Izin tersebut mulai dari Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT),
rencana induk tapak atau master plan, Keterangan Rencana Kota (KRK), dan
rencana tapak atau site plan. Kemudian Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (Amdal), Analisa Dampak Lalu Lintas (Andalalin), Izin
Lingkungan, dan hingga Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Beberapa kasus telah terjadi oleh perusahaan yang membangun
kawasan tapi belum mendapatkan izin penuh. Karena izin yang belum
memnuhi syarat, maka terjadi penundaan bahkan pembatalan pembangunan.
Masalahnya ada beberapa perusahaan yang sudah melakukan
pembangunan tanpa melihat syarat perizinan, kemudian harus berhenti di
tengah pembangunan itu jalan sehingga terjadi kegagalan.
C. Kesimpulan
Masalah bisa terjadi ketika tidak mengikuti peraturan atau SOP yang ada.
Dalam bisnis real estate terdapat beberapa peraturan dan kebijakan. Perusahaan
harus memperhatikan setiap peraturan dan kebijakan yang ada sebelum memulai
pembangunan dan pemasaran. Jangan sampai ketika pembangunan dan
pemasaran sudah jalan tetapi tidak memperhatikan kebijakan dan peraturan,
akibatnya pembangunan bisa terhenti di tengah jalan dan menyebabkan
kerugian.

Anda mungkin juga menyukai