Malam pengantin adalah malam yang sakral, spesial, dan istimewa. Kesakralan
malam pengantin diawali ketika pasangan lelaki dan perempuan setuju mengikat
janji suci pernikahan. Sejak itu dilakukan, keduanya tidak lagi berdiri sendiri sebagai
pribadi. Si lelaki telah menjadi seorang suami, dan si perempuan sah sebagai istri
suaminya. Selanjutnya hal-hal di antara keduanya yang semula diharamkan menjadi
halal. Janji suci pernikahan menghilangkan batas hubungan lahir, batin, pikiran dan
perasaan antara keduanya yang semula dianggap kotor dan najis menjadi bersih,
suci, dan terhormat.
Satu bagian yang menjadi bersih, suci,dan terhormat setelah akad nikah adalah
hubungan intim di antara suami dan istri. Pada malam pengantin, untuk pertama
kalinya seorang istri melepas keperawanan bagi suaminya, dan sebaliknya suami
merelakan keperjakaan kepada istrinya. Sebab itulah malam pengantin juga
dianggap malam spesial dan istimewa.
Tentulah malam pengantin yang diisi dengan adegan dewasa itu tidak harus terjadi
pada malam pertama, atau pada minggu pertama usai pernikahan. Sebab pada
kenyataannya, cukup banyak pasangan baru suami istri menunda aktivitas seksual
yang pertama kali cukup lama setelah pesta penikahan.
Banyak alasan untuk hal itu, di antaranya ada yang sudah terlalu lelah dengan
serangkaian upacara pesta. Ada pula yang merasa jengah apabila harus mandi di
pagi buta untuk kemudian menjadi bahan ledekan sanak saudara yang menginap
usai menggelar pesta hajatan.
Namun pada malam kapan pun pasangan baru suami istri memilih untuk
melangsungkan waktu khusus antara mereka berdua, maka seyogianya disiapkan
sebaik mungkin. Mengapa demikian? Bukankah hubungan intim antara suami dan
istri dapat saja terjadi secara alamiah? Bukankah kontak fisik bisa saja berlangsung
tanpa aba-aba ba, bi, bu, lalu berakhir begitu saja?
Seks sebagai Sedekah
Memang benar, secara fitrah lelaki dan perempuan dianugerahi oleh Allah SWT
akan nafsu dan hasrat. Seolah magnet, seorang lelaki dan perempuan akan saling
tarik-menarik secara seksual satu sama lain. Sehingga ada yang mengatakan, jika
lelaki dan perempuan hanya berdua di dalam kamar maka mustahil tidak ada yang
terjadi pada keduanya. Sebab inilah berduaan di dalam kamar terlarang bagi
mereka yang belum menikah.
Namun, bagi pasangan suami istri, apalagi pengantin baru tidak cukup hanya
mengandalkan dorongan birahi untuk menjalani hubungan intim. Penting bagi
pasangan suami istri untuk tetap menjaga kadar nilai kesucian, kebersihan, dan
kehormatan sebuah ikatan pernikahan.
Aktivitas seksual dalam pernikahan bukanlah sekadar melepas hasrat dan libido
yang tak tertahankan. Lebih dari itu, bertujuan untuk mencari keutamaan
pernikahan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Ketiga, pasangan suami istri perlu mencukur surplus bulu di tubuhnya baik di
tangan, kaki, ketiak, daerah kemaluan, dan wajah (kecuali janggut bagi laki-laki dan
alis bagi perempuan). Anas bin Malik RA mengatakan, Rasulullah SAW memberikan
batasan waktu kepada kami untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabuti
rambut ketiak, dan mencukur rambut kemaluan, agar tidak dibiarkan lebih dari
empat puluh hari. (HR. Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasai)
Keempat, khusus bagi istri sebaiknya menggunakan pakaian yang menggoda saat
hendak menjalin hubungan intim bersama suaminya. Pakailah gaun yang tipis,
transparan, dan menampakkan lekuk tubuh seperti lingerie. Pakailah juga pakaian
dalam yang agak genit sehingga menumbuhkan kesenangan pada suaminya.
Sekalipun demikian perlu diperhatikan, segenit apa pun pakaian yang dikenakan,
istri harus tetap menjaga sikap dan keanggunannya di hadapan suami agar tidak
lantas membuatnya hilang selera.
Adapun bagi suami, sudah dianggap cukup apabila memakai pakain yang bersih
namun tetap menunjukkan kelasnya. Rasulullah SAW bersabda, Kalian yang
hendak menemui saudaranya, hendaklah membaguskan alas kaki dan pakain
sampai kalian menjadi pusat perhatian di tengah-tengah manusia. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai yang kotor dan menjijikan. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Jabir bin Abdullah juga meriwayatkan, Suatu kali Rasulullah SAW mendatangi kami,
kemudian beliau melihat seorang laki-laki yang rambutnya acak-acakan, beliau pun
berkata: Apakah pria ini tidak menemukan sesuatu untuk mengatur rambutnya?
(HR. Abu dawud)
Kelima, suami dan istri sebaiknya memakai wewangian atau deodoran, atau
mengharumkan ruangan, bahkan kalau perlu menyediakan aromaterapi agar
suasana di dalam kamar semakin menunjang kenyamanan percintaan. Abu Ayyub
RA meriwayatkan dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: Ada empat hal yang
menjadi kebiasaan (sunnah) para Rasul, yaitu menjaga rasa malu, memakai
parfum, bersiwak, dan menikah.
kebaikan yang telah Engkau takdirkan kepadanya, dan aku berlindungan kepadaMu dari kejahatannya dan kejahatan apa yang telah Engkau takdirkan
kepadanya).
Ketujuh, suami dan istri disunnahkan untuk shalat dua rakaat bersama-sama
sebelum melakukan persenggamaan. Hal ini bersumber dari atsar Sahabat
Rasulullah SAW, yaitu Abdullah bin Masud RA. Salah satunya yang diriwayatkan dari
Syakik, ia berkata, "Telah datang seorang laki-laki bernama Abu Huraiz,ia berkata,
'Saya telah mengawini seorang wanita jariah yang masih muda (perawan) dan saya
khawatir ia akan membangkitkan amarah saya.' Maka Abdullah (Ibnu Mas'ud)
menjawab, 'Kerukunan itu datangnya dari Allah dan kemarahan itu datang dari
setan. Ia (setan) menginginkan kamu membenci apa yang dihalalkan oleh Allah
kepadamu. Maka Kalau istrimu datang menghampirimu (untuk bersetubuh),
perintahkanlah ia shalat dua rakaat di belakangmu'. Dalam riwayat lain dari Ibnu
Mas'ud ditambahkan, berdoalah, Allhumma brik l f ahl wa brik lahum
fiyya. Allhumma-(i)jma baynan m jamata bi khayrin wa farriq baynan
il khayrin (Ya Allah, berikanlah keberkahan kepadaku pada keluargaku (anak
istriku) dan berikan keberkahan kepada mereka dalam diriku. Ya Allah,
persatukanlah kami selama persatuan itu mengandung kebajikan dan pisahkanlah
kami jika perpisahan itu menuju kebaikan).'"
Pemanasan
Setelah pasangan suami istri telah merasa siap secara mental maupun fisik, barulah
keduanya dapat melakukan pemanasan (foreplay/mulaabah) sebelum masuk pada
menu utama. Rasulullah SAW bersabda: Siapa pun diantara kamu, janganlah
menyamai istrinya seperti seekor hewan bersenggama, tapi hendaklah ia dahului
dengan perantaraan. Selanjutnya, ada yang bertanya: Apakah perantaraan itu ?
Rasulullah SAW bersabda, yaitu ciuman dan ucapan-ucapan romantis. (HR. AtTirmidzi, Bukhari, dan Muslim).
Dalam melakukan pemanasan, berbagai bentuk aktivitas boleh dilakukan. Suami
maupun istri dapat saling mengecup, mencium, meraba, mengklitik, memijat,
memeluk, merenggut, dan lain sebagainya. Bahkan suami dan istri diperbolehkan
untuk memainkan alat genital satu sama lain dengan rabaan untuk membangkitkan
gairah. Pendeknya, terkait dengan pemanasan tidak ada bentuk perlakuan yang
terlarang di antara suami istri selama keduanya saling menerima.
Rasulullah SAW bersabda: semua permainan yang membuat lalai lelaki Muslim
adalah sesuatu yang batil, kecuali memanah, melatih kuda tunggangan, dan
bercanda ria (mulaabah) dengan istrinya. Kesemuanya adalah hak (terpuji).
Pada tahap pemanasan, pasangan suami istri diperbolehkan untuk saling melihat
bagian-bagian tubuh yang menjadi aurat yang haram dilihat oleh orang bukan
mahram sekalipun sejenis. Para ulama berbeda pendapat mengenai batas manamana saja aurat pasangan suami istri yang boleh dan tidak untuk dilihat.
Sebagian ulama mengatakan bahwa hal yang boleh dilihat itu termasuk pula alat
vital masing-masing. Pendapat ini salah satunya merujuk hadis yang diriwayatkan
oleh Bahz bin Hakim dari ayahnya, dari kakeknya, yang mendengar jawaban
Rasulullah SAW ketika ia menanyakan, Wahai Rasulullah, batas-batas mana saja
dari ketelanjangan kami yang boleh diperlihatkan dan harus dijaga? Rasulullah SAW
menjawab: Lindungi seluruh auratmu, kecuali dari istri dan budak
perempuanmu (HR. At-Tirmidzi)
Adapun pendapat lain yang tidak membolehkan untuk memperlihatkan alat vital
suami istri satu sama lain adalah merujuk pernyataan Sayyidatuna Aisyah RA, dia
berkata: Aku tidak pernah melihat bagian vital Rasulullah SAW, beliau pun tidak
pernah melihat alat vitalku. (HR. Ibnu Majah)
Hadis riwayat Utbah bin Abd as-Sulami juga menyebutkan hal yang sama, di mana
dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Jika salah seorang di antaramu
bersenggama dengan istrinya, maka berselimutlah. Jangalah kalian telanjang
seperti dua keledai bercinta (di muka umum). (HR. Ibnu Majah)
Sebagian ulama mengambil jalan tengah dengan mengatakan bahwa menutup
dengan selimut saat bersenggama disunnahkan, sedang bertelanjang bulat
hukumnya makruh tanzih (sangat dibenci Allah). Perlu dicatat, jika salah satu
pasangan menolak atau merasa risih dilihat atau memperlihatkan alat vitalnya,
maka sebaiknya hal ini tidak dilakukan.
Hikmah dari dilakukannya pemanasan antara suami istri adalah agar saat penetrasi,
tidak hanya suami yang merasa terpuaskan secara seksual tetapi hal yang sama
juga dialami oleh istri. Untuk itu, masa pemanasan ini harus dimanfaatkan sebaik
mungkin untuk menggali kebutuhan masing-masing pasangan lewat percakapan
yang menggoda dan membuat cair suasana.
Sekalipun begitu, pasangan suami istri tetap harus berhati-hati agar jangan sampai
pemanasan dalam aktivitas seksual meninggalkan jejak-jejak persetubuhan yang
mungkin dapat diketahui secara umum. Misalnya saja kecupan istri kepada suami di
daerah bukan aurat yang mudah terlihat orang lain. Hal semacam ini dapat masuk
kategori telah menyebarkan hubungan intim yang sangat pribadi, dan sangat
dilarang.
Abu Said al-Khudri meriwayatkan dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:
Sesungguhnya sepaling buruk kedudukan manusia di hadapan Allah pada hari
kiamat adalah suami yang menyetubuhi istrinya, dan istri menyetubuhi suaminya,
kemudia ia menceritakan rahasia-rahasia istri (pasangannya) itu.
Setelah tahap pemanasan dirasa cukup, maka pasangan suami istri dapat masuk
pada menu utama, yakni penetrasi. Lazimnya, kesiapan perempuan untuk
menerima penetrasi ditandai keluarnya cairan pelumas yang membuat Miss V
menjadi basah.
Menu Utama
Pada saat hendak melakukan penetrasi (intercouse/dukhul), pasangan suami istri
harus membaca doa bersenggama secara bersama-sama. Hikmahnya adalah agar
kelak jika dikaruniai anak akan menjadi anak yang saleh atau salehah. Sebab doa
senggama ini dapat mengusir setan dan menghindari campur tangannya setan
dalam persetubuhan di antara suami istri.
Abdullah bin Abbas RA meriwayatkan dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: Jika
salah seorang di antaramu ingin menyetubuhi istriya, ucapkanlah: Bismillhi
allhumma janibnsy-syaythna wa jannibisy-syaythna m razaqtan
(Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan
dari anugerah yang akan engkau berikan kepada kami [anak]), (Rasulullah SAW
melanjutkan) sungguh jika penetrasinya itu ditakdirkan akan menghasilkan anak,
maka setan tidak akan mencelakakan anak itu selamanya.
Sejatinya, doa di atas sudah harus diucapkan pasangan suami istri ketika memulai
pemanasan (mulaabah), dan pada saat penetrasi diulangi membacanya sekali lagi.
Setelah membaca doa senggama, pasangan suami istri dapat melakukan berbagai
variasi dan gaya senggama sesukanya selama tidak saling menyakiti dan
mencelakakan. Istri harus mengerti apa yang dimaui suami, pun sebaliknya
demikian.
Allah SWT berfirman: "Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok
tanam, maka datangilah tanah tempat becocok tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki." (QS. Al-Baqarah [2]: 223)
Namun, dalam mewujudkan keinginan masing-masing pasangan selama penetrasi
agar dihindari pembicaraan verbal, apalagi dengan nada keras. Harus ditekankan,
porsi terjadinya perbincangan harus sudah berakhir ketika penetrasi dilakukan. Hal
ini untuk menjaga konsentrasi masing-masing pasangan agar sampai pada usaha
maksimal dari hubungan seks yang dilakukan. Adapun sebelum itu atau selama
pemanasan, perbincangan bukan hanya diperbolehkan, bahkan sangat dianjurkan.
Ada sebuah hadis yang diriwayatkan Ummu Salamah, dia berkata: (Saat
bersenggama) Rasulullah SAW menutup kepalanya, merendahkan suaranya, dan
berkata kepada istrinya, Tetaplah tenang. (Hadis ini dimuat Imam al-Ghazali
dalam kitab Ihy Ulm ad-Dn dengan sanad yang lemah)
Tahapan penting dalam hubungan seksual adalah fase klimaks berupa orgasme
yang masing-masing dialami suami maupun istri. Apabila hal itu terjadi, maka
kepuasan seksual keduanya sudah tercapai. Penting dicatat, memberikan kepuasan
dalam hubungan seksual merupakan kewajiban suami kepada istrinya, dan begitu
pula sebaliknya.
Anas bin Malik meriwayatkan sebuah hadis, di mana Rasulullah SAW bersabda:
Ketika seorang suami menyetubuhi istrinya, maka ia harus berusaha
mendatangkan kepuasan bagi istrinya itu. Kemudian apabila suami telah
menyelesaikan hajatnya (sampai ejakulasi), maka ia tidak boleh terburu-buru
(mencabut kemaluannya) sampai istrinya merasakan kepuasan. (HR. Abu Yala)
Dalam skenario ideal, orgasme di antara pasangan suami istri harus terjadi
bersamaan. Seandainya tidak terjadi secara bersamaan, maka pihak dari suami
maupun istri yang telah mecapai orgasme lebih dahulu harus membantu
pasangannya mengalami hal yang sama.
Pada umumnya, kaum perempuan atau istri membutuhkan waktu lebih lama
ketimbang suaminya dalam mencapai orgasme. Suami yang mengalami hal ini
dapat menyiasatinya dengan memperpanjang tahap pemanasan, bahkan kalau
perlu sampai membuat istrinya mengalami orgasme lebih dahulu. Dalam al-Mughn,
Imam Ibnu Qudmah menganggap hal ini sebagai sesuatu yang disunnahkan.
Pada saat tercapai ejakulasi atau orgasme, pasangan suami istri dianjurkan untuk
membaca doa, sebagaimana dilakukan oleh Abdullah bin Abbas RA, dengan
membaca: Allhumma l tajal lisy-syaythni fm razaqtan nashb (Ya
Allah, janganlah berikan bagian untuk setan terhadap anak yang kami).
Pasca Bercinta
Setelah pasangan suami istri sama-sama mendapatkan kepuasan (orgasme), perlu
bagi keduanya untuk menikmati waktu beberapa saat sebelum kedua beringsut dari
tampat tidur atau kamar. Tahap ini jamak disebut sebagai tahap resolusi.
Tahap ini sama pentingnya dengan tahap pemanasan maupun saat penetrasi.
Perhatian suami terhadap istri pada tahap ini akan memberikan efek psikologis
bahwa istri tidak hanya dibutuhkan manakala hubungan seksual berlangsung. Bagi
pasangan baru suami istri, momen ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi
persenggamaan yang sudah dilakukan agar ke depannya rasa kaku, canggung, dan
bentuk kekhawatiran lainnya tidak mengendap.
Setelah beberapa lama waktu hening berlalu, kewajiban lain yang harus
disegerakan adalah mengerjakan mandi wajib (mandi junub). Kegiatan ini dapat
dilakukan suami istri secara bersama-sama. Sayyidatuna Aisyah RA berkata: Aku
selalu mandi (junub) bersama Rasulullah SAW dengan satu bejana (ember). Tangan
kami saling bergantian (ketika menggunakan air dalam bejana tersebut). (HR. AlBukhari)
Mandi wajib boleh ditunda dengan alasan dingin, terlalu mengantuk, atau karena
alasan lainnya. Sebagai gantinya disunnahkan untuk mengelap kemaluan dengan
kain dan mencucinya dengan air, serta berwudhu. Sayyidatuna Aisyah RA
menuturkan: Adalah Rasulullah SAW jika beliau hendak makan atau tidur
sedangkan ia junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu
sebagaimana wudhu untuk shalat. (Muttafaq alayh)
Ritual wudhu juga disunnahkan untuk dilakukan manakala pasnaagn suami istri
berhasrat untuk bersenggama untuk beberapa kali pada malam atau waktu yang
berdekatan. Abu Said Al-Khudri meriwayatkan dari Rasulullah SAW, beliau
bersabda: Jika salah seorang darimu menyetubuhi istrinya, kemudian ingin
mengulanginya lagi, maka hendaklah berwudhu. (HR. Muslim, at-Tirmidzi, dan Abu
Dawud)
Hal-Hal yang Dilarang Terkait Persenggamaan
Ada beberapa hal penting yang harus dihindari oleh pasangan suami istri terkait
dengan persengamaan, yaitu:
1. Istri dilarang untuk menolak ajakan suami untuk bersenggama tanpa alasan
jelas.