Acara IV
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Fikosianin
Kel.
B1
B2
B3
B4
B5
B6
Berat
Biomassa
Kering (g)
8
8
8
8
8
8
Jumlah Aquades
yang
Ditambahkan (ml)
100
100
100
100
100
100
Total Filtrat
yang
Diperoleh (ml)
50
50
50
50
50
50
OD615
OD652
KF
(mg/ml)
Yield
(mg/g)
0,0720
0,0726
0,0726
0,0726
0,0726
0,0726
0,0258
0,0256
0,0255
0,0255
0,0255
0,0253
0,011
0,011
0,011
0,011
0,011
0,011
0,069
0,069
0,069
0,069
0,069
0,069
Warna
Sebelum
Sesudah
Dioven
Dioven
+
+
++
+
+++
+
+++
+
++
+
+
+
Keterangan :
Warna:
+
= biru muda
++
= biru tua
+++
= biru sangat tua
Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa nilai OD 615 terendah diperoleh kelompok B1 sebesar 0,0720, sedangkan pada kelompok B2, B3,
B4, B5, dan B6 diperoleh nilai OD615 yang sama. Nilai OD652 terendah diperoleh kelompok B6 sebesar 0,0253, sedangkan nilai OD652
tertinggi diperoleh kelompok B1 sebesar 0,0258. Konsentrasi fikosianin dan yield yang diperoleh semua kelompok sama, yaitu sebesar
0,011 mg/ml dan 0,069 mg/g. Fikosianin dengan warna biru sangat tua sebelum dioven diperoleh kelompok B3 dan B4, warna biru tua
diperoleh kelompok B2 dan B5, dan warna biru muda diperoleh kelompok B1 dan B6. Warna fikosianin pada semua kelompok setelah
dioven sama, yaitu biru muda.
2. PEMBAHASAN
Pada kali ini dilakukan praktikum Teknologi Hasil Laut mengenai Fikosianin. Pigmen
atau pewarna makanan digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu pewarna alami dan pewarna
buatan atau sintetis (Mohammad, 2007). Masih banyak produk yang menggunakan
bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan meskipun penggunaan
pewarna dalam bahan pangan telah diatur oleh pemerintah. Contoh bahan pewarna
berbahaya yang sering ditambahkan pada produk makanan adalah pewarna tekstil yang
mempunyai warna yang lebih cerah dan selama penyimpanan bersifat stabil serta
harganya lebih murah (Syah et al. 2005). Sedangkan pigmen alami tidak memiliki efek
negatif jika dikonsumsi serta dapat diuraikan. Akan tetapi, pigmen alami yang banyak
digunakan (dari daun, buah, batang, atau umbi-umbian) memiliki beberapa kelemahan,
seperti kurangnya stabilitas terhadap panas, pH, dan cahaya, ketersediaan terbatas, lebih
mahal sehingga kurang cocok untuk produksi massal. Pigmen alami dari mikroalga
ternyata mampu mengatasi masalah terhadap ketersediaan yang terbatas tersebut karena
waktu tumbuhnya yang cepat sehingga dapat dipanen dalam waktu yang tidak terlalu
lama serta dapat diproduksi terus menerus. Produksi pigmen pun dapat dikendalikan
sesuai kebutuhan dan keinginan (Arylza, 2005 dan Borowitzka & Borowitzka, 1988).
Salah satu spesies mikroalga tersebut yaitu spirulina dengan kandungan pigmen
fikosianin.
Fikosianin merupakan salah satu pigmen kelas fikobiliprotein yang terdapat dalam
spirulina dimana pigmen ini paling dominan dan biasanya terdiri dari 20% protein
seluler (Richmond, 1988). Warna dari fikosianin yaitu biru tua dan dapat memancarkan
warna merah tua. Fikosianin mempunyai absorbansi cahaya maksimum pada panjang
gelombang 546 nm. Berat bobot molekul fikosianin (c-fikosianin) sebesar 134 kDa.
Pada ekstrak beberapa spesies, ditemukan bobot molekul yang lebih besar yaitu 262
kDa, yang diduga disebabkan oleh keberadaan fragmen fikobilisom ( Carra &
hEocha, 1976). Struktur fikosianin mengandung rantai tetraphyrroles terbuka, sama
seperti bilirubin yang mempunyai kemampuan mengikat radikal peroksi dengan cara
mendonorkan atom hidrogen yang terikat pada atom C ke 10 dari molekul
2
khusus (Richmond, 1988). Spirulina hidup dalam lingkungan yang sangat basa (pH 811) dengan kandungan senyawa karbonat-bikarbonat yang tinggi. Spirulina memerlukan
cahaya dan CO2 untuk berfotosintesis menghasilkan O2. Biomassa kering spirulina yang
didapat bisa mencapai 60-70 ton/hektar kolam bila kondisi pertumbuhan sesuai (TriPanji et al., 1996). Spirulina merupakan alga mesofilik, karena itu spirulina dapat
tumbuh optimal pada temperatur 35-40C. Suhu minimumnya berkisar antara 18-20C.
Dalam laboratorium, suhu optimum pertumbuhan kultur spirulina antara 35-37C
(Richmond, 1988).
Biomassa sel spirulina lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti air dan buffer
(Boussiba & Richmond, 1980). Dalam jurnal yang berjudul Growth and Content of
Spirulina Platensis Biomass Chlorophyll Cultivated at Different Values of Light
Intensity and Temperature Using Different Nitrogen Sources (Danesi et al., 2011),
dikatakan bahwa biomassa Spirulina platensis atau yang sering disebut Arthospira
platensis (Colla et al., 2007) mempunyai nilai nutrisi, seperti tinggi protein, vitamin,
asam lemak rantai panjang tidak jenuh dan fikosianin, pigmen -karoten dan klorofil
yang digunakan sebagai makanan dan minuman, kosmetik dan pewarna farmasi. Untuk
mendapatkan komponen tersebut, dilakukan ekstraksi dan pemurnian untuk mengisolasi
dan memisahkan komponen (Danesi et al., 2011). Spirulina memiliki membran tilakoid
dimana terdapat struktur granula berupa fikobilisom yang terdiri fikobiliprotein.
Fikobiliprotein ini berfungsi menyerap cahaya dan diduga dapat melindungi pigmen
fotosintesis lainnya dari oksidasi cahaya dengan intensitas tinggi. Pigmen spirulina
terletak pada membran tilakoid yang tersebar di dalam kromoplasma (Diharmi, 2001).
Langkah kerja yang dilakukan pada praktikum fikosianin ini yaitu pertama-tama
biomassa spirulina sebanyak 8 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian
dilarutkan dengan aquades sebanyak 100 ml (spirulina : aquades = 2 : 25). Pelarutan
dengan aquades ini dikarenakan fikosianin dapat larut di dalam pelarut polar (Syah et
al., 2005). Untuk mengekstrak fikosianin dari spirulina digunakan pelarut polar yang
mempunyai pH netral, salah satunya adalah aquades (Walter et al., 2011). Boussiba &
Richmond (1988) menambahkan bahwa selain menggunakan aquades, buffer fosfat pH
7 juga dapat digunakan untuk melarutkan biomassa sel spirulina karena biomassa sel
spirulina lebih mudah larut di dalam pelarut polar seperti air dan buffer. Setelah itu
kontaminasi bakteri dapat meningkat (Angka & Suhartono, 2000). Warna fikosianin
setelah dikeringkan menggunakan oven diamati. Setelah dikeringkan, adonan kering
yang gempal dihancurkan dengan menggunakan alat penumbuk hingga berbentuk
powder. Menurut Angka & Suhartono (2000), spirulina tidak mudah mengalami
fermentasi apabila dalam bentuk yang kering. Selanjutnya, konsentrasi fikosianin
(mg/ml) dan yield (mg/g) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(2007) bahwa semakin tinggi konsentrasi dekstrin yang ditambahkan, warna bubuk
fikosianin menjadi pudar atau cenderung berwarna lebih cerah.
Jurnal yang berjudul Bioaccumulation of Cr (III) Ions by Blue-Green Alga Spirulina sp.
Part I. A Comparison with Biosorption oleh Chojnacka (2007) berisi penelitian tentang
kinetika dan kesetimbangan proses bioakumulasi dari ion Cr (III) oleh blue green algae
Spirulina sp. Bioakumulasi ini merupakan proses yang tersusun atas 2 tahap, yaitu pasif
(identik dengan biosorpsi) dan aktif (akumulasi di dalam sel). Tahap pasif termasuk
proses yang cepat, sedangkan tahap aktif jauh lebih lambat dan memerlukan aktivitas
metabolik dari sel. Kesetimbangan keseluruhan proses bioakumulasi dicapai setelah
30 jam. Efisiensi bioakumulasi dibandingkan dengan kinerja biosorpsi dari sel yang
tumbuh pada kondisi yang sama. Dua aplikasi bioakumulasi yang dibahas yaitu
penghilangan ion logam dari limbah dan pengikatan ion logam ke biomassanya untuk
menghasilkan suplemen pakan biologis dengan mikroelemen. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa kapasitas bioakumulasi lebih besar dibandingkan kapasitas
biosorpsi. Limbah diolah dengan proses bioakumulasi yang mengandung residu
konsentrasi ion logam yang lebih rendah akibat perubahan kesetimbangan kapasitas
pengikatan ion logam eksternal terhadap nilai yang lebih rendah sehingga residu
konsentrasi ion logam lebih rendah dan efisiensi pengolahan lebih tinggi. Apabila
bioakumulasi dianggap sebagai metode pengayaan biomassa untuk menghasilkan
suplemen pakan mineral untuk ternak, bioakumulasi memungkingkan untuk mengikat
mikroelemen lebih banyak, tidak hanya ke permukaan dinding sel, tetapi juga
terakumulasi di dalam sel.
Jurnal yang berjudul Effect of Different Conditions on The Production of Chlorophyll by
Spirulina platensis oleh Chauhan & Pathak (2010) menyatakan bahwa cyanobacterium
Spirulina platensis merupakan sumber alternatif pigmen klorofil yang menarik, yang
digunakan sebagai pewarna alami di produk-produk makanan, kosmetik, dan farmasi.
Pada penelitian ini, pengaruh dari intensitas cahaya dan temperatur menggunakan media
Zarrouk dan media RM-6 melalui batch cultivation untuk S.platensis pada pertumbuhan
dan kandungan klorofil diteliti. Kultivasi dilakukan di wadah 3 L dengan intensitas
cahaya 2 klux, 3 klux, 4 klux, 5 kluk pada temperatur konstan 281C, dan 26C, 28C,
30C, 32C. Pertumbuhan paling baik diamati dengan 5 klux dan 28C, sedangkan
klorofil tertinggi di biomassa diamati dengan 2 klux dan 28C. Secara keseluruhan,
produktivitas klorofil terbaik diamati dengan intensitas cahaya 31 klux dan suhu 28C.
3. KESIMPULAN
Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga yang mampu menghasilkan bahan
pewarna (pigmen).
Pigmen yang dominan pada spirulina yaitu fikosianin yang memiliki warna biru tua.
Fikosianin dari spirulina diekstraksi dengan pelarut polar yang memiliki pH netral
(aquades atau buffer pH 7).
Tujuan pengadukan dengan stirrer selama 1-2 jam yaitu untuk memaksimalkan
ekstraksi dan menghomogenkan larutan.
Suhu pengeringan di atas 45C supaya tidak terjadi degradasi fikosianin dan
timbulnya reaksi Maillard.
Semakin besar absorbansi (OD), semakin tinggi konsentrasi (KF) dan semakin tinggi
pula yield.
Semakin tinggi konsentrasi dekstrin, warna yang dihasilkan pada bubuk fikosianin
menjadi pudar/cenderung cerah.
Asisten Dosen:
- Agita Mustikahandini
10
10
4. DAFTAR PUSTAKA
Adams. (2005). Uji Kepekaan Model Numerik Perairan Pantai (In-Shore) dan Lepas
Pantai (Off-Shore) pada Perikanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Selat
Makassar (Tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
74 hal.
Angka SI dan Suhartono MT. (2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPLIPB.
Antelo, F. S., Andreia A., Jorge A. V. C. and Susanna J. K. (2010). Extraction and
Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated
Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926.
Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas
Gajahmada Press. Yogyakarta.
Arylza, IS. (2005). Isolasi Pigmen Biru Fikosianin dari Mikroalga Spirulina plantesis.
Journal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 38:79-92.
Borowitzka MA dan Borowitzka LJ. (1988). Dunaliella dalam Borowitzka MA dan
Borowitzka LJ. (Eds). Mikroalgal Biotechnology. Cambridge University Press.
Cambridge.
Boussiba S. and Richmond A. (1980). c-Phycocianin as A Storage Protein in The Bluegreen Alga Spirulina plantesis. Archives of Microbiology 125, 143-147.
Chauhan, U.K. & N. Pathak. (2010). Effect of Different Conditions on The Production
of Chlorophyll by Spirulina platensis. Journal of Algal Biomass Utilization Vol. 1, pp.
89-99.
Chojnacka, K. (2007). Bioaccumulation of Cr (III) Ions by Blue-Green Alga Spirulina
sp. Part I. A Comparison with Biosorption. American Journal of Agricultural and
Biological Sciences Vol. 2, pp. 218-223.
Colla, L.M., C.O. Reinehr, C. Reichert & J.A.V. Costa. (2007). Production of Biomass
and Nutraceutical Compounds by Spirulina platensis Under Different Temperature and
Nitrogen Regimes. Bioresource Technology Vol. 98, pp. 1489-1493.
11
12
13
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Konsentrasi fikosianin (mg/ml) =
Yield( mg/g)=
Kelompok B1
Konsentrasi Fikosianin(mg/ ml)=
0,07200,474 (0,0258)
5,34
= 0,011 mg/ml
0,011 x 50
8
= 0,069 mg/g
Kelompok B2
Konsentrasi Fikosianin(mg/ ml)=
0,07260,474 (0,0256)
5,34
= 0,011 mg/ml
0,011 x 50
8
= 0,069 mg/g
Kelompok B3
Konsentrasi Fikosianin(mg/ ml)=
0,07260,474 (0,0255)
5,34
= 0,011 mg/ml
0,011 x 50
8
14
= 0,069 mg/g
14
15
Kelompok B4
Konsentrasi Fikosianin(mg/ ml)=
0,07260,474 (0,0255)
5,34
= 0,011 mg/ml
0,011 x 50
8
= 0,069 mg/g
Kelompok B5
Konsentrasi Fikosianin(mg/ ml)=
0,07260,474 (0,0255)
5,34
= 0,011 mg/ml
0,011 x 50
8
= 0,069 mg/g
Kelompok B6
Konsentrasi Fikosianin(mg/ ml)=
0,07260,474 (0,0253)
5,34
= 0,011 mg/ml
0,011 x 50
8
= 0,069 mg/g
5.2. Foto
15
16