Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu pemeriksaan di bidang Neurologi yang sangat penting dan tidak
tergantikan oleh kemajuan teknologi ilmu kedokteran adalah pungsi lumbal. Sejak
diperkenalkan secara ilmiah oleh Quincke pada tahun 1891. Pemeriksaan lumbal
pungsi banyak memberikan hasil penemuan penyakit yang sangat penting untuk
ilmu kedokteran.
Lumbal punksi adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan
memasukan

jarum ke

dalam

ruang

subarakhnoid. Test

ini

dilakukan

untuk pemeriksaan cairan serebrospinalis. Perubahan dalam cairan serebrospinal


dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan
serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi.
Selain itu juga

untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta

menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu


tindakan yang aman,tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa,
mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat untuk melakukan test
sensitivitas antibiotika.
Penggunaan lumbal pungsi biasanya dilakukan pada kasus meningitis,
encephalitis, untuk mengidentifikasi adanya darah pada CSF akibat trauma atau
adanya pendarahan subarachnoid, anestesi spinal, selain itu dilakukan juga untuk
mendeteksi adanya kehadiran dari sel-sel maligna didalam cairan serebrospinal
seperti, karsinomatous meningitis atau medulloblastoma.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari lumbal pungsi?
2. Apakah indikasi dan kontraindikasi dari lumbal pungsi?
3. Apa sajakah persiapan yang harus dilakukan untuk pemeriksaan lumbal
pungsi?
4. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan dari lumbal pungsi?
5. Apa sajakah yang harus diperhatikan pada pemeriksaan lumbal pungsi?
6. Apakah komplikasi yang terjadi setelah dilakukan pemeriksaan lumbal
pungsi ?
7. Bagaimana fisiologi dari cairan serebrospinal?
1

8. Bagaimanakah karakteristik dari cairan serebrospinal ?

I.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari lumbal pungsi
2. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari lumbal pungsi
3. Mengetahui persiapan yang harus dilakukan untuk pemeriksaan lumbal
pungsi
4. Mengetahui prosedur pelaksanaan dari lumbal pungsi
5. Mengetahui yang harus diperhatikan pada pemeriksaan lumbal pungsi
6. Mengetahui fisiologi dari cairan serebrospinal.
7. Mengetahui karakteristik dari cairan serebrospinal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemeriksaan Lumbal Pungsi

A. Pengertian
Lumbar pungsi adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan
memasukan jarum kedalam ruang subarakhnoid. Test ini dilakukan untuk
pemeriksaan cairan serebrospinali,mengukur dan mengurangi tekanan cairan
serebrospinal,menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal,
untuk mendeteksi adanya blok subarakhnoid spinal,dan untuk memberikan
antibiotic intrathekal ke dalam

kanalis spinal terutama kasus infeksi.

(Brunner and Suddarths, 1999, p 1630)


B. Indikasi
1.

Mengambil bahan pemeriksaan CSF untuk diagnostic dan persiapan


pemeriksaan

pasien

yang

dicurigasi

mengalami

meningitis,

encepahilitis atau tumor malignan.


2.

Untuk mengidentifikasi adanya darah dalam CSF akibat trauma atau


dicurigai adanya perdarahan subarachnoid.

3.

Untuk memasukan cairan opaq ke dalam ruang subarakhnoid.

4.

Untuk mengidentifikasi adanya tekanan intrakarnial/intraspinal,untuk


memasukan obat intratekal seperti terapi antibiotik atau obat sitotoksik.

C. Kontraindikasi
1.

Infeksi dekat tempat penusukan. Kontaminasi dari infeksi akan


menyebabkan meningitis.

2.

Pasien dengan peningkatan tekanan intra cranial. Herniasi serebral atau


herniasi serebral

3.

Pasien yang mengalami penyakit sendi-sendi vertebra degeneratif. Hal


ini akan sulit untuk penusukan jarum ke ruang interspinal.

4.

Bleeding diathesis, seperti Coagulopathy dan Penurunan platelet.

5.

Pola pernafasan abnormal.

D. Persiapan alat
1.

Troleey

2.

Kassa steril

3.

Kapas steril

4.

Sarung tangan steril

5.

Baju steril

6.

Jarum punksi ukuran 19, 20, 22,23 G.

7.

Manometer spinal

8.

Masker dan pelindung mata

9.

Alcohol dalam lauran antiseptic untuk membersihkan kulit.

10.

Spuit dan jarum untuk memberikan obat anestesi local

11.

Obat anestesi loka (lidokian 1% 2 x ml), tanpa epinefrin.

12.

Tempat penampung csf steril x 3 (untuk bakteriologi, sitologi dan


biokimia).

13.

Plester

14.

Depper

15.

Jam yang ada penunjuk detiknya

16.

Tempat sampah.

E. Persiapan pasien
1.

Pasien diposisikan tidur lateral pada ujung tempat tidur dengan lutut
ditarik ke abdomen. Catatan : bila pasiennya obesitas, bisa mengambil
posisi duduk di atas kursi, dengan kursi dibalikan dan kepala
disandarkan pada tempat sandarannya.

2.

Jelaskan prosedur pemeriksaan pada klien.

3.

Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi


meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang
akan dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang
diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut
4. Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir
kesediaan dilakukan tindakan lumbal pungsi.
5. Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan

F. Prosedur
a. Preinteraksi
1.
2.

Kaji catatan medis dan catatan keperawatan klien


Kesiapan perawat melakukan tindakan
4

3.
4.
5.

Jelaskan tujuan tindakan


Persiapkan dan kumpulkan alat-alat
Cuci tangan.

b. Interaksi
1. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir
tempat tidur. Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen,
leher fleksi kedepan dagunya menepel pada dada (posisi knee
chest).

Gambar 1. Posisi lumbal pungsi


2. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2
dapat digunakan pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5
atau L5-S1 (Krista iliaca berada dibidang prosessus spinosus L4).
Beri tanda pada celah interspinosus yang telah ditentukan.

3. Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan


gaun steril.
4. Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan
steril dengan duk penutup.
5. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan
lebih dapam hingga ligamen longitudinal dan periosteum
6. Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam jaringan
subkutis. Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus
terhadap aksis panjang vertebra.
7. Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahanlahan, sampai terasa lepas. Ini pertanda ligamentum flavum telah
ditembus.

Lepaskan

stilet

untuk

memeriksa

aliran

cairan

serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar jarumnya


karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak
keluar. Masukkan lagi stiletnya dan tusukkan jarum lebih dalam.
Cabut stiletnya pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran
cairan CSF. Ulangi cara ini sampai keluar cairan.
8. Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal
dengan manometer pemantau tekanan, normalnya 60 180 mmHg
dengan posisi pasien berrbaring lateral recumbent. Sebelum

mengukur tekanan, tungkai dan kepala pasien harus diluruskan.


Bantu pasien meluruskan kakinya perlahan-lahan.
9. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan
mengedan.
10. Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau
tidak, petugas dapat melakukan test queckenstedt dengan cara
mengoklusi salah satu vena jugularis selama I\10 detik. Bila
terdapat obstruksi medulla spinalis maka tekanan tersebut tidak
naik tetapi apabila tidak terdapat obstruksi pada medulla spinalis
maka setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut
akan naik dan turun dalam waktu 30 detik.
11. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut
dalam 3 tabung steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung
diisi 1 ml cairan CSF. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan (1)
jumlah dan jenis sel serta jenis kuman (2) kadar protein dan
glukosa (3) sitologi sel tumor (4) kadar gamaglobulin, fraksi
protein lainnya, keberadaan pita oligoklonal dan tes serologis (5)
pigmen laktat, ammonia, pH, CO2, enzim dan substansi yang
dihasilkan tumor (contohnya 2 mikroglobulin) dan (6) bakteri dan
jamur (melalui kultur), antigen kriptokokus dan organism lainnya,
DNA

virus

herpes,

citomegalovirus

dan

kuman

lainnya

(menggunakan PCR) dan isolasi virus. Untuk pemeriksaan noneapelt prinsipnya adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5 jam
pada larutan asam sulfat. Cara pemeriksaanya adalah kedalam
tabung reaksi masukkan reagen 0,7 ml dengan menggunakan pipet,
kemudian masukkan cairan CSF 0,5 . diamkan selama 2 3 menit
perhatikan apakah terbentuk endapan putih. Cara penilainnya
adalah sebagai berikut:
( - ) Cincin putih tidak dijumpai
( + ) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam
dan bila dikocok tetap putih
( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi
opolecement (berkabut)

( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh
( ++++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi
12.

sangat keruh
Untuk test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada
peningkatan globulin dan albumin, prinsipnya adalah protein
mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air. caranya adalah
isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi kemudian
teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang terjadi apakah
ada kekeruhan.

13. Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor


pada pasien dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan
dikeluarkan adalah 100 cc.
14. Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan
kembali stilet jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang
balutan pada bekas tusukan.
c. Terminasi
1. Anjurkan pasien berbaring terlentang selama 2 3 jam untuk memisahkan
kelurusan bekas jarum puncture dural dan arakhnoid di lapisan otak, untuk
mengurangi kebocoran CSF.
2. Monitor pasien untuk komplikasi lumbar puncture. Memberi tahu dokter
bila terjadi komplikasi.
3. Anjurkan meningkatktan intake cairan untuk mengurangi risiko headache
post-prosedur.
4. Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan
tekhnik relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit
kepala hilang.
d. Rapikan alat-alat
e. Cuci tangan
f. Dokumentasi
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1.
2.

Posisi yang tepat merupakan fungsi menuju sukses


Tindakan dapat dilakukan dengan pasien duduk dan membungkuk
ke depan di atas bantal yang di tempatkan di atas sandaran di samping
tempat tidur

3.

Jika berhasil pada tindakan pertama maka jarum di tarik kembali


dari kulit dan di coba lagi pada sudut yang sedikit berbeda
Jika pasien sebelimnya pernah mengalami pembedahan spinal atau

4.

pernah mengalami suatu proses infeksi pada radio lumbal,maka


diperlukan suatu konsultasi bedah syaraf untuk memperoleh cairan dari
kanalis spinalis servikal
Jika terdapat dugaan kuat adanya meningitis bakterialis maka

5.

antibiotik dapat diberikan sebelum pungsi lumbal


H. Diagnosa yang mungkin muncul
a. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan di tandai
dengan pasien sering bertanya-tanya tentang prosedur yang
dilakukan
b. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi pada luka
bekas lumbal pungsi ditandai dengan klien mengatakan dia sakit
dan wajah klien tampak pucat.
c. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan luka pada bekas
penusukan lumbal pungsi ditandai dengan klien nampak
lemas,konjungtiva pucat dan klien sering terbangun pada malam
hari.
I.

Komplikasi
1.

Herniasi Tonsiler

2.

Meningitis dan empiema epidural atau sub dural

3.

Sakit pinggang

4.

Infeksi

5.

Kista epidermoid intraspinal

6.

Kerusakan diskus intervertebralis

2.2 Cairan Serebrospinal


Cairan Serebro Spinal (CSS) ditemukan di ventrikel otak dan sisterna dan
ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan medula spinalis. Seluruh ruangan
berhubungan satu sama lain, dan tekanan cairan diatur pada suatu tingkat yang
konstan.

Gambar 1. Anatomi ventrikel otak dan ruang subarachnoid


Fungsi Cairan Serebrospinal
Fungsi utamanya adalah untuk melindungi sistem saraf pusat (SSP) terhadap
trauma. Otak dan cairan serebrospinal memiliki gaya berat spesifik yang kurang
lebih sama (hanya berbeda sekitar 4%), sehingga otak terapung dalam cairan ini.
Oleh karena itu, benturan pada kepala akan menggerakkan seluruh otak dan
tengkorak secara serentak, menyebabkan tidak satu bagian pun dari otak yang
berubah bentuk akibat adanya benturan tadi.
Pembentukan, Aliran dan Absorpsi Cairan Serebrospinal
Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS) Cairan
serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah
pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi
stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang
menonjol

ke

ventrikel.

Pleksus

khoroideus

membentuk

lobul-lobul

danmembentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel
epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi aspeks,
dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma
diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler
fenestrata). Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini
mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat molekul
besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif.
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat
plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi

10

diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.
Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium
dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga
menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion
bermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan
ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan
ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan
osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui
membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik
abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa
Nadengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang
terjadi deganbantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan.
Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi
obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran
seperti glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak larut dalam
lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran.
Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini
(carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai
susunan spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS.
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium
disekresi ke CSS dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari
CSS ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan
otak juga terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya
dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum. Perbedaan difusi
menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2.
Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2.
Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler,
demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan
intervena cairan hipotonik dan hipertonik. Ada 2 kelompok pleksus yang utama
menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel
lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV.
Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata

11

pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi
pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.

Gambar 2. Diagram Aliran Cairan Serebrospinal


CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk
ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dalam
ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen
ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral
ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada di
bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel
masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid
sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan
otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju
sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir
dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan
diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis
superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan
hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan
melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid
berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua
unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang
dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang
mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat
pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter
mampu memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya. Perluasan
rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling
12

pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid.


Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css
dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel
sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga
subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid
bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri padatingkatan
kapiler.
Karakteristik Cairan Serebrospinal
Tekanan dan aliran
Pada pasien dengan posisi lateral dekubitus, tekananan LCS diukur
menggunakan manometer dengan jarum spinal yang terhubung ke dalam rongga
subarachnoid. Pada dewasa normal, tekanan LCS biasanya 100-180 mmH2O atau
8-14 mmHg. Pada anak tekanan berkisar antara 30-60mm H 2O. Tekanan yang
lebih dari 200 mmH2O pada pasien dengan kondisi rileks dan posisi kaki lurus
merupakan tanda peningkatan TIK. Pada pasien dewasa, tekanan 50 mmH 2O atau
kurang merupakan tanda hipotensi intrakranial yang biasanya disebabkan oleh
kebocoran LCS atau dehidrasi sistemik.
Blok aliran LCS pada subarakhnoid spinalis pada masa sebelumnya dapat
dikonfirmasi dengan kompresi vena jugularis (tes quecken-stedt, yang merupakan
tes untuk peningkatan tekanan yang cepat jika vena jugularis dikompresi). Namun
tes ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat memperberat blok spinal, dan
meningkatkan TIK.
Gambaran makroskopik dan pigmen
Normalnya, cairan LCS bening dan tidak berwarna. Perubahan kecil pada
warna dapat diamati dengan membandingkan tabung tes dengan air pada bidang
berlatar putih dengan pencahayaan (lebih baik dengan pencahayaan matahari
daripada iluminasi floresen), atau dengan mengamati tabung tersebut dari arah
atas (pemeriksaan dengan tabung mikrohematoktrit jarang dilakukan). Adanya
eritrosit dalam LCS memberikan gambaran yang tidak jelas, setidaknya harus ada

13

200 eritrosit per millimeter kubik (mm3) untuk bisa mendeteksi perubahan warna.
Jumlah eritrosit 1000-6000/mm3 akan memberikan warna sedikit merah muda
atau merah, dan tergantung pada jumlah eritrositnya, dan dengan sentrifugasi akan
didapatkan endapan eritrosit. Leukosit dengan jumlah ratusan dalam LCS
(pleositosis) dapat menyebabkan cairan LCS menjadi berwarna agak keruh.
Pada proses LP yang berdarah, dimana darah dari pleksus vena epidural
bercampur dengan cairan LCS, akan meragukan dalam menegakkan diagnosis,
karena jika tidak hati-hati bisa salah interpretasi dengan SAH subklinis. Untuk
membedakannya, diambil dua sampai tiga sampel secara serial pada waktu yang
sama. Pada keadaan LP yang berdarah, akan terdapat penurunan jumlah eritrosit
pada sampel kedua dan ketiga. Biasanya pada LP yang berdarah, tekanan LCS
biasanya normal dan jika jumlah darah yang bercampur cukup banyak maka akan
terbentuk bekuan dan benang fibrin. Hal ini tidak akan tampak pada campuran
darah yang berasal dari SAH subklinis, dimana darah sudah bercampur dengan
LCS secara merata dan mengalami defibrinasi. Pada SAH, eritrosit akan
mengalami hemolisis dalam beberapa jam sehingga memberikan warna merah
muda (eritrokromia) pada cairan supernatan, kemudian dalam beberapa hari akan
berubah warna menjadi kuning kecoklatan (xantokorm). LP yang berdarah akan
memberikan warna bening jika disentifugasi dan hanya jika jumlah eritrosit lebih
dari

100.000/mm3

yang

akan

memberikan

warna

xantokorm

apabila

disentrifugasi, hal ini terjadi karena terdapat kontaminasi dari bilirubin serum dan
lipokrom.
Perubahan warna cairan LCS pada SAH disebabkan oleh oksihemoglobin,
bilirubin dan methemoglobin. Dalam bentuk yang murni, pigmen ini berwarna
merah, kuning muda, dan coklat. Oksihemoglobin mulai tampak beberapa jam
setelah onset dan mencapai jumlah maksimal dalam 36 jam, kemudian berkurang
setelah 7 sampai 9 hari. Bilirubin mulai tampak setelah 2-3 hari dan meningkat
sesuai dengan penurunan jumlah oksihemoglobin. Methemoglobin terbentuk
apabila eritrosit mengalami lokulasi atau enkistik dan terpisah dari aliran LCS.
Teknik spektrofotometri dapat membedakan berbagai bentuk gangguan produksi
hemoglobin dan kemudian memperkirakan waktu perdarahan rata-rata.

14

Tidak semua LCS yang xantokrom disebabkan oleh hemolisis eritrosit.


Pada ikterus yang berat, bilirubin I dan II menyebar masuk ke dalam LCS. Jumlah
bilirubin dalam cairan LCS berkisar antara 1/10 sampai 1/100 dari kadar dalam
serum. Peningkatan kadar protein dalam LCS menyebabkan warna sedikit opak
dan xantokromia, serta peningkatan atau penurunan proporsi albumin-fraksi
bilirubin. Perubahan warna LCS hanya dapat diamati secara makroskopik jika
kadarnya lebih dari 150 mg/100 mL. Hiperkarotenemia dan hemoglobinemia
(melalui gangguan produksi hemoglobin, khususnya oksihemoglobin) juga
menyebabkan warna kuning pada cairan LCS, seiring pembekuan darah dalam
ruang subdural atau epidural otak maupun medulla spinalis. Mioglobin tidak
ditemukan dalam LCS karena ambang klirens renal yang rendah untuk pigmen ini
sehingga memungkinkan terjadinya ekskresi yang cepat dari dalam darah.
Selularitas
Dalam bulan-bulan pertama kehidupan, cairan LCS mengandung

sel

monosit dalam jumlah kecil. Setelah itu dalam keadaan normal cairan LCS hampir
aselular ( sel limfosit dan mononuklear lainnya < 5/mm3). Peningkatan jumlah
leukosit biasanya merupakan reaksi terhadap bakteria dan agen infeksius lainnya,
darah, substansi kimia dan inflamasi imunologis, neoplasma, atau vaskulitis.
Jumlah leukosit dapat dihitung dengan menggunakan kamar hitung biasa, namun
untuk identifikasi harus menggunakan sentrifugasi cairan dan sedimentasi dengan
pewarnaan Wright atau penggunaan filter Millipore, fiksasi dan pewarnaan.
Melalui hal tersebut dapat diketahui jumlah

netrofil

dan eusinofil (yang

kemudian akan menjadi jelas pada penyakit Hodgkin, beberapa infeksi parasit dan
emboli kolesterol), limfosit, sel plasma, sel mononuclear, sel arachnoid, makrofag
dan sel tumor. Bakteri, jamur dan fragmen ecinococcus dan sistiserkosis dapat
terlihat dengan pewarnaan sel atau sediaan dengan preparat gram. Preparat Tinta
india berguna untuk membedakan limfosit dengan kriptokokus dan candida.
Kuman basil tahan asam juga dapat ditemukan dalam sampel dengan pewarnaan
yang tepat. Monograf Dufresne dan Hartog-jager serta artikel Bigner merupakan
metode sitologi lama namun masih merupakan pemeriksaan pilihan dalam sitologi
LCS. Pemeriksaan imunologi khusus dan teknik imunostaining juga dapat

15

digunakan sebagai marker sel limfoma, protein asam fibril glial, elemen selular
khusus dan antigen.
Protein
Bertolak belakang dengan jumlah protein yang tinggi dalam darah (5.5008000 mg/dL), pada orang dewasa jumlahnya dalam LCS berkisar 45-50mg/dL
atau kurang. Kadar protein pada sisterna basal 10-25mg/dL dan pada ventrikel 515 mg/dL. Hal ini menggambarkan bahwa protein LCS memang berasal dari
cairan plasma melalui sawar darah otak. LCS berasal dari ultrafiltrasi darah di
pleksus khoroideus pada ventrikel lateral dan ventrikel IV yang analog dengan
filtrasi urin di glomerulus. Jumlah protein dalam LCS sebanding dengan lamanya
kontak dengan sawar darah otak. Setelah memasuki ventrikel jumlah protein
biasanya menurun. Makin ke arah kaudal di daerah sisterna, kadar protein makin
tinggi dan kadar protein

tertinggi terdapat pada daerah lumbal. Pada anak,

konsenterasi protein LCS rata-rata lebih rendah pada setiap level (<20mg/dL pada
daerah lumbal). Peningkatan jumlah yang melebihi normal mengindikasikan suatu
proses patologis pada daerah sekitar ependim dan meningen, otak, medulla
spinalis ataupun serabut syaraf, meskipun penyebab peningkatan sedikit kadar
protein (dalam kisaran 75mg/dL) kadang-kadang membingungkan.
Pada perdarahan ruang ventrikel dan subarachnoid, tidak hanya terjadi
perembesan eritrosit tapi juga protein serum. Jika

konsentrasi protein serum

normal, peningkatan konsentrasi protein LCS kira-kira 1mg per 1.000 eritrosit
dimana tabung LCS yang sama dapat digunakan untuk menghitung jumlah sel dan
kadar protein. (hal yang sama juga berlaku pada LP berdarah). Pada SAH kadar
protein bisa meningkat beberapa kali lipat karena efek iritasi dari eritrosit yang
mengalami hemodialisis pada leptomeningen.
Kadar protein dalam LCS pada meningitis bakterialis dimana perfusi
koroid dan meningeal, sering meningkat mencapai 500mg/dL atau lebih. Infeksi
virus menyebabkan peningkatan padar protein yang lebih sedikit, terutama reaksi
dari limfosit, biasanya 50-100mg/dL tapi kadang-kadang dapat mencapai
200mg/dL sedangkan pada beberapa kasus meningitis virus kadar proteinnya bisa

16

normal. Tumor paraventrikel sering menyebabkan peningkatan protein sampai


100mg/dL. Nilai protein yang meningkat sampai 500mg/dL ditemukan pada
keadaan khusus seperti pada sindroma gillain barre dan polineuropati
demielinisasi kronik. Pada blok aliran LCS didapatkan jumlah LCS yang
meningkat sampai 1000mg/dL atau lebih, perubahan warna kuning gelap dan
timbulnya pembekuan darah terjadi

karena adanya fibrinogen yang dikenal

dengan froin syndrome. Blok parsial LCS akibat ruptur medula spinalis atau
tumor biasanya dapat menyebabkan peningkatan kadar protein menjadi 100200mg/dL. Jumlah protein LCS yang rendah didapatkan pada meningismus (pada
suatu keadaan demam dengan tanda rangsang meningeal tapi LCS normal),
hipertiroid, atau kondisi penurunan tekanan LCS.
Melalui teknik elektroforesis dan imunokimia memperlihatkan adanya
sebagian besar protein serum dengan berat molekul yang kurang dari 150.000200.000. Fraksi protein LCS yang telah diidentifikasi dengan teknik elektroforesis
biasanya terdiri dari prealbumin, albumin, alpha1, alpha2, beta1, beta2 dan
gammaglobulin. Imunoglobulin utama yang terdapat dalam LCS adalah IgG. Pada
tabel 2-2 dapat kita lihat kadar kuantitatif dari berbagai fraksi LCS. Dengan
metode imunoelektroforesis juga dapat diidentifikasi adanya glikoprotein,
seruloplasmin, hemopeksin, beta-amiloid dan protein tau. Molekul-molekul besar
seperti fibrinogen, IgM dan lipoprotein.
Ada beberapa perbedaan lainnya yang bisa diamati antara fraksi protein
LCS dan plasma. LCS selalu mengandung fraksi prealbumin sedangkan plasma
tidak. Walaupun LCS berasal dari plasma, namun karena suatu penyebab yang
belum dapat dijelaskan, fraksi ini justru terkonsentrasi dalam cairan LCS dan
kadarnya lebih tinggi di ventrikel dibandingkan lumbal. Selain itu, fraksi Tau
(beta2-transferin) hanya terdapat pada cairan LCS dengan konsentrasi yang lebih
tinggi juga pada ventrikel. Konsentrasi protein Tau dibandingkan dengan betaamiloid telah diketahui dapat digunakan dalam diagnosis alzheimer. Konsentrasi
gamaglobulin dalam LCS adalah 70% dari konsentrasi serum.
Sekarang ini diketahui , hanya sedikit protein yang dihubungkan dengan
penyakit sistem saraf. Yang terpenting adalah IgG, yang jumlahnya dapat

17

mencapai 12% dari jumlah protein total dalam LCS pada penyakit seperti
sklerosis

multipel,

neurosifilis,

panensefalitis

sklerosing

subakut,

meningoensefalitis virus kronik lainnya. IgG serum tidak ikut meningkat pada
kondisi ini yang berarti bahwa immunoglobulin ini secara alami berasal dari
sistem saraf. Bagaimanapun, peningkatan gamaglobulin serumseperti pada
sirrosis, sarkoidosis, miksedem dan multiple myelomaakan diikuti dengan
peningkatan konsentrasi globulin dalam LCS. Karena itu terjadi penigkatan
gamaglobulin LCS, maka perlu juga untuk mengamati pola elektroforesis protein
serum. Perubahan. kualitatif dari pola imunoglobulin LCS yang dapat diamati
secara elektroforesis, yang menampilkan masing-masing immunoglobulin akan
didiskusikan pada bab 36.
Fraksi albumin LCS meningkat secara umum pada penyakit susunan saraf
pusat dan gangguan medulla spinalis yang mengakibatkan peningkatan
permeabilitas sawar darah otak, namun tidak ada korelasi klinis yang jelas.
Enzim-enzim tertentu yang terdapat dalam otak, terutama kreatinin kinase (CKBB), enolase dan neopterin, dapat ditemukan di LCS pada keadaan pasca stroke,
hipoksia iskemik global, trauma dan sudah menjadi penanda kerusakan otak pada
studi eksperimental. Marker spesifik lain seperti protein 14-3-3 yang berguna
dalam diagnostik penyakit Prion, mungkin berguna dalam keadaan khusus
lainnya.
Glukosa
Konsentrasi glukosa LCS normal adalah 45-80 mg/dL, kira-kira dua
pertiga dari konsentrasi serum (0,6-0,7). Peningkatan konsentrasi di serum pararel
dengan konsentrasi di LCS, namun pada kasus hiperglikemia hal ini justru
berbanding terbalik dengan konsentrasinya pada LCS (0,5-0,6). Pada kadar
glukosa serum yang sangat rendah, kadar dalam LCS justru meningkat mencapai
85%. Secara umum kadar glukosa yang menurun di bawah 35 mg/dL. Setelah
injeksi glukosa intravena, konsentrasinya dengan LCS baru seimbang setelah 2
sampai 4 jam, hal serupa juga terjadi dalam penurunan kadar glukosa darah.
Dikarenakan oleh alasan ini, maka sebaiknya dilakukan secara serentak
pemeriksaan kadar glukosa LCS dan darah pada saat puasa, atau diambil sampel
serum beberapa jam sebelum dilakukan LP. Jumlah glukosa yang rendah
18

(hipoglikorasia) dengan munculnya pleositosis biasanya menandakan meningitis


piogenik, tuberkulosis atau jamur, meskipun juga terdapat pada infiltrasi tumor
yan g luas ke meningen dan sarkoidosis serta SAH (biasanya terjadi pada minggu
pertama).
Peningkatan jumlah laktat pada meningitis purulenta menandakan suatu
proses glikolisis anaerob. Sudah sejak lama diketahui bahwa meningitis bakteri
menurunkan kadar glukosa LCS karena proses metabolisme aktifnya, namun
kadar glukosa yang masih subnormal setelah 1-2 minggu terapi dianjurkan untuk
operasi. Secara teori, kondisi penurunan kadar glukosa dalam LCS juga dapat
disebabkan oleh gangguan entry glukosa ke LCS karena rusaknya sistem transfer
membran. Di sisi lain, meningitis virus tidak menurunkan kadar glukosa LCS
meskipun kadar glukosa yang rendah juga dilaporkan pada beberapa kasus
meningoencepalitis mumps dan herpes simplek serta herpes zoster.
Tes serologis dan virologis
Pemeriksaan antigen permukaan criptokokus merupakan suatu hal yang
rutin jika infeksi ini dicurigai. Hasil positif palsu bisa terjadi pada peningkatan
titer faktor rheumatoid atau antibody antitreponema, namun di sisi lain
pemeriksaan ini memiliki nilai diagnostik lebih tinggi dari pada pemeriksaan
dengan tinta india. Tes darah antibodi nontreponema-VDRL dan RPR-juga dapat
diperiksa pada LCS. Hasil positif terdapat pada neurosifilis, tapi nilai positif palsu
juga dapat terjadi pada penyakit kolagen, malaria, frambusia dan kontaminasi
LCS dengan darah yang seropositif. Tes yang dilakukan tergantung dari antigen
mana yang digunakan, termasuk tes imobilisasi treponema palidum dan tes
antibodi floresen treponema lebih spesifik untuk menyingkirkan nilai positif
palsu. Pemeriksaan dan diagnosis neurosifilis akan didiskusikan pada bab 32. Tes
serologis spirokaeta dilakukan pada keadaan yang diduga disebabkan oleh agen
ini.
Tes serologis untuk virus akan memakan waktu, namun tes ini berguna
dalam menentukan secara restrofektif sumber meningitis atau encepalitis. Rapid
tes yang menggunakan PCR mulai digunakan secara luas terutama untuk herpes

19

dan sitomegalovirus. Tes ini sangat berguna dalam minggu-minggu pertama


infeksi dimana virus mulai bereproduksi dan material virus mulai menyebar,
namun setelah 1 minggu pemeriksaan secara serologis lebih bermanfaat. Rapid tes
dengan menggunakan PCR juga berguna dalam mendiagnosa tuberkel secara
cepat dan diikuti dengan kultur yang memakan waktu beberapa minggu. Tes ini
juga dapat digunakan dalam mendeteksi protein prion pada LCS pada
encepalopati spongiform namun hasilnya kadang-kadang membingungkan.
Perubahan konsentrasi dan komponen lain
Osmolalitas LCS r ata-rata 295 mOsm/L sama dengan osmolalitas plasma.
Osmolalitas plasma meningkat jika diberikan larutan hipertonik seperti manitol
atau urea dalam beberapa jam. Hiperosmoloritas menyebabkan dehidrasi otak dan
penurunan volume LCS.
Penyakit-penyakit neurologis tidak akan meningkatkan konsentrasi dari
elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium dan magnesium. Konsentrasi klorida
yang rendah bisa terdapat pada meningitis bakteri namun tidak spesifik dan
sedikit meningkat pada peningkatan kadar protein LCS.
Keseimbangan asam basa pada LCS berhubungan dengan asidosis dan
alkalosis metabolic namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Nilai PH normal
LCS kira-kira 7.31, sedikit lebih rendah dari PH darah arteri yang bernilai 7.41.
Nilai Pco2 LCS kira-kira 45-49mmHg, sedikit lebih tinggi

dari PH darah

arteri(40mmHg). Kadar bikarbonat arterial dan LCS relatif sama. Nilai PH LCS
relatif stabil walaupun sudah terjadi alkalosis atau asidosis metabolik berat.
Perubahan asam basa pada LCS tidak dapat menggambarkan kondisi otak dan
tidak spesifik sebagai indikator perubahan sistemik.
Kadar ammonia pada LCS sepertiga sampai setengah dari jumlahnya
dalam

darah. Amonia

biasanya

meningkat

pada

encepalopati

hepatik,

hiperamonemia kongenital dan sindroma rey, dimana konsentrasinya meningkat


seiring dengan beratnya encepalopati. Kandungan asam urat LCS adalah 5% dari
serum dan dapat meningkat pada gout, uremia dan meningitis dan menurun pada
penyakit Wilson. Konsentrasi urea sedikit rendah dibandingkan serum; pada

20

keadaan uremia, terjadi peningkatan yang lebih lambat dibandingkan plasma.


Injeksi urea meningkatkan kadar urea darah dalam waktu cepat, namun proses ini
berlangsung lebih lambat pada LCS,mengakibatkan suatu dehidrasi osmotik yang
berakibat pada jaringan SSP dan LCS. Sebanyak 24 jenis asam amino sudah
diisolasi dari LCS. Konsentrasi asam amino LCS sepertiga dari jumlahnya dalam
plasma. Peningkatan kadar glutamin didapatkan pada koma hepatik dan sindroma
reye, sementara penilalanin, histidin, valin, leusin, isoleusin, tirosin, dan
homosistein meningkat pada aminoasiduria.
Sejumlah enzim dapat meningkat pada beberapa kasus dan biasanya terkait
dengan meningkatnya kadar protein LCS. Tidak ada satupun peningkatan enzim
yang dapat menjadi indikator spesifik penyakit neurologis, kecuali laktat
dehidrogenase, khususnya isoenzim 4 dan 5 yang dihasilkan dari sel granulosit.
Enzim ini meningkat pada meningitis bakteri namun tidak pada meningitis virus
dan aseptik. Laktat dehidrogenase juga meningkat pada metastase meningeal dan
begitu juga antigen kranioembrionik, namun antigen kranioembrionik tidak
meningkat pada meningitis bakteri, virus dan fungi. Profil lipid LCS sukar untuk
dihitung dan jumlahnya dalam LCS sedikit.
Katabolit dari katekolamin LCS dapat ditentukan. Homovanilic acid
(HVA), katabolit mayor dari katekolamin, dan 5-hydroxyindoleacetic acid (5HIAA), katabolit mayor dari serotonin terdapat secara normal pada LCS dengan
kadar 5-6 kali lebih tinggi dilumbal dibanding ventrikel. Jumlah katabolit ini
menurun pada penderita Parkinson.

21

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

22

Lumbal pungsi adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan


memasukan jarum kedalam ruang subarakhnoid. Lumbal pungsi dapat
digunakan sebagai alat diagnostik serta sebagai terapi. Pengambilan lumbal
pungsi pada dewasa dilakukan pada L4-L5 atau L5-S1 dengan posisi lateral
recumbent dan posisi knee chest. Setelah didapatkan cairan serebrospinal
akan dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain : (1) jumlah dan jenis sel
serta jenis kuman (2) kadar protein dan glukosa (3) sitologi sel tumor (4)
kadar gamaglobulin, fraksi protein lainnya, keberadaan pita oligoklonal dan
tes serologis (5) pigmen laktat, ammonia, pH, CO2, enzim dan substansi yang
dihasilkan tumor (contohnya 2 mikroglobulin) dan (6) bakteri dan jamur
(melalui kultur), antigen kriptokokus dan organism lainnya, DNA virus
herpes, citomegalovirus dan kuman lainnya (menggunakan PCR) dan isolasi
virus. Komplikasi yang terjadi setelah pemeriksaan LP adalah Herniasi
tonsiler, meningitis dan empiema epidural atau sub dural, sakit pinggang,
Infeksi, serta kerusakan diskus intervertebralis.
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Arnold and Matthews. Lumbar puncsture and examination of cerebro

spinalis fluid in diagnosti test in neurology.1st ed. USA, 1991:3-37


Chusid JG. Corelatif neuroanatomy and functional neurology. 2nd ed. New

York:Lange Medical Publication, 1990: 391-397


Duus P. Meninges, Ventriceles and cerebro spinal fluid in topical diagnosis

in neurology.3rd ed. New York : Theime Verlay, 1983:334-347


Gilroy J. Infectious disease in basic neurology. 2nd ed. New York:
McGraw Hill,1991: 251-273
23

Guyton AC. The special fluid systems of the Body in textbook of medical

phsyilogy. Philadelphia : WB Sounders, 1981: 383-386.


Kandel ER. Principles of neural science. 2nd ed vol.1 New York : Elsevier,

1982: 651-658
Olson WH. Neurodiagnostic procedures in handbook of symptom-oriented

neurology. 2nd ed. USA : Mosby, 1989: 15-28


Ranson and Clark. The Anatomy of the nervous system, its development

and function. 10th ed. Philadelphia: WB Sounders, 1959, 71-77


Ravel R. Clinical laboratory medicine. 4th ed. Chicago: Year Book

Medical, 1984: 203-210


Scheld MW. Infection of the central nervous system. New York : Raven

Press, 1991:861-881
Sid Gilman MD. The cerebro spinal fluid in Manter and Gatz Essentials
of clinical neuroanatomy and neurophysiology. 8th ed. Philadelphia: Davis
Concussion, 1992:270-275

24

Anda mungkin juga menyukai