Anda di halaman 1dari 15

Metode Resistivitas, Dr.

Waluyo

METODE RESISTIVITAS
PENDAHULUAN

Resistivitas atau tahanan jenis suatu bahan adalah besaran/ parameter yang
menunjukkan tingkat hambatanya terhadap arus listrik. Bahan yang mempunyai
resistivitas makin besar, berarti makin sukar untuk dilalui arus listrik. Biasanya tahanan
jenis diberi simbol . Tahanan jenis adalah kebalikan dari daya hantar jenis yang diberi
simbul .
Jadi, = 1/ . Satuan adalah ohm meter ( m).

Metode Resistivitas adalah metode geofisika untuk menyelidiki struktur bawah


permukaan berdasar perbedaan resistivitas batuan

Resistivitas batuan bervariasi menurut jenis batuan, porositas, dan kandungan fluida
(minyak, air, gas).
Jenis batuan

Resistivitas

Granite (batuan beku)

3x102 - 1x106 ohm meter

Andesite (batuan beku)

1.7x102(dry) - 4.5x104(wet)

Slates (metamorf)

6x102 - 4x107

Marble (metamorf)

1x102 - 2.5x108

Limestone (sediment)

50 - 107

Sandstone (sediment)

1 - 6.4x108

Alluvium and sands(sediment)

10 - 800

Oil sands (sediment)

4 - 800

PENGUKURAN RESISTIVITAS

Pengukuran di laboratorium
Resistivitas atau tahanan jenis dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Ohm
I = A V / L, yang berlaku untuk arus listrik I yang melewati bahan berbentuk
silinder dengan luas penampang A dan panjang L dan diberi beda tegangan V
antara ujung-ujungnya.

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

I, V, A, dan L dapat diukur secara langsung dengan menggunakan amperemeter, volt


meter, jangka sorong, dan alat pengukur panjang.

Pengukuran di Lapangan
Metode pengukuran
Resistivitas batuan (di lapangan) dapat diukur secara tidak langsung dengan
memasukkan (dan juga mengukurnya) arus listrik kedalam tanah melalui 2 titik
(elektroda) dipermukaan tanah dan mengukur beda potensial antara 2 titik yang lain
dipermukaan (Gambar 1).

Gambar 1. Susunan elektroda untuk pengukuran


resistivitas di lapangan
Elektroda A dan B disebut elektroda arus (current electrode), sedangkan elektroda M
dan N disebut elektroda tegangan (potential electrode).
Konfigurasi Elektroda
Untuk tujuan tertentu, elektroda-elektroda arus dan tegangan dipasang menurut
konfigurasi tertentu. Konfigurasi yang paling umum adalah:

Konfigurasi Wenner
Jarak AM, MN, NB adalah sama dan biasanya dinamakan a.

Konfigurasi Schlumberger
Jarak AO = BO = s , MO = NO = b , Eksentrisitas b/s < 1/3.
Titik O adalah pusat konfigurasi

Konfigurasi dipol-dipol
Jarak AB = MN = a, BM = na

> SOUNDING DAN TRAVERSING

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

Sounding adalah penyelidikan perubahan resistivitas

bawah permukaan kearah

vertikal. Caranya: Pada titik ukur yang tetap, jarak elektroda arus dan tegangan diubah
/ divariasi. Konfigurasi elektroda yang biasanya dipakai adalah konfigurasi
Schlumberger.

Traversing atau mapping adalah penyelidikan perubahan resistivitas bawah


permukaan kearah lateral (horisontal). Caranya: dengan jarak elektroda arus dan
tegangan tetap, titik ukur dipindah / digeser secara horisontal. Konfigurasi elektroda
yang biasa dipakai adalah konfigurasi Wenner atau dipol-dipol.

TEORI DASAR

Hukum dasar : Hukum Ohm


> Untuk arus listrik sederhana (sejajar)
Arus listrik

yang melalui suatu bahan berbentuk silinder (gambar 2 akan

berbanding langsung dengan luas penampang A, berbanding langsung dengan beda


potensial antara ujungujungnya V, dan berbanding terbalik dengan panjangnya L.

A
V1

V2

I = A V / L

V = V1 - V2

L
Gambar 2. Arus listrik merata dan sejajar dalam sebuah
silinder oleh beda potensial antara kedua ujungnya
Dengan demikian dapat ditulis relasi I = A V / L , dengan adalah daya hantar
jenis bahan yang bersangkutan. Kalau yang dipergunakan bukan daya hantar jenis,
tetapi tahanan jenis bahan , maka rumus diatas menjadi
I = A V / L ,
(1)
dengan = 1 /
> Untuk arus listrik menyebar (simetri bola)

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

Arus listrik yang menembus permukaan bola berongga yang luasnya A, tebalnya
dr, dan beda potensial dV antara bagian luar dan dalam adalah:
I

A dV
dr

(2)

Karena luas permukaan bola A = 4 r2, maka relasi itu menjadi:


I

4 r 2 d V

dr

(3)
Tanda negatip menunjukkan bahwa arus mengalir dari tempat berpotensial tinggi
ke rendah.

Potensial oleh elektroda arus tunggal di permukaan medium setengah tak


berhingga.

I
r dr

Untuk pola arus seperti


pada Gambar 3 akan
berlaku hukum Ohm:
I

A dV
dr

(4)

Gambar 3. Pola arus listrik yang dipancarkan


oleh elektroda arus tunggal di permukaan
medium setengah tak berhingga
Karena luas setengah bola A = 2 r2, maka arus I menjadi:
I

2 2 dV
r

dr

atau dV

I dr
,
2 r 2

(5)

sehingga potensial disuatu titik sejauh r dari pusat arus adalah:


V

dV

I
I
d
2
2
2 r

(6)

Potensial oleh elektroda arus ganda di permukaan medium setengah tak


berhingga.

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

r
r

Gambar 4. Arus listrik dilewatkan pada elektroda arus


A dan B. Elektroda M dan N
adalah elektroda potensial
(beda potensialnya akan diukur/ditentukan)

Karena potensial adalah besaran skalar, maka potensial disebarang titik oleh
elektroda arus ganda akan merupakan jumlahan potensial oleh 2 elektroda arus
tunggal.
Oleh karena itu, dengan menggunakan persamaan (6), potensial di titik M oleh arus
yang melewati elektroda A dan B (Gambar 4) adalah:
VM

I
2

1
1

r2
r1

(7)

Tanda negatif pada persamaan (7) disebabkan oleh arus yang harus berlawanan pada
elektroda arus ganda.
Potensial di titik N adalah:
VN

1
1

r4
r3

I
2

(8)
Dengan demikian beda potensial antara titik M dan N adalah:
V V M VN

I
2

1
1


r2
r1

1
1


r4

r3

(9)
Untuk konfigurasi Wenner, r1 = r4 = a dan r2 = r3 = 2a, maka persamaan (9) menjadi:
V

I 1
1
1
I
1



2 a
2a
2
a
a
2
a

(10)
sehingga:

2 a

(11)

Untuk konfigurasi Schlumberger, r1 = s b, r2 = s + b, r3 = s + b, dan r4 = s b,


persamaan (9) menjadi:

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

I 1
1
1
I 4b
1




2 s b s b
2 s 2 b 2
s b s b

(12)
Bila b a (eksentrisitasnya kecil), maka persamaan (12) dapat dituliskan sebagai:
V

sehingga:

2I b
s2

(13)

s 2 V

2b

(14)

Persamaan (11) dan (14) memberikan hubungan antara dengan (V I). Faktor
yang menghubungkan antara keduanya mempunyai harga yang hanya tergantung dari
konfigurasi atau geometri dari elektroda-elektroda arus dan tegangan. Oleh karena itu
faktor tersebut disebut faktor geometri.
Faktor geometri untuk konfigurasi Wenner adalah:

K 2 a

Faktor geometri untuk konfigurasi Schlumberger adalah:

s2
2b

Persamaan (11) dan (14) diturunkan berdasar hukum Ohm pada medium homogen
setengah tak berhingga yang secara fisis tidak ada asumsi lain yang berlaku. Dengan
demikian pengukuran dengan konfigurasi elektroda apapun (pada medium setengah
) harus memberikan harga resistivitas yang sama, yaitu resistivitas medium yang
sebenarnya (true resistivity).

RESISTIVITAS SEMU
Dalam eksplorasi geolistrik, untuk mengukur resistivitas di lapangan digunakan
persamaan (11) atau (14), yang diturunkan dari arus listrik pada medium homogen
setengah tak berhingga. Karena jarak elektroda jauh lebih kecil dari pada jejari bumi,
maka bumi dapat dianggap sebagai medium setengah tak berhingga. Akan tetapi
karena sifat bumi yang pada umumnya berlapis (terutama di dekat permukaan)
perandaian bahwa mediumnya adalah homogen tidak dipenuhi.
Oleh karena itu resistivitas yang diperoleh dengan menggunakan persamaan (11)

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

atau (14) bukan merupakan resistivitas yang sebenarnya. Biasanya resistivitas yang terukur
tersebut dikenal sebagai resistivitas semu atau apparent resistivity, yang biasa dituliskan
dengan simbol a .
Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi akan berbeda walaupun
jarak antar elektrodanya sama, maka akan dikenal aw yaitu resistivitas semu untuk
konfigurasi Wenner dan as yaitu resistivitas semu untuk konfigurasi Schlumberger. Pada
umumnya as aw .
Untuk medium berlapis, harga resistivitas semu ini akan merupakan fungsi jarak
bentangan (jarak antar elektroda arus). Untuk jarak antar elektroda arus kecil akan
memberikan a yang harganya mendekati batuan di dekat permukaan. Sedang untuk
jarak bentangan yang besar, a yang diperoleh akan mewakili harga batuan yang lebih
dalam. Gambar 5 adalah contoh-contoh grafik resistivitas semu sebagai fungsi jarak antar
elektroda arus (bentangan).
a

a
a=

a)
a

c)

b)
AB 2

AB 2

d)

AB 2

AB 2

Gambar 5. Resistivitas semu sebagai fungsi bentangan: a) medium homogen


semi tak berhingga, b) medium 2 lapis (21), c) medium lapis
(21), dan d) medium 3 lapis (21, 32)

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

PROSEDUR LAPANGAN
Prosedur pengukuran di lapangan tidak jauh berbeda dengan cara pengukuran
dilapangan yang telah dibahas di bagian depan modul ini. Akan tetapi khusus untuk
pengukuran sounding dengan konfigurasi Schlumberger diperlukan prosedur khusus
agar supaya data yang diperoleh lebih baik dan mudah diinterpretasi.
Prosedur sounding dengan konfigurasi Schlumberger tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Tempatkan

elektroda-elektroda

arus

dan

tegangan

dengan

konfigurasi

Schlumberger pada bentangan terpendek yang direncanakan (eksentrisitas bs


13). Catat kuat arus listrik dan beda potensial yang terukur. Hitung a dan plot
hasilnya (a sebagai fungsi jarak setengah bentangan AB2) pada kertas skala loglog.
2. Pindah elektroda arus (elektroda potensial tetap) pada jarak ke 2 yang telah
ditentukan. Catat I dan V yang terukur. Hitung dan plot a seperti pada point 1.
3. Lakukan langkah pada point2 (dapat berkali-kali) sampai pembacaan beda
potensialnya sukar (karena sangat kecil). Biasanya perpindahan elektroda arus
(elektroda potensial tetap) dapat ditetapkan sampai beberapa kali (4 atau 5 kali)
tergantung kemampuan alat ukurnya.
4. Pindahkan elektroda tegangan ke posisi ke 2 yang sudah ditetapkan dengan
elektroda arus tetap. Hitung dan plot a yang dihasilkan. Bila harga a tidak
meloncat terlalu jauh, maka maka hasil pengukuran kita cukup baik. Akan tetapi
kalau meloncat cukup jauh, maka hasil pengukuran kita tidak baik sehingga

perlu melakukan langkah lain, misalnya mengubah arah bentangan atau


berpindah tempat.
5. Kalau point 4 tidak ada masalah, maka lakukan langkah langkah 2 s/d 4 berkali-kali
sehingga jarak bentangan maksimum yang direncanakan

Catatan:

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

Loncatan harga a pada saat perpindahan elektroda potensial terjadi apabila ada ketidak
homoginan secara lateral terutama disekitar elektroda potensial. Oleh karena itu apabila
perpindahan elektroda arus selalu dibarengi dengan perpindahan elektroda potensial, data
yang dihasilkan akan mempunyai kemungkinan tidak smooth mengingat ketidak
homoginan secara lateral dekat permukaan hampir selalu ada (walaupun kecil). Ketidak
homoginan lateral yang cukup besar dapat terjadi bila arah strike perlapisan tanah berbeda
dengan arah bentangan.
Hal-hal lain yang perlu dihindari pada saat pengukuran di lapangan adalah: mengukur
dengan bentangan sejajar kabel listrik PLN atau pipa-pipa (baik dibawah maupun diatas
permukaan), mengukur pada saat hujan, dan sebagainya

PENGOLAHAN DATA RESISTIVITAS


Mapping
Data resistivitas yang diperoleh di lapangan diplot di dalam peta sesuai dengan
tempat pengukurannya. Berdasar data yang diplot di peta tersebut dibuat kontur yang
menghubungkan harga resistivitas yang sama (isoapparent resistivity). Interpretasi
dilakukan secara langsung dari pola kontur resistivitas yang ada.
Sounding
Ada dua cara untuk mengolah data sounding, yaitu dengan teknik curva
matching dan dengan teknik inversi (menggunakan program komputer)

Curva Matching

Resistivitas semu untuk struktur berlapis (resistivitas dan ketebalan masing-masing


lapisan diketahui) dapat dihitung secara teoritis (penyelesaian problem maju), yaitu
dengan menyelesaikan persamaan Laplace untuk potensial listrik dalam koordinat
silinder dan pertimbangan syarat-syarat batas (penyelesaianya cukup panjang dan sukar
karena melibatkan fungsi Bessel dan syarat-syarat batas).
Oleh karena itu interpretasi dapat dilakukan dengan teknik curve matching,
yaitu dengan jalan mencocokkan kurva resistivitas semu yang diperoleh pada
pengukuran di lapangan dengan kurva resistivitas semu yang dihitung secara teoritis.

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

Walaupun tampaknya cukup sederhana, tapi pada prakteknya tidaklah


demikian. Ini disebabkan karena struktur berlapis dapat mempunyai resistivitas dan
ketebalan lapisan yang sangat banyak variasinya. Dengan demikian kita akan
memerlukan kurva resistivitas semu teoritis (biasanya disebut sebagai kurva
standard/baku) struktur berlapis, yang variasinya sangat banyak. Kendala selanjutnya
adalah dalam memilih kurva baku yang paling cocok dengan kurva resistivitas yang
diperoleh di lapangan yang kadang-kadang memerlukan waktu yang sangat lama,
karena variasi kurva baku yang sedemikian banyaknya.
Teknik curve matching yang paling praktis adalah yang hanya menggunakan
kurva baku struktur medium 2 lapis yang terdiri dari

2 kurva baku. Ini dapat

dilakukan mengingat struktur banyak lapis dapat dianggap sebagai struktur 2 lapis,
yang setiap lapisannya dapat diwakili oleh satu atau kombinasi banyak lapis. Teknik
kurva matching menggunakan kurva baku medium 2 lapis ini memerlukan 4 kurva
Bantu yang menghubungkan lengkung kurve resistivitas semu banyak lapis dengan
dua lapis. Contoh detail pelaksanaan teknik curve matching dapat dilihat pada
lampiran 1.

Inversi
Harga resistivitas dan ketebalan lapisan dapat ditentukan dari resistivitas semu

yang diperoleh di lapangan dengan menggunakan teknik inversi (penyelesaian problem


mundur atau reversed problem). Dalam teknik inversi ini, pekerjaan dimulai dengan
membuat model perlapisan awal yang kira-kira sesuai dengan data lapangan.
Kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan harga resistivitas semu teoritis
berdasar model perlapisan awal tersebut diatas (penyelesaian problem maju / forward
problem solution, seperti yang telah disinggung pada teknik kurve matching). Setelah
itu dilakukan pencocokan antara kurva resistivitas semu terhitung dengan kurva
resistivitas lapangan.
Kalau kedua kurva tersebut belum cocok (berdasar criteria tertentu), model
awal diubah dan semua langkah terdahulu dilakukan lagi (iterasi), sehingga akhirnya
kurva resistivitas teoritis sama dengan kurva resistivitas lapangan, dan model yang
terakhir itulah hasil penyelesaian problem inversi tersebut diatas.

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

Di sini akan diperkenalkan pengolahan data sounding dengan teknik inversi


menggunakan program yang dinamakan Resix. Langkah-langkah penggunaan
program tersebut dapat dibaca pada Lampiran 2.

KONFIGURASI ELEKTRODA DAN FAKTOR GEOMETRINYA


Konfigurasi elektroda yang banyak dipakai dapat dilihat pada gambar 5.
KONFIGURASI WENNER
A

KONFIGURASI SCHLUMBERGER
A

KONFIGURASI DIPOLEDIPOLE
A

na

KONFIGURASI POLEDIPOLE
A

na

Gambar 6. Konfigurasi electrode (diteruskan di halaman berikutnya)


KONFIGURASI POLEPOLE

a
Gambar 6. Konfigurasi elektroda yang umum dipakai

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

Faktor geometri masing masing konfigurasi


Konfigurasi Wenner

: K 2 a

Konfigurasi Schlumberger

: K

(s 2 b2 )

atau K

Konfigurasi dipole-dipole

2b
K

n
(
n
1) ( n 2) a
:

Konfigurasi pole-dipole

: K 2 n (n 1) a

Konfigurasi pole-pole

: K 2 a

s2
2b

(bila s b)

TAMBAHAN
1. Metode Mise-a-la-Masse
Metode Mise-a-la-Masse adalah variasi sistem elektroda 3 titik (pole-dipole
configuration). Metode ini biasanya digunakan untuk memetakan penyebaran batuan yang
bersifat conduktif dibandingkan dengan batuan disekitarnya (misalnya deposit sulfida
logam). Metode ini ternyata sangat handal untuk mencari aliran sungai bawah tanah dan
memetakan batuan konduktif di lapangan panas bumi (batuan menjadi konduktif karena
alterasi geothermal).
Pada prakteknya metode mise-a-la-masse adalah sangat sederhana, yaitu cukup
dengan memetakan beda potensial yang terukur pada elektroda potensial, yang satu
diam/tetap dan yang lain berpindah-pindah. Elektroda arus keduanya diam/tetap, yang satu
ditancapkan pada medium yang konduktif (di batuan yang muncul di permukaan untuk
eksplorasi deposit, di casing untuk geothermal, dan di outlet untuk sungai bawah tanah),
sedangkan yang lain di tak berhingga (pada prakteknya asal cukup jauh, misalnya lebih
besar dari 5 km). Elektrode potensial yang tetap biasanya ditancapkan pada medium yang
konduktif, berdekatan dengan electrode arus yang dekat (Gambar 7)

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

Gambar 7. Konfigurasi Mise-a-la-Masse: garis kontur dengan potensial sama (atas)


dan susunan elektroda, A dan M tetap, B di tak berhingga, dan N bergerak (bawah)

Secara teoritis beda potensial yang terukur pada badan deposit yang konduktif
akan sama dengan nol. Oleh karena itu dengan memetakan harga beda potensial dibanyak
titik diatas badan deposit yang konduktif, dapat diperoleh klosur-klosur yang mempunyai
harga beda potensial rendah, yang menunjukkan bahwa deposit muncul disitu atau
dangkal. Bila mediumnya homogen, maka akan diperoleh klosur-klosur berbentuk
lingkaran konsentris dengan electrode arus dekat sebagai pusatnya. Dalam menelusuri
sungai bawah tanah akan diperoleh klosur-klosur yang secara umum akan melingkari
elektroda arus dekat dan membelok bila lewat diatas aliran sungai bawah tanah.
2. Traversing sekaligus sounding
Travershing dan sounding biasanya dilakukan secara terpisah. Namun dengan
menggunakan konfigurasi dipol-dipol, dimungkinkan untuk melakukan traversing dan
sounding secara bersama-sama. Pasangan elektroda arus AB dan pasangan elektrode
potensial MN ( jarak AB = jarak MN) dipindahkan sbb: Mula-mula dengan pasangan
electrode arus AB yang tetap, pasangan elektroda potensial MN dipindahkan ke titik-titik

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

dengan interval yang sama (sudah direncanakan). Pada setiap titik perpindahan akan
diperoleh satu data pengukuran (resistivitas semu). Data ini adalah data resistivitas disuatu
titik pada kedalaman tertentu yang bila dibuat garis ke pusat AB dan MN akan membentuk
sudut 450 terhadap garis vertical (gambar 8). Setelah bentangan maksimum yang
direncanakan dicapai, pasangan electrode arus AB dipindahkan kekanan satu interval
jarak, pasangan electrode potensial ditempatkan di posisi semula (pertama), kemudian
digeser ke titik-titik disebelah kanannya. Demikian seterusnya sehingga diperoleh harga
resistivitas pada semua posisi dan kedalaman (sounding dan travershing), yang berupa
penampang lintang yang disebut pseudo-depth apparent resistivity

x=0
d

(x, d)

Gambar 8 Sayatan pseudo depth apparent resistivity

l=1

l=2

l-1
B

l
A

l=L
n+l n+l+1
M
N

Sumbu-x

n=1
n=2

n=N

a(l,n)
Gambar 8. Sayatan untuk pseudo depth apparent resistivit

Metode Resistivitas, Dr. Waluyo

Anda mungkin juga menyukai