Anda di halaman 1dari 55

MODUL GEOLISTRIK

KORPS ASISTEN LABORATORIUM


EKSPLORASI DAN HIDROLOGI
TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

1
BAB I
TEORI DASAR GEOLISTRIK
Tujuan:
1. Dapat menjelaskan apa definisi geolistrik
2. Dapat mengetahui secara umum prinsip geolistrik
I. Dasar Teori
Geolistrik merupakan salah satu metode Geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan
jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC yang
mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah
elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin
panjang jarak elektroda AB akan meyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan
lebih dalam. Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik
dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan menggunakan
multimeter yang terhubung melalui 2 buah “elektroda tegangan” M dan N yang jaraknya lebih
pendek dari jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka
tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis
batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar (Broto dan Afifah,
2008).
Arus listrik adalah gerak muatan negatif (elektroda) pada materi dalam proses mengatur
diri menuju ke arah kesetimbangan. Peristiwa ini terjadi bila materi mengalami gangguan
karena adanya medan listrik. Bila medan listrik arahnya selalu tetap menuju ke satu arah, maka
arus listrik yang mengalir akan tetap juga arahnya dan begitu juga dengan sebaliknya. Metode
geolistrik mengalirkan arus DC ke dalam bumi dan akan mencatat nilai dari potensial listrik
serta akan menghitung nilai dari hambatan jenis dari suatu batuan. Potensial listrik didefinisikan
sebagai energi potensial persatuan muatan.
Metode resistivitas memanfaatkan sebuah sifat alami arus listrik di dalam bumi berupa
titik arus di dalam bumi yang akan mengalirkan arus ke segala arah dan membentuk suatu
permukaan bola dengan titik yang memiliki besar arus yang sama disebut titik equipotensial.

Gambar 1.1 Penjalaran arus di dalam bumi

2
Besarnya arus listrik yang mengalir di bawah permukaan bumi akan berbanding terbalik
dengan luas permukaan. Hal ini dinyatakan dalm bentuk persamaan :

Dengan I adalah arus listrik, J adalah rapat arus dan A adalah luas permukaan. Sedangkan,
medan listrik adalah gradient dari potensial scalar, dinyatakan melalui persamaan dibawah ini :

Dengan demikian didapatkan persamaan :

Kita memiliki elektroda berdimensi kecil yang ditanam pada media isotropik homogen.
Hal ini sesuai dengan metode mise-d-la-masse dimana elektroda tunggal ditanam di bawah
tanah. Rangkaian arus mampu melalui elektroda yang lain pada permukaan, tetapi dalam jarak
yang cukup jauh pengaruhnya dapat diabaikan.

Dari sistem yang simetri, potensial akan menjadi fungsi dari r saja, di mana r adalah
jarak dari elektroda pertama. Dalam kondisi ini digunakan persamaan Laplace dalam
koordinat bola yang disederhanakan menjadi :

Equipotential yang selalu ortogonal terhadap garis aliran arus dengan permukaan bola dan
r = konstan. Pada penerapan metode resistivitas titik arus tersebut akan diletakan pada
permukaaan bumi seperti gambar di bawah ini

Gambar 1.2 Penjalaran arus di permukaan bumi

3
Jika elektroda titik yang memberikan I ampere terletak pada permukaan bermedium
isotropik homogen dan jika udara di atasnya memiliki konduktivitas nol, maka kita memiliki
satu kemungkinan atau tiga-titik sistem yang digunakan dalam rancangan resistivitas
permukaan.
Kemudian karena pada metode geolistrik digunakan 2 buah elektroda arus atau titik
arus maka penjalaran arus listrik di permukaan bumi terlihat seperti gambar

Gambar 1.3 Penjalaran 2 arus di dalam bumi

Selanjutnya arus dari kedua elektroda akan melakukan interferensi yang akan tercatat
oleh elektroda potensial di titik tersebut. potensial yang disebabkan C1 di PI adalah :

Karena arus pada kedua elektroda sama dan berlawanan arah dan potensial, karena C2 di
P1 adalah :

Maka bisa kita peroleh :

Akhirnya, dengan adanya sebuah elektroda potensial kedua di P2 kita bisa


mengukur perbedaan potensial antara P1 dan P2, yaitu :
Pengaturan semacam itu sesuai dengan empat elektroda yang tersebar, ini biasanya
digunakan dalam praktik lapangan metode resistivitas. Pada konfigurasi ini garis aliran arus
dan equipotentialnya terdistorsi oleh kedekatan elektroda arus kedua C2. Equipotentials dan
garis arus ortogonal diperoleh dengan memplot keterkaitannya (Telford, 1990).
Pengukuran menggunakan konfigurasi elektroda Wenner dan Schlumberger dilakukan
dengan memindahkan masing-masing elektroda sesuai dengan aturan konfigurasi yang
digunakan. Dari pengukuran dapat diperoleh nilai resistivitas semua dengan melakukan
perhitungan menggunakan persamaan:

dimana k adalah faktor geometri, untuk konfigurasi Wenner dihitung dengan persamaan:

sedangkan untuk faktor geometri konfigurasi Schlumberger dihitung dengan persamaan:

Pada konfigurasi elektroda Wenner, kedua elektroda arus diletakkan di luar elektroda
potensial. Jarak antar elektroda mempunyai jarak yang sama panjang sebesar a. Sedangkan pada
konfigurasi elektroda Schlumberger, kedua elektroda aru diletakkan di luar elektroda potensial.
Setengah jarak antara 2 elektroda arus sebesar L, sedangkan setengah jarak antara 2 elektroda
potensial l (Gokdi, 2012).

Pada konfigurasi dipole-dipole, kedua elektroda arus dan elektroda potensial terpisah dengan
jarak a. Sedangkan elektroda arus dan elektroda potensial bagian dalam terpisah sejauh na, dengan
n adalah bilangan bulat (Waluyo, 2005). Variasi n digunakan untuk mendapatkan berbagai
kedalaman tertentu, semakin besar n maka kedalaman yang diperoleh juga semakin besar.
Tingkat sensitivitas jangkauan pada konfig da urasi dipole-dipole dipengaruhi oleh besarnya a
dan variasi n . Skema konfigurasi dipole-dipole pat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 1.4 Konfigurasi dipole-dipole


Lalu untuk mencari faktor geometri pada konfigurasi elektroda dipole-dipole dapat
digunakan persamaan :

Metode resistivitas imaging juga biasa dikenal sebagai resistivitas mapping-sounding. Hal
ini terjadi karena pada metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas di bawah
permukaan bumi secara vertical maupun secara horizontal. Metode resistivitas imaging yang
terkenal adalah metode resistivitas konfigurasi Dipole-dipole, Wenner, Pole-dipole, dan Pole-
pole (Andriyani, 2010).
Datum point atau titik pengukuran di bawah permukaan lintasan pengukuran
merupakan titik tengah dari total spasi elektroda arus dan tegangan. Besarnya nilai datum
point dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:

Dimana :
D = Datum point
C1 = Jarak titik 0 dengan elektroda C1
P1 = Jarak titik 0 dengan elektroda P1

Gambar 1.5 Contoh Datum point untuk konfigurasi dipole-dipole


A. PENDUGAAN GEOLISTRIK.
Penyelidikan airtanah secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa metode,
salah satunya adalah penyilidikan geofisika.Untuk kepentingan airtanah sering digunakan
metode geolistrik, karena lebih mudah dan murah.Dengan geolistrik dapat diukur harga tahanan
jenis dari lapisan batuan lokasi tertentu. Secara umum cara kerja alat geolistrik ini dapat dilihat
pada gambar 1.6 dibawah.

Gambar 1.6. Cara kerja alat Geolistrik

Harga tahanan jenis batuan tergantung macam materialnya, densitas, porositas batuan,
kandungan air, sifat air dan suhu.Dengan demikian tidak ada kepastian harga tahanan jenis untuk
setiap batuan.Batuan beku dan batuan malihan mempunyai harga tahanan jenis berkisar antara
102 sampai dengan 108 Ohmmeter.Batuan endapan dan batuan malihan yang lepas mempunyai
harga tahanan jenis berkisar antara 1 sampai dengan 10 4 Ohmmeter.
Akuifer berupa material lepas mempunyai harga tahanan jenis yang berkurang apabila
makin besar kandungan air semakin besar kandungan garamnya (misalnya air asin). Mineral
lempung bersifat menghantarkan arus listrik sehingga tahanan jenisnya akan kecil.
Cara kerja metode geolistrik ini didasarkan pada sifat-sifat listrik dari batuan penyusun
kerak bumi.Alat ini sering digunakan untuk memetakan penyebaran akuifer. Alat untuk
pendugaan geolistrik lebih dikenal dengan nama resistivitymeter yang ditampilkan pada gambar
2.8. Dengan mengalirkan arus listrik ke bumi lewat elektroda yang dipasang dan dicatat pula
tegangan yang ditimbulkan oleh arus tersebut, maka dapat ditutup besaran tahanan jenis setiap
kedalaman yang diinginkan, maka jarak antar elektroda diubah, dimana semakin jauh jarak
antara elektroda maka semakain dalam tahanan jenis batuan yang didapat.
Metode pendugaan geolistrik pada lokasi tertentu akan menghasilkan penampang tahanan
jenis. Dari penampang tahanan jenis dapat ditarik kesimpulan mengenai lapisan batuan daerah
tersebut. Kemudian pendugaan geolistrik akan diinterpretasikan dalam dua tahap :
1. Menentukan penampang tahanan jenis
2. Interpretasi geologi.

Untuk tahap kedua ini diharapkan adanya perbandingan hasil interpretasi dengan peta
penampang hidrogeologi dari pemboran sebelumnya.

Gambar 1.7 Tampak atas dan samping dari alat resistivity meter

B. TAHANAN JENIS BATUAN


Tahanan jenis atau resistivitas, dapat ditentukan menggunakkan hukum Ohm:

1 A I A V2

L
Gambar 1.8 Arus listrik merata dan sejajar dalam sebuah silinder dengan beda potensial
antara kedua ujungnya. (Sumber, Waluyo, 1984 : 149)
Dimana:
ρ = Tahanan Jenis (Ohm-m)
V = Tegangan (Volt)
I = Arus listrik yang melewati bahan berbentuk silinder
A = Luas Penampang (m2)
L = Panjang (m)

Menurut (Telford et al., 1990) aliran arus listrik di dalam batuan dapat digolongkan
menjadi tiga macam besarnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan juga dipengaruhi oleh
jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan, yaitu :
1. Konduksi elektronik jika batuan mempunyai elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan
oleh elekron-elektron bebas.

2. Konduksi elektrolit terjadi jika batuan bersifat poros dan pori-pori terisi oleh cairan
elektrolit. Pada konduksi ini arus listrik dibawa oleh lektrolit.

3. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik yaitu
terjadi polarisasi saat bahan dialiri arus listrik.
Tabel 1.1.Harga tahanan jenis berbagai mineral, batuan maupun fluida.

Resistivitas Semu Resistivitas Semu


Material Bumi Material Bumi
(Ώ-m) (Ώ-m)
Logam Batuan sedimen
Tembaga 1,7 x 10-8 Batu Lempung 10 – 1 x 103
Emas 2,4 x 10-8 Batu Pasir 1 – 1 x 108
Perak 1,6 x 10-8 Batu Gamping 50 – 1 x 107
Grafit 1 x 10-3 Dolomit 100 – 1 x 104
Besi 1 x 10-7
Nikel 7,8 x 10-8 Sedimen Lepas
Timah 1,1 x 10-7 Pasir 1 – 1 x 103
Lempung 1 – 1 x 102
Batuan Kristalin
Granit 102 - 106 Airtanah
Diorit 104 – 105 Air Sumur 0,1 – 1 x 103
Gabbro 103 – 106 Air Payau 0,3 – 1
Andesit 102 – 104 Air Laut 0,2
Basalt 10 – 107 Air Asin (Garam) 0,05 – 0,2
Sekis 10 – 104
Gneiss 104 - 106
(Sumber: Waluyo, 1984 : 179)

Tabel 1.2 Harga resistivitas spesifik batuan

Material Harga resistivitas ( M)

Air Permukaan 80-200


Air Tanah 30-100
Silt-lempung 10-200
Pasir 100-600
Pasir dan Kerikil 100-1000
Batu Lumpur 20-200
Batu Pasir 50-500
Konglomerat 100-500
Tufa 20-200
Kelompok Adesit 100-2000
Kelompok Granit 1000-10000
Tanah Lempung 1,5-3,0
Lempung Lanau 3,0-15
Tanah Lanau Pasiran 15-150
Batuan Dasar Lembab 150-300
Pasir Kerikil Kelanauan 300
Batuan Dasar Tak lapuk 2400
terdapat Air Tawar 20-60
Air Asin 20-200
Kelompok Chert, Slate 0,18-0,24
Unconsolidated Sedimen
Sand 1-1000
Clay 1-100
Marl 1-100
Ground Water
Portable well water 0,1-1000
Breckish water 0,3-1
Sea Water 0,05-0,2
(Sumber: Telford et al., 1990)

Secara teknis hubungan antara besarnya nilai tahanan jenis dengan macam
batuan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai tahanan jenis batuan yang lepas lebih rendah dari batuan yangkompak.
2. Nilai tahanan jenis batuan akan lebih rendah, jika airtanah berkadar garamtinggi.
3. Tidak terdapat batas yang jelas antara nilai tahanan jenis dari tiap-tiapbatuan.
4. Tahanan jenis batuan dapat berbeda secara menyolok, tidak saja dari lapisan yang satu
terhadap lapisan yang lain, tetapi juga didalam satu lapisanbatuan.
5. Batuan yang pori-porinya mengandung air, hambatan jenisnya lebih rendah dari yang
kering. Kandungan air didalam batuan akan menunjukan hargaresistivitas.

C. METODE TAHANAN JENIS


Tahanan jenis didefinisikan sebagai hambatan suatu unit bahan terhadap arus (searah)
yang mengalir melalui media tersebut atau arah tegak lurus terhadap dua bidang yang
berhadapan.Besarnya tahanan ini tergantung pada dimensi unit satuan yang dialirinya.Satuan
tahanan ini lazim dinyatakan dalam “Ohmmeter” atau “Ohmmilimeter”.
Berbagai satuan batuan adalah bersifat sebagai pengantar listrik yang baik dalam
penimbangan terhadap beberapa factorberikut:
 Kandungan mineral atau jenisbahan
 Kandungan air ataukejenuhan
 Hambatan berbagai garam dan kandungan ion bebas didalamnya
 Struktur dan teksturbatuan
Kebanyakan berbagai mineral pembentuk batuan termasuk silikat memiliki Tahanan Jenis
yang tinggi, sedangkan mineral sulfida dan beberapa oksida logam, dan oleh karena itu, dalam
keadaan kurang dan kondisi tidak kotor, kebanyakan batuan atau mineral tersebut praktis
bukanlah bersifat penghantar listrik yang baik dan dengan demikian memiliki sifat Tahanan
Jenis yang tinggi.
Keterdapatan cairan atau air dalam sistem atau ruang antar butir dapat menurunkan nilai
tahanan jenis batuan tersebut. Jenis batuan beku, ubahan (metamorf), atau batuan sedimen
termampatkan umumnya memiliki tahanan jenis tinggi, sebaliknya, jenis batuan lepas seperti
pasir, kerikil, apabila jenuh air tawar akan memiliki tahanan jenis sedang; tahanan jenis itu
akan lebih rendah atau lebih rendah lagi apabila terdapat air payu atau air asin di dalamnya.
Batuan lempung yang mengandung air dan larutan berbagai ion didalamnya mempunyai nilai
tahanan jenis rendah.Pada umumnya tahanan jenis batuan sedimen ditentukan oleh komposisi
mineral dan struktur geologinya.Batauan yang keras dan padat memiliki tahanan jenis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan batuan yang kurang padat atau bahan yang lepassifatnya.
Metode tahanan jenis batuan merupakan suatu cara untuk menyelidiki variasi tahanan
jenis batuan baik secara vertikal maupun lateral. Untuk pengukuran tahanan jenis kelistrikan
suatu formasi batuan bawah permukaan atau akuifer digunakan suatu perangkat alat geolistrik,
berikut perlengkapannya.Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis semu setiap lapisan dapat
diperoleh dari beberapa konfigurasi penempatan elektroda.Konfigurasi penempatan elektroda
yang umum digunakan adalah konfigurasi Schlumberger, Wenner, Pole-Dipole, Pole-Pole,
Equatorial Dipole-Dipole dan Dipole- Dipole.

D. KONFIGURASI ELEKTRODA DAN TAHANAN JENIS SEMU


Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis semu setiap lapisan maka elektroda diatur
sedemikian rupa, sehingga arus dan potensial dapat terhubung satu sama lain. Pada prinsipnya
semakain jauh bentangan antar elektroda, maka makin dalam pula hasil interpretasi yang
didapat.
Dalam melaksanakan pengukurannya, empat elektroda yaitu elektroda potensial; (P1, P2)
dan elektroda arus; (A1, A2) ditanam (dipatok) kedalam tanah.Untuk pelaksanaan pengukuran
arus (dalam milivolt) dari baterai dialirkan ke dalambumimelalui elektroda arus C1 dan
C2.Hasil dari perbedaan tegangan µ (P1-P2) yang dihasilkan oleh arus ini di dalam bumi diukur
melalui dua elektroda potensial P1 dan P2.Adapun konfigurasi posisi elektroda yang umum
digunakan yakni konfigurasi Schlumberger, sedangkan metode-metode lain sangatlah jarang
digunakan.

a. Konfigurasi Schlumberger
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun
1912.Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak
digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya
survei yang relatifmurah.
Kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan
yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan.Pada konfigurasi Schlumberger idealnya
jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah.Tetapi
karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak
MN hendaknya dirubah.Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda
MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur
multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang
bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain
diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.
Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk
mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan
membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.
a. Posisi Elektroda
Pada pendugaan geolistrik Schlumberger, elektroda ditempatkan dalam satu garis
lurus, simetris terhadap tititk pusat, seperti terlihat dalam Gambar 2.10.Jarak elektorda C1
dan C2 (AB) dibuat lebih besar dari jarak antara dua elektroda potensial P1 dan P2 (MN).
Biasanya dalam praktek di lapangan digunakan jarak AB = 5 MN dan hasilnya cukup
baik. Titik duga 0 terletak ditengah-tengah sebagai titik duga.Arus listrik I dialirkan dan
diukur antara kutub-kutub arus listrik C1 dan C2 sedangkan tegangan listrik V diukur
antara kutub-kutub P1 dan P2.
b. Analisa Nilai Tahanan JenisSemu
Kalau bumi bersifat homogen isotropic, maka tahanan jenis yang diperoleh tahanan
jenis yang sebenarnya. Tahanan jenis sebenarnya ini dihitung dengan menggunakan
Persamaan):

dengan :
ρ = tahanan jenis sebenarnya (Ohmmeter)
∆V = beda potensial (volt)
I = kuat arus yang material (ampere)
A = luas penampang material (m2)
L = Panjang jarak pengukuran (m)

Karena di bumi tidak ada lapisan batuan yang homogen isotropic, maka tahanan jenis
yang diperoleh adalah tahanan jenis semu. Tahanan jenis semu ini dinyatakan dengan
Persamaan :

dimana:
ρa = tahanan jenis semu (Ohmmeter)
k = factor geometri yang tergantung dari kedudukan elektroda

Dengan mengunakan konfigurasi Schlumberger, maka factor koreksi geometri


dihitung dengan persamaan :

dimana:
a = Jarak dari penempatan dua elektroda potensial (m)
L = Jarak dari penempatan dua elektroda arus listrik (m)
π = 3.14

Pendugaan geolistrik yang terdiri dari satu seri tahanan jenis semu (Ra) yang diplot
terhadap jarak (1/2) pada kertas logaritma akan menghasilkan penampang tahanan jenis
bahwa permukaan.
Untuk memperoleh hasil interpretasi yang baik menggunakan program komputer
yang memiliki kriteria sebagaiberikut:
 Konfigurasilapisan
 Koreksi vertikal kurva lapangan dengan mengeser percabangan dan koreksi harga
tahanan jenis dan kedalaman yangbenar.
 Penyimpangan dan penyajian kurva tahanan jenis dengan interpretasi tahananjenis.
Program yang memiliki kriteria di atas adalah program Res2Dinv, IP2WIN dan
Progres3.

C1 P1 P2 C2

MN≤1/5AB
M N
A B
L = AB

Gambar 1.9 Konfigurasi Schlumberger

b. Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke-empat
buahelektroda-nya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah. Jarak MN pada
konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB. Bila jarak AB diperlebar, maka jarak
MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak AB.
Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada
elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat
dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif
lebihkecil.
Data yang didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan faktor
non homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.
a. Posisi elektroda
Penyusunan titik ukur mengunakan mengunakan system grid, sehingga
lokasi tersebut dapat terukur dari berbagai arah.Jarak antara grid dan intervalnya
diatur sesuai luas lokasi.Pada gambar 2.11.memperlihatkan empat buah kutub
listrik yang ditancapkan dengan interval yang sama pada sebuah garis lurus. Cara
rangkaian seperti ini disebut konfigurasi Wenner.
Jarak elektroda C1 dan C2 (AB) dibuat tiga kali dari jarak antara dua
elektroda potensial (MN).Titik duga no 0 terletak di tengah-tengah.Arus listrik I
dihubungkan antara arus listrik C1 dan C2 lalu dialirkan secara
bertahap.Kemudian hasil pembacaan tegangan V diukur selisihnya antara kutub
tegangan P1 dan P2.Tahap demi tahap interval kutup AB diperpanjang dengan
titik duga sebagai pusat untuk memperoleh hasil pengukuran yang baik.

b. Analisa Nilai Tahanan Jenis Semu


Rumus untuk tahanan jenis sebenarnya dan tahanan jenis semu pada
konfigurasi Wenner tidak terlalu jauh berbeda dengan konfigurasi Schlumberger,
perbedaannya hanya terletak pada faktor koreksi geometri.
K = Faktor koreksi geometri
a = jarak dari penempatan elektroda potensial (m)
Π = 3.14

c. Analisa Nilai Tahanan JenisSemu


Setelah mendapat nilai tahanan jenis semu dari hasil analisis tahanan jenis batuan
hasil pengukuran, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan tahanan jenis sebenarnya
dan interpretasi geologi. Biasanya perhitungan tahanan jenis sebenarnya dilakukan cara
kurva karateristik dan kurva matching (Bisri, 2008 :57).
Langka-langkah pengerjaan dengan caraMacthing Curve adalah sebagai
berikut:
1. Plot nilai a dan ρa pada kertas kalkir dengan skala logaritma, hasil
pengeplotan ini merupakan kurvalapangan.
2. Tarik garis horizontal pada titik pertama, pada perpotongan ini merupakan
ketebalan lapisan pertama dan besar tahanan jenis sebenarnya
lapisanpertama.
3. Mencocokan kurva lapangan dengan kurva standar sehingga diperoleh nilai
ρ2/ ρ1
4. Perpotongan kurva standar dengan garis horisontal merupakan ketebalan
lapisan kedua dan besar tahanan jenis sebenarnya lapisan kedua dan begitu
seterusnya.
5. Tentukan jenis lapisan tanah berdasarkan nilai tahanan jenis berdasrkan
tabel tahanan jenisbatuan.
Selain cara kurva karateristik kurva matching nilai tahanan jenis dapat
dianalisis dengan cepat menggunakan komputer.
E. ANALISIS TAHANAN JENIS SEBENARNYA DENGAN PROGRAM
IPI2WIN DAN PROGRES3
Penyelesaian dengan program aplikasi komputer akan lebih cepat dan mudah.
Program untuk penentuan tahanan jenis yang sebenarnya ini adalah program IPI2WIN dan
Progres3.Dengan program ini kita tinggal memasukan besarnya nilai tahanan jenis semu
dari perhitungan sebelumnya, kemudian akan menampilkan besarnya nilai tahanan jenis
yang sebenarnya dan jumlah lapisanbantuan.
Pada awal program ini di buka, tampilan menu utama dengan sub-sub menu pilihan,
dijelaskan sebagai berikut :
a. Buka Aplikasi IPI2WIN.exe. dari aplikasi tersebut akan muncul tampilan

Gambar 1.10 Menu utama

b. Kemudian buat VES point baru dengan mengklik icon atau menekan tombol
Ctrl+Alt+N untuk memulai proses input data tahanan jenis seperti gambar 2.13

Gambar 1.11. Membuat VES point baru


c. Setelah itu pilih jenis konfigurasi yang dipakai, misalnya Schlumberger. Kemudian
nilai AB/2, MN, dan nilai Rho-a. Secara otomatis perangkat lunak akan menghitung
nilai K dan Resistivitas semunya. Kemudian klik OK dan simpan dengan
memberikan nama yang mudahd iingat.

Gambar 1.12. Pemilihan Konfigurasi

d. Dari input data tersebut selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan mengklik
icon inversi .
e. program IPI2WIN akan menghitung nilairesistivitasserta menampilkan bentuk kurva
log dari perhitungan tersebut sepertigambar 1.13 dibawah.

Gambar 1.13. Input dan Inversi data


f. Setelah mendapat nilai Resistivity, data hasil analisis akan menampilkan
tingkat kesalahan yang mungkin dilakukan oleh peneliti, pada saat pengolahan
data atau pada saat pengambilan data dilapangan. Pengolahan data yang baik
disarangkan agar nilai error ≤ 15%. Apabila melebihi batas tersebut diperlukan
editing data.
g. Editing data dilakukan dengan mengklik icon , kemudian mengeser kurva data
lapangan seperlunya mendekati kurva standard sehingga perbedaan nilai error
tidak terlalu ekstrim. Kemudian klik OK dan lakukan inversi, dengan demikian
nilai errornya dapat diperkecil.

Gambar 1.14 Editing error data

h. Kemudian simpan data, dan eksport ke dalam bentuk gambar. Klik file menu
kemudian sorot export dan pilih dalam bentuk BMP.

Gambar 1.15. Save data dalam bentuk gambar

i. Exit. Untuk keluar dari paket program IPI2WIN pilih menu Exit.
j. Untuk memudahkan interpertasi susunan geologi, data tahanan jenis ditransfer
ke Program Progress untuk memudahkan interpretasi lapisan geologi dengan
menampilkkan gambar borlog persumur dari analisis data tahanan jenis yang
sebenarnya.

Gambar 1.16 Contoh interpertasi dari program Progres

Untuk lebih jelasnya berikut adalah uraian langkah-langkah kerja Software Progress:
1. Buka Aplikasi Progress.
2. Input data data AB/2, ρa dan ρ dari Ipi2Win.
3. Klik Forward modeling untuk menampilkan trend dari kurva data pengukuran
atau data tahanan jenis semu.
4. Klik Processing Modeling untuk memasukan data tahanan jenis sebenarnya
dari IPI2Win.
5. Klik Invers Modeling untuk menganalisa data tahanan jenis yang sebenarnya,
kemudian klik Invers Processing sampai mendapatkan nilai error kecil. Kalau
bisa mendekati nilai error pada IPI2Win.
6. Untuk melihat hasil Interpretasi lapisan batuan, klik Interpreted Data Gambar
Litologi batuan akan tampil dengan nilai tahanan jenisnya pada masing-
masing lapisan batuan.
F. PENENTUAN LAPISAN BATUAN
Penentuan lapisan batuan diperoleh dari hasil tahanan jenis yang sebenarnya dengan
melihat tabel harga tahanan batauan. Harga-harga tahanan spesifisk bantuan banyak dikeluarkan
oleh beberapa instalasi, akan tetapi harga tersebut bersifat hanya melengkapi (lihat tabel 2.5, 2.6,
2.7, 2.8). Secara umum harga tahanan spesifik disajikan dalam Tabel 2.3. dan Selain cara di atas
penentuan lapisan bantuan bisa membandingkan harga tahanan jenis sebenarnya dengan hasil
dari log, sehingga dari pembandingan itu kita bisa mengetahui tahanan jenis sebenarnya dari
bantuan tersebut, harga tahanan jenis bantuannya itu kita jadikan pedoman interprestasi di
kawasan daerahitu.

Tabel 1.3 .Harga tahan jenis spesifik bantuan

Harga Tahanan Spesifik (Ohm


Material
meter)
Air pemasuan 80-200
Air tanah 30-100
Silt-lempung 10-200
Pasir 100-600
Pasir dan kerikil 100-1000
Batu Lumpur 20-200
Batu pasir 50-500
Konglomerat 100-500
Tufa 20-200
Kelompok adesit 100-2000
Kelompok granit 1000-10000
Kelompok chert, state 200-2000
Sumber Suara:Suyono, 1978

Tabel 1.4 Harga tahan jenis spesifik bantuan

Jenis Material Harga Resistivitas (ohm.meter)


Tanah lempung 1.5 – 3
Lempung 3 – 15
Lemauan 15 – 150
Tanah lanau pasiran 150 – 300
Batuan dasar lembab 300
Pasir kerikil kelanauan 2400
Batuan dasar tak lapuk 2400
Kelompok cheret 20 – 200
Shale 0.18 – 0.24
Sumber Roy E. Hunt, 1984
Tabel 1.5 Nilai Resistivitas Batuan

Jenis Material Harga Resistivitas (ohm.meter)


Silt – lempung 10 – 200
Pasir 100 – 600
Pasir dan kerikil 100 – 1000
Batu pasir 20 – 200
Konglomerat 50 – 500
Tufa 100 – 500
Kelompok andesit 20 – 200
Kelompok granit 100 – 200
Kelompok chart 1000 – 10000
Shale 200 – 2000
Sumber : Suyono, 1999

Tabel.2.8. Nilai Resistivitas Batuan

Rock Type Resistivity Range (Ω.m)


Igneous and Metamorphic Rocks
Granite 3 x 102 - 106
Andesite 1.7 x 102 – 4.5 x 104
Lavas 102 – 5 x 104
Basalt 10 – 1.3 x 107
Tuffs 2 x 103 - 105
Slates various 6 x 102 – 4 x 107
Marble 102 – 2.5 x 108
Quartzites various 10 – 2 x 108
Sediments Rocks
Consolidates 20 – 2 x 103
Shales 10 – 8 x 102
Argilites 2 x 103 - 104
Conglomerates 1 – 6.4 x 108
Sandstones 50 – 107
Limestones 3.5 x 102 – 5 x 103
Dolomite 20
Unconsolidates wet clay 3 – 70
Marls 1 – 100
Clays 10 – 800
Alluvium and sands
Oil sands 4 – 800
Soils and water 0.1 – 103
Groundwater 0.2 – 1
Brackish water 0.3
Sea water 0.2
Sumber : Blaricom, 1988
G. RUMUS PERHITUNGAN METODE
Metoda Penghitungan Resistivity Semu
Untuk menghitung Resistivity Semu, diperlukan suatu bilangan faktor geometri (K) yang
tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2. Perhitungan bilangan konstanta K ini
berdasarkan rumus:
Rumus umum untuk Schlumberger dan Wenner :
K = 2 x phi / ( 1 / AM – 1 / BM – 1 / AN + 1 / BN)

Schlumberger :
K = phi x (A x A – M x M) / (2 x M)

Wenner :
K = 2 x phi x a

Apparent Resistivity :
Ra = K x V / I

Catatan:
AM, BM, AN, dan BN : jarak antar elektroda, AB sebagai elektroda arus dan MN sebagai
elektroda potensial (meter).
A : Jarak AB/2 (meter)
M : Jarak MN/2 (meter)
Phi : 3.141592654
A : jarak AB/3 atau jarak MN (meter)
Ra : Apparent Resistivity (Ohm.meter)
K : Faktor Geometri (meter)
V : tegangan listrik pada elektroda MN (mV, milliVolt)
I : arus listrik yang diinjeksikan melalui elektroda AB (mA, milliAmpere)
H. SYARAT PENGUKURAN GEOLISTRIK
1. Pengukuran di lakukan bukan di jembatan karena yng di ambil adalah data bawah
permukaan
2. Jauh dari rel kereta api karena akan memengaruhi pengukuran.
3. Apabila pengukuran tetap dilakukan tetap pada daerah rel maka cara meletakkan kabelnya
adalah tegak lurus rel
4. Cuaca tidak terlalu panas atau hujan.
5. Pada lapisan batuan yang mempunyai homgenitas.

I. PERALATAN
Pada praktikum ini peralatan yang digunakan ada , yaitu aki, resistivitymeter, elektroda,
palu, kabel penghubungkan (roll), meteran, dan payung. Aki digunakan sebagai sumber
tegangan DC. Resistivitymeter adalah alat yang digunakan untuk mengetahui nilai resistivitas
lapisan atau batuan. Elektroda digunakan sebagai elektroda arus dan elektroda potensial,
sebagai elektroda arus digunakan untuk menginjeksi arus ke dalam bumi dan sebagai elektroda
potensial digunakan untuk membaca beda potensialnya. Palu digunakan untuk menancapkan
elektroda ke tanah. Kabel penghubung digunakan untuk menghubungkan elektroda dan
resistivitymeter. Meteran digunakan untuk menentukan jarak elektroda sesuai konfigurasi
yang digunakan. Payung digunakan untuk menutupi resistivitymeter dari sinar matahari agar
angka yang terbaca oleh alat dapat terlihat dengan jelas. Berikut gambar dari peralatan yang
digunakan.

Gambar 1.17 Aki Gambar 1.18 Resistivity meter


Gambar 1.19 Elektroda Gambar 1.20 Palu

Gambar 1.21 Kabel Gambar 1.22 Meteran

Gambar 1.23 Payung

Peralatan dan perlengkapan pada geolistrik


a. Palu sebanyak minimal 4 buah, berfungsi untuk mngetok paku tembaga agar bisa di
dapatkan besar tegangan dan arusnya.
b. Roll Kabel sebanyak 4 buah yang digunakan sebagai A, B, M dan N di gunakan untuk
aliran listrik sehingga bisa di baca pada resistivity meter
c. Paku tembaga dengan panjang 125 m sebanyak 4 buah yang digunakan untuk A, B, M dan
N berfungsi untuk penghubung aliran listrik sehingga bisa di ketahui litologi bawah
permukaan.
d. Resistivity Meter berfungsi sebagai alat yang mengahsilkan data berupa tegangan dan arus.
e. HT minimal 3 buah di pegang oleh operator, dua lainnya di pegang oleh A dan B berfungsi
sebagia alat komunikasi dan koordinasi anatara operator dan
f. Aki (accu ) sebanyak 2 buah berfungsi untuk pensuplai arus listrik ke resitivity meter.
g. Kabel penghubung antara kabel roll ke resitivity, yang berfungsi sebagai penghubung
aliran listrik dari kabel roll ke resistivity sehingga bisa di baca oleh resistivity meter.
h. Laptop berfungsi untuk mencatat besar tegangan dan volt sehingga bisa dengan cepat di
ketahui besar rho nya.
i. Payung berfungsi untuk menutupi resistivity ketika hujan turun dan terik matahari
sehingga tidak mengganngu ke erroran alat.

Bagian bagia dari resistivity meter


a. Catu Daya digunakan sebagai power suplly dengan daya 12 volt.
b. Daya digunakan unyuk power output.
c. Tegangan keluar di gunakan untuk mengeluarkan tegangan sebesar 500 v agar stabil.
d. Arus keluar digunakan untuk mengeluarkan arus.
e. Current accurancy digunakan untuk meneliti ketelitian arus sebesar 1 ma.
f. Sistem pembacaan di gunakan untuk mengetahui hasil pengukuran.
g. Catudaya digital sebagai baterai kering.
h. Current loop merupakan fasilitasnya.

Penerima
a. Input impedansi digunakan untuk impedensi masukan dengan resistensi maksimum 10 m
ohm.
b. Batas ukur digunakan untuk membaca daya.
c. Accracy digunakan untuk ketelitian 0,1 volt.
d. Kompensator digunakan untuk pengatur tegangan.
e. Hold digunakan untuk fasilitas membaca data.
f. Start digunakan untu memperoleh harga arus mA yang konstan.

Langkah kerja:
a. Meletakkan aat resistivity meter di tempat yang aman.
b. Memasang meteran pada daerah yang akan digunakan untuk eksperimen kemudian patok
pada setiap ujungnya.
c. Memeriksa apakah sumber tegangan baik dan baterai analognya juga baik.
d. Memasang elektroda potensial M, N dan elektroda arus A, B pada jarak yang telah di
tetapkan.
e. Memasang accu 12 volt ke resistivity meter.
f. Menghubungkan kabel pnghubung elektroda potensial dan arus pada air resitivity meter.
g. Melihat tanda jarum pada galvano meter, jika jarum sudah menunjuk pada daerah merah
maka pengetokan di berhentikan.
h. Kemudian mengatur tegangan sampai angka 0 enggunakan kompensator.
i. Menekan tombol start , mencatat besar arus. Lalu melepas start dan menekan tombol hold.
Mencatat besar tegangan dan arus.
BAB II
TEKNIK SURVEY TAHANAN JENIS GEOLISTRIK
Tujuan:
1. Mengetahui prinsip teknik survey tahanan jenis geolistrik
2. Mengaplikasikan metoda tahanan jenis pada geolistrik
A. METODA TAHANAN JENIS 1-D
Teknik ini disebut juga dengan metoda sounding, biasanya digunakan untuk menentukan
perubahan atau distribusi tahahan jenis kearah vertikal medium bawah permukaan dibawah suatu
titik sounding. Pengukurannya adalah dengan cara memasang elektroda arus dan potensial yang
diletakkan dalam satu garis lurus dengan spasi tertentu. Kemudian spasi elektroda ini diperbesar
secara gradual (Gambar 8).Selanjutnya memplot harga tahanan jenis semu hasil pengukuran
versus spasi elektroda pada grafik log-log.Survei ini berguna untuk menentukan letak dan posisi
kedalaman benda anomali di bawah permukaan.(Virgo, 2003).Konfigurasi elektroda yang
dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi Wenner, Wenner-Schlumbeger dan Dipole-
Dipole.Sedangkan hasil pengolahan data metoda 1-D ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Teknik pengukuran metoda tahanan jenis 1-D (Virgo, 2003)
Gambar 2.2 Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 1-D
(Virgo, 2007)

B. METODA TAHANAN JENIS 2-D


Metode ini disebut juga dengan metoda mapping, digunakan untuk menentukan distribusi
tahanan jenis semu secara vertikal per kedalaman. Pengukurannya dilakukan dengan cara
memasang elektroda arus dan potensial pada satu garis lurus dengan spasi tetap, kemudian
semua elektroda dipindahkan atau digeser sepanjang permukaan sesuai dengan arah yang telah
ditentukan sebelumnya (Gambar 10). Untuk setiap posisi elektroda akan didapatkan harga
tahanan jenis semu. Dengan membuat peta kontur tahanan jenis semu akan diperoleh pola kontur
yang menggambarkan adanya tahanan jenis yang sama (Loke, 2000). Konfigurasi elektroda yang
dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi Wenner, Wenner-Schlumbeger dan Dipole-
Dipole.Sedangkan hasil pengolahan data metoda 1-D ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Susunan elektroda dan urutan pengukuran geolistrik tahanan jenis 2-D (Loke, 2000)
Gambar 2.4 Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 2-D (Virgo,
2007)

C. METODA TAHANAN JENIS 3-D


Teknik ini sering disebut juga dengan metoda imaging, digunakan untuk menentukan
distribusi tahanan jenis semu secara vertikal dan lateral per kedalaman. Pengukurannya
dilakukan dengan cara membuat grid pada luas area yang akan diukur, kemudian semua
elektroda digerakkan sepanjang lintasan yang dibentuk oleh grid tersebut. Salah satu cara
pengukuran dapat dilihat pada Gambar 12. Penampang tahanan jenis semu yang dihasilkan akan
menggambarkan distribusi tahanan jenis dalam arah vertikal dan lateral per kedalaman.
Dari nilai arus (I) dan tegangan (V) yang dirukur dapat dihitung nilai tahanan jenis semu
( a) untuk masing-masing kedalaman. Kemudian nilai a ini untuk masing-masing posisi-XC
dan posisi-YC untuk elektroda arus, serta posisi-XP dan posisi-YP untuk elektroda tegangan
nantinya digunakan sebagai parameter input dalam pengolahan data. Hasil pengolahan data
berupa penampang vertikal dan lateral dari nilai tahanan jenis sebenarnya ( ) terhadap
kedalaman. Konfigurasi elektroda yang dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi pole-pole,
pole-dipole dan dipole-dipole.Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data
metoda 3-D dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.
Gambar 2.5 Teknik pengukuran metoda tahanan jenis 3-D untuk gris 5 x 5 (Loke, 1999)

Gambar 2.5.a. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D untuk
irisan horizontal (Virgo, 200X).

Gambar 2.5.b Contoh distibusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D untuk
irisan vertikal (Virgo, 200X).
D. TEKNIK SURVEI MISE-A-LA-MASSE
Menurut Reynold (1997) bahwa Mise-a-la-masse atau metode potensial benda bermuatan
(charge-body potential method) merupakan pengembangan dari metoda tahanan jenis, yaitu
suatu teknik pemetaan lateral atau disebut juga constan-separation traversing (CST).
Pada metode ini, tekhnik yang digunakan adalah dengan menggunakan suatu pasangan
massa yang bersifat konduktif bawah permukaan itu sendiri sebagai satu elektroda arus (C 1), dan
menghubungkannya secara langsung pada satu kutub (pole) dari sumber voltase (P 1). Elektroda
arus kedua (C2) ditempatkan pada permukaan tanah pada jarak yang cukup jauh dan
dihubungkan dengan kutub voltase lainnya (P2).Tegangan antara sepasang elektroda potensial
diukur dengan koreksi tertentu untuk setiap potensial diri.

Gambar 2.6 Metode Mise-a-la-masse (Reynold, 1997 dalam Virgo, 2005)

Arus yang diberikan dan voltase yang terbentuk pada titik-titik di permukaan tanah
dipetakan dengan memakai voltmeter sesuai dengan stasiun referensi. Distribusi potensial ini
akan merefleksikan geometri dari massa (tubuh anomali), sehingga diharapkan dapat
menghasilkan beberapa informasi mengenai bentuk dari tubuh massa.
Pada medium homogen yang ditutupi oleh konduktor, garis eqipotensial akan
terkonsentrasi disekitar konduktor (Gambar 2.6.A). Namun pada kenyataannya, garis
eqipotensial akan berbelok disekitar badan bijih konduktif yang bentuknya tak beraturan
(Gambar 2.6.B)
dan dapat digunakan untuk membatasi ruang yang luas untuk melihat gambaran yang lebih
efektif daripada menggunakan metode pemetaan lateral. Metode Mise-a-la-masse khususnya
digunakan dalam mengecek apakah mineral konduktif tertentu diisolasi oleh massa tertentu.
Pada daerah yang topografinya kasar akan dibutuhkan koreksi topografi (terrain corrections).
Gambar 2.6.A (A) Distribusi garis eqipotensial disekitar elektroda arus,(B) Pembelokan garis
ekipotensial oleh badan bijih(Reynold, 1997 dalam Virgo, 2005)
Metode interpretasi yang digunakan dalam metode Mise-a-la-masse dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu: (1) hanya menggunakan variabel potensial, dan (2) menggunakan nilai
maksimum yang menunjukkan benda konduktif. Dalam kedua tekhnik tersebut akan
dikonversikan data potensial kedalam tahanan jenis semu dan tegangan permukaan yang besar
merupakan manifestasi dirinya sendiri yang menggambarkan tahanan jenis yang tinggi. Secara
matematis, hubungan tahanan jenis semu dengan tegangan dapat dinyatakan dalam persamaan di
bawah ini.

Dimana :
ρa = Tahanan jenis semu
x = Jarak antara C1 dan P1
V = Tegangan
I = Arus listrik

Gambar 2.6.B Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda Mise-a-la-
masse (Virgo, 2007).
Cara pengukuran metode resistivitas yang biasa digunkan dalam akuisisi data lapangan
memiliki fungsi yang berbeda beda. Disini akan dibahas tentang Lateral Mapping dan Vertical
Sounding seperti yang sudah diberitahukan sebelumnya.

E. LATERAL MAPPING
Pada lateral mapping cara ini digunakan untuk mengetahui kecenderungan harga
resistivitas di suatu areal tertentu. Setiap titik target akan dilalui beberapa titik pengukuran.
Ilustrasinya ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 2.7 Teknik akuisisi Lateral mapping

Gambar diatas menunjukkan skema akuisisi data secara mapping dengan menggunakan
konfigurasi Wenner. Untuk pengukuran pertama (n=1), spasi antar elektroda dibuat sama besar
a. Setelah pengukuran pertama dilakukan, elektroda selanjutnya digeser ke kanan sejauh a (C1
bergeser ke P1, P1 bergeser ke P2, P2 bergeser C1 ) sampai jarak maksimum yang diinginkan.

F. VERTICAL SOUNDING
Cara ini digunakan untuk mengetahui distribusi harga resistor di bawah suatu titik
sounding di permukaan bumi. Cara ini sering disebut sounding 1-D sebab resolusi yang
dihasilkan hanya bersifat vertical. Ilustrasi ditujukkan oleh gambar 2.8.

Gambar 2.8. Teknik akuisisi vertical Sounding


Pada skema ini akuisisi data secara sounding dengan menggunakan konfigurasi
Schlumberger, pengukuran pertama dilakukan dengan jarak antar spasi C1-P1 dan C2-P2 adalah
a. Dari pengukuran tersebut diperoleh satu titik pengukuran kedua (n-2) sampai kedalaman atau
jarak yang diinginkan.
BAB III
PENGOLAHAN DATA GEOLISTRIK
Tujuan:
1. Dapat mengolah data geolistrik berdasarkan survey yang telah dilakukan
2. Dapat mengolah data geolistrik agar bisa diinterpretasikan

1. KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE
Tahapan awal yang dilakukan ialah disusun letak elektroda arus (C) dan potensialnya (V).
kemudian dilakukan pembacaan nilai resistivitasnya melalui resistivity meter. Ketikan dilakukan
perpindahan elektoda yaitu semua elektrodanya digeser dengan spasi 3m antar elektroda satu
dan elektroda lainnya. Begitu seterusnya sampai mencapai datum (n) yang ke 5. Selanjutnya,
ketika data resistivitas semua telah di dapatkan, maka dapat di lakukan pengolahan data untuk
dimasukkan ke dalam software untuk dilakukan interpretasi. Software yang di pergunakan
adalah “RES2DINV”. Tetapi sebelum itu datanya terlebih dahulu di olah pada “Microsoft Exel”
dan “data.txt” agar dapat di terjemahkan pada software RES2DINV. Berikut ialah langkah-
langkah pngolahan datanya:
Pertama, data yang diperoleh dari hasil akuisisi adalah datum, spasi, lapisan, arus, dan
tahanan jenis. Namun karena pada pengolahan menggunakan Res2dinv diperlukan data datum,
spasi, dan rho (ρ), maka data yang ada perlu diolah terlebih dahulu. Langkah pertama yang
dilakukan untuk mengolah data agar dapat dimasukkan ke dalam Res2dinv adalah memasukkan
data ke dalam Microsoft Excel dan telah di masukkan nilai K dan rho (ρ).

Gambar 3.1 Data Konfigurasi Dipole-dipole dalam Microsoft Excel


Setelah itu buka jendela Excel yang baru dan copy-paste data yang akan dimasukkan ke
dalam Res2dinv (datum, spasi, dan rho). Pada 6 baris pertama kolom datum, secara berurut
dicantumkan nama konvigurasi yang digunakan, spasi yang digunakan, nomor jenis konfigurasi,
lalu angka 1 dan 0 sebagai bawaan program. Selain itu pada kolom yang sama namun diurutan
terakhir juga di tuliskan angka nol secara berurutan sebanyak 5 kali. Simpan data ini dengan
menggunakan format .TXT kemudian ubah ke format .dat. Hasilnya dapat dilihat seperti gambar
berikut ini.

Gambar 3.2 Format data konfigurasi dipole-dipole

Data di atas sudah dapat diolah dalam Res2dinv, sehingga langkah berikutnya yang perlu
dilakukan adalah membuka Res2dinv. Untuk memasukkan data dengan format .dat yang telah
diolah terlebih dahulu, klik File->Read Data File, kemudian pilih data yang telah disimpan
dalam format .dat. Mak.a akan muncul seperti gambar berikut.
Gambar 3.3 Tampilan awal Res2dinv konfigurasi dipole-dipole

Klik OK hingga kotak dialognya selesai. Kemudian untuk menampilkan pemetaan


resistivitas bawah permukaan, pada menu bar klik inversion->carry out inversion dan save
dengan format INV, OK. Otak-atik menu change setting pada menu bar untuk mendapatkan
nilai error yang lebih kecil. Untuk menyimpan gambar klik print-save schreen as BMP file.

2. KONFIGURASI WENNER
Pada konfigurasi ini, tahapan pengolahan datanya hingga ke software pada dasarnya sama
pada konfigurasi dipole-dipole, yaitu menggunakan RES2DINV. Data yang diperoleh dari hasil
akuisisi adalah datum, spasi, lapisan, arus, dan tahanan jenis. Namun karena pada pengolahan
menggunakan Res2dinv diperlukan data datum, spasi, dan rho (ρ), maka data yang ada perlu
diolah terlebih dahulu. Langkah pertama yang dilakukan untuk mengolah data agar dapat
dimasukkan ke dalam Res2dinv adalah memasukkan data ke dalam MicrosoftExcel dan telah di
masukkan nilai K dan rho (ρ).
Setelah itu buka jendela Excel yang baru dan copy-paste data yang akan dimasukkan ke
dalam Res2dinv (datum, spasi, dan rho). Pada 6 baris pertama kolom datum, secara berurut
dicantumkan nama konvigurasi yang digunakan, spasi yang digunakan, nomor jenis konfigurasi,
lalu angka 1 dan 0 sebagai bawaan program. Selain itu pada kolom yang sama namun diurutan
terakhir juga di tuliskan angka nol secara berurutan sebanyak 5 kali. Simpan data ini dengan
menggunakan format .TXT kemudian ubah ke format .dat. Hasilnya dapat dilihat seperti gambar
berikut ini
.
Gambar 3.4 Data konfigurasi Wenner pada Microsoft Excel

Gambar 3.5 Format data konfigurasi Wenner

Data di atas sudah dapat diolah dalam Res2dinv, sehingga langkah berikutnya yang perlu
dilakukan adalah membuka Res2dinv. Untuk memasukkan data dengan format .dat yang telah
diolah terlebih dahulu, klik File->Read Data File
Gambar 3.6 Tampilan awal Res2dinv konfigurasi Wenner

Kemudian untuk menampilkan pemetaan resistivitas bawah permukaan, pada menu bar
klik inversion->carry out inversion dan save dengan format INV, OK.

C. KONFIGURASI SCHLUMBERGER
Data yang telah diperoleh dari hasil praktikum lapangan, diolah menggunakan beberapa
software. Konfigurasi Wenner dan Dipole-dipole diproses dengan menggunakan software
Res2dinv , sedangkan pengolahan data dari konfigurasi schlumberger menggunakan dua
software, yang pertama yaitu software IPI2WIN kemudian dilanjutkan dengan software
Progress3.

Pertama jalankan aplikasi IPI2WIN kemudian klik file-New VES point, kemudian muncul
dialog box seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.7 Dialog box pada IPI2WIN

Inputkan data-data yang diperlukan yaitu AB/2, MN, V, dan I, sedangkan nilai K dan
Ro_a akan terisi secara otomatis. Kemudian save datanya, maka akan muncul gambar seperti
berikut ini.
Gambar 3.8 Tampilan gambar input dan hasil dari konfigurasi Schlumberger

Lalu atur kurva merah agar mendekati kurva hitam dengan menggerakkan garis biru
hingga diperoleh nilai error yang kecil. Kemudian split layernya hingga berjumlah 12 dan di
save.

Gambar 3.9 Curva dari hasil konfigurasi Schlumberger setelah diatur

Setelah data di atas di simpan, lalu klik di file-add file- dan dibuka data yang telah
disimpan tadi. Makan akan muncul resistivity section seperti gambar di bawah ini
Gambar 3.10 Resistivity Section konfigurasi Schlumberger dengan IPI2WIN

Sebenarnya untuk konfigurasi Schlumberger ini masih bisa diproses dan diolah lagi agar
hasilnya lebih mendekati dengan menggunakan software Progress 3.0 namun pada percobaan
kali kami (kelompok 6) gagal menggunakan software tersebut padahal kami sudah mengikuti
langkah-langkah yang diberi asisten praktikum ataupun langkah-langkah yang kami dapatkan di
internet. Berikut ini gambar printscreen dari dialog box pada Progress 3.0

Gambar 3.21 Tampilan dialog box pada Progress 3.0


D. KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE (RES2DINV)
Pada pengukuran dengan menggunakan metode dipole-dipole didapatkan suatu data
pengamatan berupa nilai a yaitu spasi antar elektroda, kali ini spasi yang digunakan adalah 5
meter. Nilai keempat hambatan yang terbaca di resistivitymeter dihitung nilai rata-ratanya,
posisi datum point yang disimbolkan dengan huruf n. Kemudian semua data tersebut
dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel untuk dilakukan perhitungan.
Dari hasil perhitungan tersebut nantinya akan diketahui faktor geometri(k) yang
digunakan. Setelah itu bisa didapatkan nilai resistivitas semu dengan perhitungan yang
dilakukan di Microsoft Excel. Lalu setelah mengetahui nilai dari datum point, spasi, n, dan
resistivity semu, semua nilai tersebut dipindahkan ke dalam Notepad dengan format seperti

Gambar 3.11 Format data konfigurasi Dipole-dipole

Dari data tersebut kemudian save-asdengan format .dat agar file tersebut dapat terbaca di
aplikasi Res2dinv. Kemudian buka aplikasi dan buka file dengan format .dat, maka akan keluar
hasilnya seperti gambar 4.2 berikut ini
Gambar 3.12 Hasil keluaran konfigurasi dipole-dipole (Res2dinv)

Dari gambar hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa kedalaman yang mampu diukur
dengan panjang lintasan 50 meter adalah sedalam ± 9 meter. Pada lapangan rektorat hingga
kedalaman sekitar 2,65 meter didominasi oleh warna biru yang berarti meiliki nilai resistivitas
sekitar 0-4 ohm, lalu sekitar kedalaman 4,62-6,79 meter didominasi oleh warna kuning dan
hijau yang berarti memiliki nilai resistivitas sekitar 4,96-100 ohm m, sedangkan pada
kedalaman sekitar 9 meter mulai keluar warna merah yang berarti memiliki nilai resistivitas
sekitar 101-277 ohm m. Berdasarkan dari referensi yang saya dapatkan hingga kedalaman 6,79
Lapangan Rektorat Universitas Brawijaya terdiri atas batuan kapur, clay atau lempung, dan soil
hingga topsoil. Kemudian pada kedalaman sekitar 9,18 meter terdiri dari gravel atau kerikil dan
pasir.

Menurut percobaan dengan menggunakan konfigurasi dipole-dipole di Lapangan


Rektorat Universitas Brawijaya hingga kedalaman sekitar ± 9 meter struktur bawah
permukaanya terdiri atas clay, batuan kapur, topsoil, gravel, dan pasir.
E. KONFIGURASI WENNER (RES2DINV)
Pada Konfigurasi ini diperoleh hasil dari pemetaan resistivitasnya yaitu menggunakan
software RES2DINV sebagai berikut

Gambar 3.13 Hasil keluaran konfigurasi Wenner (Res2dinv)

Berdasarkan gambar dari hasil percobaan menggunakan konfigurasi Wenner yang diolah
atau diproses dengan menggunakan Res2dinv, konfigurasi ini hanya mampu membaca
kedalaman struktur bawah permukaan hingga ± 6 meter. Pada kedalaman dari 0-2,5 meter
didominasi oleh warna biru yang berarti pada lapisan tersebut memiliki nilai resistivitas antara
10,5-12,5 ohm m. Lalu, pada kedalaman 2,5-4 meter didominasi oleh warna hijau dan kuning
yang berarti lapisan tersebut memiliki nilai resistivitas antara 12,5-15,6 ohm m. Sedangkan dari
kedalaman 4-6 meter didominasi warna merah hingga ungu yang berarti lapisan tersebut
memiliki nilai resistivitas antar 15,6-19 ohm m.

Dari referensi yang saya dapatkan, Lapangan Rektorat Universitas Brawijaya hingga
kedalaman sekitar 6 meter diperkirakan struktur bawah tanahnya terdapat clay, batuan kapur,
dan juga topsoil.
Gambar 4.4 Tabel referensi nilai resistivitas batuan

F. KONFIGURASI SCHLUMBERGER (IPI2WIN)


Berdasarkan dari hasil keluaran pada resistivity section pada IPI2WIN seperti pada gambar
3.20, diketahui bahwa pada tampilan resistivity cross-section terdapat perbedaan warna yang
berbeda-beda. Warna tersebut di tentukan berdasarkan tingkat resistivitasnya yaitu pada warna
merah memiliki tingkat resistivitas yang lebih tinggi di bandingkan dengan warna-warna lainnya
seperti yang terlihat pada keterangan yang ditampilkan berdasarkan warna. Selain itu juga dapat
dilihat bahwa adanya perpotongan antar warna yang mengindikasikan bahwa pada kedalaman
tersebut terdapat perubahan lapisan . kemungkinan pada lapisan yang paling atas yaitu yang
terletak pada H=1m dapat di indikasikan bahwa terdapat singkapan batuan lempung yang telah
terkontaminasi oleh air sehingga memiliki nilai resitivitas yang cukup rendah. Sedangkan pada
lapisan selanjutnya yang berwarna merah dapat di indikasikan bahwa terdapat singkapan batuan
yang cukup kompak dan memiliki porositas yang cukup kecil sehingga tidak dapat meloloskan
fluida. Sedangkan untuk nilai errornya dapat diatur yaitu dapat ditarik garis merah dan dibiru.
Semakin berdekatnya garis hitam dan biru maka error yang dihasilkan semakin kecil seperti
yang di tampilkan pada table pada hasil interpretasi.
4. Interpretasi Data
Dalam menentukan lithologi batuan bawah permukaan bumi pada lintasan 1,2 dan 3 di
sekitar semburan lumpur Bujhel Tasek di desa Katal Barat, Geger Bangkalan dilakukan melalui
2 tahap, yakni: interpretasi kualitatif dan interpretasi kuantitatif.

A. INTERPRETASI KUALITATIF
Interpretasi kualitatif dilakukan dengan cara membaca pola anomali resistivitas atau
tahanan jenis yang selanjutnya dihubungkan dengan tatanan geologi dan tabel nilai resistivitas
batuan, sehingga secara umum dapat memberikan gambaran struktur geologi bawah permukaan
daerah penelitian. Berdasarkan hasil pemetaan, yaitu peta bawah permukaan pada lokasi
penelitian yang terbagi dalam 3 lintasan (1,2 dan 3) diperoleh penafsiran.
1. Lintasan 1
Pada lintasan 1 (panjang lintasan 150 meter berada di sebelah timur dari gunung lumpur
Bujhel Tasek Bini) hasilnya setelah dikorelasi dengan data geologi daerah penelitian yaitu
diduga terdiri atas : batu kapur yang mengandung air asin, lempung, pasir, dan airtanah
2. Lintasan 2 dan 3
Pada lintasan 2 (panjang lintasan 150 meter berada disebelah timur gunung lumpur
Bujhel Tasek Laki) dan pada lintasan 3 (panjang lintasan 150 meter berada sebelah barat 10
meter lintasan 2) setelah dikorelasikan dengan data geologi, hasilnya diduga bahwa kandungan
batuannya tidak jauh berbeda dengan lintasan 1.
Dari peta penampang bawah pemukaan dapat ditafsirkan bahwa terdapat beberapa
batuan terdiri atas lempung, batupasir, batu kapur yang mengandung air asin dan pirit.

B. INTERPRETASI KUANTITATIF
Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan menganalisis penampang pola anomali
resistivitas sepanjang lintasan tertentu yang telah ditentukan.Interpretasi kuantitatif dilakukan
berdasarkan hasil dari penafsiran kualitatif, sehingga dapat menentukan bagian-bagian
penampang anomali yang menarik untuk ditafsirkan struktur geologi bawah permukaannya.
Namun dalam interpretasi kuantitatif terdapat ambiguitas karena beragam model yang dapat
dihasilkan, yang disebabkan adanya parameter faktor geometri, rapat massa dan kedalaman
yangtidak pasti. Maka dari itu perlu adanya data pendukung berupa data geologi daerah
penelitian serta data geofisika lainnya.
Dalam penelitian ini, data pendukung yang digunakan dalam interpretasi kuantitatif
adalah data geologi (peta geologi daerah penelitian) dan data nilai tahanan jenis batuan,
sehingga gambaran struktur bawah permukaan daerah penelitian dapat diuraikan di bawah ini.
1. Lintasan 1
Sesuai dengan hasil interpretasi kualitatif sebelumnya bahwa pada lintasan macam-
macam jenis batuan hasil endapan batuan sedimen. Namun pada interpretasi kuantitatif yang
akan dibahas adalah formasi batuan yang ada di sepanjang lintasan tersebut. Setelah
dikorelasikan dengan data geologi diduga bahwa penampang bawah permukaan lintasan 1 yang
berada pada koordinat 6o59’40,31”-6o59’43,34”LSdan 112o58’23,56”-112o58’21,35”BT,
anomaly keberadaan lumpur ditunjukkan dengan warna merah dan ungu. Dari proses
pengolahan data maka didapatkan model penampang 2 dimensi seperti berikut:

Gambar 4.1 Model penampang 2D lintasan 1


Kedalaman dari anomali yang terdeteksi berkisar dari 1,88 meter sampai 17 meter dengan
nilai error sebesar 9,7%. Interpretasi lapisan bawah permukaan berdasarkan pemodelan yang
dihasilkan:
Tabel 4.2 Hasil interpretasi lithologi pada lintasan 1 (Sumber acuan : Telford 1990; Loke,
2004)
No Skala Warna Nilai Jenis Batuan/Material
Tahanan
Jenis (Ωm)
1. 0,733 - 1,66 Air tanah, magnetite,
------ pirit,
Pasir
2. 1,67 – 2,87 Pasir, lempung, batu
kapur
--- yang mengandung air
asin
Batu pasir, lempung,
3. 2,88 – 5,10 lempung pasiran, batu
kapur yang mengandung air
asin

2.Lintasan 2

Lintasan 2 berada pada koordinat 6o 59’ 33,21” - 6o 59’ 36,62” LS dan 112o 58’ 11,53” –
112o 58’ 09,99” BT yang berlokasi di sebelah timur gunung lumpur Bujhel Tasek Laki. Setelah
dikorelasikan dengan data geologi dan dari pengolahan data maka didapatkan model
penampang 2D dengan kedalaman yang diperoleh mencapai 25,9 meter dengan nilai error
sebesar 9,9%.sebagai berikut:

Gambar 4.2 Model penampang 2D lintasan 2


Tabel 4.3 Hasil Interpretasi lithology pada lintasan 2 (Sumber acuan:Telford,1990;Loke,2004)
No. Skala Warna Nilai Resistivitas Jenis Batuan/Material
(Ωm)
1. 1,29 – 1,92 Air tanah, magnetite, pirit,
2. 1,93 – 2,86 Pasir, lempung
Batu pasir, lempung, lempung
pasiran, batu kapur
3. 2,87 – 6,01
yang mengandung air asin

3. Lintasan 3

Lintasan 3 berada pada koordinat 6o 59’ 31,57” – 6o 59’ 35,20” LS dan 112o 58’ 10,84” – 112o
58’ 09,35” BT. Lintasan ini berada 10 meter dari lintasan 2 dan posisinya sejajar dengan
lintasan 1 dan lintasan 2. Setelah dikorelasikan dengan data geologi dan telah diolah datanya,
didapatkan model penampang 2D sebagai berikut:

Gambar 4.3 Model penampang 2D lintasan 3


Kedalaman yang diperoleh mencapai 25,9 meter dengan nilai error sebesar 2,4%. Interpretasi
lapisan bawah permukaan berdasarkan pemodelan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Hasil Interpretasi lithologi pada lintasan 3 (Sumber acuan : Telford 1990; Loke,
2004)
No. Skala Warna Nilai Tahanan Jenis Batuan/Material
Jenis (Ωm)
1. 0,951 – 1,25 Air tanah, magnetite, pirit,
pasir, lempung
2. 1,26 – 1,65 Air tanah, magnetite, pirit,
pasir, lempung
3. 1,66 – 2,52 Pasir, lempung, batu kapur
yang mengandung air asin

Interpretasi Lintasan 1, 2 dan 3

Dari hasil konversi ketiga lintasan menggunakan software Res2dinv diperoleh 3 gambar.
Gambar pertama adalah gambar yang menunjukkan hasil model data yang terukur di lapangan.
Gambar kedua merupakan hasil dari model yang dibuat oleh software yang diperoleh dari hasil
perhitungan untuk mendekati bentuk dari model pertama. Sedangkan gambar yang ketiga
adalah hasil inversi dari gambar kedua, dengan nilai error yang merupakan perbedaan dari
gambar pertama dan gambar kedua. Semakin kecil nilai error yang dihasilkan maka data yang
diperoleh semakin mendekati model struktur bawah permukaan yang sebenarnya. Nilai dari
resistivitas yang didapat oleh model penampang hasil dari pengolahan dapat diketahui dengan
melihat skala warna yang berada di bawahnya. Pendugaan dari keberadaan lumpur didasarkan
pada pengukuran nilai resistivitas lumpur di lapangan sekitar 4,25 ohm meter. Pada lintasan
pertama dan kedua dari warna oranye sampai ungu diduga menunjukkan anomali nilai
resistivitas dari lumpur, sedangkan untuk lintasan ketiga diduga keberadaan lumpur ditandai
dengan warna ungu.
Anomali lumpur (warna merah dan ungu) yang teridentifikasi pada lintasan pertama diduga
mencapai kedalaman dari 1,88 meter sampai 18 meter dengan arah distribusi anomali dari arah
timur laut dan barat daya dan membentuk pola lumpur menyerupai cekungan. Untuk lintasan
kedua, kedalaman dari anomali lumpur yang terdeteksi diprediksi jauh lebih dalam dari hasil
data yang terekam dengan pola dari lumpur yang membentuk sebuah cekungan yang
membentuk elips. Distribusi lumpur mengarah secara vertikal (ke bawah) dan mengarah secara
horisontal mengarah ke timur laut, hal tersebut diketahui dengan melihat anomali lumpur pada
lintasan ketiga. Namun pada lintasan ketiga sebaran dari lumpur berarah ke timur laut dengan
memiliki kedalaman yang lebih dangkal dibanding lintasan 1 dan lintasan 2. Anomali yang
teridentikasi mencapai kedalaman antara 1,88 meter sampai 7 meter.
Pada penelitian ini kedalaman yang berhasil teridentifikasi mencapai 25,9 meter pada lintasan
1, 2 dan 3. Dari ketiga lintasan nilai error yang dihasilkan dibawah 10% yang idealnya dalam
data geolistrik bisa dikatakan mendekati keadaan yang sebenarnya. Nilai error yang dihasilkan
dari data yang diolah bisa dikarenakan adanya nilai ekstrim suatu data yang diakibatkan oleh
kesalahan pembacaan atau dikarenakan kondisi alam. Namun pada saat pengambilan data untuk
lintasan yang ketiga terjadi hujan yang cukup lama sehingga mempengaruhi hasil dari
pengukuran yang mengakibatkan data yang diperoleh memiliki nilai resistivitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan nilai resistivitas pada lintasan kedua.
Berikut ini gambar 4.4 menunjukkan penampang 2 dimensi dari distribusi lumpur pada ketiga
lintasan yang dihubungkan dengan peta penelitian.

Gambar 4.4 Penampang 2 dimensi dengan dihubungkan dengan peta penelitian pada 3 lintasan.
Gambar 4.5, lintasan pertama menunjukkan arah sebaran lumpur utara- selatan dengan lebar dari
kandungan lumpur yang berada di bawah permukaan sekitar 65 meter. Sedangkan lumpur yang
berada di atas permukaan membentuk sebuah kolam dengan diameter sekitar 10-15 meter
dengan pusat keluarnya lumpur yang berada di tengah.

Gambar 4.5 Pola sebaran lumpur Bujhel Tasek Bini pada lintasan 1

Gunung lumpur Bujhel Tasek Laki ini membentuk menyerupai kerucut dengan

tinggi ± 15 meter dimana pusat semburan berada di puncak. Pada lintasan 2 dapat

dilihat bahwa distribusi lumpur diprediksi mengarah secara vertikal dengan arah

sebaran menuju timur laut. Untuk lintasan 3 memiliki kedalaman lumpur yang lebih

dangkal dengan arah sebaran menuju ke timur laut yang ditunjukkan oleh gambar

4.6. Bila dilihat dari gambar 4.6, diduga terdapat rekahan pada daerah penelitian

yang berada di Bujhel Tasek Laki. Hal ini tampak pada lintasan 3 yang

menunjukkan pola anomali lumpurnya yang lebih dangkal dibanding lintasan 2.

Diprediksi pola anomali tersebut (pada lintasn 3) merupakan sisipan lumpur dari

gunung lumpur Bujhel Tasek Laki yang melewati rekahan.


Model Penampang 3D dari Tiga Lintasan
Untuk gambar 4.7 menunjukkan hasil 3D yang mana data diolah dengan

menggunakan software Voxler 3. Dari hasil bentukan 3D tersebut, dapat diketahui

pola penyebaran lumpur dari gunung lumpur (Bujhel Tasek). Pada gambar 4.7 ini

menunjukkan hasil gabungan antara 3 lintasan yakni lintasan 1, 2 dan 3. Jarak antara

lintasan 1 dengan lintasan 2 sejauh 400 meter, sedangkan jarak antara lintasan 2 dan

3 adalah 10 meter. Bila dilihat dari hasil pemodelan, volume dari lumpur Bujhel

Tasek Bini lebih besar dibanding volume lumpur Bujhel Tasek Laki.

Gambar 4.7 Model penampang 3D lintasan 1,2, dan 3

Pada gambar 4.7 pemodelan belum dalam bentuk interface, sehingga belum diketahui

lapisan antar muka dari hasil pemodelan 3 lintasan. Berikut hasil pemodelan dari 3 lintasan

setelah di interface bagian depan sehingga bisa diketahui terdapat kandungan material

tertentu diantara semburan lumpur:

Gambar 4.8 Model penampang interface 3D


Sedangkan untuk model penampang interface 3D dari posisi belakang adalah sebagai berikut:

Gambar 4.9 Model penampang interface 3D dari posisi belakang

Dari gambar 4.9, dapat diduga bahwa daerah penelitian di lintasan 1 terdapat kandungan air
(ditunjukkan oleh warna biru) yang cukup besar yang berada di bawah lokasi lumpur. Hasil
penampang 3D yang didapatkan sesuai dengan pola distribusi lumpur pada penampang 2D.

Gambar 4.10 Madura termasuk ke dalam zona Rembang (www.hmgi.or.id)


Berdasarkan hasil interpretasi lithologi batuan, sebagian besar batuan yang menyusun struktur
bawah permukaan daerah penelitian adalah lempung, batu kapur (batu gamping) dimana
keduanya merupakan batuan yang mengandung karbonat. Menurut Dunham (1962), bahwa
tekstur batuan karbonat (batu gamping) dapat menggambarkan genesa pembentukannya, terdapat
empat dasar klasifikasi batuan karbonat yaitu berdasarkan kandungan lumpur karbonat (mud),
kandungan butiran, keterikatan komponen, dan kenampakan tekstur hasil diagenesis. Tekstur
batuan karbonat didominasi oleh kehadiran mud (mikrit) atau mud supported.
Daerah penelitian termasuk dalam formasi Tawun yang terdiri dari batu gamping, batu pasir
gampingan dan batu lempung gampingan. Sehingga batuan hasil interpretasi lithologi yang
didominasi lempung dan batu kapur yang mengandung air asin ini diprediksi yang membawa
kandungan lumpur yang ada di bawah permukaan daerah penelitian.

Anda mungkin juga menyukai