6 Metode Geostatistik
Geostatistik adalah statistik yang digabungkan dengan informasi spasial baik ruang maupun
waktu (Isaak dan Srivastava, 1989). Konsep dasar geostatistik berdasarkan pendekatan
keruangan, yaitu bahwa segala sesuatunya relatif terhadap yang lain. Pendekatan dari sesuatu
yang belum diketahui berdasarkan sesuatu yang telah diketahui. Pendekatan ini dicari tingkat
kebenarannya berdasarkan perhitungan-perhitungan statistik, sehingga geostatistik adalah bagian
dari ilmu statistik yang mempelajari secara khusus hubungan keruangan antara dua atau lebih
titik yang ingin diobservasi.
Hubungan keruangan pada data seismik sifatnya ke segala arah (volumetric). Tujuannya
adalah memetakan sebuah ruang pada subsurface berdasarkan beberapa sampel data. Sampel
data yang dimaksud bisa sifat petrofisika, seperti permeabilitas, porositas, saturasi. Berdasarkan
ilmu statistik, semakin banyak sampel data, maka gambaran keruangan yang akan dipetakan
akan semakin mendekati kondisi yang sebenarnya dan hal ini juga dipengaruhi oleh penyebaran
data pada ruang yang akan dipetakan. Bila jarak antara dua data yang diukur semakin jauh, maka
kemiripan kedua data tersebut akan berkurang. Bila diatas jarak tertentu, hubungan antara dua
data bisa menjadi saling tidak berkorelasi. Geostatistik menggunakan korelasi (yang disebut
variogram) untuk mengkuantifikasi hubungan antar ruang tersebut.
3.6.1 Variogram
Variogram adalah metoda yang mendeskripsikan variasi spasial dari suatu properti dengan
mengukur derajat kemiripan antara dua sampel data pada suatu jarak tertentu (Gambar 3.31).
Prinsip dari Variogram adalah sampel yang terpisah dengan jarak yang dekat akan memiliki nilai
korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan data yang memiliki jarak lebih jauh atau dari data
yang telah mencapai nilai korelasi minimum. Taksiran variogram eksperimental pada lag
distance h adalah sebagai berikut.
(3.33)
dengan :
𝛾(ℎ) = nilai variogram dengan spasi h (lag distance h)
Z(si) = nilai pada sample pertama
Z(Si+h) = nilai pada sample kedua
N = banyaknya data
Secara Bahasa rumusan variogram adalah sigma atau jumlahan dari hasil selisih data kedua
(Si+h) dengan data pertama (Si) yang dikuadratkan yang kemudian dibagi banyaknya jumlah
data.
(Cressie, 1993) Sedangkan semivariogram adalah setengah dari kuantitas 𝛾(h) .
Semivariogram dapat digunakan untuk mengukur korelasi spasial berupa variansi beda
pengamatan pada lokasi 𝑠+h dan 𝑠. Taksiran semivariogram eksperimental pada jarak h dapat
dituliskan sebagai berikut :
(3.34)
Secara sederhana pada masing masing 2 tiitk data perumusan variogram dapat dituliskan
sebagai berikut.
1
γ (h( xi , xj))= ( yi − yj)2 (3.35)
2N
dengan :
𝛾(ℎ) = nilai variogram dengan spasi h (lag distance h)
N = banyaknya data
Xi = posisi data i
Xj = posisi data j
Yi = nilai data i yang diketahui
Yj = nilai data j yang diketahui
h(xi,xj) = jarak pisah (lag distance) antara xi dan xj
Gambar 3.31. Komponen Variogram
Berikut adalah hal hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pemodelan variogram:
1. Nilai variogram disekitar titik awal mencerminkan kontinuitas lokal dan variabilitas dari data
random yang ada. Bila nilai variogram pada =0 tidak bernilai 0 maka dapat dikatakan bahwa
variogram mempunyai efek nugget. Nugget mencerminkan adanya data skala kecil yang tidak
dikorelasikan.
2. Sill adalah nilai semivariogram pada saat tidak terjadi peningkatan yang signifikan (saat
semivariogram cenderung mencapai nilai yang stabil). Nilai ini sama dengan nilai variansi
dari data tersebut. Sill berate adalah batas Ketika titik satu dengan yang lain sudah tidak
saling mempengaruhi.
3. Partial sill adalah nilai selisih antara sill dan efek nugget.
4. Range merupakan jarak h dimana nilai mencapai sill. Maksud dari range adalah jarak ketika
satu data dengan yang lain sudah tidak saling mempengaruhi pada pembobotan yang akan
dilakukan.
3.6.2 Semivariogram Teoritis
Untuk analisis lebih lanjut variogram atau semivariogram eksperimental harus diganti dengan
variogram teoritis yang mempunyai bentuk kurva paling mendekati dengan variogram
eksperimental.
Dalam analisis data geostatistika, proses pencocokan antara variogram eksperimental dengan
variogram teoritis ini disebut analisis struktural (structural analisis). Selain itu analisis struktural
juga bisa dilakukan dengan cara perbandingan mean square error (MSE) dari masing-masing
variogram teoritis. Berikut ini adalah beberapa model semivariogram teoritis yang diketahui dan
biasanya digunakan sebagai pembanding dari semivariogram eksperimental yang telah dihitung .
(3.36)
3.6.2.2 Spherical Model
Bentuk variogram ini diumuskan sebagai berikut:
(3.37)
Keterangan:
1. h adalah jarak lokasi antar sample
2. C adalah sill, yaitu nilai variogram untuk jarak pada saat besarnya konstan (tetap). Nilai
ini sama dengan nilai variansi data.
3. 𝑎 adalah range, yaitu jarak pada saat nilai variogram mencapai sill.
3.6.2.3 Model Gauss (Gaussian Model)
Model Gauss merupakan bentuk kuadrat dari eksponensial sehingga menghasilkan bentuk
parabolik pada jarak yang dekat . Model Gauss dirumuskan sebagai berikut :
(3.38)
(3.39)
dengan :
Z(x0) = nilai estimasi dilokasi yang tidak memiliki data
λi = bobot yang diberikan pada data ke i
Z(xi) = nilai data lokasi yang memiliki data
Kriging sering diasosiasikan dengan teknik Best Liniear Unbiased Estimator atau yang
disingkat BLUE (Isaaks dan Srivastava,1989).
1. Best karena ingin meminimalkan Q2R (Variance error).
2. Liniear karena cara mengestimasi data yang belum diketahui nilainya dengan
memberikan faktor pembobot linier pada data yang tersedia.
3. Unbiased dikarenakan ingin mendapatkan nilai mean residual error sama dengan nol.
4. Estimator karena metode ini hanya memberikan nilai estimasi, bukan nilai pasti.
Kemudian pada nilai pembobotan diperlukan analisa variogram experimental yang selanutnya
dilakukan pemodelan variogram teoritis. Untuk memperoleh suatu pendugaan Z(x0) di titik P
dari 3 titik observasi yang diketahui yaitu misalnya Z1, Z2, Z3, dengan bobot masing-masing
untuk persamaan Ordinary Kriging yaitu w1, w2, w3. Untuk memperoleh solusi yang diinginkan,
diperlukan 3 persamaan simultan berikut dan ditambahkan dengan 1 persamaan persyaratan
yaitu, penjumlahan semua bobot adalah samadengan 1 [5]. Sehingga setelah dijabarkan terdapat
4 persamaan sebagai berikut :
w 1 γ ( h11 )+ w2 γ ( h12 )+ w3 γ ( h13 )=γ ( h1 p ) (3.40)
w 1 γ ( h21 ) +w 2 γ ( h22 ) +w 3 γ ( h23 ) =γ ( h2 p ) (3.41)
w 1 γ ( h31 ) +w 2 γ ( h32 ) +w 3 γ ( h33 ) =γ ( h3 p ) (3.42)
w 1+ w2 +w 3=1 (3.43)
Untuk menghasilkan solusi yang memiliki galat penduga minimum ditambahkan suatu
variabel slag λ pada persamaan (3.41), (3.42), dan (3.43). Dengan demikian, keempat persamaan
di atas menjadi:
w 1 γ ( h11 )+ w2 γ ( h12 )+ w3 γ ( h13 ) + λ=γ ( h1 p ) (3.44)
w 1 γ ( h21 ) +w 2 γ ( h22 ) +w 3 γ ( h23 ) + λ=γ ( h2 p ) (3.45)
w 1 γ ( h31 ) +w 2 γ ( h32 ) +w 3 γ ( h33 ) + λ=γ ( h3 p ) (3.46)
w 1+ w2 +w 3 +0=1 (3.47)
Sistem persamaan (15), (16), (17), dan (18) dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai
berikut :
(3.49)
Atau dapat ditulis sebagai berikut:
A w=B (3.50)
w= A−1 B (3.51)
(3.52)
dengan :
Zcok(x0) = nilai estimasi dilokasi yang tidak memiliki data
λi = bobot yang diberikan pada data ke i
Z(xi) = nilai data primer disekitar lokasi yang tidak memiliki data
μ = bobot yang diberikan pada data ke j
Z(xj) = nilai data sekunder disekitar lokasi yang tidak memiliki data
A B
C
Gambar 3.33. (a) sebaran data primer porositas menggunakan krigging, (b) sebaran data
sekunder akustik impedansi, (c) Hasil estimasi porositas mengguakan co krigging dengan data
AI.
3.6.5 Metode Inverse Distance Weighting
Metode IDW secara langsung mengimplementasikan asumsi bahwa sesuatu yang saling
berdekatan akan lebih serupa dibandingkan dengan yang saling beijauhan. Untuk menaksir
sebuah nilai di setiap lokasi yang tidak di ukur, IDW akan menggunakan nilai-nilai ukuran yang
mengitari lokasi yang akan ditaksir tersebut. Pada metode IDW, diasumsikan bahwa tingkat
korelasi dan kemiripan antara titik yang ditaksir dengan data penaksir adalah proporsional
terhadap jarak. Bobot akan berubah secara linier, sebagai fungsi seper jarak, sesuai dengan
jaraknya terhadap data penaksir (Almasi dkk., 2014). Bobot ini tidak dipengaruhi oleh posisi atau
letak dari data penaksir dengan data penaksir yang lain.
Faktor penting yang dapat mempengaruhi hasil penaksiran antara lain adalah actor power dan
radius disekitar (neighboring radius) atau jumlah data penaksir (Almasi dkk, 2014). Menurut
Isaak dan Srivastava (1989) actor utama yang mempengaruhi keakuratan hasil penaksiran adalah
nilai parameter power. Nilai parameter power yang umum digunakan adalah: 1, 2, 3, 4 dan 5 (Y
asrebi dkk, 2009). Persamaan IDW yang digunakan dalam pembobotan adalah sebagai berikut
(Isaak dan Srivastava, 1989):
1
di p
Wi= n (3.53)
∑ di1 p
i=1
Untuk menghitung nilai titik yang ditaksir digunakan persamaan berikut :
n
Zo=∑ wi . Z i (3.54)
i=1
Keterangan :
Z0 : Nilai titik yang ditaksir.
wi : Faktor bobot dari titik-;
Zi : Nilai dari titik penaksir-;
di : Jarak antara titik i dengan titik yang ditaksir
p : Faktor eksponen (power) 1, 2, 3, 4, 5
( y ' − y )2
√ ∑ n−2 (3.55)
Keterangan :
y’ Data prediksi
y : Data Actual
n : Jumlah data
R2=1−
∑ ( yi− y ' i )2 (3.56)
∑ ( yi− yrata )2
Keterangan :
yi : Data observasi ke i
y’i : Data prediksi ke i
yrata : Rata rata data observasi