Anda di halaman 1dari 2

Hisyam

12/330323/TK/39499

Indonesia Darurat Listrik


Reserve Margin adalah persentase kapasitas terpasang tambahan atas
permintaan puncak tahunan. Ini adalah kriteria yang deterministik digunakan untuk
mengevaluasi keandalan sistem dengan mendefinisikan margin sasaran pembangkitan.
Di Indonesia, Reserve Margin dan pendekatan probabilistik (i.e. LOLP), keduanya
dipakai. Hal ini dapat dibaca di RUPTL. Pada sistem Jawa-Bali misalnya, RUPTL
menyebutkan, kriteria LOLP < 0,274% dan reserve margin > 25-30%. APabila
dinyatakan dengan daya terpasang, maka reserve margin yang dibutuhkan adalah
sekitar 35%. (asumsi derating pembangkit 5%) Sedangkan untuk wilayah operasi
Indonesia Timur misalnya, reserve margin ditetapkan sekitar 40%.
Sebagian dari sistem kelistrikan di Indonesia tidak lagi memiliki reserve margin
dan cadangan operasi yang memadai. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Sudirman Said menyatakan bahwa pemerintah akan membangun pembangkit
listrik dengan kapasitas 35.000 MW dalam waktu lima tahun kedepan. Hal itu, kata
Sudirman, diperlukan untuk mengatasi krisis listrik yang tengah mengancam Indonesia
karena permintaan terhadap listrik tidak dibarengi dengan pasokan.
Saat ini, hanya sistem kelistrikan di Jawa-Bali yang memiliki cadangan daya
pembangkit terhadap beban puncak (reserve margin) cukup yakni 25-30%. Sementara,
Sumatera kurang, apalagi wilayah timur lebih repot lagi, kata Sudirman di Jakarta,
Kamis (27/11).
Sesuai Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) periode
2013-2022, pada sistem interkoneksi di Jawa-Bali, reserve margin ideal antara 25-30
dengan basis daya mampu netto. Apabila terhadap daya terpasang, maka "reserve
margin" yang dibutuhkan sekitar 35%. Sedangkan di luar operasi Jawa-Bali, reserve
margin ditetapkan sekitar 40% mengingat jumlah unit pembangkit yang lebih sedikit,
unit size yang relatif besar dibandingkan beban puncak, derating yang persentasenya
lebih besar, dan pertumbuhan lebih tinggi dibanding Jawa-Bali.
Sudirman mengatakan, pembangunan 35.000 MW membutuhkan terobosan
agar bisa sesuai rencana. Menurut dia, sejumlah hambatan seperti pembebasan lahan
dan perijinan akan diurai dan dicarikan jalan keluar. Hambatan lain soal tarif listrik yang
belum menarik dan kendala anggaran tahun jamak (multiyears) juga akan diselesaikan.
Perusahaan-perusahaan listrik di negara lain semua memakai prinsip reserve
margin 30% atau lebih. Seperti di ASEAN, TNB di Malaysia, EGAT di Thailand semua
punya cadangan diatas 30%. Apalagi Singapore Power, cadangannya bisa diatas 50%.
Malah beberapa sumber menyebut cadangannya sampai 100%. Tanpa cadangan daya
listrik yang sangat cukup, bagaimana Singapore berani menyelenggarakan lomba balap

Hisyam
12/330323/TK/39499

mobil Formula-1 atau F-1 dimalam hari yang sangat banyak membutuhkan listrik dan
harus sangat andal.
Berikut ini adalah data dari reserve margin beberapa negara di eropa (UCTE
Statistical Yearbook 2000 2008) :

Reserve margin atau cadangan diperlukan untuk mengantisipasi :


1) Ada pembangkit listrik yang dipelihara. Pembangkit listrik dipelihara adalah
keharusan agar kapasitasnya tetap terjaga sesuai desain awal. Alat produksi apapun
perlu dipelihara, dijaga kesehatannya.
2) Ada pembangkit listrik yang mengalami gangguan atau rusak sehingga kapasitasnya
hilang 100% atau turun sebagian (derating). Pembangkit listrik rusak bisa saja terjadi
tiba-tiba diluar kendali pengelolanya. Pembangkit listrik mengalami derating atau
berkurang kapasitasnya, juga bisa terjadi jika batu bara pada PLTU menurun
kualitasnya, atau ada proses produksinya terganggu seperti suhu udara luar (ambient
temperature) sedang panas.
3) Terjadinya pertumbuhan atau lonjakan beban. Lonjakan beban tidak bisa diatur.
Kalau pasokan listrik pas-pasan, dan terjadi lonjakan beban, maka bisa terjadi
pemadaman.

Anda mungkin juga menyukai