Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH IMUNOTERAPI

PENGOBATAN PSORIASIS DENGAN IMUNOTERAPI


Dosen pengampu : Maria Ulfah, M.Sc., Apt.

Disusun oleh :
Nirmalasari 125020057

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2013
A. PENDAHULUAN
Psora dalam bahasa Yunani memiliki arti gatal, dan psoriasis adalah
penyakit kulit kronis, bawaan sejak lahir, tidak menular, dicirikan sebagai lesi
inflamasi yang dilapisi oleh keropeng atau sisik yang berwarna perak atau putih
dari sel kulit mati (Anonim, 2002).

Psoriasis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, biasanya penyakit


tersebut terdiagnosa pada usia 15-35 tahun. Terdapat 150.000-260.000 kasus baru
psoriasis terdiagnosa setiap tahunnya (Anonim, 2002).
Pada pertumbuhannya yang berjalan cepat, sel kulit menjadi dewasa akan
menggantikan sel kulit mati setiap 28-30 hari. Pada kasus psoriasis, sel kulit
menjadi dewasa dalam waktu kurang dari 1 minggu, akan tetapi tubuh tidak bisa
menggantikan sel kulit yang lama secara cepat, sehingga sel-sel kulit yang baru
akan naik ke atas permukaan serta membentuk lapisan kulit mati yang tebal yang
dapat muncul pada lengan, punggung, dada, siku, kaki, kuku, lipatan pantat dan
kulit kepala. Psoriasis dikatakan ringan jika muncul kurang dari 5% dari seluruh
permukaan tubuh, sedang jika muncul 5-30% dari kulit serta berat jika muncul
lebih dari 30% dari seluruh permukaan tubuh (Anonim, 2002).
Orang ataupun penderita psoriasis terkadang tidak mengerti dan
menganggap bahwa penyakit yang dideritanya merupakan penyakit menular dan
memandang rendah dirinya sendiri karena merasa buruk rupa, serta membuat
interaksi sosial menjadi memburuk dengan lebih mengedepankan masalah
emosional seperti gelisah, marah, malu dan depresi (Anonim, 2002). Psoriasis bisa
menjadi penyakit yang dapat melumpuhkan kehidupan karena berdampak secara
signifikan pada kualitas hidup penderita. Depresi merupakan salah satu dampak
terbesar pada populasi penderita yang secara signifikan dapat meningkatkan
insiden keinginan bunuh diri. Berdasarkan penelitian, penurunan kualitas hidup
penderita psoriasis sebanding dengan penderita diabetes, penyakit jantung serta
kanker. Hal tersebut dapat terjadi karena rendahnya pengobatan dan kemunduran
kualitas hidup yang lebih lanjut pada penderita psoriasis (Laws and Young, 2010).
B. ISI
1. Pathogenesis
Psoriasis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh proliferasi sel yang
berlebihan dan diferensiasi sel yang tidak normal pada epidermal
keratinocytes, infiltrasi limfosit terdiri atas limfosit T dan beberapa
endothelial vascular yang dapat menyebabkan perubahan bentuk lapisan
kulit, seperti angiogenesis, dilatasi, peningkatan endothelial venule.

Mekanisme molekuler dari pathogenesis psoriasis adalah penyakit ini


berada di tengah-tengah interaksi antara respon imun spesifik dan non
spesifik. Pada permulaan penyakit, khususnya dendritic cells (DCs) pada
epidermis dan dermis teraktivasi, kemudian memproduksi substansi tumor
necrosis factor (TNF)- dan interleukin (IL)-23, yang akan meningkatkan
produksi sel T helper (Th)1 dan Th17. Sel T tersebut melepaskan mediator
yang berkontribusi dalam perubahan vascular dan epidermis pada psoriasis
(El-Darouti and Hay, 2010).
Peranan sel limfosit T
a. Aktivasi sel limfosit T
Tahap pertama yaitu pengenalan antigen oleh Antigen Presenting
Cells (APCs) pada epidermis dan dermis. Proses ini meliputi
pengikatan antigen pada MHC yang terdapat pada permukaan APC,
kemudian APC bermigrasi ke dalam nodus limpa. Di tempat tersebut
APC berikatan secara reversible dan dalam waktu yang singkat dengan
nave atau sel T yang beristirahat melalui interaksi antara permukaan
molekul yang dituju pada kedua sel. Kemudian, MHC akan
mempresentasikan antigen pada reseptor limfosit T untuk memulai
aktivasi dari sel limfosit T. Signal kedua dalam aktivasi limfosit T
berupa non-antigen atau interaksi sel-sel yang dikenal sebagai costimulation. Jika co-stimulation tidak terjadi, sel limfosit T akan
mengalami apoptosis atau menjadi tidak berespon. Co-stimulation
meliputi pasangan dari reseptor ligan pada sel T, seperti lymphocyte
functional antigen (LFA)-3 berinteraksi dengan CD2, B7 berinterkasi
dengan CD28 dan ICAM-1 berinteraksi dengan LFA-1 (El-Darouti
and Hay, 2010).
b. Migrasi ke kulit
Sel limfosit T yang teraktivasi meluas, dengan hasil proliferasi dari
antigen-recognizing T lymphocytes, memory-effector cells. Sel limfosit
T masuk dalam system sirkulasi melalui interaksi sel-sel dengan sel
endothelial dari pembuluh darah, kemudian bermigrasi ke kulit yang
mengalami inflamasi (El-Darouti and Hay, 2010).
c. Peranan sitokin

Interleukin-12 merupakan sitokin heterodimeric yang diproduksi


oleh DCs dan makrofag. IL-12 menginduksi diferensiasi dari CD4
nave sel T menjadi sel Th1 dan mengaktivasi sel natural killer. Sel
Th1 dan aktivasi natural killer memproduksi interferon (IFN)- dan
tipe sitokin lain, seperti IL-2 dan TNF- (El-Darouti and Hay, 2010).
IL-23 merupakan suatu sitokin yang berhubungan dengan struktur
IL-12. Peranan dari Il-23 meliputi stimulasi dari subset CD4+ T cells
(kadang disebut dengan IL-17 producing T cells) untuk memproduksi
IL-17. IL-17 merupakan komponen penting dalam penstabilan dan
perpanjangan dari autoimmune inflammation. IL-17 menginduksi
produksi dari proinflammatory cytokines, terutama oleh sel endothelial
dan makrofag. Hal tersebut dipercayai bahwa IL-17 dan IFN-
bersinergi untuk meningkatkan produksi dari proinflammatory
cytokines oleh keratinocytes, dan yang terpenting untuk perkembangan
inflamasi pada kulit yang terlihat pada psoriasis (El-Darouti and Hay,
2010).
Pertama pada bagian kulit yang mengalami inflamasi, sel limfosit
T yang teraktivasi bertemu dengan antigen dan mengeluarkan sitokin
Th1 yang berperan penting dalam phenotypic expression dari psoriasis.
CD4+ dan CD8+ T lymphocytes memproduksi sitokin Th1. Kuncinya
Th1-type cytokines yang terlibat dalam pathogenesis dari psoriasis
adalah IFN-, IL-2 dan TNF-. IL-2 menstimulasi pertumbuhan sel
limfosit T. IFN- menghambat apoptosis oleh keratinocytes melalui
stimulasi ekspresi dari anti-apoptotic protein Bcl-x dalam sel.
Kemungkinan hal ini berkontribusi terhadap proliferasi yang
berlebihan dari keratinocytes yang dapat dilihat pada lesi psoriasis.
TNF- meningkatkan perkembangan psoriasis melalui beberapa jalan,
meliputi peningkatan proliferasi dari keratinocytes dan penambahan
produksi dari proinflammatory cytokines dari sel limfosit T dan
makrofag, dari chemokines dari makrofag dan pelekatan molekul dari
sel endothelial vascular (El-Darouti and Hay, 2010).

Pada penambahannya, sitokin Th1 dapat mengeluarkan sitokin dari


sel yang lain, memproduksi cascade dari chemical messengers yang
secara besar mempengaruhi ciri-ciri dari lesi psoriasis (El-Darouti and
Hay, 2010).
2. Jenis Psoriasis
a. Chronic plaque psoriasis
Chronic plaque psoriasis (psoriasis vulgaris) merupakan tipe
psoriasis yang banyak diderita dengan jumlah kasus 90%. Biasanya
dimulai dari benjolan kecil berwarna merah pada kulit dan berkembang
menjadi besar, tumbuh lapisan sisik yang akan menyebabkan rasa gatal
dan menimbulkan rasa ketidaknyamanan. Seperti halnya dengan
akumulasi sisik, plaque berwarna merah muda hingga merah yang
ditutupi dengan sisik berwarna perak atau putih yang muncul pada
permukaan kulit. Bagian atas dari sisik dapat terkelupas dengan mudah
dan sering terjadi, tetapi pada bagian bawah permukaan kulit akan terjadi
pengumpalan. Menghilangkan sisik dengan cara membuka atau menarik
secara lembut akan dapat menyebabkan keluarnya darah dan plaque
menjadi berkembang. Chronic plaque psoriasis dapat tumbuh diberbagai
tempat, tetapi yang sering terjadi pada siku, lutut dan kulit kepala
(Anonim, 2002).
Penyakit psoriasis dapat muncul dan berkembang pada bagian tubuh
yang mengalami trauma atau tekanan (Laws and Young, 2010).

Gambar 1. Chronic plaque psoriasis

b. Guttate psoriasis

Guttate psoriasis biasanya mempunyai ciri bentuk seperti tetesan


embun, berdiameter 1-10 mm, papula berwarna merah muda dan
biasanya memiliki skala yang normal. Guttate psoriasis merupakan tipe
psoriasis kedua yang banyak terjadi. Psoriasis jenis ini biasanya muncul
pada usia dibawah 30 tahun dan terlihat di lipatan paha, tangan dan kaki.
Riwayat pernah mengidap penyakit infeksi saluran pernapasan bagian
atas dengan penyebab bakteri jenis beta-hemolytic streptococci selama
2-3 minggu akan memicu timbulnya guttate psoriasis (Menter et al.,
2008).

Gambar 2. Guttate psoriasis

c. Inverse psoriasis
Inverse psoriasis ditandai berupa lesi pada lipatan kulit. Hal ini
terjadi karena kelembaban pada tersebut, lesi akan cenderung menjadi
erythematous plaques dengan skala minimal. Inverse psoriasis sering
terjadi pada daerah ketiak, lipatan paha, daerah bawah (lipatan) payudara
dan pada fleksi (Menter et al., 2008).

Gambar 3. Inverse psoriasis

d. Erythrodermic psoriasis
Erythrodermic psoriasis dapat berkembang secara bertahap dari
chronic plaque psoriasis atau acute plaque psoriasis dengan skala yang
minimal dari psoriasis terdahulu. Erythrodermic psoriasis umumya dapat
muncul pada seluruh permukaan tubuh dengan berbagai tingkat skala
(biasanya berat), gatal, menyebabkan rasa sakit, mengubah
keseimbangan kimiawi dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan
penyakit yang berat. Erythrodermic psoriasis memiliki sifat
termoregulasi sehingga dapat menyebabkan rasa menggigil, hipotermia,
kehilangan cairan (dehidrasi). Umumnya demam dan malaisme
menyertai jenis psoriasis ini (Menter et al., 2008).

Gambar 4. Erythrodermic psoriasis

e. Pustural psoriasis
Semua bentuk psoriasis terbentuk dari neutrofil pada lapisan
stratum corneum, ketika secara klinis jumlah neutrofil sangat besar maka
akan terjadi Pustural psoriasis. Jenis pustural psoriasis dapat
menyebar keseluruh tubuh (luas) atau bersifat lokal. Jenis yang
menyebar keseluruh tubuh bersifat akut (disebut von Zumbusch
variant) jarang terjadi, psoriasis yang parah biasanya disertai dengan
demam dan mengalami toksisitas berupa pustula yang luas dengan latar
belakang erythematous. Biasanya terjadi pada usia dewasa. Karakteristik
lesi kulit sama seperti chronic plaque psoriasis yang mungkin ada

sebelum, selama ataupun setelah episode pustular akut (Menter et al.,


2008).

Gambar 5. Pustural psoriasis

f. Nail psoriasis (psoriatic onychodystrophy)


Nail psoriasis bisa terjadi pada semua jenis psoriasis yang ada.
Psoriasis ini timbul pada kuku-kuku jari tangan sekitar 50% dan kukukuku jari kaki sekitar 35% dari seluruh jumlah pasien. Perubahan pada
kuku meliputi muncul bintik-bintik (pitting), onycholysis, subungual
hyperkeratosis dan timbul tanda oil-drop (Menter et al., 2008).

Gambar 6. Nail psoriasis (psoriatic onychodystrophy)

3. Pengobatan Psoriasis
Pilihan pengobatan psoriasis sering didasarkan pada tingkat keparahan
psoriasis. Biasanya untuk tingkat keparahan ringan sampai sedang
digunakan pengobatan topical dan pengobatan alternatif komplementer,
sedangkan pada tingkat keparahan yang berat dapat digunakan kombinasi
anatara pengobatan topical, pengobatan alternatif komplementer,
pengobatan sistemik dan fototerapi (Haldiman, 2012).

Pengobatan topical untuk penyakit psoriasis dapat berupa obat Over The
Counter (OTC), peresepan steroid, peresepan non-steroid. OTC yang
disetujui oleh Food Drug Administration (FDA) adalah memiliki bahan aktif
asam salisilat dan tar. Asam salisilat dapat melembutkan dan menghilangkan
plaque dan sisik psoriasis. Tar (batubara atau kayu) dapat memperlambat
proliferasi sel-sel kulit dan mengurangi peradangan. Dalam pengobatan
inverse psoriasis Castederm (OTC bentuk cair) dapat mengeringkan lesi dan
mempercepat penyembuhan. Penggunaan pelembab juga penting untuk
mengurangi kemerahan dan gatal-gatal dala psoriasis. Obat anti gatal (OTC)
yang dapat digunakan calamine, camphor, diphenhydramine HCl,
benzokain, menthol, hidrokortison (kortikosteroid potensi rendah) dapat
mengurangi gatal dan iritasi psoriasis ringan (Haldiman, 2012).
Kortikosteroid digunakan bertujuan untuk mengurangi respon inflamasi
sehingga mengurangi lesi psoriasis dan meningkatkan waktu remisi.
Kortikosteroid topical tersedia dalam bentuk salep, krim, lotio dan gel,
dimana penggunan bentuk formulasi tersebut disesuaikan dengan jenis dan
lokasi tumbuhnya psoriasis. Potensi dari kortikosteroid berkisar dari rendah
sampai sangat tinggi, dengan potensi efek samping dimana akan
memperparah psoriasis dengan bertambahnya potensi dari kortikosteroid
yang digunakan. Misalnya jika seorang individu dengan psoriasis diberikan
kortikosteroid potensi atau dosis tinggi, maka kortikosteroid tersebut akan
dapat memicu terjadinya eksaserbasi atau memburuknya psoriasis. Tujuan
dari pengobatan dengan kortikosteroid topical adalah untuk menemukan
potensi atau dosis serendah mungkin yang efektif untuk psoriasis. Dosis
kortikosteroid harus dikurangi untuk mencegah merebaknya psoriasis
(Haldiman, 2012).
Terdapat banyak pengobatan topical non steroid yang digunakan pada
psoriasis. Pengobatan topical non-steroid bekerja dengan mengurangi
proliferasi kulit dan peradangan contohnya Dovenx (calcipotriene)
merupakan vitamin D3 sintetik, Vectical (calcitriol) merupak bentuk alami
dari vitamin D3. Tazorec (tazarotene) merupakan retinoid (derivate vitamin
A) juga mengurangi produksi sel-sel kulit. Zithranol-RR (anthralin)

merupakan sintetik versi dari chrysarobin, zat yang ditemukan dalam kulit
batang pohon araroba di Amerika Selatan yang bekerja memperlambat
pertumbuhan kulit (Haldiman, 2012).
Ada berbagai perawatan fototerapi tersedia untuk individu dengan
psoriasis. Penggunaan laser memungkinkan untuk fototerapi yang lebih
efektif membatasi pengobatan daerah untuk lokasi lesi psoriasis. Excimer
dan pulsed dye laser adalah dua laser yang disetujui oleh FDA untuk
mengobati psoriasis kronis, plaque local, ringan sampai sedang. Sinar
ultraviolet B (UVB) telah berhasil digunakan dalam mengobati psoriasis
selama lebih dari 75 tahun. Narrow-band UVB lebih disukai daripada UVB
broad-band karena efektivitas meningkat dan perawatan lebih sedikit
diperlukan. Paparan sinar matahari alami, yang mengandung baik UVB dan
sinar ultraviolet A (UVA), juga mungkin dianjurkan. Namun, karena
penggunaan obat topikal tertentu dapat meningkatkan risiko terbakar sinar
matahari, penting bahwa individu menggunakan obat ini atau jenis lain dari
fototerapi bersamaan melanjutkan dengan hati-hati atau menghindari sinar
matahari alami. Obat psoralen dapat diresepkan untuk dapat ditambahan
pada penggunaan dengan sinar UVA dan sinar matahari alami mengobati
psoriasis yang efektif. Proses ini dikenal sebagai PUVA. Pengobatan PUVA
yang paling berguna dalam mengobati psoriasis dengan plaque stabil, guttate
psoriasis, dan postural psoriasis (Haldiman, 2012).
Penggunaan obat sistemik dalam pengobatan psoriasis biasanya untuk
kasus sedang sampai parah atau individu yang tidak dapat mentolerir atau
tidak menanggapi obat topikal atau fototerapi. Acitretin (Soriatane)
merupakan retinoid oral, siklosporin merupakan imunosupresan, dan
methotrexate,obat anti-rematik penyakit-memodifikasi (DMARD) disetujui
oleh FDA untuk pengobatan psoriasis. Ada juga berbagai obat sistemik yang
diresepkan untuk pengobatan psoriasis, meliputi Hydrea (HU), isotretinoin,
mycophenolate mofetil, sulfasalazine, dan 6-thioguanine (Haldiman, 2012).
Obat-obat biologi biasanya diberikan melalui suntikan atau infus dan
berbeda dari obat sistemik lainnya, mereka bekerja menargetkan bagian
tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang berperan dalam psoriasis. T-sel

blocker, contohnya Amevive (alefacept) bekerja menghambat aktivasi T-sel.


Tumor necrosis factor- (TNF-) blocker, contohnya Enbrel (etanercept),
Humira (adalimbumab), Remicade (infliximab), dan Simponi (golimumab)
bekerja menghambat TNF- (jenis sitokin yang bertanggung jawab untuk
peradangan pada psoriasis). Demikian pula, Stelara (ustekinumab)
menargetkan sitokin interleukin 12 (IL 12) dan interleukin 23 (IL 23)
(Haldiman, 2012).
Kurangnya bukti empiris mengenai pengobatan alternatif komplementer
dalam pengobatan psoriasis. Namun, penggunaan pengobatan ini menjadi
lebih umum dan banyak orang yang menderita psoriasis telah melaporkan
penurunan dalam gejala dan peningkatan remisi dari penggunaan berbagai
pengobatab alternative komplementer. Pengobatan alternatif komplementer
mrliputi homeopati, naturopati, obat tradisional Cina, pengobatan Ayurvedic,
teknik pengurangan stres, seperti yoga dan meditasi, suplemen makanan dan
obat-obatan herbal, dan perubahan pola makan (Haldiman, 2012).
C. KESIMPULAN
Psoriasis adalah penyakit autoimun kronis. Penyebab pasti psoriasis
belum diketahui, tetapi umumnya terjadi akibat kombinasi dari faktor
genetik dan lingkungan pemicu menyebabkan timbulnya penyakit. Pilihan
pengobatan psoriasis tergantung pada tingkat keparahan penyakit, serta
berdampak pada kualitas hidup, dan mungkin termasuk pengobatan topikal,
obat sistemik, fototerapi, dan pengobatan alternatif komplementer.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Psoriasis Can be Cured With Homoeopathy, diakses pada


www.homoeopathyclinic.com tanggal 05 Mei 2013.
El-Darouti, M., and Hay, R.A., 2010, Psoriasis: Highlights on Pathogenesis,
Adjuvant Therapy and Treatment of Resistant and Problematic Cases (Part I),
review article, 64-70, Egyptian Women Dermatologic Society.
Haldiman, K., 2012, An Overview of Psoriasis: The Etiology, Common Triggers,
and Current Treatment Options, Pharmaceutical Education Consultants, Inc.
Laws, P.M., and Young, H.S., 2010, Update of the management of chronic
psoriasis: new approaches and emerging treatment options, Review, Clinical,
Cosmetic and Investigational Dermatology, 2010:3, 25-37.
Menter, A., Gottlieb, A., Feldman, S.R., Van Voorhees, A.S., Leonardi, C.L.,
Gordon, K,B., Lebwohl, M., Koo, J.Y.M., Elmets, C.A., Korman, N.J.,
Beutner, K.R., and Bhushan, R., 2008, Guidelines of care for the
management ofpsoriasis and psoriatic arthritis, 826-847, American Academy
of Dermatology Inc.

Anda mungkin juga menyukai