Anda di halaman 1dari 3

1. Mengapa terjadi gejala dan patofisiologi pada skenario ?

Pada skenario Adi laki-laki berusia 37 tahun dengan 5 orang anak dan bekerja di
kantor pos datang dengan keluhan akhir-akhir ini sering mengatakan tidurnya terganggu,
nafsu makan menurun dan mudah lelah serta bersalah dan tidak berguna. Dari data istrinya
mengatakan bahwa Adi sering murung dan pernah ingin bunuh diri, padahal setahun yang
lalu, Adi sangat giat bekerja, selalu merasa optimis dan jarang tidur, perilaku banyak bicara
dan banyak ide, mudah tersinggung, melakukan aktivitas berlebih bahkan samapai tidak
tidur. Adi di ketahui sebagai anak pertama dari enam bersaudara, ayahnya meninggal dunia
beberapa tahun yang lalu dan Adi merasa bertanggung jawab terhadap keluarganya. Dari
skenario tersebut terdapat 2 gejala episodik yaitu rasa bergairah tinggi yang tidak terkendali
(manik) dan episode perasaan yang sedih dengan gejala penyertanya (depresi). Pada gejala
manik terdapat saat Adi belum mengalami keluhan saat ini atau terjadi ketika satu tahun
yang, sedangkan gejala depresi terjadi saat Adi mengalami keluhan akhir-akhir ini yaitu
berupa tidurnya yang terganggu, nafsu makan menurun dan sebagainya. Adapun saat ayah
Adi meninggal beberapa tahun yang merupakan faktor pencetus atau stressor dari gejala yang
di alami oleh Adi saat ini. Gangguan pada skenario merupakan jenis gangguan bipolar yang
merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik,
hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup.
Gangguan bipolar disebabkan oleh berbagai macam faktor. Secara biologis dikaitkan
dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan
dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat
dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.1-2

Faktor Genetik
Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemungkinan menderita suatu gangguan
mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan melebar. Sebagai contoh, sanak saudara
derajat kedua (sepupu) lebih kecil kemungkinannya dari pada sanak saudara derajat pertama.
Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien
Gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu orangtua dengan suatu Gangguan mood, paling
sering Gangguan depresif berat. Jika satu orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat
kemungkinan 25 persen bahwa anaknya menderita suatu Gangguan mood. Jika kedua

orangtua menderita Gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 50-75 persen anaknya


menderita Gangguan mood.1-2
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara Gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini,
ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) beresiko rendah menderita Gangguan bipolar.12

Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai

menduga

adanya

hubungan

neurotransmitter

dengan

Gangguan

bipolar.

Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin, noradrenalin. Gen-gen yang


berhubungan dengan neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode
monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, cathecol-ometiltransferase (COMT),
dan serotonin transporter (5HTT). Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan
dengan penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF).
BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan
perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur
BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat tiga penelitian yang mencari tahu hubungan
antara BDNF dengan Gangguan bipolar dan hasilnya positif.1-2

Faktor Biologis
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan
volume yang kecil pada amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan
hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila

jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.1-2

Faktor Lingkungan
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress
yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan
biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal
intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam
kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada
resiko yang lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stressor eksternal.1-2

Referensi :
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta:
Penerit Buku EGC; 2010.h.366-85.
2. Bipolar disorder. National Institute

of

Mental

Health.

Available

http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-index.shtml.
Diakses pada tanggal 1 Oktober 2015

on

Anda mungkin juga menyukai