Anda di halaman 1dari 87

1

BAB I
ALKALIMETRI & ASIDIMETRI
1.1. Alkalimetri
1.1.1. Tujuan Praktikum
- Membuat larutan standard natriun hidroksida 0,1 N.
- Standarisasi natrium hidroksida dengan asam oksalat.
- Menentukan kemurnian asam dalam asam cuka yang diperdagangkan.
1.1.2. Tinjauan Pustaka
Alkalimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan
larutan baku basa, bisa disebut juga sebagai titrasi asam-basa.[14]
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan
sejumlah contoh tertentu yang dianalisis.[8]
Titrasi asam - basa sering disebut asidimetri-alkalimetri bahwa titrasi
asidimetri-alkalimetri menyangkut reaksi asam dan basa diantaranya:
-

asam kuat - basa kuat

asam kuat - basa lemah

asam lemah - basa kuat

asam kuat - garam dari asam lemah

basa kuat - garam dari basa lemah.[5]


Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-

pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya
merupakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan
pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat
diketahui.[14]

Ada dua cara untuk menentukan titik ekivalen titrasi antara lain:

a. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,


kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh
kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalent.
b. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan.[15]
Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat
penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator.[14]
Pada dasarnya kurva dapat diperoleh dengan menghitung pH larutan secara teori.
Untuk itu dibedakan empat daerah titrasi:
a. Titik awal, yakni sebelum titrasi dimulai (0% titrant), pH disini ialah pH titran.
b. Daerah sebelum titik ekivalen. Larutan berisi sisa titrat dan hasil reaksi antara
titrat dan titran, pH ialah pH larutan campuran tersebut (2a) titik tengah (50%
selesai)
c. Titik ekivalen (100% titran telah ditambahkan). Larutan hanya berisi hasil
reaksi dan pH-nya dapat dihitung.
d. Daerah setelah titik ekivalen. Larutan berisi hasil titrasi dan kelebihan titran.

Gambar 1.1.2.1. Pembagian kurva titrasi menjadi daerah-daerah titrasi.[5]

Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk


fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asambasa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat
berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat
serta biasanya adalah zat organik. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi
isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan
akibatnya mereka menunjukan warna pada range pH yang berbeda.[9]

Tabel 1.1.2.1. Indikator Asam Basa.[2]


Perubahan warna
Nama indikator

Range pH
Dari

Ke

Asam pikrat

Tak berwarna

Kuning

0,1-0,8

Biru timol

Merah

Kuning

1,2-2,8

2,6-Dinitrofenol

Tak berwarna

Kuning

2,0-4,0

Metil kuning

Merah

Kuning

2,9-4,0

Bromofenol biru

Kuning

Biru

3,0-4,6

Metil jingga

Merah

Kuning

3,1-4,4

Bromkresol hijau

Kuning

Biru

3,8-5,4

Metil merah

Merah

Kuning

4,2-6,2

Lakmus

Merah

Biru

5,0-8,0

Metil merah ungu

Ungu

Hijau

4,8-5,4

P-nitrofenol

Tak berwarna

Kuning

5,6-7,6

Bromtimol biru

Kuning

Biru

6,0-7,6

Merah netral

Merah

Kuning

6,8-8,0

Fenol merah

Kuning

Biru

6,8-8,4

p-a Naftolftalein

Kuning

Merah

7,0-9,0

Fenolftalein

Tak berwarna

Merah

8,0-9,6

Timolftalein

Tak berwarna

Biru

9,3-10,6

Alizarin kuning R

Kuning

Violet

10,1-12,0

1,3,5-trinitrobenzena

Tak berwarna

Orange

12,0-14,0

Indikator asam-basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan:
a. Indikator ftalein dan Indikator sulfoftalein

Indikator ftalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol, yaitu
fenolftalein. Pada pH 8,0-9,8 berubah warnanya menjadi merah. Anggota

anggota lainnya adalah O-cresolftalein, thimolftalein, -naftolftalein.


Indikator sulfoftalein dibuat dari kondensasi anhidrida ftalein dan sulfonat.
Yang termasuk dalam kelas ini adalah thymol blue, m-cresolpurple,
chlorofenolred,

bromofenolred,

bromofenolblue,

bromocresolred,

dan

sebagainya.
b. Indikator azo, diperoleh dari reaksi amina romatik dengan garam dizonium,
misalnya, methylyellow atau p-dimetil amino azo benzene. Terlihat pengaruh
struktur pada ionisasi. Perubahan warna terjadi pada larutan asam kuat. Metilorange tidak larut dalam air. Indikator lain yang masuk kelas ini adalah
metilyellow, metilred dan tropaelino.
c. Indikator trifenilmetana, malachitegreen, metil violet, kristal violet termasuk
dalam golongan ini. Indikator azo menunjukkan kenaikan disosiasi bila
temperatur naik. Disini proton ditarik dari ion ammonium tersier meninggalkan
suatu residu tak bermuatan.[9]
Dalam

alkalimetri,

indikator

yang

digunakan

adalah

indikator

fenolftalein karena dalam titrasi ini merupakan titrasi asam lemah oleh basa kuat
yang memiliki titik ekuivalen diatas 7. Hal itu sesuai dengan rentang perubahan
pH dari indikator fenolftalein .Indikator fenolftalein tidak bewarna dalam suasana
asam dan bewarna merah muda dalam suasana basa [22], yang dimana warnanya
tampak semakin tua bila pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan makin muda bila
semakin kecil (mendekati 8,0). Letak trayek fenolftalein di antara 8,0-9,6
sehingga pada pH di bawah 8,0 larutan tak berwarna dan di atas 9,6 warna
merahnya tidak berubah intensitasnya.[2]

Fenolftalein (pp) digunakan sebagai indikator, maka indikator ini akan


memberikan perubahan warna apabila terjadi reaksi (1) sempurna, misalnya ion
karbonat telah bereaksi hanya dengan satu ion H3O+. Ini mengakibatkan galat,
karena dua ion OH- digunakan dalam pembentukan satu CO32-.

CO32-

(ion karbonat)

HCO3- +

H3O+
(ion hidronium)

HCO3- + H2O
(ion bikarbonat)

H3O+

(ion bikarbonat) (ion hidronium)

HCO3
(bikarbonat)

(1)

(air)

H2O

(2)

(air)

Jika menggunakan metil orange sebagai indicator, maka indikator ini akan
perubahan warna akan terjadi ketika reaksi (2) secara sempurna tetapi tidak akan
CO 32

terjadi galat, karena tiap ion

bergabung dengan dua ion H3O+. Namun

demikian, dalam titrasi asam lemah, fenolftalein adalah indikator yang tepat
digunakan, dan jika karbon dioksida telah diserap oleh titran, maka galat akan
terjadi.[1]
Larutan standar adalah larutan yang mengandung reagensia dengan bobot
yang diketahui dalam suatu volume tertentu larutan.[7] Larutan standar primer
adalah larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung, karena diperoleh
dari hasil penimbangan. Pada umumnya kadarnya dapat dinyatakan dalam N
(mol.Equivalen/L) atau M (mol/L).[24]
Reaksi antar zat yang dipilih sebagai standar primer dan asam atau basa
jelas harus memenuhi persyaratan bagi analisa titrimetrik. Tambahan pula standar
primer harus mempunyai sifat-sifat berikut:
a. Harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian yang
diketahui. Pada umumnya jumlah zat pengotor tidak boleh melebihi 0,010,02%, dan harus mungkin untuk mengujinya terhadap kotoran dengan uji
kualitatif yang kepekaannya diketahui.
b. Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh demikian higroskopik sehingga
menarik air sewaktu ditimbang. Tidak boleh kehilangan berat sewaktu terkena
udara.
c. Standar primer sepatutnya mempunyai berat berat ekivalen yang tinggi untuk
dapat mengurangi akibat kesalahan dalam penimbangannya.
d. Asam atau basanya, sebaiknya yang kuat yaitu terdiosiasi tinggi.[2]
Larutan baku sekunder yaitu suatu zat yang dapat digunakan untuk
standarisasi, dan yang kandungan zat aktifnya telah ditentukan dengan
perbandingan terhadap suatu standar primer.

Dalam pembuatan alkali standar umumnya digunakan hidroksida dari


natrium, kalium dan barium, zat-zat ini adalah basa kuat yang dapat larut dalam
air. Larutan yang dibuat dari larutan-air amonia tak disukai, karena cendrungnya
kehilangan amonia terutama jika konsentrasinya melampaui 0,5 M, dimana ia
merupakan basa lemah, dan kesukaran akan timbul pada titrasi dengan asam-asam
lemah.[7]
Penentuan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan rumus sebagai berikut:

gr
BE
mol ek CH3COOH

= mol ek NaOH

=NV

gr

= N V BE

(V N) NaOH BE CH 3COOH faktor pengencera n


Berat sampel (mg)

100 %
% asam asetat

mg analit
100%
mg sampel
% CH3COOH

Keterangan:
V

= volume NaOH (ml)

= normalitas NaOH standard

BE

= berat ekivalen CH3COOH

FP

= faktor pengenceran

100

10

(larutan asam cuka 100 ml di ambil 10 ml)[18]

Aplikasi dalam titrasi alkalimetri adalah analisis aspirin. Aspirin atau


asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering
digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga
memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo
lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai
obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah
dunia.[14]
1.1.3. Tinjauan Bahan
A. Natrium Hidroksida
- rumus kimia : NaOH
- massa molar : 339,9971 g/mol
- densitas
: 2,1 g/cm
- titik didih
: 1390 C
- titik lebur
: 318 C
- bentuk
: padatan
- warna
: putih
B. Asam Oksalat
- rumus kimia : H2C2O4
- massa molar : 90.03 g/mol
- keasaman
: 1,38; 4,28
- bentuk
: kristal
- warna
: putih
C. Asam Cuka
- rumus kimia : CH3COOH
- massa molar : 60.05 g/mol
- titik didih
: 118.1 oC
- titik Lebur : 165 oC
- bentuk
: cair
1.1.4. Alat dan Bahan
A. Alat - alat yang digunakan:
-

batang pengaduk

B. Bahan - bahan yang digunakan:


-

aquadest (H2O)

asam

cuka

(CH3COOH)
-

asam

oksalat

(H2C2O4.2H2O)
-

natrium

hidroksida

(NaOH)
-

phenolptalein
(C20H14O4)

beakerglass

botol aquadest

buret

corong kaca

Erlenmeyer

gelas arloji

karet penghisap

labu ukur

neraca digital

pipet tetes

pipet volume

statif dan klem

1.1.5. Prosedur Percobaan


A. Preparasi larutan
- membuat larutan natrium hidroksida 0,1 N, sebanyak 500 mL
- membuat larutan standard asam oksalat 0,1 N, sebanyak 100 mL.
B. Standardisasi natrium hidroksida dengan larutan standard asam oksalat
- memipet 10 mL larutan asam oksalat ke dalam Erlenmeyer dan
-

tambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes


menstandardisasi dengan larutan natrium hidroksida sampai warna

larutan berubah dari bening tidak berwarna menjadi warna pink


- mengulangi percobaan sampai 3 kali.
C. Penentuan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan
- menimbang beakerglass kosong kemudian masukkan 5 mL asam cuka
-

contoh dan timbang lagi sehingga diperoleh berat asam cuka


melarutkan dengan aquadest sampai volumenya 100 mL
memipet 10 mL kemudian masukkan dalam Erlenmeyer dan tambahkan

4 tetes indikator PP
menitrasi dengan larutan standard natrium hidroksida sampai larutan
berubah warna menjadi warna merah jambu dan catat volume yang

diperlukan
- mengulangi percobaan diatas sampai 3 kali.
1.1.6. Data Pengamatan
A. Standardisasi larutan NaOH dengan asamoksalat
Tabel 1.1.6.1. Data standardisasi larutan NaOH dengan asam oksalat

Keterangan

II

III

Berat teliti bahan baku (gram)

Berat ekivalen bahan baku

40

40

40

Volume larutan baku (mL)

500

500

500

Volume larutan yang dititrasi (mL)

10

10

10

Volume larutan titran (mL)

9,5

9,5

9,5

B. Penentuan kadar asamasetat dalam cuka yang diperdagangkan


Tabel 1.1.6.2. Data penentuan kadar asam asetat dalam asam cuka yang
diperdagangkan
Keterangan

II

III

Berat botol timbang kosong (gram)

107,48

107,48

107,48

Berat botol timbang isi (gram)

112,51

112,51

112,51

Berat asamcuka (gram)

5,03

5,03

5,03

Volume asamcuka (mL)

Volume asam cuka yang dititrasi (mL)

10

10

10

Volume larutan peniter (mL)

2,6

2,7

2,7

1.1.7. Persamaan Reaksi


A. Standardisasi larutan NaOH dengan asamoksalat
2NaOH

+ H2C2O4. 2H2O

(natrium hidroksida)

(asam oksalat)

Na2C2O4 + 4H2O
(natrium oksalat)

(air)

B. Penentuan kadar asam dalam asamcuka yang diperdagangkan


CH3COOH
(asam asetat)

NaOH

(natrium hidroksida)

CH3COONa + H2O
(natrium asetat)

(air)

1.1.8. Pembahasan
- Dalam membuat larutan standard natrium hidroksida , dilakukan
penimbangan terlebih dahulu natrium hidroksida 0,1 N 500 mL.
Berdasarkan perhitungan, diperlukan sejumlah 2 gram padatan natriun

10

hidroksida untuk dilarutkan dalam labu ukur 500 mL dengan aquadest


-

sampai tanda batas.


Dalam percobaan standardisasi larutan natrium hidroksida dengan asam
oksalat diperoleh normalitas natrium hidroksida adalah 0,105 N,
sedangkan normalitas natrium hidroksida secara teoritis adalah 0,1 N.
Standarisasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari konsentrasi asam
dengan menggunakan larutan baku basa. Indikator yang digunakan dalam
percobaan alkalimetri adalah indikator fenolftalein karena indikator
fenolftalein berkisar pada larutan yang bersifat basa. Letak trayek
fenolftalein di antara 8,0-9,6 sehingga pada pH di bawah 8,0 larutan tak

berwarna dan di atas 9,6 warna merahnya tidak berubah intensitasnya.


Dalam menentukan kadar asam dalam kadar asam cuka yang
diperdagangkan sebesar 3,2564% sedangkan kadar asam cuka yang
dipakai adalah 25%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh:
- Penimbangan asam cuka dan botol yang kurang tepat.
- Kestabilan larutan yang mudah dipengaruhi pH.
- Kesalahan dalam penentun titik akhir.

1.1.9. Kesimpulan
- Dalam percobaan standardisasi larutan natrium hidroksida dengan
-

asamoksalat diperoleh normalitas natrium hidroksida adalah 0,105 N.


Dari percobaan penentuan kadar asam dalam asam cuka yang
diperdagangkan diperoleh kadar sebesar 3,2564%

11

1.2. ASIDIMETRI
1.2.1. Tujuan Percobaan
- Membuat larutan standard asam klorida 0,1 N.
- Menetapkan konsentrasi larutan standard asam klorida dengan natrium
-

bikarbonat.
Menentukan kadar natrium karbonat dalam washing soda.

1.2.2. Tinjauan Pustaka


Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan
sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis.[20]
Titrasi

asam-basa

sering

disebut

titrasi

asidimetri-alkalimetri. [5]

Asidimetri dan alkalimetri yaitu 2 macam kelompok dari titrasi netralisasi.


Asidimetri dan alkalimetri sering juga disebut dengan titrasi asidimetri dan titrasi
alkalimetri.[38] Dasar dari titrasi asidimetri-alkalimetri ini adalah pembentukan
elektrolit lemah, yaitu air atau asam lemah atau basa lemah. Titrasi ini penting

12

karena dapat dipergunakan untuk analisa asam atau basa yang belum diketahui
jumlahnya dan untuk maksud itu diperlukan larutan standard basa untuk
penentuan suatu asam dan larutan larutan standard asam untuk penentuan suatu
basa. Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan
pH.[10] Kata metri berasal dari bahasa Yunani dan berarti ilmu, proses atau seni
mengukur. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun
pengukuran dengan asam (yang diukur jumlah basa atau garam).[5] Titrasi
asidimetri adalah titrasi larutan yang bersifat basa (basa bebas, dan larutan
garam-garam terhidrolisis yang berasal dari asam lemah) dengan larutan standard
asam.[38]

Titrasi asidimetri-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam atau basa


diantaranya:
1. Asam kuat - basa kuat
Contohnya:
HCl
+
NaOH
(asam klorida) (natrium hidroksida)

NaCl
(natrium klorida)

2. Asam kuat - basa lemah


Contohnya:
HCl
+
NH4OH
(asam klorida) (amonium hidroksida)

H2O

(air)

NH4Cl

(amonium klorida)

3. Asam lemah - basa kuat


Contohnya:
CH3COOH + NaOH
(asam asetat) (natrium hidroksida)

H2O
(air)

NaCH3COO + H2O
(natrium asetat)

(air)

4. Asam kuat - garam dari asam lemah


Contohnya:
HCl
(asam klorida)

NH4BO2
(amonium boran)

5. Basa kuat - garam dari basa lemah


Contohnya:
NaOH + CH3COONH4
(natriumhidroksida) (ammonium asetat)

Pembuatan Suatu Asam Standard

HBO2
(asam borat)

NH4Cl

(amonium klorida)

CH3COONa +

NH4OH

(sodium asetat) (ammonium hidroksida)

13

Dua asam, yaitu asam klorida dan asam sulfat, sangat luas digunakan
untuk membuat larutan asam standard. Kedua zat ini tersedia secara komersial.
Asam klorida umumnya lebih disukai, karena kebanyakan klorida dapat larut
dalam air. Asam bertitik-didih konstan ini tidak higroskopik dan juga tidak begitu
mudah menguap, serta konsentrasinya tetap tak berubah jika disimpan dalam
wadah yang tertutup rapat dan tak terkena sinar matahari. Asam ini dapat
digunakan langsung dalam pembuatan suatu larutan asam klorida dengan
konsentrasi yang diketahui.[7]

Indikator pH atau Indikator asam-basa


Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari
indikator, sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna
basa. Asam dan basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari tujuh. Asam
berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari trayek indikator atau
trayek perubahan warna yang bersangkutan.
Tabel. 1.2.2.1. Indikator asam-basa
Nama

1. Asam pikrat
2. Biru timol

3. 2,6- Dinitrofenol
4. Kuning metil
5. Jingga metil
6. Hijau bromkresol

pKi

Jenis

Trayek pH

2,3

1,65
8,90

Warna
A

0,1 - 0,8

TB

Kn

1,2 - 2,8

Mr

Kn

8,0 - 9,6

Kn

Br

2,0 - 4,0

TB

Kn

3,2

2,9 - 4,0

Mr

Kn

3,4

3,1 - 4,4

Mr

Ji

4,9

3,8 - 5,4

Kn

Br

5,0

4,2 - 6,3

Mr

Kn

4,5 - 8,3

Mr

Br

5,2 - 6,8

Kn

Pr

6,12

14

7. Merah metil
8. Lakmus

7,3

6,0 - 7,6

Kn

Br

8,0

6,4 - 8,0

Kn

Mr

7,0 - 9,0

Kn

Br

7,4 - 9,6

Kn

Br

8,0 - 9,6

TB

Mr

9,3 - 10,5

TB

Br

10,1 - 12,0

Kn

Vi

12,0 - 14,0

TB

Ji

9. Purpur bromkresol
10. Biru bromtimol
11. Merah fenol
12. p- - Naftolftalein
13. Purpur kresol
14. Fenolftalein
15. Timolftalein
16. Kuning alizarin R
17. 1,3,5- Trinitrobenzen

Beberapa hal yang menyebabkan indikator asam-basa berubah warna bila


pH lingkungannya berubah, yaitu:
1. Indikator asam-basa ialah asam organik lemah atau basa organik lemah, jadi
dalam larutan mengalami kesetimbangan pengionan.
2. Molekul-molekul indikator tersebut mempunyai warna yang berbeda dengan
ion-ionnya.
3. Letak trayek pH pada pH tinggi atau rendah atau di tengah tergantung dari
besar-kecilnya Ka atau Kb indikator yang bersangkutan.
4. Terjadinya trayek merupakan kesetimbangan dan karena kemampuan mata
untuk membedakan campuran warna-warna, terbatas.
Bila suatu indikator yang kita gunakan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi, maka:

15

1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titrant menjadi ekivalen dengan
titrat agar tidak terjadi kesalah titrasi, yakni selisih antara titik akhir dan titik
ekivalen.
2. Perubahan warna harus terjadi secara mendadak, gar tidak ada keragu-raguan
tentang kapan titrasi harus dihentikan. Bila perubahan warna mendadak sekali,
yakni tetes terakhir menyebabkan warna sama sekali lain, maka dikatakan,
bahwa titik akhirnya tegas atau tajam.
Beberapa bahan baku primer untuk asidimetri yang paling banyak
digunakan, yaitu:
1. Natrium karbonat kristal, Na2CO3 (BM=105,96) tersedia sebagai kristal tinggal
pakai atau sebagai natrium bikarbonat, NaHCO3, yang dapat dipanaskan
menjadi Na2CO3 pada 300 oC selama satu jam.
2. Borax atau natrium tetraborat dekahidrat, Na2B4O7.10H2O (BM=381,4).
Standardisasi dengan borax sangat dianjurkan.[5]
Berat ekivalen dalam asidimetri-alkalimetri ialah berat zat yang
mereaksikan atau membutuhkan satu gram ion H+ atau OH- dengan perkataan lain
BE = BM, dibagi jumlah ion H+ yang direaksikan atau diikat oleh sebuah molekul
zat yang bersangkutan.
=

BE

BM
, dimana n ialah jumlah ion H + yang direaksikan dengan sebuah
n

molekul asam atau diikat oleh sebuah molekul bukan asam.[10]


Konsentrasi tersebut dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
gr
1000

M = BM
V (ml)
N

gr
1000

BE
V(m l )

gr
1000

BM
V (m l )

ek

16

% 1000
= BE

Untuk menghitung kadar suatu analit dalam sampel, dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
mg Analit
mg Sampel

100

V (ml) N (mek/ml) BE (mg/mek)


= mg

100

Keterangan:
N : Normalitas larutan
M : Molaritas larutan
BM : Bobot molekul
BE : Bobot ekivalen
V : Volume larutan.
: Massa Jenis larutan
% : konsentrasi larutan dalam prosentase.[2]
1.2.3. Tinjauan Bahan
A. Aquadest (H2O)
- Berat molekul : 18,02 g/mol
- pH
: netral (7)
- Titik didih
: 100 oC
Merupakan bahan kimia yang tidak berbahaya karena mempunyai pH netral
sehingga tidak mempunyai efek tertentu bagi manusia.
B. Asam klorida (HCl)
- Massa molar : 36,46 g/mol
- Densitas
: 1,18 g/cm3
- Titik didih
: 110oC
Bersifat korosif terhadap jaringan tubuh dengan potensi kerusakan pada
rongga pernapasan, mata, kulit dan usus.
C. Methyl Orange (C15H15N3O2)
- Massa molar : 327,33 g/mol
- Densitas
: 1,28 g/cm3
- Titik didih
: >300oC
Metil Orange (Methyl Orange) adalah senyawa organik dengan rumus
C14H14N3NaO3S dan biasanya dipakai sebagai indikator dalam titrasi asam
basa. Indikator

metil orange

ini berubah warna dari merah pada pH

17

dibawah 3.1 dan menjadi warna kuning pada pH diatas 4.4 jadi warna
transisinya adalah orange.
D. Natrium karbonat (Na2CO3)
- Berat molekul : 106 g/mol
- Densitas
: 1,311 g/cm3
- Titik leleh
: 851 oC [4]
Natrium karbonat (juga dikenal sebagai cuci soda atau soda abu), Na2CO3
adalah natrium garam dari asam karbonat . Ia paling umum terjadi sebagai
kristalheptahidrat , yang mudah effloresces untuk membentuk bubuk putih,
monohidrat tersebut.

1.2.4. Alat dan Bahan


A. Alat - alat yang digunakan:
-

batang pengaduk

beakerglass

botol aquadest

buret

corong kaca

Erlenmeyer

gelas arloji

karet penghisap

labu ukur

neraca analitik

pipet tetes

pipet volume

statif dan klem

B. Bahan - bahan yang digunakan:


-

ammonium klorida (NH4Cl)

aquadest (H2O)

asamklorida (HCl)

methyl orange (C15H15N3O2)

natrium karbonat (Na2CO3)

washing soda

18

1.2.5. Prosedur Percobaan


A. Preparasi larutan
- Buat larutan asam klorida 0,1 N, sebanyak 250 mL
- Buat larutan standard natrium bikarbonat 0,1 N, sebanyak 50 mL.
B. Standardisasi asam klorida dengan larutan standard natrium karbonat
- Pipet 10 mL larutan natrium karbonat ke dalam Erlenmeyer dan
-

tambahkan indikator methyl orange sebanyak 3 tetes


Standardisasi dengan larutan asam klorida sampai warna larutan berubah

dari orange menjadi warna pink


- Ulangi percobaan sampai 3 kali.
C. Menentukan kadar natrium karbonat dalam washing soda
- Timbang 1 gram washing soda dan masukkan ke dalam labu ukur 50 mL
- Tambahkan aquadest sampai tanda batas
- Pipet 10 mL larutan sampel
- Tambahkan indikator methyl orange tiga tetes kemudian titrasi dengan
-

larutan standard asam klorida sampai titik ekivalen


Catat volume yang diperlukan dan ulangi percobaan sampai 3 kali.

1.2.6. Data pengamatan


Tabel 1.2.6.1. Data pengamatan standarisasi larutan asam klorida dengan
natrium karbonat 0,1 N
Keterangan

II

III

Berat teliti bahan baku (gram)

0,265

0,265

0,265

Berat ekivalen bahan baku (gram)

53

53

53

Volume larutan baku (mL)

25

25

25

Volume larutan yang dititrasi (mL)

10

10

10

Volume larutan peniter (mL)

10,5

10,4

10,5

Tabel 1.2.6.2. Data pengamatan penentuan kadar karbonat dalam washing


soda
Keterangan

II

III

Berat teliti bahan baku (gram)

Berat ekivalen bahan baku (gram)

Volume larutan baku (mL)

25

25

25

Volume larutan yang dititrasi (mL)

10

10

10

19

Volume larutan peniter (mL)


1.2.7. Persamaan Reaksi
2HCl +
Na2CO3
(asam klorida) (natrium karbonat)

8,2

2NaCl
(natrium klorida)

8,3

+ H2O
(air)

8,2

CO2 [1]

(karbondioksida)

1.2.8. Pembahasan
-

Tujuan standardisasi adalah untuk menentukan konsentrasi dari suatu


larutan. Dalam standardisasi pada percobaan ini digunakan natrium
karbonat sebagai larutan baku primer, karena natrium karbonat
digunakan sebagai pengatur pH untuk mempertahankan kondisi basa
stabil dan HCl sebagai larutan baku sekunder, karena kebanyakan klorida
dapat larut dalam air. Standardisasi ini bertujuan untuk menentukan
konsentrasi larutan asam klorida secara tepat. Dan didapatkan konsentrasi
asam klorida sebesar 0,1047 N. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa normalitas larutan tersebut sebesar 0,1 N. Perbedaan
ini disebabkan karena penimbangan dan pengenceran larutan standard
HCl 0,1 N yang kurang tepat maupun pada saat pengocokkan yang tidak
tepat.

Pada standarisasi asam klorida dengan larutan standard natrium karbonat


digunakan indikator methyl orange karena merupakan indikator asam
basa yang umum digunakan. Dan juga disebabkan karena, methyl orange
dapat memberikan perubahan warna yang jelas dan yang berbeda pada
saat titrasi. Methyl Orange memiliki trayek pH 3,1-4,4, jadi methyl
orange ini bersifat asam.

20

Untuk mendapatkan jumlah kadar natrium karbonat dalam washing soda


pada sampel detergen tersebut dapat digunakan persamaan sebagai
berikut:
V HCl N HCl BE Na2 CO 3
% Na2CO3 = gram sampel

100%

Maka dari percobaan ini, didapatkan kadar natrium karbonat dalam


washing soda sebesar 4,36% dan kadar karbonatnya diperoleh dari
persamaan berikut:
2BM CO3
% CO32- = BM Na CO
2
3

% Na2CO3

Maka didapatkan kadar karbonatnya sebesar 2,468%.


1.2.9. Kesimpulan
- Untuk membuat larutan standard asam klorida 0,1 N sebanyak 250 mL,
diperlukan 2,07 mL asam klorida pekat. Kemudian tambahkan aquadest
-

sampai tanda batas.


Konsentrasi larutan standard asam klorida dengan natrium bikarbonat
yang didapatkan dalam percobaan ini yaitu 0,1047 N. Sedangkan pada

teori menyatakan bahwa normalitas larutan tersebut sebesar 0,1 N.


Kadar natrium karbonat dalam washing soda yang didapat dalam
percobaan ini adalah 4,36% dan kadar karbonatnya adalah 2,468%.

21

BAB II
PERMANGANOMETRI
2.1.

Tujuan Percobaan
- Membuat larutan standad kalium permanganat 0,1 N.
- Standardisasi larutan kalium permanganat dengan larutan natrium

oksalat.
- Menentukan kemurnian garam nitrit.
2.2. Tinjauan Pustaka
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi
dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi
dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi
dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe +, asam
atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya.[26]
Kalium

permanganat

telah

banyak

dipergunakan

sebagai

agen

pengoksidasi. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan tidak
membutuhkan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Setelah
permanganat 0,1 N memberikan warna merah muda yang tampak, kepada larutan
yang volume lazim digunakan dalam titrasi. Warna ini digunakan untuk
menyatakan berlebihnya reagen itu. Permanganat bereaksi secara beraneka,
karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, +7.[2]

22

Reaksi saat suasana sangat asam (0,1 N atau lebih):


MnO4- + 8H+ + 5e
(permanganat) (hidrogen)

Mn2+ + 4H2O
(mangan)

Reaksi dalam asam lemah:


MnO4- + 4H+ + 3e
(permanganat) (hidrogen)

(air)

MnO2

Reaksi dalam larutan netral asam atau basa:


MnO4- + 4H2O + 3e
(permanganat) (air)

+ 2H2O

(mangan oksida)

(air)

MnO2
(mangan oksida)

+ 4OH- [11]

(hidroksida)

Ion permanganat dalam larutan asam adalah zat pengoksid yang kuat.
Asam sulfat adalah asam yang paling sesuai, karena tidak bereaksi terhadap
permanganat dalam larutan encer. Dengan asam klorida, akan terjadi reaksi:
2MnO4-

+ 10Cl- + 16H+

(permanganat) (ion klorida) (hidrogen)

2Mn2+ + 5Cl2 +
(mangan)

8H2O

(klorida) (air)

Dan sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan klor. Reaksi ini
terutama berkemungkinan akan terjadi dengan garam-garam besi, kecuali jika
tindakan-tindakan pencegahan yang khusus diambil. Dengan asam bebas yang
sedikit berlebih, larutan yang sangat encer, temperatur yang rendah, dan titrasi
yang sangat lambat sambil mengocok terus-menerus, bahaya dari penyebab ini
telah dikurangi sampai minimal. Namun ada pula beberapa titrasi, seperti titrasi
dengan arsen(III) oksida, stibium trivalen, dan hidrogen peroksida, yang dapat
dilakukan dengan adanya asam klorida.
Untuk titrasi larutan yang tak berwarna atau sedikit saja berwarna,
pemakaian indikator tidaklah perlu karena kalium permanganat 0,01N yang hanya
serendah 0,01 cm3 sudah memberi warna merah jambu pucat kepada 100 cm3air.
Intensitas warna dalam larutan-larutan yang encer dapat ditingkatkan, jika
dikehendaki, dengan penambahan suatu indikator redoks.[7] Indikator Redoks
adalah indikator yang berubah warnanya karena terjadi reaksi reduksi-oksidasi
(redoks). Dalam titrasi redoks ada 3 jenis indikator:
a. Indikator Redoks Reversibel
Indikator oksidasi - reduksi yang sebenarnya tidak tergantung dari salah satu
zat, tetapi hanya pada perubahan potensial larutan selama titrasi. Indikator ini
dapat dioksidasi dan direduksi secara reversibel (bolak-balik).

23

b. Indikator yang berubah warnanya karena oksidasi dari oksidator dan sifatnya
tidak dapat berubah kembali seperti semula.
c. Indikator Redoks Khusus
Indikator khusus yang bereaksi dengan salah satu komponen yang bereaksi,
Contoh indikator yang paling kita kenal ialah Amilum, yang membentuk
kompleks biru tua dengan ion triIodida.[32]
A. Pembuatan larutan KMnO4:
KMnO4 dapat diperoleh dalam keadaan murni, tetapi larutan titernya tidak
dibuaat langsung dengan menimbang saksama. Ini disebabkan oleh waktu
dilarutkan dalam air ia akan bereaksi dengan pengotor yang mungkin dalam
air atau dinding wadah. Karena itu mula-mula dibuat larutan kira-kira sama
dengan

yang

dikehendaki

kemudian

dibakukan,

misalnya

dengan

menggunakan natrium oksalat. Larutan permanganat dibuat dengan


pemanasan,[11] Hal ini untuk menghilangkan zat-zat pereduksi dalam air ,
sehingga akan mencegah terbentuknya MnO2. Terbentuknya MnO2

akan

mengatalis penguraian larutan permanganat.[2] Lalu larutan disaring dengan


glass-wool, krus atau penyaring asbes. Penyaringan dimaksudkan untuk
memisahkan endapan MnO2 yang dapat mempercepat penguraian larutan
(autokatalisator).[11]
B. Standarasasi atau pembakuan
1. Arsen (III) oksida (As2O3)
Senyawa As2O3 merupakan standart primer yang sangat baik pada
pembakuan larutan KMnO4 hal tersebut dikarenakan sifat As2O3 yang
stabil, tidak higroskopik, dan mudah didapat dengan derajat kemurnian
yang tinggi. Oksida ini dilarutkan dalam natrium hidroksida dan
diasamkan dalam HCl dan dititrasi dengan permanganat.
5HAsO2 + 2 MnO4- +
(asam arsenik)

6H+

(permanganat) (hidrogen)

2Mn2+ + 5H3AsO4
(mangan)

(asam arsenik)

2. Natrium oksalat (Na2C2O4)


Senyawa ini juga merupakan larutan standart primer yang baik bagi
permanganat dalam larutan asam. Hal tersebut dikarenakan sifatnya yang
stabil pada pemanasan, derajat kemurniannya tinggi, dan tidak
higroskopis.

24

5C2O42- + 2MnO4- + 16H+

2Mn2+ + 10CO2 +

8H2O
(oksalat) (permanganat) (hidrogen)

(mangan) (karbondioksida) (air)

3. Asam oksalat (H2C2O4)


Pada dasarnya reaksi yang terjadi hampir sama dengan pembakaran
menggunakan larutan NaC2O4. Natrium oksalat adalah yang paling sering
dipakai untuk pembakuan ini. Misalnya seperti metoda yang dicantumkan
dalam farmakope Indonesia: 200 mg natrium oksalat yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 110oC hingga bobot tetap, dilarutkan dalam
250 mL air. Ditambahkan 7 mL asam sulfat,[11] hal ini dilakukan untuk
menentukan kadar reduktor dalam suasana asam dengan penambahan
asam sulfat encer, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganat
dalam larutan encer.[2] Lalu dipanaskan hingga suhu lebih kurang 70 oC,[11]
Hal ini dilakukan karena reaksi berlangsung lambat pada temperatur kamar
dan karenanya biasanya larutan dipanaskan pada suhu sekitar 60oC,
bahkan pada temperatur yang ditinggikan.[2] Kemudian dititrasi perlahanlahan dengan larutan permanganat hingga warna merah jambu pucat
mantap selama 15 detik. Suhu akhir titrasi tidak boleh kurang dari 60oC.[11]
C. Penyimpanan
Larutan permanganat, apalagi bila larutan encer, tidak stabil karena
adanya reaksi berikut:
4MnO4- + 2H2O
(permanganat)

(air)

4MnO4 +

4OH- + 3O2

(permanganat) (hidroksida) (oksigen)

Karena reaksi ini ssangat lambat, maka apa bila pengaruh katalis dapat
dihindar konsentrasi larutan boleh dikatakan konstan selama 3 minggu.
Penyimpanan lebih lama dari itu, perlu dilakukan pembakuan lagi. Reaksi
diatas dapat dikatalisir oleh cahaya, Ion mangan(II), dan mangan (IV) oksida.
Karena itu larutan kalium permanganat disimpan dalam botol coklat tertutup
rapat, terlindung cahaya.[11]
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain:

25

1.

Larutan pentiter KMnO4 pada buret. Apabila percobaan dilakukan dalam


waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai
menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan
presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.

2.

Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti Na 2C2O4.


Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan Na2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi
antara MnO4 dengan Mn2+.
MnO4 + 3Mn2+ + 2H2O
(permanganat) (mangan)

3.

(air)

5MnO2

4H+

(mangan oksida) (hidrogen)

Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti Na2C2O4 dan
telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk
peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
Na2C2O4 +
(natrium oksalat)

O2

(oksigen)

Na2O2
(natrium peroksida)

Na2O2

2CO2

(natrium peroksida) (karbon dioksida)

Na2O + O2
(air) (oksigen)

Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO 4 yang diperlukan untuk
titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang
dilaksanakan.[17]
Kurva titrasi redoks:

26

Gambar 2.2.1. Kurva titrasi redoks

2.3.

Tinjauan Bahan

A. Kalium Permanganat (KMnO4)


- Masa molar
: 158,034 g/mol
- Densitas : 2,703 g/cm3
- Titik lebur : 240 C, 513 K, 464F
- Kelarutan : menguraikan/memisahkan di (dalam) bahan pelarut organik
dan alkohol
B. Asam Sulfat (H2SO4)
- Masa molar
: 98,08 g/mol
- Densitas
: 1,84 g/cm3
- Titik lebur
: 240 C, 513 K, 464F
- Keasaman (pKa) : - 3
- Vikositas
: 26,7 (20C)
C. Natrium Nitrit (NaNO2)
- Masa molar
: 134,00 g/mol
- Densitas
: 2,34 g/cm3
- Titik lebur
: 240 C, 513 K, 464F
- Keasaman (pKa) : - 3
- Vikositas
: 26,7 (20C)
D. Natrium Oksalat (Na2C2O4)
- Masa molar
: 68.9953 g/mol
- Densitas
: 2.168 g/cm3
- Titik lebur
: 271C
- Kelarutan
: 82 g/100 ml (20C)

2.4.

Alat dan Bahan

27

A.
-

Alat-alat yang digunakan:


batang pengaduk
beakerglass
buret
botol aquadest
Erlenmeyer
corong
gelas arloji
kertas saring
labu ukur
neraca analitik
pipet ball
pipet tetes
pipet volume
statif dan klem
thermometer
waterbath

B. Bahan-bahan yang digunakan:


- aquadest (H2O)
- asam sulfat (H2SO4)
- kalium permanganat (KMnO4)
- natrium nitrit (NaNO2)
- natrium oksalat (Na2C2O4)

2.5. Prosedur Percobaan


A. Preparasi larutan
- buat larutan kalium permanganat 0,1 N, sebanyak 250 mL (menggunakan
aquadest yang sudah didihkan)
- buat larutan asam sulfat 1 N, sebanyak 100 mL
- buat larutan natrium oksalat 0,1 N, sebanyak 100 mL
- buat larutan natrium nitrit 0,1 N, sebanyak 100 mL.
B. Standardisasi larutan kalium permanganat dengan larutan natrium oksalat
- pipet 50 mL larutan natrium oksalat ke dalam Erlenmeyer, tambahakan
50 mL asam sulfat 1N, kemudian panaskan sampai 70C
- pipet 10 mL larutan tersebut dan masukkan ke dalam Erlenmeyer
- titrasi dengan larutan kalium permanganat sampai dicapai titik akhir
- ulangi prosedur tersebut sebanyak tiga kali.
C. Penentuan kadar kemurnian garam nitrit
- pipet 10 mL larutan natrium nitrit 0,1 N ke dalam Erlenmeyer
- tambahkan 5 mL larutan asam sulfat 1 N
- panaskan sampai suhu 70C
- titrasi dengan larutan kalium permanganat sampai dicapai titik akhir
- ulangi prosedur tersebut sebanyak tiga kali.
2.6. Data Pengamatan
A. Tabel 2.6.1. Data pengamatan standardisasi larutan kalium permanganat
dengan natrium oksalat 0,1 N
Keterangan

II

III

Volume larutan natrium oksalat dititrasi (mL)

10
mL

10
mL

10 mL

28

Volume larutan primer kalium permanganat


(mL)

6 mL

7 mL

Volume rata-rata
B. Tabel 2.6.2.

7 mL

6,67 mL

Data pengamatan penentuan kemurnian garam nitrit


Keterangan

II

III

Volume larutan yang dititrasi (mL)

15 mL

15 mL

15 mL

Volume larutan peniter (mL)

7 mL

7 mL

6,8 mL

Volume rata-rata

6,93 mL

2.7. Persamaan Reaksi


A. Standardisasi larutan KMnO4 dengan asam oksalat
Na2C2O4
+ H2SO4
H2C2O4
(natrium oksalat)

(asam sulfat)

10H+

5Na2C2O4
(natrium oksalat)

Na2SO4
(natrium sulfat)[9]

(asam oksalat)

5C2O

2
4

(ion hdrogen) (ion oksalat)

2K+ +

2KMnO4
(kalium permanganat)

(ion kalium)

2MnO

(ion permanganat)

Reaksi redoks KMnO4 dengan Na2C2O4:


2

Oksidasi:

C2O4
(ion oksalat)

Reduksi: MnO

+ 8H+ + 5e

(ion permanganat) (ion hidrogen)

5C2O

2
4

2MnO4- +

16H+

2CO2 + 2e

(karbondioksida)

Mn2+ + 4H2O
(ion mangan(II))

(air)

10CO2 + 2Mn2+

+ 8H2O

(ion oksalat) (ion permanganat) (ion hidrogen) (karbondioksida) (ion mangan(II)) (air)[1]

B. Penentuan kadar garam nitrit


(merah rosa)

(merah rosa)

29

H2SO4

+ 2NaNO2

(asam sulfat)

2HNO2

(natrium nitrit)

(asam nitrit)

Reaksi redoks KMnO4 dengan NaNO2:


Oksidasi:
NO2- + H2O
(ion nitrit)

Reduksi: MnO

(air)

8H+ + 5e

(ion permanganat) (ion hidrogen)

2MnO4-

6H+ +

5NO2-

(ion permanganat) (ion hidrogen) (ion nitrit)


(merah rosa)

+ NaSO4
(natrium sulfat)[8]

NO3- + 2H+ + 2e

(ion nitrat) (ion hidrogen)

Mn2+
(ion mangan(II))

+ 4H2O 2
(air)

2Mn2+ + 3H2O + 5NO3(ion mangan(II)) (air) (ion nitrat)[7]


(merah rosa)

2.8. Pembahasan
A. Preparasi larutan
Penggunaan aquadest yang sebelumnya telah didihkan telebih dahulu
bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pereduksi, karena zat pereduksi
tersebut akan membentuk MnO2 yang mengkatalis penguraian KMnO4.
B. Standarisasi larutan kalium permanganat dengan larutan natrium oksalat dan
penentuan kadar kemurnian garam nitrit
Penambahan asam sulfat encer pada larutan natrium oksalat dilakukan untuk
menentukan kadar reduktor dalam suasana asam, karena asam sulfat tidak
bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Larutan tersebut
kemudian dipanaskan hingga suhu lebih kurang 70oC, hal ini disebabkan
karena reaksi berlangsung lambat pada temperatur kamar sehingga
dibutuhkan pemanasan. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan KMnO 4
tanpa ditambahkan indikator, hal ini disebabkan karena KMnO 4 itu sendiri
berperan sebagai indikator. Titrasi berakhir sampai larutan berwarna merah
rosa. Hasil standardisasi KMnO4 dengan asam oksalat didapatkan 0,149 N
dan dalam prosedur seharusnya 0,1 N. Hal ini disebabkan karena apabila
percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret
yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2- dan pemberian KMnO4 yang
terlalu cepat pada larutan Na2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4 dengan Mn2+ serta
penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan Na2C2O4 dan telah
dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk

30

peroksida yang kemudian terurai menjadi air. Begitu pula dengan penentuan
kadar kemurnian garam nitrit, penambahan asam sulfat encer pada larutan
natrium oksalat dilakukan untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana
asam, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan
encer. Larutan tersebut kemudian dipanaskan hingga suhu lebih kurang
70oC, Hal ini disebabkan karena reaksi berlangsung lambat pada temperatur
kamar sehingga dibutuhkan pemanasan. Pada titrasi permanganometri tidak
digunakan indikator karena KMnO4 itu sendiri berperan sebagai indikator.
Titrasi berakhir sampai larutan berwarna merah rosa.

2.9. Kesimpulan
-

Normalitas larutan KMnO4 yang dihasilkan dari standardisasi dengan


Natrium oksalat adalah 0,149 N.

Kadar Na dalam NaNO2 yang dihasilkan dari percobaan sebesar 34,419%.

31

BAB III
IODIMETRI-IODOMETRI
3.1. Tujuan percobaan
- Membuat larutan standard dalam iodometri.
- Standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat.
- Menggunakan larutan standard natrium tiosulfat untuk penetapan kadar
tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat.
3.2. Tinjauan Pustaka
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan
sejumlah contoh tertentu yang dianalisis.[8]

Gambar 3.2.1. Kurva titrasi[18]

Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan


baku yang digunakan bersifat sebagai oksidator. Yang termasuk titrasi
oksidimetri adalah :
1. Permanganometri, larutan bakunya: KMnO4
2. Dikromatometri, larutan bakunya: K2Cr2O7
3. Serimetri, larutan bakunya: Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4
4. Iodimetri, larutan bakunya: I2[34]
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai zat pengoksid
(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai zatpereduksi (iodometri). Relatif
sedikit zat yang bersifat pereduksi yang cukup kuat intuk dapat dititrasi langsung

32

dengan iodium. Jadi penetapan iodimetri sedikit jumlahnya. Tetapi banyak zat
pengoksid yang cukup kuat untuk bereaksi secara lengkap dengan ion iodida, dan
terdapat banyak penerapan proses iodometri. Ion iodium berlebih ditambahkan
pada zat pengoksid yang akan ditetapkan, dibebaskan iodium, yang kemudian
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iosium dan tiosulfat
berlangsung baik.
Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung
iodium murni dan melarutkannya serta mengencerkan dalam sebuah botol
volumetri. Iodium dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan ke dalam
larutan KI pekat, yang ditimbang dengan tepat sebelum maupun sesudah
penambahan iodium. Tetapi biasanya larutan itu distandarkan terhadap standar
primer, yang paling lazim digunakan adalah As2O3.
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri
adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarkan berdasarkan penimbangan
langsung, melainkan harus distandarkan terhadap suatu standar primer. Larutan
natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu yang lama. Sejumlah zat dapat
digunakan sebagai standar primer untuk larutan tiosulfat. iodium murni
merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran
dalam penanganan dan penimbangan, lebih sering digunakan pengoksid kuat yang
akan membebaskan iodium dan iodida, jadi suatu proses iodometri.[2]
Ada dua macam proses dari iodometri dan iodimetri yaitu dengan titrasi langsung
(Iodimetri) dan titrasi tak langsung ( iodometri).
1. Titrasi langsung (Iodimetri)
Titrasi dilakukan langsung dengan larutan standard iod sebgai oksidasitor,
karena iod oksidator lemah, penggunaannya terbatas.
Contoh zat-zat yang ditentukan melalui titrasi iodimetri seperti pada tabel
berikut:
Tabel 3.2.1. Beberapa zat yang ditentukan melalui titrasi iodimetri
Zat

Hasil

H2S

SO2-2

SO42-

33

S2O3-3

S4O62-

AsO3-3

AsO4-

SbO3-

SbO4-

2. Titrasi Tak langsung (Iodometri)


Zat yang akan ditentukan direaksikan dengan iod iodide biasanya digunakan
larutan KI berlebih. Zat oksidator direduksi dengan membebaskan I2 yang
jumlahnya ekivalen. I2 kemudian dititrasi dengan S2O42- sehingga terjadi reaksi
sebagai berikut:
I2 + 2 S2O42-

3I- + S4O62-

(iodium) (tiosulfat)

(iod) (tetraionat)

Beberapa contoh oksidator yang dapat ditentukan secara iodometri tercantum


pada tabel berikut:
Tabel 3.2.2. Beberapa oksidator yang dapat ditentukan secara iodometri
Zat

Hasil

Cr2O72-

Cr2O7 2- + 6 I- + 14 H+

Cr3+ + 3 I2 + 7 H2O

MnO4-

MnO4- + 10 I- + 16 H+

Mn2+ + 5 I2 + 8 H2O

BrO3-

BrO3- + 6 I- + 6 H+

Cu2+

Cu2+ + 4 I-

Cu2I2 + I2

Cl2

Cl2

+ 2 I-

2 Cl- + I2

H2O2

H2O2 + 2I- + 2H+

Br- + 3 I2 + 3 H2O

2H2O + I2

Perbedaan yang lain dari iodometri dan iodimetri adalah: pada iodometri
perubahan warna pada titik ekivalen dan biru menjadi tak berwarna, sedangkan
pada iodimetri perubahan warna pada titik ekivalen dari tak berwarna menjadi
biru.[6]
Indikator yang dapat digunakan dalam titrasi ini antara lain:
1. Indikator amilum
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbauserta tidak membentuk kompleks
yang tidak dapat larut dengan air dan iod. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai
produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Amilosa memberikan warna ungu

34

pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi.[26] Dengan iod
berlebih,warna larutan yang mengandung 1 ml kanji akan berwarna hijau,
selagi konsentrasi iod berkurang, warna berubah menjadi biru, yang menjadi
biru tua tepat sebelum titik akhir dicapai. Titik akhir sangatlah tajam dan
tereproduksikan dan tidak hanyut dalam larutan encer.
2. Indikator kanji
Kanji bereaksi denagn iod , dengan adanya iodida membentuk suatu kompleks
yang berwarna biru tua , yang terlihat pada konsentrasi iod yang sangat rendah.
Kepekaan reaksi warna ini adalah sedemikian hingga warna biru akan terlihat
bila konsentrasi iod adalah 2 x 10-5 M dan konsentrasi iodide labih besar dari
pada 4 x 10-4 M pada 20

C . Kepekaan warna berkurang dengan naiknya

temperature larutan. Kanji tidak dapat digunakan dalam mium yang sangat
asam karena akan terjadi hirolisis dari kanji itu.[18]
3. Indikator amilopektin
Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan karena
menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan
amilosa.Walaupun tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda
dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Amilopektin tidak
larut dalam air.[26]

Kegunaan iodometri adalah untuk menetapkan kadar larutan iodin, larutan


natrium tiosulfat dan zat-zat yang dapat bereaksi dengan iodida membebaskan
iodin. Contoh kegunaannya:
1. Penetapan kadar CaOCl2 dalam kaporit
CaOCl2
+ 2HCl
(kalsium hipoklorat )

(asamklorida)

Cl2 +

CaCl2

2KI

(klorida) (kalium iodida)

2. Penetapan kadar kalium bikromat


Cr2O72- + 14H3O + 6e
(kromat) (hidronium)
(iod)

Cr2O72- + 14H3O + 6I-

H2O + Cl2

2KCl

I2

(kalium klorida) (iodida)

2Cr3+ + 21H2O
(kromium(III))

2I-

(kalsium klorida) (air) (klorida)

I2

(1)

(air)

+ 2e

(3)

(iodida)

2Cr3+ + 7H2O + 3I2

35

(kromat) (hidronium) (iod)

3. Penetapan kadar FeCl3


KI
+

(kromium (III))

HCl

KCl

(air)

(iodida)

HI

(kalium iodida) (asam klorida) (kalium klorida) (asam iodida)

FeCl3 +

2HI

2HCl

(besi (III) klorida) (asam iodida)

4. Penetapan kadar CuSO4


2CuSO4 +

+ 2FeCl3

I2

(asam klorida) (besi(III) klorida) (iodida)

4KI

2K2SO4 +

2CuI2

(tembaga sulfat) (kalium iodida) (kalium sulfat) (tembaga(II)iodida)

2CuI2
(tembaga(II)iodida)

2CuSO4 +

2CuI

I2

(tembaga iodida) (iodida)

4KI

2K2SO4

+ 2CuI

I2

(tembaga sulfat) (kalium iodida) (kalium sulfat) (tembaga iodida) (iodida)

5. Penetapan kadar NaClO dalam pemutih


Cl 2 +
2NaOH

NaCl

+ NaClO

H2O

[16]

(klorida) (natrium hidroksida) (natrium klorida) (natrium hipoklorat) (air)

3.3. Tinjauan Bahan


Asam klorida (HCl) merupakan cairan yang sangat korosif. Dari
tujuh asam mineral kuat dalam kimia, asam klorida merupakan asam
monoprotik yang paling sulit menjalani reaksi redoks.
Massa Molar : 36,46 g/mol
Densitas

: 1,18 g/cm

Titik didih

: -27,32 C (larutan 38%)

Titik lebur

: 48 C (larutan 38%)

pKa

: -8,0
Aquadest (H2O) merupakan bahan kimia yang tidak berbahaya
karena mempunyai pH netral sehingga tidak mempunyai efek tertentu
bagi manusia.

Berat molekul : 18,02 g/mol


pH

: netral (7)

Titik didih

: 100 oC

Densitas

: 0.998 g/cm

36

Indikator amilum (C12H20O10) merupakan karbohidrat kompleks


yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam
komposisi yang berbeda-beda.
Densitas

: 1,5 g/cm

Berat molekul : 162,1406 g/mol


Iodium (I2) mempunyai warna coklat tua dan berbentuk cairan.
Stabil di bawah keadaan normal.
Titik didh

: 100 C

pH

: 6,5

Berat molekul : 324 g/mol


Kalium dikromat (K2Cr2O7) mempunyai penampilan kristal padat
dengan warna merah orange. Paling sering digunakan sebagai zat
oksidator.
Massa molar : 294,185 g/mol
Titik didih

: 500 C

Titik lebur

: 398 C
Kalium Iodida (KI) mempunyai penampilan kristal padat

berwarna putih. Pembakaran dapat menghasilkan uap yodium beracun.


Karakteristik oksidator kuat akan muncul bila dicampur dengan larutan
asam.
Densitas

: 3,89 g/cm

Berat molekul : 166 g/mol


Titik lebur

: 681 C

Titik didih

: 1330 C
Natrium Tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) mempunyai penampilan padat

berwarna putih. Berfungsi sebagai titran dalam uji iod. Pembakaran dapat
menghasilkan oksida belerang.
Massa molar : 158,11 g/mol
pH

: 8,6

Titik lebur

: 48 C

37

Titik didih

: >100 C
Tembaga Sulfat (CuSO4.5H2O) mempunyai penampilan padat,

dan berwarna biru. Stabil pada suhu kamar dalam wadah tertutup di bawah
kondisi penyimpanan normaldan kondisi penanganan.
Massa molar : 249,70 g/mol
Densitas
Titik didih

: 2,284 g/cm
:150 C

3.4. Alat dan Bahan


A. Alat-alat yang digunakan:
- batang pengaduk
B. Bahan-bahan yang digunakan
- beakerglass
- ammonium hidroksida (NH4OH)
- botol aquades
- asamklorida (HCl)
- buret
- aquadest (H2O)
- corong
- indikator amilum (C12H20O10 )
- Erlenmeyer
- iodium (I2)
- gelas arloji
- kaliumdikromat (K2Cr2O7)
- kertas saring
- kaliumiodida (KI)
- labu ukur
- natriumtiosulfat (Na2S2O3.5 H2O)
- neraca analitik
- tembaga sulfat (CuSO4.5H2O)
- pipet ball
- pipet tetes
- pipet volume
- statif dan klem
- thermometer
3.5. Prosedur Percobaan
A. Preparasi larutan
- membuat larutan natriumtiosulfat0,2 N, sebanyak 100 mL (menggunakan
aquadest yang sudah didihkan)
- membuat larutan kaliumdikromat0,1 N, sebanyak 50 mL
- membuat larutan kaliumiodida0,1 N, sebanyak 50 mL
- membuat larutan asamklorida10 %, sebanyak 50 mL
- membuat larutan ammonium hidroksida 0,1 N, sebanyak 50 mL
- membuatlarutantembaga sulfat 0,2 N, sebanyak 100 mL.
B. Standardisasi larutan natriumtiosulfatdengan larutan kaliumdikromat

38

memipet 10 ml larutan kaliumdikromat dan masukkan ke dalam

Erlenmeyer
menambahkan 25 ml aquadest dan 15 ml larutan asamklorida 10%

kemudian kocok sampai homogen


menambahkan 15 ml larutan kaliumiodida 0,1 N,kocok lagi
menitrasi dengan natriumtiosulfat yang akan distandarisasi sampai warna

larutan kuning muda


menambahkan 3 tetes indikator amilum
melanjutkan titrasi sampai warna biru pada larutan hilang dan sampai

berubah menjadi kuning muda


- mengulangi prosedur tersebut sebanyak tiga kali.
C. Menetapkan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat.
- memipet 10 mL larutan tembaga sulfat 0,2 N ke dalam Erlenmeyer
- menguji pH dengan kertas pH, bila larutan bersifat asam maka netralkan
-

dengan ammonium klorida 0,1 N


menambahkan 15 mL larutan kaliumiodida0,1 N, kocok hingga homogen
menitrasi dengan natriumtiosulfat yang akan distandarisasi sampai warna

larutan kuning muda


menambahkan 3 tetes indikator amilum
melanjutkan titrasi sampai warna biru pada larutan hilang dan sampai

berubah menjadi kuning muda


- mengulangi prosedur tersebut sebanyak tiga kali.
3.6. Data Pengamatan
Tabel 3.6.1. Data pengamatan standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan
kalium dikromat 0,1 N
Keterangan

II

III

Volume larutan kalium dikromatdititrasi (mL)

10

10

10

Volume larutan peniter natrium tiosulfat(mL)

7,2

6,7

6,8

Tabel 3.6.2. Data pengamatan penentuan kadar tembaga dalam garam


tembaga sulfat pentahidrat
Keterangan

II

III

Volume larutan yang dititrasi (mL)

10

10

10

39

Volume larutan peniter (mL)

4,6

4,5

Tabel 3.6.3. Data perubahan warna


A. Preparasi larutan
Perlakuan

Ditambah+ H2O

Na2S2O3.5H2O

Larutan tak berwarna

K2Cr2O7

Larutan berwarna orange

KI

Larutan tak berwarna

HCl

Larutan tak berwarna

CuSO4.5H2O

Larutan berwarna biru muda

B. Standarisasi Na2S2O3.5H2O dengan K2Cr2O7


Perlakuan

+HCl

K2Cr2O7 +
H2O

Larutan
berwarna
kuning

+KI

+C12H20O10

Dititrasi

Larutan
berwarna
coklat

Lar.A

Larutan
berwarna
kuning

Lar.B

Larutan
berwarna
bening

Lar.C

C. Menetapkan kadar tembaga


Perlakuan

+ KI

CuSO4.5H2O

Larutan berwarna
kuning tua

C12H20O10

Dititrasi

40

Larutan
berwarna hitam

Lar.D

Larutan
berwarna putih

Lar.E

3.7. Persamaan Reaksi


A. Standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan kalium dikromat 0,1 N
Oksidasi :
2I I2 +
(3)
(iod)

(iodium)

: Cr2O72- + 14H++ 6e(1)

Reduksi

(dikromat) (hidrogen)

Cr2O72-

2Cr3+

(kromium (III))

6I- + 14H+

(dikromat)

(iod)

Oksidasi

Reduksi

2Cr3+

3I2 + 7H2O

S4O62- + 2e(tetrationat)

2e-

2I(iod)

+ 2S2O32-

(iodium)

2S2O32+

7H2O

(air)

(kromium (III)) (iodium) (air)

(iodium)

I2

(hidrogen)
(tiosulfat)

I2

2e -

2I-

(tiosulfat)

(iod)

+ S4O62-

(tetrationat)

B. Menentukan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat


Oksidasi :
2CuI2
2CuI
+
I2[3]
(tembaga (II) iodida) (tembaga iodide) (iodida)

Reduksi

: 2CuSO4 + 4KI
(tembaga sulfat) (kalium iodida)

2CuSO4
+

4KI

2K2SO4

2CuI2[4]

(kalium sulfat) (tembaga (II) iodida)

2K2SO4

+ 2CuI

I2

(tembaga sulfat) (kalium iodida)

(kalium sulfat) (tembaga iodida) (iodida)

3.8. Pembahasan
1. Preparasi larutan
- Pembuatan larutan natrium tiosulfat dengan menggunakan aquadest
yang sudah didihkan menghasilkan larutan tak berwarna. Larutan
-

natrium tiosulfat berfungsi sebagai larutan baku sekunder.


Penggunaan aquadest yang sebelumnya telah didihkan telebih dahulu

bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pereduksi,


Pembuatan larutan kalium dikromat dicampur dengan aquadest
menghasilkan larutan berwarna jingga. Sedangkan Pembuatan larutan

41

kalium iodida danasam klorida dengan menggunakan aquadest


menghasilkan larutan tak berwarna. Ketiga larutan ini berfungsi
-

sebagai larutan baku primer.


Pembuatan larutan tembaga sulfat pentahidrat dengan menggunakan
aquadest menghasilkan larutan berwarna biru muda. Larutan tembaga
sulfat pentahidrat digunakan sebagai larutan sampel yang akan diuji

untuk memperoleh kadar tembaga yang terkandung di dalamnya.


2. Standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat
- Larutan kalium dikromat dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat
yang merupakan larutan baku sekunder. Sebelum dititrasi, larutan
kalium dikromat yang berwarna jingga ditambahkan aquadest dan
asam klorida sehingga warna larutan berubah menjadi kuning. setelah
itu ditambahkan dengan kalium iodida menjadi coklat. Kemudian
larutan tersebut di titrasi hingga berwarna kuning, saat terjadi
perubahan warna itu ditambahkan indikator amilum dan dititrasi
-

kembali hingga menjadi tak berwarna.


Penambahan asam klorida berfungsi sebagai pembawa suasana asam.
Penambahan larutan kalium iodida berfungsi sebagai reduktor
terhadap larutan natrium tiosulfat.

Secara teoritis, normalitas natrium tiosulfat adalah 0,2 N sedangkan


dari hasil percobaan diperoleh normalitas natrium tiosulfat adalah
0,145 N. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh :

Iodium mudah menguap

Dalam suasana asam, iodida akan dioksidasi oleh O2 dari udara


-

Larutan natrium tiosulfat kemungkinan terurai oleh bakteri mikroba


Thiobacillus thioparus bila larutandibiarkan terlalu lama

Kanji tidak larut dalam air dingin

- Suspensi kanji tidak stabil (mudah rusak).


3. Menetapkan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat
- Larutan tembaga sulfat pentahidrat dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat. Sebelum dititrasi, larutan tembaga sulfat pentahidrat yang
berwarna biru muda ditambahkan kalium iodida sehingga warnanya
berubah menjadi kuning tua. Setelah itu larutan dititrasi hingga

42

berwarna kuning muda, dan ditambahkan dengan indikator amilum


sehingga warna larutan berubah menjadi hitam. Kemudian dititrasi
kembali hingga warna berubah menjadi putih.
-

Penambahan larutan kalium iodida berfungsi

sebagai reduktor

terhadap larutan natrium tiosulfat.


-

Penambahan indikator amilum dimaksudkan agar memperjelas


perubahan warna yang terjadi pada larutan.

3.9.

Kesimpulan
Normalitas natrium tiosulfat hasil percobaan adalah sebesar 0,145 N.
Kadar tembaga dalam tembaga sulfat pentahidrat adalah sebesar 12,715%.

BAB IV
KOMPLEKSOMETRI
4.1. Tujuan Percobaan
-

Memahami prinsip-prinsip dasar titrasi kompleksometri.


Menentukan kesadahan air.

4.2. Tinjauan Pustaka


Kompleksometri ialah jenis titrasi dimana titrant dan titrat saling
mengkompleks, jadi membentuk hasil berupa kompleks.[5] Titrasi
kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan

43

mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan


tinggi.[9] Kompleks senyawa ini disebut kelat dan terjadi akibat titran dan
titrat yang saling mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi
terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan dan tergantung pada
titran serta titrat yang hendak diamati.[26] Contoh dari kompleks tersebut
adalah kompleks logam dengan EDTA (etilen diamin tetra asetat).[9]
HOOCCH2

CH2COOH
NCH2CH2N
CH2COOH

HOOCCH2

Gambar 4.2.1. Struktur EDTA

Faktor-faktor yang membuat EDTA mampu sebagai pereaksi titrimetri


antara lain:
1. Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam
2. Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan
3.
4.
5.
6.

sempurna (kecuali dengan logam alkali)


Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam
Telah dikembangkan indikatornya secara khusus
Mudah diperoleh bahan baku primernya
Dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan
untuk standardisasi.
Indikator adalah suatu zat yang memperagakan warna yang
berlainan dengan kehadiran analit atau titran secara berlebih.[2] Sebagian
besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga
bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya
mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini
contohnya, yaitu:

1. EDTA (C10H16N2O8)
Dalam kimia analitik, EDTA digunakan dalam titrasi kompleksometri dan
analisis kesadahan air atau sebagai agen masking untuk menyerap ion logam
yang akan mengganggu analisis.
2. Eriochrome black T (C20H12N3O7)

44

Eriochrome Black T adalah indikator kompleksometri yang merupakan bagian


dari titrasi kompleksometri, misalnya dalam proses penentuan kesadahan air.
3. Calmagit (C17H14N2O5S)
Calmagite adalah indikator kompleksometri digunakan dalam kimia analitik
untuk mengidentifikasi keberadaan ion logam dalm larutan.
4. Murexide (NH4C8H4N5O6)
Murexide sering digunakan dalam kimia analitik sebagai indikator
kompleksometri untuk titrasi kompleksometri, paling sering digunakan untuk
ion Ca2+, tetapi juga untuk ion Cu, Ni, Co, Th dan logam pada tanah jarang.
Air sadah (hard water) adalah air yang mengandung kation Ca 2+
atau Mg2+. Kesadahan air biasanya dinyatakan sebagai massa CaCO 3 (mg)
dalam 1 L air. Jika kadar Ca2+ tinggi, biasanya sacara fisik air tersebut
tampak keruh. Batasan kesadahan air adalah 500 bpj (500 mg CaCO 3
dalam 1 L air). Nilai kesadahan dinyatakan sebagai jumlah CaCO3 dalam
satuan miligram per 1 L air. Pemeriksaan kesadahan dapat dilakukan
dengan cara menetukan kadar ion Ca2+ dan ion Mg2+.[12]
Satuan ukuran kesadahan ada 3, yaitu :
1. Derajat Jerman, dilambangkan dengan D
2. Derajat Inggris, dilambangkan dengan E
3. Derajat Perancis, dilambangkan dengan F
Dari ketiganya yang sering digunakan adalah derajat Jerman, dimana 1 D setara
dengan 10 mg CaO per liter. Artinya jika suatu air memiliki kesadahan 1 D maka
di dalam air tersebut mengandung 10 mg CaO dalam setiap liternya. [18]
Berdasarkan sifatnya, kesadahan dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
1. Air sadah sementara
Air sadah sementara adalah air sadah yang mengandung ion bikarbonat
(HCO3-), atau boleh jadi air tersebut mengandung senyawa kalsium bikarbonat
(Ca(HCO3)2) dan atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2).[14] Air sadah
sementara dapat dihilangkan dengan pemanasan sehingga air tersebut terbebas
dari ion Ca2+ atau Mg2+. Selain dengan cara pemanasan pelunakan air, air sadah
sementara juga dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi kimia, yaitu
penambahan larutan Ca(OH)2.[12]

45

2. Air sadah tetap


Air sadah tetap adalah air sadah yang mengadung anion selain ion bikarbonat,
misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3- dan SO42-. Berarti senyawa yang terlarut
boleh jadi berupa kalsium klorida (CaCl2), kalsium nitrat (Ca(NO3)2), kalsium
sulfat (CaSO4), magnesium klorida (MgCl2), magnesium nitrat (Mg(NO3)2),
dan magnesium sulfat (MgSO4). Air yang mengandung senyawa-senyawa
tersebut disebut air sadah tetap, karena kesadahannya tidak bisa dihilangkan
hanya dengan cara pemanasan saja,[14] tetapi harus melalui reaksi kimia.
Pereaksi yang digunakan adalah Na2CO3(aq) atau K2CO3(aq).[12]

Air yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain :


1.

Air harus jernih atau tidak keruh, tidak berwarna, rasanya tawar dan tidak
berbau.

2.

Derajat keasaman (pH) nya netral sekitar 6,5 8,5 . Air yang pHnya

rendah akan terasa asam, sedangkan bila pHnya tinggi terasa pahit.
3.
Tidak mengandug zat kimia beracun, misalnya arsen, timbal, nitrat,
senyawa raksa, senyawa sulfida, senyawa fenolik, amoniak serta bahan
4.

radioaktif.
Kesadahannya

rendah.

Kesadahan

air

dapat

diakibatkan

oleh

kandungan ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+), serta ion-ion Mangan
(Mn2+) dan besi (Fe2+) yang memberikan rasa anyir pada air dan berbau.
5.

Tidak boleh mengandung bakteri patogen seperti Escheria coli , yaitu


bakteri yang biasa terdapat dalam tinja atau kotoran, serta bakteri-bakteri lain
yang dapat menyebabkan penyakit usus dan limpa, yaitu kolera, typhus,
paratyphus, dan hepatitis.[35]

Tabel 4.2.1. Klasifikasi Tingkat Kesadahan [30]

46

No

Parameter

Satuan

Kadar maksimal yang


dibolehkan

Besi

Mg/I

1,0

Kadmium

Mg/I

0,005

Kesadahan sebagai CaCO3

Mg/I

500

Klorida

Mg/I

600

Mangan

Mg/I

0,5

Timbal

Mg/I

0,05

pH

Mg/I

6,5-9,0

Tingkat kesadahan air dapat dinyatakan dalam satuan mg/I


CaCO3 atau
ppm CaCO3 atau dalam satuan Grain atau derajat.[31]

4.3. Tinjauan Bahan


A. Aquadest (H2O)
- Berat molekul
- Titik didih
B. Seng sulfat (ZnSO4)
- Berat molekul
- Titik lebur
- Titik didih
- Densitas
C. Amonia (NH3)
- Berat molekul
- Titik lebur
- Titik didih
- Densitas

: 18,015 g/mol
: 99.98 oC
: 161,47 g/mol
: 680 oC
: 740 oC
: 57,7 g/100 ml

: 17,0306 g/mol
: -77,73 oC
: -33,34 oC
: 89,9 g/100 ml

D. Ammonium klorida (NH4Cl)


- massa molar
: 53,491 g / mol
- densitas
: 1.5274 g/cm3
- keasaman pKa
: 9.245

47

- sifat
: korosif, higroskopis
E. Natrium hidroksida (NaOH)
- Titik lebur
: 318 C (591 K)
- Titik didih
: 1390 C (1663 K)
- Massa molar
: 39,9971 g/mol
- Kelarutan dalam air : 111 g/100 ml (20 C)
- Penampilan
: zat padat putih
F. Natrium klorida (NaCl)
- titik didih
: 1465 C (1738 K)
- massa molar
: 58.44 g/mol
- kelarutan dalam air : 35.9 g/100 mL (25 C)
- warna
: putih
- bentuk
: kristal
G. EDTA (C10H16N2O8)
- Masa molar
: 292,24 g mol-1
- Densitas
: 0,86 g cm-3
H. Indikator EBT (C20H12N3O7)
- Massa molar
: 461,381 g / mol
- Penampilan
: merah tua / coklat bubuk
I. Indikator murexid (NH4C8H4N5O6)
- Massa molar
: 284,19 g / mol
4.4. Alat dan Bahan
A. Alat
- batang pengaduk

B. Bahan
- air sumur

- beakerglass

ammonia (NH3)

- botol aquades

ammonium klorida (NH4Cl)

- buret

aquadest (H2O)

- corong

etilendiamintetraasetat

- Erlenmeyer

(HO2CCH2)2NCH2CH2N(CH2CO2H)2)

- gelas arloji

indikator EBT (C20H12N3O7) NaCl

- kertas saring

indikator Murexide (NH4C8H4N5O6) -NaCl

- labu ukur

natrium hidroksida (NaOH)

- neraca analitik

natrium klorida (NaCl)

- pipet ball

seng sulfat (ZnSO4)

- pipet tetes
- pipet volume
- statif dan klem
- termometer

48

4.5. Prosedur Percobaan


A. Preparasi larutan
- membuat larutan seng sulfat 0,01 sebanyak 100 mL
- membuat larutan buffer pH 10 sebanyak 100 mL (67,5 gram amonium
klorida 57 mL larutan ammonia pekat)
- membuat larutan natrium hidroksida 2 M sebanyak 100 mL
- membuat larutan EDTA 0,01 M sebanyak 500 mL
- membuat campuran EBT-NaCl dan Murexide-NaCl.
B. Standarisasi larutan EDTA 0,01 M
- memipet 25 mL larutan seng sulfat 0,01 M, memasukkan ke dalam
-

Erlenmeyer 250 mL
menambahkan kurang lebih 75 mL aquadest dan 2 mL larutan buffer pH

10
mengocok lalu menambahkan sedikit indikator EBT-NaCl sampai warna

larutan merah anggur


menitrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai warna larutan menjadi

biru
- mengulangi percobaan sampai 3 kali.
C. Menentukan kesadahan total
- memipet 25 mL larutan contoh, memasukkan ke dalam Erlenmeyer
- menambahkan 20 tetes larutan NaOH 2 M dan sedikit indikator
Murexide-NaCl
- menitrasi dengan larutan EDTA sampai terjadi warna merah anggur
- melakukan percobaan sampai 3 kali.
D. Menentukan kesadahan tetap
- memipet 25 mL larutan contoh, memasukkan ke dalam Erlenmeyer
- menambahkan 20 tetes larutan NaOH 2 M dan 5 mL larutan buffer pH 10
-

serta sedikit indikator EBT-NaCl


menitrasi dengan larutan EDTA sampai terjadi perubahan warna larutan

dari merah anggur menjadi biru


- melakukan percobaan sampai 3 kali.
4.6. Data Pengamatan
A. Data pengamatan standarisasi larutan EDTA
Tabel 4.6.1.

Pengamatan standarisasi larutan EDTA


Keterangan

II

III

49

Volume larutan seng sulfat dititrasi (mL)

25

25

25

Volume larutan EDTA-peniter (mL)

21,8

22

23

Volume rata-rata larutan peniter (mL)

22,26

B. Data pengamatan penentuan kesadahan total


Tabel 4.6.2. Pengamatan penentuan kesadahan total dengan air sumur
Keterangan

II

Volume larutan yang dititrasi sampel (mL)

25

25

Volume titran (mL)

4,6

4,7

Volume rata-rata larutan peniter (mL)


Tabel 4.6.3.

4,65

Pengamatan penentuan kesadahan total dengan air kran


Keterangan

II

Volume larutan yang dititrasi sampel (mL)

25

25

Volume titran (mL)

2,5

2,3

Volume rata-rata larutan peniter (mL)

2,4

50

C. Data pengamatan penentuan kesadahan tetap


Tabel 4.6.4.

Pengamatan penentuan kesadahan tetap dengan air

sumur
Keterangan

II

Volume larutan yang dititrasi sampel (mL)

25

25

Volume larutan titran (mL)

Volume rata-rata larutan peniter (mL)


Tabel 4.6.5.

Pengamatan penentuan kesadahan tetap dengan air

kran
Keterangan

II

Volume larutan yang dititrasi sampel (mL)

25

25

Volume larutan titran (mL)

3,5

3,6

Volume rata-rata larutan peniter (mL)

3,55

4.7. Persamaan Reaksi


A. Standardisasi larutan EDTA 0,01 M
Zn2+ + Y4(Seng)

(EDTA)

ZnY2(Seng-EDTA)

B. Kesadahan total
Ca(HCO3)2
(Kalsium bikarbonat)

Mg(HCO3)2

CO2 +
(Karbondioksida)

CO2

(Magnesium bikarbonat) (Karbondioksida)

C. Kesadahan tetap

H2O

+ CaCO3

(Air) (Kalsium Karbonat)

+
(Air)

H2O +

MgCO3

(Magnesium Karbonat)

51

CaCl2

Na2CO3

(Kalsium Klorida) (Natrium karbonat)

MgCl2

Ca(OH)2

CaCO3

2NaCl

(Kalsium karbonat) (Natrium klorida)

Mg(OH)2

CaCl2

(Magnesium Klorida)(Kalsium hidroksida) (Magnesium hidroksida)(Kalsium klorida)

4.8. Pembahasan
A. Standarisasi larutan EDTA
EDTA dapat selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion
logam, dan dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam. Tujuan
penambahan larutan buffer (NH4Cl dan NH3) dalam titrasi kompleksometri
adalah untuk menjaga agar pH tetap konstan. Titrasi dapat ditentukan
dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai
titik akhir titrasi. Indikator yang digunakan dalam percobaan ini adalah EBT.
Dengan penambahan EBT akan menimbulkan warna merah anggur
kemudian dititrasi dengan larutan EDTA, maka warnanya berubah menjadi
warna biru.
B. Menentukan kesadahan total
Pada penentuan kesadahan total, ditambahkan larutan NaOH 2M. Tujuan
penambahan NaOH disini yaitu untuk meningkatkan pH sampel.
Kemudian ditambahkan indikator Murexide (NH4C8H4N5O6)-NaCl yang
akan membentuk warna merah. Kemudian dititrasi dengan larutan EDTA
dan menimbulkan perubahan warna menjadi merah anggur.
C. Menentukan kesadahan tetap
Pada penentuan kesadahan tetap setelah ditambahkan larutan NaOH 2M
dan larutan buffer pH 10 dengan indikator EBT-NaCl akan membentuk
warna merah anggur. Tujuan penambahan larutan buffer dalam titrasi
kompleksometri adalah untuk menjaga agar pH tetap konstan. Lalu dititrasi
dengan larutan EDTA dan terjadi perubahan warna menjadi biru. Fungsi
penambahan NaOH disini yaitu untuk meningkatkan pH sampel.

52

4.9. Kesimpulan
-

Kompleksometri ialah jenis titrasi dimana titrant dan titrat saling


mengkompleks,

jadi

membentuk

hasil

berupa

kompleks. Titrasi

kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun


pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
-

Kesadahan terutama disebabkan oleh keberadaan ion-ion kalsium (Ca 2+)


dan magnesium (Mg2+) di dalam air. Kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam air
sampel 1 (air sumur) adalah 280 ppm, dan kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam air
sampel 2 (air kran) adalah 140 ppm.

53

BAB V
ARGENTOMETRI
5.1. Tujuan Percobaan
- Membuat larutan standard perak nitrat 0,01 N.
- Standardisasi larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida.
- Menetapkan kadar natrium klorida dalam garam dapur kotor.
5.2. Tinjauan Pustaka
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi di mana hasil reaksi
titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya
adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap
penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator
untuk melihat titik akhir titrasi.[9]
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang
tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak
dipakai adalah titrasi penentuan natrium klorida dimana ion Ag + dari titran
akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak
mudah larut perak klorida.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq)

AgCl

(s) (endapan

putih)

NaNO3(aq)[27]
(perak nitrat) (natrium klorida)

Penetuan titik akhir titrasi argentometri:

(perak klorida)

(natrium nitrat)

54

titrasi argentometri harus menggunakan indikator untuk mendeteksi titik

akhir titrasi argentometri


berbagai cara dapat digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi, yaitu cara

potensiometri, cara turbidimetri, dan cara indikator


dikenal tiga metode penentuan titik akhir titrasi argentometri yaitu metode

Mohr, metode Volhard, dan metoda Fajans


metoda Mohr didasarkan pada pembentukan endapan yang berwarna
pembentukkan larutan senyawa kompleks berwarna merupakan dasar metode

Volhard
metode Fajans didasarkan pada penyerapan indikator berwarna oleh endapan
pada titik ekivalen.[34]
Dalam titrasi yang melibatkan garam perak, terdapat tiga
indikator yang digunakan, antara lain:

Metode Mohr (Pembentukan Endapan Berwarna)


Metode Volhard (Pembentukan Kompleks Berwarna)

Metode Fajans (Indikator adsorbsi)


Titrasi dengan menggunakan metode Mohr dari klorida dengan
ion perak, dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator.
Pemunculan yang permanen dan dari endapan perak kromat yang
kemerahan itu diambil sebagai titik akhir titrasi. Tentu saja diperlukan
bahwa pengendapan indikator itu terjadi pada atau di dekat titik kesetaraan
titrasi itu. Perak nitrat lebih dapat larut (sekitar 8,410-5 mol/liter) daripada
perak klorida (sekitar 110-5 mol/liter).[2] Konsentrasi ion klorida dalam
suatu larutan dapat ditentukan dengan cara dengan larutan standard perak
nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi
berlangsung dan digunakan indikator larutan kalium kromat encer. Setelah
semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag + pada saat titik akhir
titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator membentuk endapan coklat
kemerahan perak kromat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq)
AgCl
(s) (putih)
(ion perak)

(ion klorida)

(perak klorida)

55

Ag+(aq) + CrO42-(aq)

Ag2CrO4

(s)

(coklat kemerahan)

[27]

(ion perak) (ion kromat)

(perak kromat)

Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 10. Dalam
larutan yang lebih basa perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam
konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi, karena HCrO4- hanya terionisasi
sedikit sekali. Lagi pula hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan
dikromat:
2H+ + 2CrO42(ion hidrogen) (ion kromat)

2HCrO4(hidrogen perak)

Cr2O72- + H2O
(ion dikromat) (air)

Mengecilnya kosentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya


menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat,
dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat
cukup dapat larut.[2]
Kurva titrasi argentometri dibuat dengan mengeplotkan antara
perubahan konsentrasi analit pada sumbu ordinat dan volume titran pada
sumbu aksis. Pada umumnya konsentrasi analit dinyatakan dalam fungsi
(p) yaitu pX = -log[X] sedangkan volume titran dalam satuan milliliter.
Kurva titrasi dapat dibagi menjadi 3 bagian wilayah yaitu sebelum titik
ekuivalen, pada saat titik ekuivalen dan setelah titik ekuivalen. Perlu
diperhatikan bahwa kurva titrasi tidak hanya untuk menentukan titik
ekivalen, tetapi juga untuk menghitung konsentrasi kation atau anion pada
setiap saat selama titrasi berlangsung.[27]

56

Gambar 5.2.1. Kurva titrasi 50 mL NaCl 0,1 M vs AgNO3

Aplikasi argentometri dalam kehidupan sehari-hari adalah


digunakan untuk penentuan kadar klorida dilakukan dengan beberapa
metode diantaranya adalah metode titrasi argentometri dan metode
spektrofotometer. Penggunaan metode titrasi argentometri merupakan
metode yang klasik untuk analisis kadar klorida yang dilakukan dengan
mempergunakan perak nitrat dan indikator kalium dikromat yaitu memiliki
ketelitian dan keakuratan yang cukup tinggi dan dapat digunakan untuk
menentukan kadar yang memiliki sifat yang berbeda-beda, sedangkan
dengan menggunakan metode spektrofotometer adalah metode yang
digunakan untuk mengatur jumlah atau konsentrasi suatu zat berdasarkan
panjang gelombangnya, kelebihan dari metode ini adalah alat yang
dilengkapi dengan sistem komputer sehingga mudah di operasikan,
sederhana dan memiliki nilai yang akurat dalam hasil analisa.[31]
5.3. Tinjauan Bahan
A. Natrium klorida
- rumus kimia
- titik didih
- massa molar
- kelarutan dalam air
- warna
- bentuk
B. Perak nitrat
- rumus kimia
- massa molar

: NaCl
: 1465C (1738 K)
: 58.44 g/mol
: 35.9 g/100 mL (25C)
: putih
: kristal
: AgNO3
: 169,87 g/mol

57

- densitas
- warna
- bentuk
C. Kalium kromat:
- rumus kimia
- titik didih
- kelarutan dalam air
- massa molar
- densitas

: 4,35 g/cm3
: putih
: padatan
: K2CrO4
: 1000C
: 637 g/l (20C)
: 194,19 g/mol
: 2,73 g/cm3

5.4. Alat dan Bahan


A. Alat-alat yang digunakan:
B. Bahan-bahan yang digunakan
- batang pengaduk
- aquadest (H2O)
- beakerglass
- kalium kromat (K2CrO4)
- botol aquades
- natrium klorida (NaCl)
- buret
- perak nitrat (AgNO3)
- corong
- Erlenmeyer
- gelas arloji
- kertas saring
- labu ukur
- neraca analitik
- pipet ball
- pipet tetes
- pipet volume
- statif dan klem
- thermomete
5.5. Prosedur Percobaan
A. Preparasi larutan
- membuat larutan perak nitrat 0,01 M sebanyak 250 mL
- membuat larutan natrium klorida 0,01 M sebanyak 100 mL
- membuat indikator kalium dikromat 1% sebanyak 50 mL.
B. Standarisasi larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida 0,01 N
- memipet 25 mL larutan natrium klorida 0,01 M, masukkan ke dalam
-

Erlenmeyer 250 mL
menambahkan kurang lebih 5 mL indikator kalium dikromat 1%
menitrasi dengan larutan perak nitrat sampai terjadi endapan merah dari

indikatornya
mengulangi percobaan sampai 3 kali.

58

C. Menetapkan kadar natrium klorida dalam garam dapur kotor


- mengencerkan 0,06 gram sampel ke dalam labu ukur 100 mL
- memipet 10 mL larutan contoh, memasukkan ke dalam Erlenmeyer
- menambahkan kurang lebih 5 mL indikator kalium dikromat 1%
- menitrasi dengan larutan perak nitrat sampai larutan berubah dari
endapan putih menjadi endapan merah
- melakukan percobaan sampai 3 kali.
5.6. Data Pengamatan
Tabel 5.6.1. Data pengamatan standarisasi larutan perak nitrat dengan
larutan natrium klorida
Keterangan

II

III

Volume larutan natriun klorida dititrasi (mL)

25 mL

25 mL

25 mL

Volume larutan perak nitrat peniter (mL)

31 mL

31 mL

32.5 mL

Tabel 5.6.2. Data pengamatan penentuan kadar natrium klorida dalam


garam dapur kotor
Keterangan

II

III

Volume larutan yang dititrasi - sampel (mL)

10 mL

10 mL

10 mL

Volume larutan perak nitrat - peniter (mL)

12,5 mL

12,5 mL

12,5m
L

5.7. Persamaan Reaksi


AgNO3(aq) +

NaCl(aq)

AgCl

(s) (endapan

putih)

NaNO3(aq)
(perak nitrat) (natrium klorida)

2Ag+(aq)

(perak klorida)

CrO42-(aq )

(ion perak)

kemerahan)
(ion kromat)

(natrium klorida)

Ag2CrO4

(s) (endapan

(perak kromat)

coklat

59

Pembahasan
- Dalam membuat larutan standard perak nitrat, dilakukan penimbangan

5.8.

terlebih dahulu perak nitrat 0,01 M 250 mL. Berdasarkan perhitungan,


diperlukan sejumlah 0,425 gram padatan perak nitrat untuk dilarutkan
dalam labu ukur 250 mL dengan aquadest sampai tanda batas. Dan
larutan perak nitrat harus dilindungi dari cahaya matahari. Hal ini
-

dikarenakan perak nitrat mudah terurai atau terdekomposisi oleh cahaya.


Pada standarisasi larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida 0,01
N. Perak nitrat berperan sebagai larutan baku sekunder (titran) dan
natrium klorida sebagai larutan baku primer (titer). Indikator kalium
dikromat berfungsi sebagai penentu titik akhir titrasi dimana terjadi
perubahan warna. Pada saat titrasi berlangsung, terdapat endapan putih
perak klorida. Pada saat titik akhir titrasi tercapai, akan bereaksi dengan
indikator sehingga terjadi perubahan warna dengan endapan coklat
kemerahan perak kromat. Standarisasi ini dilakukan dengan tujuan untuk
mencari konsentrasi larutan baku sekunder (titran) dengan menggunakan
volume rata-rata dari hasil titrasi. Yang dimana volume hasil titrasi perak
nitrat sebanyak 31,5 ml dan diperoleh hasil konsentrasi dari larutan perak
nitrat sebagai larutan baku sekunder sebesar 0,007 N. Dan hasil
konsentrasi perak nitrat jauh dari konsentrasi teorinya yang disebabkan

oleh terbentuknya galat sebesar 42%.


Dalam menetapkan kadar natrium klorida dalam garam dapur kotor.
Tahap awal adalah membuat larutan garam dapur kotor sejumlah 0,06
gram sebanyak 100 mL kemudian mengambil 10 mL larutan garam dapur
kotor dan memasukkan kedalam Erlenmeyer serta penambahan indikator
sejumlah 2,5 mL untuk menentukan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi
dapat diketahui setelah terjadi perubahan warna dengan adanya endapan
putih. Dan diperoleh kadar natrium klorida dalam garam dapur kotor
sejumlah 0,85%.

60

5.9. Kesimpulan
- Untuk membuat larutan standard perak nitrat 0,01 M sebanyak 250 mL
-

diperlukan sebesar 0,425 gram perak nitrat.


Standarisasi larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida,
diperoleh hasil konsentrasi dari larutan perak nitrat sebagai larutan baku

sekunder sebesar 0,007 N.


Menetapkan kadar natrium klorida dalam garam dapur kotor, berdasarkan
percobaan dan perhitungan diperoleh hasil sejumlah 85,23%
natrium klorida dalam garam dapur kotor.

kadar

61

BAB VI
ANALISA DENGAN SPEKTROFOTOMETER
SINAR TAMPAK
6.1. Tujuan Percobaan
- Mengetahui metode analisa spektrofotometri.
- Penentuan kadar sulfat dalam sampel.
6.2. Tinjauan Pustaka
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau
kisi difraksi dengan detektor fototube.[18]
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.[1] Spektrometer menghasilkan
sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang.[9]
Komponen-komponen spektrofotometer adalah:
Bagian Optik
Sumber

Monokromator

Wadah sampel

Detektor

Penguat

Pembacaan
Gambar 6.2.1. Diagram Spektrofotometer sinar tunggal

Pada diagram menunjukan komponen sebuah spektrofotometer


berkas tunggal. Anak panah ke kanan melambangkan energi cahaya,
sedangkan anak panah ke bawah melambangkan hubungan listrik.

62

Keterangan:
1. Sumber
Sumber energi yang biasa untuk daerah tampak (dari) spektrum itu maupun
daerah ultraviolet dekat dan infra merah dekat adalah sebuah lampu pijar
dengan kawat rambut terbuat dari wolfram. Pada kondisi operasi biasa,
keluaran lampu wolfram ini memadai dari sekitar 325 atau 350 nm ke sekitar 3
m.

Gambar 6.2.2. lampu wolfram.[23]

2. Monokromator
Ini adalah peralatan optik untuk mengisolasi dari sumber kontinu suatu berkas
radiasi dengan kemurnian spektral yang tinggi dengan panjang gelombang apa
saja yang diinginkan. Unsur-unsur terpenting sebuah monokromator adalah
sistem celah dan unsur dispersi.[1] Monokromator berfungsi untuk merubah
sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh
pengukuran.[18]
3. Wadah sampel (kuvet)
Kebanyakan spektrofotometer melibatkan larutan, dan dengan demikian wadah
sampel merupakan sel untuk menempatkan larutan di dalam sinar dari
spektrofotometer.[1] Kuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan
sebagai tempat contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Kuvet biasanya
terbuat dari kwars, plexiglass, kaca, plastik dengan bentuk tabung empat
persegi panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV
dipakai kuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan kuvet dari kaca tidak dapat
dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam kuvet dapat dipakai
untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible).[25]

63

Gambar 6.2.3. Wadah sampel (kuvet). [23]

Kuvet harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:


- Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
- Permukaannya secara optis harus benar-benar sejajar.
- Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan-bahan kimia.
- Tidak boleh rapuh.
- Mempunyai bentuk (design) yang sederhana.
4. Detektor
Berperanan untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang
gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang
selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk angka digital.
[25]

Fungsinya untuk merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding

dengan besaran yang dapat diukur.


Syarat-syarat ideal sebuah detektor :
- Kepekan yang tinggi
- Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
- Respon konstan pada berbagai panjang gelombang
- Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi
- Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi
5. Penguat (amplifier)
Berfungsi untuk memperbesar arus yang dihasilkan oleh detektor agar dapat
dibaca oleh indikator.[18]
6. Pembaca
Merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang
berasal dari detector. [1]
Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sumber cahaya yang
digunakan. Diantaranya sebagai berikut:
1. Spektrofotometer UV

64

Pada spektrofotometer UV berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV.


Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Karena sinar UV tidak
dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini
terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna bening dan
transparan. Oleh karena itu, sampel tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna
dengan penambahan reagen tertentu. Bahkan sampel dapat langsung dianalisa
meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sampel keruh tetap harus
dibuat jernih dengan filtrasi atau sentrifugasi. Prinsip dasar spektrofotometri
adalah sampel harus jernih dan larutan sempurna. Tidak ada partikel koloid
apalagi suspensi.

Gambar 6.2.4. Spektrofotometer UV. [23]

2. Spektrofotometer Visible (spektro vis)


Pada spektrofotometer ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah
cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik
yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak
adalah 380-750 nm. Sampel yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya
sampel yang memiliki warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari
metode spektrofotometer visible. Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak
memiliki warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan
reagen spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagen yang
digunakan harus betul-betul spesifik hanya bereaksi dengan analit yang akan
dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna yang dihasilkan harus
benar-benar stabil.

65

Gambar 6.2.5. Spektrofotometer Visible. [23]

Tabel 6.2.1.

Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar


tampak.

Panjang gelombang

Warna yang diserap

400-435 nm

Ungu (lembayung)

Warna yang
diamati/warna
komplemeter
Hijau kekuningan

450-480 nm

Biru

Kuning

480-490 nm

Biru kehijauan

Orange

490-500 nm

Hijau kebiruan

Merah

500-560 nm

Hijau

Merah anggur

560-580 nm

Hijau kekuningan

Ungu (lembayung)

580-595 nm

Kuning

Biru

595-610 nm

Orange

Biru kekuningan

610-750 nm

Merah

Hijau kebiruan

Sampel yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sampel


yang memiliki warna. Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak memiliki
warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent
spesifik

yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagent yang

digunakan harus betul-betul spesifik hanya bereaksi dengan analat yang


akan dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna yang dihasilkan
harus benar-benar stabil. Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh
reagen pembentuk warna (chromogenik reagent):
-

Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam


waktu beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila
disimpan. Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru

harus dibuat saat setiap kali analisis.


Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.
Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus

stoikiometrik.
Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan
pengukuran.

berlangsung secara

66

Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa,
sehingga warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen

tersebut saja.
Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam
larutan yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang
dianalisa menjadi suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga

pembentukan warna yang dikehendaki tidak sempurna.


Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang
dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.
Setelah ditambahkan reagen atau zat pembentuk warna maka larutan

tersebut harus memiliki lima sifat di bawah ini:


- Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran
absorbansi dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya
warna larutan (fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian secara
fotokimia, pengaruh keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadang-kadang
-

dengan mengubah kondisi larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik.
Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup tinggi
(warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absorptivitas molarnya () besar.
Hal ini dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini dengan

memilih pereaksi yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi.


Warna larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh variasi-variasi

kecil kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi yang lain.
- Hasil reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai.
- Sistem yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer.[19]
3. Spektrofotometer UV-VIS
Spektrofotometer ini merupakan hubungan antara spektrofotometer UV dan
Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, sumber cahaya
UV dan sumber cahaya Visible. Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling
banyak tersedia dan paling populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah
dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga untuk sampel tak berwarna.

67

Gambar 6.2.6. Spektrofotometer UV-Vis. [23]

4. Spektrofotometer IR (Infra Red)


Spektrofotometer ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra
merah. Cahaya infra merah terbagi menjadi infra merah dekat, pertengahan,
dan jauh. Infra merah pada spektrofotometri adalah infra merah jauh dan
pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 m.[28]

Gambar 6.2.7. Spektrofotometer IR [23]

Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasarkan instrumennya yang


digunakan. Diantaranya sebagai berikut:
1. Spektrofotometer single beam (berkas tunggal)
Pada spektrofotometer ini hanya terdapat satu berkas sinar yang dilewatkan
melalui kuvet. Blanko, larutan standar dan contoh diperiksa secara bergantian.
[20]

2. Spektrofotometer double beam (berkas ganda)


Instrumen berkas rangkap meliputi jangka antara 200 dan 800 nm oleh suatu
proses penyusunan otomatis yang sinambung yang menghasilkan spektrum
sebagai jejak pena pada kertas grafik yang di kalibrasi. Dalam instrument ini
berkas monokromatik radiasi, dari sumber lampu wolfram dan deuterium
dibagi menjadi dua berkas yaitu:
- Berkas pertama melalui kuvet berisi blanko
- Berkas kedua melalui kuvet berisi standar atau contoh.[7]
Blanko dan contoh diperiksa secara bersamaan. Blanko berguna untuk
menstabilkan absorbsi akibat perubahan voltase atau Io dari sumber cahaya.
Dengan adanya blanko dalam alat kita tidak lagi mengontrol titik nolnya pada
waktu-waktu tertentu, hal ini berbeda jika pada single beam.

68

3. Spektrofotometri Serapan Atom


Spektrofotometri jenis ini biasanya disingkat sebagai AAS atau SSA. Suatu
bentuk spektrofotometri dalam mana spesies penyerapnya adalah atom-atom.

Gambar 6.2.8. Spektrofotometer Serapan Atom. [23]

4. Spektrofotometri Diferensial
Teknik ini biasanya meliputi dua metode, yaitu absorbansi tinggi dan
absorbansi rendah. Absorbansi tinggi digunakan untuk larutan yang sangat
pekat. Sedangkan absorbansi rendah digunakan untuk larutan yang sangat
encer. Pada kedua teknik ini, konsentrasi sama sekali tidak dipengaruhi oleh
perubahan luar.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam analisis panjang
gelombang dengan spektrofotometer antara lain:
1.

Kesalahan saat membuat larutan standar.


larutan standar adalah larutan yang memiliki konsentrasi bertingkat, dibuat dari
larutan awal yang sama dan kemudian diencerkan melalui pengenceran atau

2.

pemekatan.
Larutan standar yang akan diukur tidak jernih, sehingga terjadi
penghamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid atau suspensi yang ada di

3.

dalam larutan.
Adanya serapan oleh pelarut.
Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang dapat
mengkalibrasi spektrofotometer sehingga absorbansi awal menjadi 0 (nol) yang

4.

setara dengan 100 nilai transmiter.


Kesalahan memegang kuvet.
Kuvet terdiri dari dua bagian, bagian yang buram dan bening, hindari
menyentuh bagian bening kuvet dengan tangan, karena zat-zat yang menempel

69

pada tangan seperti lemak dan lainnya dapat mempengaruhi panjang


gelombang.[20]
Adapun beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang
maksimal, yaitu:
1. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada
panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap
konsentrasi adalah yang paling besar
2. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan
pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi
3. Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan
panjang gelombang maksimal.[29]
Prinsip kerja spektrofotometer adalah berdasarkan pada hukum
Lambert-Beer yang berbunyi intensitas cahaya monokromatis berkurang
secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara

linier.
Hukum itu dinyatakan dengan:
I0
log
A=
It
A = a.b.c
Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I), dan
membandingkan

ke

intensitas
Gambar cahaya
6.2.9. Hukum
sebelum
Lambert-Beer
melewati

sampel

(Io).

70

Rasio disebut transmitan, dan biasanya dinyatakan dalam persentase (%T)


sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T
Keterangan:
a : absorptivitas
b : panjang sel/kuvet
c : konsentrasi (g/l)
A : absorban
I0 : intensitas cahaya masuk
It : intensitas cahaya yang di transmisikan[34]
Persyaratan hukum Lambert-Beer, antara lain:
- Radiasi yang digunakan harus monokromatik, energi radiasi yang diabsorpsi
-

oleh sampel tidak menimbulkan reaksi kimia


Sampel (larutan) yang mengabsorpsi harus homogen
Tidak terjadi fluoresensi atau phosporesensi, dan indeks refraksi tidak
berpengaruh terhadap konsentrasi, jadi larutan tidak pekat (harus encer).[33]
Larutan blanko merupakan larutan yang tidak berwarna (bening)
dan tidak mengandung analit yang digunakan sebagai acuan atau standar
100% transmitan dalam pengkalibrasian alat spektrofotometri.[34]
Transmitan adalah perbandingan intensitas cahaya

yang

ditransmisikan ketika melewati sampel (It) dengan intensitas cahaya mulamula sebelum melewati sampel (Io).[31] Transmitansi larutan T merupakan
bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan. Nilai dari
Transmitansi berbanding terbalik dengan absorbansi. Sementara, cahaya
akan diserap jika energi

cahaya tersebut sesuai dengan energi yang

dibutuhkan untuk mengalami perubahan dalam molekul merupakan proses


absorbansi. Nilai Absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan dan
konsentrasi.[13]
Aplikasi spektrofotometri dalam menganalisa kadar protein
terlarut (soluble protein). Protein terlarut dalam larutan tidak memiliki
warna. Oleh karena itu, larutan ini harus dibuat berwarna agar dapat
dianalisa. Reagent yang bisa digunakan adalah reagent Folin. Saat protein
terlarut direaksikan dengan Folin dalam suasana sedikit basa, ikatan

71

peptida pada protein akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna


biru yang dapat dideteksi pada panjang gelombang sekitar 578 nm.
Semakin tinggi intensitas warna biru menandakan banyaknya senyawa
kompleks yang terbentuk yang berarti semakin semakin besar konsentrasi
protein terlarut dalam sampel.[31]
Analisis sulfat di dalam batuan dilakukan untuk keperluan
industri, sedangkan analisis sulfat di dalam air minum perlu dilakukan,
karena seperti yang dipersyaratkan oleh WHO kandungan sulfat
maksimum yang diperbolehkan sebesar 200 ppm.[21] Pada perairan yang
tidak mengalami pencemaran umumnya ditentukan konsentrasi sulfat
antara 10-30 mg/L akibat kelarutan yang tinggi dari gips, dapat
menyebabkan konsentrasi sulfat dalam angan demikian maka konsentrasi
sulfat mencapai 100mg/L. Hal ini sering dijumpai pada perairan yang
substratnya benyak mengandung gips. Dengan dengan disebabkan oleh
aspek geologis. Selain itu emisi pencemaran udara melalui curah hujan
juga dapat memberikan kontribusi bagi konsentrasi sulfat dalam air,
meskipun proporsinya relatif sedikit.
Sulfat merupakan unsur yang dibutuhkan oleh organisma autotrof
dan bekteri heterototrofserta jamur sebagai sumber nutrisi untuk
memenuhi kebutuhan unsur belerang. Melalui proses reduksi dari sulfat
(asimilasi sulfat) akan dihasilkan H2S. Dalam kondisi anaerob, sulfat, akan
dimanfatkan oleh bakteri desulfurikan (bakteri heterototrof) dalam proses
respirasi. Konsentrasi sulfat yang tinggi dalam air (>250mg/L) mempunyai
efek pathogen terhadap manusia, terutama gangguan dalam proses
pencernaan.[31]
6.3. Tinjauan Bahan
A. Aquadest (H2O)
Aquadest atau biasa disebut air suling merupakan air hasil penyulingan
(diuapkan). Air suling juga memiliki rumus kimia pada air umumnya yaitu
H2O yang berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen dan
atom oksigen tunggal.

72

Sifat fisik dan kimia H2O:


rumus molekul
: H2O
berat molekul
: 18,02 gram/mol
bentuk fisik
: cairan tak berwarna dan tidak berbau
titik beku
: 0 oC
titik didih
: 100 oC
pH
:7
B. Asam klorida (HCl)
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). HCl
-

merupakan asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam


lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam
klorida harus ditangani dengan memperhatikan keselamatan yang tepat
karena merupakan cairan yang sangat korosif.
Sifat fisik dan kimia HCl:
rumus molekul
: HCl
massa molar
: 36,46 g/mol
bentuk fisik
: cairan tak berwarna
titik lebur
: -27,32 oC
titik didih
: 110 oC
densitas
: 1,18 g/cm3
keasaman (pH)
: 3 (25 oC)
C. Barium Klorida (BaCl2.2H2O)
Barium klorida adalah senyawa anorganik dengan rumus molekul BaCl 2.
Barium klorida merupakan senyawa beracun dan berwarna kuning hijau
pada nyala api serta bersifat higroskopis.
Sifat fisik dan kimia BaCl2:
rumus molekul
: BaCl2.2H2O
massa molar
: 208,23 g/mol
bentuk fisik
: serbuk putih
densitas
: 3,856 g/cm3
titik didih
: 1560 oC
kelarutan dalam air : 43 g/100 ml (30 oC)
D. Kalium Sulfat (K2SO4)
Kalium sulfat (K2SO4) juga dikenal sebagai garam abu sulfur merupakan
garam yang terdiri dari kristal putih yang dapat larut dalam air dan tidak
mudah terbakar.
Sifat fisik dan kimia K2SO4:
rumus molekul
: K2SO4
bentuk fisik
: kristal putih
titik lebur
: 1069 oC
titik didih
: 1689oC
kelarutan dalam air : 11,1 g/100 ml (20 oC)

73

6.4. Alat dan Bahan


A. Alat-alat yang digunakan:
B. Bahan-bahan yang digunakan:
- batang pengaduk
- beakerglass
- aquadest (H2O)
- botol aquadest
- asam klorida (HCl)
- corong kaca
- barium klorida (BaCl2.2H2O)
- cuvet
- kalium sulfat (K2SO4)
- Erlemeyer
- sampel (air PDAM)
- gelas arloji
- karet penghisap
- neraca analitik
- labu ukur
- pipet tetes
- pipet volume
- spektrofotometer sinar tampak
6.5. Prosedur Percobaan
A. Preparasi larutan
- membuat larutan kalium sulfat 100 ppm sebanyak 250 mL
- membuat larutan asam klorida 2 M 50 mL.
B. Menentukan panjang gelombang maksimum
- memipet larutan kalium sulfat 100 ppm sebanyak 50 mL, tambahkan 0,2
-

gram padatan barium klorida


mengocok selama kurang lebih 1 menit sampai terbentuk endapan barium

sulfat, diamkan selama 5 menit


mengukur nilai % T dan A dari larutan 100 ppm dengan spektrofotometer

sinar tampak pada panjang gelombang 400 nm sampai 250 nm


menggunakan larutan blangko untuk mengenolkan harga % T sebelum
pengukuran serapan larutan standart pada setiap penggantian panjang

gelombang
membuat kurva hubungan antara panjang gelombang dengan absorbansi

(% T ) dan menentukan panjang gelombang maksimum.


C. Pembuatan kurva kalibrasi
- mengencerkan larutan kalium sulfat 100 ppm menjadi 5, 20, 35, 50, dan
-

80 ppm sebanyak 50 ml dengan aquadest sampai tanda batas.


mengatur pH larutan kalium sulfat menjadi 1

74

pada masing-masing larutan menambahkan 0,2 gram padatan barium

klorida.
mengocok selama kurang lebih 1 menit sampai terbentuk endapan barium

sulfat, diamkan selama 5 menit


- mengukur besarnya transmitan pada panjang gelombang maksimum
- membuat kurva kalibrasi antara panjang gelombang dan konsentrasi.
D. Pengukuran sampel larutan
- memipet 10 mL sampel kedalam labu ukur 50 ml dan menambahkan
aquadest sampai tanda batas. Tambahkan asam klorida 2 M untuk
-

mengukur pH hingga 1
menambahkan 0,2 gram padatan barium klorida
mengocok selama kurang lebih 1 menit sampai terbentuk endapan barium

sulfat, diamkan selama 5 menit


mengukur besarnya transmitan pada panjang gelombang maksimum
membuat kurva kalibrasi antara panjang gelombang dan konsentrasi.

6.6. Data pengamatan


A. Menentukan panjang gelombang () maksimum
Tabel 6.6.1. Data penentuan panjang gelombang () maksimum dengan
menggunakan spektrofotometer 21
(nm)

%T

400

54

410

53

420

50

430

52

75

Tabel 6.6.2.

440

51

450

51

460

52

470

53

480

54

490

54

500

55

510

55

520

56

Data penentuan panjang gelombang () maksimum dengan


menggunakan spektrofotometer 22
(nm)

%T

400

42,5

410

42,1

420

42,0

430

42,2

440

42,2

450

44,4

460

42,5

76

470

43,7

480

44,5

490

44,9

500

45,5

510

45,6

520

45,9

B. Menentukan kurva kalibrasi


Tabel 6.6.3. Data pengamatan kurva kalibrasi dengan menggunakan
spektrofotometer 21

Tabel 6.6.4.

ppm (x)

%T

5 ppm

90

20 ppm

89

35 ppm

76

50 ppm

64

65 ppm

61

80 ppm

54

Sampel

95

Data pengamatan kurva kalibrasi dengan menggunakan


spektrofotometer 22
ppm (x)

%T

5 ppm

88,8

20 ppm

83,1

35 ppm

66,1

50 ppm

47,3

65 ppm

43,5

80 ppm

31,3

Sampel

90,3

6.7. Data Hasil Perhitungan

77

Tabel 6.7.1.

Data penentuan panjang gelombang () maksimum dengan


menggunakan spektrofotometer 21

(nm)

%T

400

54

0,2676

410

53

0,2757

420

50

0,3010

430

52

0,2839

440

51

0,2924

450

51

0,2924

460

52

0,2839

470

53

0,2757

480

54

0,2676

490

54

0,2676

500

55

0,2596

510

55

0,2596

520

56

0,2518

Tabel 6.7.2.

Data penentuan panjang gelombang () maksimum dengan


menggunakan spektrofotometer 22

(nm)

%T

400

42,2

0,3716

410

42,1

0,3757

420

42,0

0,3767

430

42,2

0,3746

440

42,2

0,3746

450

44,4

0,3526

460

42,5

0,3716

470

43,7

0,3595

480

44,5

0,3516

78

490

44,9

0,3477

500

45,5

0,3419

510

45,6

0,3410

520

45,9

0,3381

Tabel 6.7.3.

Data Penentuan kurva kalibrasi dengan menggunakan


spektrofotometer 21

ppm (x)

A (Y)

X2

X.Y

5 ppm

0,0457

25

0,2285

20 ppm

0,0506

400

1,012

35 ppm

0,1191

1225

4,1685

50 ppm

0,1938

2500

9,69

65 ppm

0,2146

4225

13,949

80 ppm

0,2676

6400

21,408

X = 255

Y = 0,8914

X2 = 14775

Sampel

= 420

A = 0,0222

Tabel 6.7.4.

Data Penentuan kurva kalibrasi dengan

XY = 50,456

menggunakan

spektrofotometer 22
ppm (x)

A (Y)

X2

X.Y

5 ppm

0,0515

25

0,2575

20 ppm

0,0803

400

1,606

35 ppm

0,1797

1225

6,2895

50 ppm

0,3251

2500

16,255

65 ppm

0,3615

4225

23,4975

80 ppm

0,5044

6400

40,352

X = 255

Y = 1,5025

X2 = 14775

Sampel

= 420

A = 0,0443

6.8. Grafik
A. Penentuan panjang gelombang maksimum

XY = 88,2575

79

0.34
0.32
0.3
0.28
Absorbansi (A)

0.26
0.24
0.22
0.2
400

420

440

460

480

500

520

540

Panjang Gelombang ()

Grafik 6.8.1. Hubungan antara absorban dan panjang gelombang pada


spektrofotometer 21
0.4
0.39
0.38
0.37
0.36
Absorbansi (A) 0.35
0.34
0.33
0.32
0.31
0.3
400

420

440

460

480

500

520

540

Panjang Gelombang ()

Grafik 6.8.2. Hubungan antara absorban dan panjang gelombang pada


spektrofotometer 22
B. Penentuan kurva kalibrasi

80

0.3
f(x) = 0x + 0.01
R = 0.96

0.25
0.2
Absorbansi (A) 0.15
0.1
0.05
0

20

40

60

80

100

Konsentrasi (ppm)

Grafik 6.8.3. Hubungan antara konsentrasi dengan absorban pada kurva


kalibrasi spektrofotometer 21
0.55
0.5
f(x) = 0.01x - 0.01
R = 0.97

0.45
0.4
0.35
0.3
Absorbansi (A) 0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0

20

40

60

80

100

Konsentrasi (ppm)

Grafik 6.8.4. Hubungan antara konsentrasi dengan absorban pada kurva


kalibrasi spektrofotometer 22

81

6.9. Persamaan Reaksi


K2SO4 (s)
(kalium sulfat)

+ BaCl2 (s)
(barium klorida)

2 KCl (l)

(kalium klorida)

BaSO4
(barium sulfat)
(endapan putih)

6.10. Pembahasan
- Dengan menggunakan spektrofotometer 21 dan spektrofotometer 22,
diperoleh panjang gelombang maksimum () = 420 nm dengan (T21) =
50, (T22) = 42,0 dan (A21) = 0,3010, (A22) = 0,3767 yang ditunjukan pada
tabel 6.7.1 dan tabel 6.7.2. Menggunakan panjang gelombang ()
maksimum karena kepekaannya maksimum pada perubahan konsentrasi
larutan yang akan memberikan A yang paling besar dan pada panjang
gelombang () maksimum didapatkan bentuk kurva kalibrasi yang linier
-

sesuai dengan hukum Lambert-Beer.


Pada grafik 6.7.3 dan 6.7.4 diperoleh perbandingan bahwa kosentrasi
berbanding lurus dengan absorban. Semakin besar kosentrasi maka
semakin besar absorbannya ataupun sebaliknya. Sesuai dengan teorinya
yang mengatakan bahwa semakin besar nilai konsentrasi larutan maka

nilai absorban akan semakin besar.


Penambahan barium klorida agar terbentuk endapan barium sulfat dan
menimbulkan keruh yang berwarna putih. Hal ini sesuai dengan syarat

sampel spektrofotometri yang harus berwarna.


Kegunaan larutan blangko adalah untuk menstabilkan absorbsi dan
membuat transmitan menjadi 100 % untuk membuktikan blangko tidak

mengandug sulfat.
Kadar SO4 dalam sampel (air PDAM) yang dianalisa spektrofotometri 21
yaitu 2,9062 ppm dan spektrofotometri 22 yaitu 9,2419 ppm. Sehingga
air pada sampel (air PDAM) layak untuk dikonsumsi dimana standart
yang diperbolehkan kurang dari 200 ppm.

6.11. Kesimpulan
- Dapat mengetahui metode analisa menggunakan spektrofotometri.
- Kadar SO4 dalam sampel (air PDAM) pada spektrofotometer 21 sebesar
2,9062 ppm dan pada spektrofotometer 22 sebesar 9,2419 ppm.

82

BAB VII
ANALISIS KATION-ANION
7.1.

Tujuan Pratikum
- Menentukan jenis kation pada sampel / garam
- Menentukan jenis anion pada sampel / garam
7.2.
Pengamatan Fisik
7.2.1. Garam 1
a. Bentuk dan Roman Zat
- Warna
: Biru
- Bentuk
: Kristal
- Sifat Higroskopis
: Tidak Higroskopis
- Bau
: Tidak Berbau
- Kation
: Cu2+
b. Reaksi nyala api
Sampel + HCl encer
Hijau
c. Sifat Zat Pada Pemanasan Kering
Zat terurai, terjadi perubahan warna
Warna biru
putih
7.2.2. Garam II
a. Bentuk dan Roman Zat
- Warna
: Hijau
- Bentuk
: Kristal
- Sifat Higroskopis : Tidak Higroskopis
- Bau
: Tidak Berbau

83

- Kation
b. Reaksi nyala api
Sampel + HCl encer

: Fe2+
Hijau

c. Sifat Zat Pada Pemanasan Kering


- Zatnya terurai, terjadi perubahan warna
Warna hijau

putih

7.3.
Pengamatan Kimia
7.3.1. Pengamatan Kimia Kation
Perlakuan

Pengamatan

Garam I
Larutan sampel + HCl
larutan a
Larutan a + HCl
Larutan b + H2S
Larutan c + HNO3
Larutan d + NH4Cl

larutan b
larutan c
larutan d
larutan

e
Larutan e + NH4OH

Tidak ada endapan


Warna biru bening
Tidak ada endapan
Tidak ada endapan
Tidak ada endapan
Warna biru tua
Endapan hitam
kecoklatan

larutan

Kesimpulan

Kemungkinan
kation Cu2+
Positif kation
Cu2+

f
Larutan f + K4Fe(CN)6

Tidak ada endapan

larutan g

Warna coklat bening


Tidak ada endapan

Garam II

Tidak ada endapan

Larutan sampel + HCl

Tidak ada endapan

larutan a
Larutan a + H2S

Tidak ada endapan


larutan b

Larutan b + HNO3

larutan c

Larutan c + NH4Cl

larutan d

Larutan d + NH4OH

larutan

e
Larutan e + H2S

larutan f

Larutan f + NH4Cl

larutan g

Larutan g + NaOH

larutan

Tidak ada endapan


Tidak ada endapan
Endapan biru tua

Kemungkinan
kation Fe2+
Positif kation
Fe2+

84

h
Larutan h + K4Fe(CN)6
larutan i

7.3.2. Reaksi Kimia


a. Kation Cu2+
- Cu2+(aq) +

Cu2+(aq) + 2Cl-(aq) + H2(g)

HCl(aq)

(Tembaga) (Asam Klorida)

Cu

2+

(aq)

H2S(g)

(Tembaga) (Hidrogen sulfida)

(Tembaga) (ion klorida) (Hidrogen)

CuS(s)

2H+(aq)

(Tembaga(II)sulfide) (hidrogen)

3Cu2+(aq) + 6NO3-(aq)+3S(s) +2NO(g)

3CuS(s) + 8HNO3(aq)

4H2O(l)
(tembaga(II)sulfida) (asam nitrat) (tembaga)

Cu2+(aq) +

2NH4Cl(s)

(nitrat)

CuCI2(s)

(Sulfur) (nitrogen oksida) (air)

2NH4+(aq)

(ion tembaga) (ammonium klorida) (tembaga(II)klorida) (ammonium)

CuCl2(s)

+ 2NH4OH(aq)

(Tembaga(II)klorida)

(ammonia)

Cu(OH)2(l)

2NH4Cl(l)

(Tembaga(II)hidroksida) (amonium klorida)

Cu4[Fe(CN)6]3(s) + 12K+(aq)+ 8OH--

4Cu(OH)2(l)+ 3K4Fe(CN)6(s)
(aq)

(tembaga(II)hidroksida)(kaliumheksasianoferat)(tembaga(II)heksasianoferat)(kalium)
( hidroksida)

b. Kation Fe2+
- Fe(s) + 2HCl(aq)

Fe2+(aq) + 2Cl-(aq) + H2(g)

(Besi) (asam klorida)

2+

Fe

(aq)

(besi)

H2S(g)

FeS(s)

Fe

(s)

(besi)

+ 2NH4Cl(s)

(ion besi) (ammonium klorida)

+ 2H+(aq)

3Fe2+(aq) + 6NO3-(aq) + 3S(s) + 2NO(g)

3FeS(s) + 8HNO3(aq)
4H2O(l)
2+

(klorida) (hidrogen)

(hidrogen sulfida) (besi(II) sulfide) (hidrogen)

(besi (II) sulfida) (asam nitrat)

(besi)

FeCl2(s) + 2NH4OH(aq)

(nitrat)

(Sulfur) (Nitrous oxide) (air)

FeCI2(l) + 2NH4+(aq)
(besi(II)klorida) (ammonium)

Fe(OH)2(s)

2NH4Cl(l)

(ion besi) (amonium hidroksida) (besi (II) hidroksida) (ammonium klorida)

2Fe(OH)2(s) +

2H2S(g)

(besi hidroksida) (hidrogen sulfide)

FeS(s) +

2NaOH(aq)

2FeS(s) + 4H2O(g)
(besi sulfida)

(air)

Fe(OH)2(l) +

Na2S(aq)

(besi(IIsulfida) (natrium hidroksida) (besi (II) hidroksida) (natrium disulfida)

85

Perlakuan

Pengamatan

Kesimpulan

Tidak ada endapan

Kemungkina

Warna violet tidak

n anion SO42-

Garam I
- Reaksi Identifikasi
Kristal x + H2SO4 encer
larutan a
Larutan a + H2SO4 + KMnO4
larutan b
- Reaksi Penegasan
Sampel + Pb(NO3)2

hilang
larutan a

Positif anion
SO42-

Endapan putih

Garam II
- Reaksi Identifikasi
Kristal x + H2SO4

Kemungkina
larutan

a
Larutan a + H2SO4 + KMnO4
-

Tidak ada endapan


Warna violet tidak

n anion SO42Positif anion

hilang

SO42-

larutan b
Penegasan

Endapan putih

Larutan x + Pb(NO3)2
- 4Fe(OH)2(l)+ 3K4Fe(CN)6(s)

Fe4[Fe(CN)6]3(s) + 12K+(aq)+ 8OH--

(aq)

(besi(II)hidroksida)(kaliumheksasianoferat)(besi(II)heksasianoferat)(kalium)( hidroksida)

7.3.3. Pengamatan Kimia Anion


7.3.4. Reaksi Kimia
a. Garam I
- SO42-(s) + H2SO4(l) (encer)
(sulfat)

2-

SO4

(s)

(asam sulfat)

+ 2KMnO4(l)

(sulfat) (kalium permanganat)

K2SO4(l) + 2MnO4-(aq)
(kalium sulfat) (permanganat)

Reaksi Penegasan Anion Garam 1:


- CuSO4 + Pb(NO3)2
PbSO4 +
(tembaga sulfat) (timbel nitrat)

Cu(NO3)2

(timbel sulfat) (tembaga(II) nitrat)

86

b. Garam II
Reaksi identifikasi
- SO42-(s) + H2SO4(l) (encer)
(sulfat)

(asam sulfat)

2-

SO4

(s)

+ 2KMnO4(l)

K2SO4(l) + 2MnO4-(aq)

(sulfat) (kalium permanganat) (kalium sulfat) (permanganat)

Reaksi Penegasan
CuSO4(s) + Pb(NO3)2(l)
(tembaga sulfat) (timbel nitrat)

7.4.

PbSO4(s)

+ Cu(NO3)2(l)

(timbel sulfat) (tembaga (II) nitrat) [4]

Kesimpulan
- Dari percobaan, didapatkan jenis kation yang dianalisa yaitu:
Garam I
: kation Cu2+, pada golongan II
Garam II
: kation Fe2+, pada golongan IV
- Dari percobaan, didapatkan jenis anion yang dianalisa yaitu:
Garam I
: anion SO42Garam II
: anion SO42-

DAFTAR PUSTAKA
1. A.L Underwood & R.A. Day, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat,
Erlangga, Jakarta, 1986

87

2. (_______, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta, 1989


3. Bothara, Dr K, G, Inorganic Pharmaceutical Chemistry, Pragati Books,
Jakarta, 2008.
4. G. Svehla. Analisis Anorganik Kualitatif. 1985. PT. Kalman Media pusaka:
Jakarta.
5. Harjadi W, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia, Jakarta, 1986.
6. Ibnu, M.Sodiq, Kimia Analitik. Malang.Penerbit: UM PRESS.2005
7. J. Bassett R.C. Denny G.H. Jeffery J. Mendham, Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik, Buku Kedokteran ECC, Jakarta, 1994.
8. Keenan, Charles W, Kimia untuk Universitas, Erlangga, Jakarta, 1996
9. Khopkar, S.M, Konsep Dasar Kimia Analitik, UIP, Jakarta, 1990.
10. Nursusilawati, dkk, Praktikum Kimia, Penerbit: Armico, Bandung
11. Sriwardani Gito Rini. Kimia Analisa, Malang, 2000.
12. Sutresna, Nana, Kimia, Grafindo Media Pratama, 2008.
13. (____, http://anna-permanasari.staf.upi.edu/28/05/2012)
14. (____, http://www.artikelkimia.info/17/05/2012)
15. (____, http://www.belajarkimia.com/28/05/2012)
16. (____, http://www.blogoblogkuasyik.com/03/06/2012)
17. (____, http://www.chemtutorial.com/22/04/2012)
18. (____, http://www.chem-is-try.org/21/05/2012)
19. (____, http://www.ditjenbun.deptan.go.id/17/05/2012)
20. (____, http://www.docstoc.com/08/06/2012)
21. (____, http://www.ejournal.upnjatim.ac.id/27/05/2012)
22. (____, http://www.fuadshifu.info/28/05/2012)
23. (____, http://www.google.co.id/25/05/2012)
24. (____, http://www.humaniraid.com/24/05/2012)
25. (____, http://www.indter.com/28/05/2012)
26. (____, http://www.id.wikipedia.org/wiki/22/04/2012)
27. (____, http://www.kimiaanalisa.web.id/21/04/2012)
28. (____, http://www. lontar.ui.ac.id/25/05/2012)
29. (____, http://www.nurfaisyah.web.id/28/05/2012)
30. (____, http://www.pdamkotamalang.com/29/05/2012)
31. (____, http://www.repository.usu.ac.id/21/04/2012)
32. (____, http://www.ripanimusyaffalab.com/22/04/2012)
33. (____, http://www.sekara08.student.ipb.ac.id/28/05/2012)
34. (____, http://www.scribd.com/25/05/2012)
35. (____, http://www.waterpluspure.com/ 21/05/2012)
36. (____, http://www.webqc.org/26/04/2012)
37. (____, http://www.wiki.answer.com/26/04/2012)
38. (____, http://www.wordpress.com/22/04/2012)

Anda mungkin juga menyukai