Anda di halaman 1dari 15

NAMA : LIANISPIANI

NIM : J1A018066

KLS : ITP GENAP 2018

TUGAS : RESPON AWAL ACARA 6

TITRASI

1. PENGERTIAN TITRASI

Titrasi merupakan salah satu metode kimia yang dilakukan untuk dapat
menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume
larutan tersebut terhadap sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya sudah
diketahui. Larutan yang konsentrasinya telah diketahui disebut dengan larutan baku.
Larutan yang belum dketahui konsentrasinya ditambahkan dengan beberapa tetes
indikator, setelah itu ditetesi dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.
Ttik akhir titrasi ialah tepat pada saat terjadi sebuah perubahan warna indikator.

2. JENIS-JENIS TITRASI
a) Titrasi Asam Basa
 Pengertian Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa adalah penetuan kadar suatu larutan basa dengan larutan asam
yang diketahui kadarnya atau sebaliknya, kadar suatu larutan asam dengan larutan
basa yang diketahui, dengan didasarkan pada reaksi netralisasi. Netralisasi dapat juga
dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton
(basa).

 Prinsip Dasar Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga akan
terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Secara percobaan, perubahan pH dapat
diikuti dengan mengukur pH larutan yang dititrasi dengan elektrode pH meter. Titrasi
asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai analit ataupun titran. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titran
ditambahkan tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekivalen (artinya secara
stoikiometri titran dan analit tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan
berubahnya warna indikator, keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen” yaitu titik
dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa
yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan [H+] = [OH-].
Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekivalen,
tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekivalen. Oleh karena itu, titik akhir
titrasi sering disebut juga sebagai titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, maka proses
titrasi dihentikan, kemudian dicatat volume titran yang diperlukan untuk mencapai
keadaan tersebut.

 Jenis-Jenis Titrasi Asam Basa


 Titrasi Asam Kuat–Basa Kuat

Pada proses titrasi asam kuat dengan basa kuat dan sebaliknya, kedua larutan
dapat terionisasi dengan sempurna, hal ini dikarenakan larutan asam kuat dan basa
kuat termasuk kedalam larutan elektrolit kuat yang dapat terionisasi secara sempurna
didalam air. Penambahan basa kuat ke dalam asam kuat (atau sebaliknya) adalah jenis
titrasi yang paling sederhana. Reaksi kimianya adalah netralisasi :

H3O+ (aq) + OH-(aq) 2 H2O(l)

Asam dan basa kuat terurai sempurna dalam larutan berair, oleh karena itu, pH pada
berbagai titik selama titrasi dapat dihitung langsung dari jumlah stoikiometri asam
dan basa yang dibiarkan bereaksi. Pada titik ekivalen, pH ditentukan oleh tingkat
terurainya air. Pada 25oC pH air murni adalah 7,00. Contoh titrasi asam kuat dengan
basa kuat: NaOH(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)

 Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat

Pada proses titrasi asam lemah dengan basa kuat dan sebaliknya, salah satu
larutan (asam lemah) tidak dapat terionisasi dengan sempurna. Hal ini dikarenakan
asam lemah tergolong kedalam larutan elektrolit lemah. Sehingga garam yang
dihasilkan dalam reaksi memiliki sifat basa. Oleh karena itu, pada proses titrasi asam
lemah dengan basa kuat titik ekivalennya terjadi ketika pH campuran lebih dari 7.
Titrasi asam lemah dengan basa kuat akan mempunyai kurva dan titik ekivalen yang
berbeda dari asam kuat dengan basa kuat. Contoh dari titrasi asam lemah dengan basa
kuat :

Asam lemah : CH3COOH

Basa kuat : NaOH

Persamaan Reaksi :

CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → NaCH3COO(aq) +H2O(l)

 Titrasi Basa Lemah dengan Asam Kuat

Proses titrasi basa lemah dan asam kuat terjadi hampir sama dengan proses
titrasi asam lemah dengan basa kuat. Hal ini dikarenakan salah satu dari larutan
adalah larutan elektrolit lemah yang tidak mampu terionisasi secara sempurna. Karena
dalam reaksi ini larutan basa yang tidak dapat bereaksi secara sempurna, garam hasil
reaksi ini menjadi memiliki sifat asam. Oleh karena itu, pada proses titrasi basa lemah
dengan asam kuat titik ekivalennya terjadi ketika pH campuran kurang dari 7. Contoh
dari titrasi basa lemah dengan asam kuat :

Asam kuat : HCl

Basa lemah :NH3

Persamaan Reaksi : HCl(aq) + NH3(aq) → NH4Cl(aq)

 Titrasi Basa Lemah dengan Asam Lemah

Contoh yang biasa untuk titrasi asam lemah dan basa lemah adalah asam
etanoat dan larutan amonia.

CH3COOH(aq) + NH3(aq) → CH3COONH4(aq)

Hal ini terjadi karena keduanya bersifat lemah. Pada kasus tersebut, titik ekivalen
kira-kira terletak pada pH 7.

b) Titrasi Redoks
 Pengertian Titrasi Redoks
Titrasi redoks merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada terjadinya
reaksi oksidasi reduksi antara analit dengan titran. Analit yang mengandung spesi
reduktor dititrasi dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau
sebaliknya. Konsep reaksi redoks tersebut merupakan konsep reaksi reduksi oksidasi
berdasarkan perubahan bilangan oksidasinya.

 Prinsip Titrasi Redoks

Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke


reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya
penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron
atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi
penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan
bilangan oksidasi.

Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dan analit.
Dalam titrasi redoks biasanya digunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir,
namun ada pula yang mengunakan indikator yang dapat berubah warna nya dengan
adanya kelebihan titran yang digunakan. Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi,
maka reaksi redoks harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut :

1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran
elektron secara stokhiometri.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(kesempurnaan 99%).
3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indikator,


contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan
kalium dikromat. Indikator titrasi redoks tentunya tergantung dari jenisnya masing-
masing dan pastinya berbeda-beda. Ada yang menggunakan amilum sebagai
indicator, khususnya titrasi redoks yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang
bersifat reduktor/oksidator lemah juga sering dipakai untuk titrasi redoks misalnya
ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin. Atau ada juga yang tidak menggunakan
indikator seperti permanganometri. Biasanya dua jenis indicator digunakan untuk
menentukan titik akhir. Indicator tersebut adalah indicator internal maupun indicator
eksternal. Indicator dari jenis ini harus menghasilkan perubahan potensial oksidasi di
sekitar titik ekuivalen reaksi redoks.

 Macam-Macam Titrasi Redoks


 Titrasi Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganat (KmnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi
yang terjadi antara KmnO4 dengan bahan baku tertentu. Kalium permanganate adalah
oksidator kuat. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan tidak
membutuhkan indicator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N
permanganate memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan
yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini digunakan untuk
mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Kelemahannya adalah dalam medium HCL.
Cl- dapat teroksidasi, demikian juga larutannya, memiliki kestabilan yang terbatas.

Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang
terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar:

MnO4- + 8 H + + 5 e Mn2+ + 4 H2O E0 = +1,51 V

Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan


reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan
sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Sebagai contoh, permanganat adalah agen
unsur pengoksidasi yang cukup kuat unuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 , titik
akhir permanganate tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi:

3 Mn2++ + 2 MnO4- + 2 H2O 5 MnO2 (s) + 4 H+

Ungu Tidak berwarna

Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan
netral. Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi
cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun
juga, mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal
pada titik akhir titrasi-titrasi permanganat.
Larutan-larutan permanganat yang bersifat asam tidak stabil karena asam
permanganat terdekomposisi dan air teroksidasi dengan persamaan:
4 MnO4- + 4 H + 5 MnO2 (s) + 3 O2 (g) + 2 H2O

Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu
ruangan. Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan
MnO2. Namun demikian, jangan pernah menambahkan permanganat berlebih ke
dalam sebuah unsur reduksi dan kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat
oksidasi, karena reaksi yang nantinya muncul akan berlangsung dengan laju yang
rendah.

Pembuatan larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang


dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara
lain dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah
dioksidasi. Standar-standar Primer untuk Permanganat :
a. Natrium Oksalat

Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untuk


permanganat dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat
kemurnian tinggi, stabil pada saat pengeringan, dan non higroskopis. Reaksinya
dengan permanganat agak sedikit rumit dan berjalan lambat pada suhu ruangan,
sehingga larutan biasanya dipanaskan sampai sekitar 60°C. Bahkan pada suhu yang
lebih tinggi reaksinya mulai dengan lambat, namun kecepatannya meningkat ketika
ion mangan (II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya
disebut autokatalitik, karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion
tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat
dengan permanganat untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3
atau +4), di mana pada gilirannya secara cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke
kondisi divalent. Persamaan utnuk reaksi antara oksalat dan permanganat adalah :

5C2O42- + 2MnO4- + 16H+  2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain.
Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride, yang
mengharuskan seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi
dengan pengadukan yang kuat. Kemudian, Fowler dan Bright melakukan suatu
penelitian yang sangat mendalam terhadap kesalahan- kesalahan yang mungkin di
dalam titrasi. Mereka menemukan beberapa bukti dari pembentukan peroksida

O2 + H2C2O4 H2O2 + 2 CO2

Dan bahwa apabila peroksida terurai sebelum bereaksi dengan permanganat,


terlalu sedikit dari larutan yang disebut terakhir digunakan dan normalitasnya yang
ditemukan adalah tinggi. Fowler dan Bright menyelidiki secara menyeluruh reaksinya
dan menganjurkan agar hampir semua permanganat ditambahkan secara cepat ke
larutan yang diasamkan pada suhu ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan tersebut
dipanaskan sampai 60°C dan titrasi diselesaikan pada suhu ini. Prosedur ini
mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan oleh pembentukan hidrogen
peroksida.

b. Arsen (III) Oksida


Senyawa As2O3 adalah standar primer yang sangat baik untuk larutan-larutan
permanganat. Senyawa ini stabil, nonhigroskopis, dan tersedia dengan tingkat
kemurnian yang tinggi. Oksida ini dilarutkan dalam natrium hidroksida dan larutan
kemudian diasamkan dengan asam klorida dan di titrasi dengan permanganat.

5HAsO2 + 2MnO4- + 6H+ + 2H2O → 2Mn2+ + 5H3AsO4

(Asam yang di produksi dengan melarutkan AsO berprilaku sebagai sebuah


asam lemah monoprotik HAsO). Reaksi ini berjalan lambat pada suhu ruangan
kecuali sebuah katalis di tambahkan. Kalium iodida, KI, kalium iodidat, KIO3 , dan
iodin monoklorida ICl, telah dipergunakan sebagai katalis.
c. Besi

Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai
standar primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi (III) yang
diproduksi selama proses pelarutan direduksi menjadi besi (II). Oksidasi dari ion
klorida oleh permanganat berjalan lambat pada suhu ruangan. Namun demikian,
dengan kehadiran besi, oksidasi akan berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah
agen pereduksi yang lebih kuat daripada ion klorida, ion yang belakangan disebut ini
teroksidasi secara bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak ditemukan
dalam oksidasi dari As2O3 ataupun Na2C2O4 dalam larutan asam klorida.

Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut
larutan “pencegah”, atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke
dalam larutan asam klorida dari besi sebelum dititrasi dengan permanganat. Asam
fosfat menurunkan konsentrasi dari ion besi (III)dengan membentuk sebuah
kompleks, membantu memaksa reaksi berjalan sampai selesai, dan juga
menghilangkan warna kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam media klorida.
Kompleks fosfat ini tidak berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas.

 Titrasi Iodin ( Iodometri dan Iodimetri )

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi
langsung (iodimetri) dan titrasi tak langsung (iodomotri).

a. Titrasi langsung (iodimetri)


Iodimetri merupakan Metode Titrasi redoks yang melibatkan iodin yang
bereaksi secara langsung. Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai
potensial reaksi sebesar +0,535 V. Iodium akan mereduksi senyawa – senyawa yang
memilki potensial reduksi lebih kecil dibandingkan dengan iodium. Pada reaksi
oksidasi, iodium akan mengalami reduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi:
I2 + 2e 2I-

b. Titrasi tak langsung (iodometri)


Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa- senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar daripada sistem
iodium- iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO45H2O.
Iodometri terjadi pada zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II),
dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin.
Metode titrasi iodometri (tak langsung) menggunakan larutan
Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu
reaksi redoks.Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk
waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk
natrium tiosulfat.
Dalam iodometri I- dioksidasi oleh suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat
tidak apa – apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat
lambat dan mungkin tidak sempurna, ini harus dihindari. Cara menghindarinya :
- Memperbesar [H+], jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan
pH.
- Memperbesar [I-], misalnya oksidasi dengan Fe3+.
- Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi : misalnya dikocok
dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2 akan masuk dalam
pelarut organik ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam senyawa solven organic daripada
dalam air. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah
sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + H2O
I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62-
Adapun indikator yang digunakan dalam titrasi iodometri adalah indicator
kanji, dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodine
dapat bertindak sebagai indicator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna
ungu atau violet yang intens untuk zat – zat pelarut seperti karbon tetra klorida dan
kloroform. Namun demikian, larutan dari kanji lebih umum dipergunakan karena
warna biru gelap dari kompleks iodin – kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat
sensitif untuk iodin.
 Titrasi Bromo (Bromometri dan Bromatometri)
Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapam kadar suatu zat
dengan prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang
mengakibatkan hilangnya aatu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau
molekul). Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah ke harga yang
lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat yang memperoleh elektron, dan dalam
proses itu zat tersebut direduksi. Reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan
diperoleh satu elektron atau lebih oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur
direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif), jadi suatu
zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi.
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi
dari ion bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini
menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan
reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam
keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium
bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat,
dan bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat,
warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir.

Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang
tinggi dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah
mungkin, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup.

Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk


menetapkan senyawa-senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom
substitusi. Metode ini dapat juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan
stibium dalam bentuk trivalent walaupun tercampur dengan stanum valensi empat.

Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod,
sementara dirinya direduksi menjadi brimida :

BrO3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3I2 + 3H2O

Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu
reaksi asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya.
Namun nampak bahwa 6 ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya
diambil oleh sebuah ion bromat tunggal.

 Titrasi Serimetri
Larutan serium(IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat
pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan
suatu syarat bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan
pengendapan garam basanya. Kalau larutan kalium permanganate dapat direduksi
menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium(III),
menurut reaksi: Ce4+ + e-  Ce3+
Ion Ce(IV) dipergunakan dalam larutan-larutan dengan keasaman tinggi
karena hidrolisisa akan menghasilkan pengendapan pada larutan-larutan dengan
konsentrasi ion hydrogen yang rendah. Potensial redoks dari pasangan Ce(IV)/ Ce(III)
tergantung pada sifat dan konsentrasi dari asam yang ada.
Keuntungan serium (IV)sulfat sebagai suatu zat pengoksidasi standar adalah :
1. Larutan serium (IV)sulfat secara mencolok stabil selama dalam jangka waktu yang
lama. Larutan ini tidak perlu dilindungi dari cahaya , dan bahkan dapat didihkan
selama waktu yang singkat tanpa perubahan yang berarti dalam konsentrasi .
2. Serium(IV)sulfat dapat digunakan dalam penetapan zat – zat pereduksi dengan
adanya konsentrasi HCl yang tunggi .
3. Larutan – larutan serium (IV)sulfat dalam larutan 0,1 N tidak terlalu berwarna
untuk dapat mengaburkan penglihatan ketika membaca miniskus dalam buret dan
alat – alat titrimetri lainnya .
4. Dalam reaksi garam serium (IV) sulfat dalam larutan asam dengan zat – zat
pereduksi,perubahan valensi yang terjadi adalah : Ce4++e-↔ Ce3+
Dengan demikian maka dianggap bobot ekivalennya adalah 1 mol atau 1 Mr .
5. Ion serium (IV) tidak berwarna (dibandingkan ion Mn (II) yang tidak berwarna
dari KMnO4 , dan ion serium (III) yang hijau dari kalium dikhromat).
6. Serium (IV)sulfat adalah zat pengoksid yang serba guna . ia dapat digunakan dalam
banyak titrasi yang sama permangganat telah digunakan ,dan juga untuk penetapan
- penetapan lainnya .
7. Larutan serium (IV) sulfat paling baik distandarisasikan dengan arsen (III)oksida
atau natrium oksalat .
Larutan serium(IV)sulfat dalam larutan asam sulfat encer adalah stabil, bahkan
pada temperature – temperature didih. Larutan dalam HCl dari garam ini tidak stabil ,
karena reduksi menjadi Ce (III) oleh asam tersebut dengan dibarengi pembebasan
klor. Reaksinya: 2Ce4++2Cl-↔ 2Ce3++Cl2
Reaksi ini berlangsung benar – benar cepat pada pendidihan , maka HCl tidak
dapat digunakan dalam oksidasi – oksidasi yang memerlukan pendidihan dengan
serium(IV)sulfat berlebih dalam larutan asam. Asam sulfat harus digunakan dalam
oksidasi demikian adanya asam fluoride membentuk suatu kompleks stabil dengan
serium (IV) sulfat dan menghilangkan warna dari larutan yang kuning itu .
c) Titrasi Pengendapan (Argentometri)

Titrasi pengendapan (Argentometri) adalah golongan titrasi di mana hasil


reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya
adalah reaksi pengendapan yang mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan
titran; tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat
titik akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi. Akan
tetapi metode tua seperti penetuan Cl-¸ Br-, I- dengan Ag(I) (disebut juga metode
argentometri) adalah sangat penting.

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida


dan senyawa -senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3)
pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode
pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang
relative tidak larut atau endapan. Ada 3 macam metode argentometri, yaitu :

 Metode Mohr

Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida.
Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak
alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila
ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat
akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang berwarna
coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat
menggunakan indikator larutan kalium kromat.

Reaksinya:

NaCl + AgNO₃ AgCl (endapan) + NaNO₃

2AgNO₃ + K₂CrO₄ (endapan) + 2KNO₃

Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat
(AgCrO₄). Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:

1. Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat
(Ag₂Cr₂O₇)

2. Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk
endapan perak hidroksida

AgNO₃ + NaOH AgOH (endapan) + NaNO₃


Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:

1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ

2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas pH 7

3. Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺

4. Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺

Hal yang harus dihindari : cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan
perak nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).

 Metode Volhard

Kegunaannya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar


halida (Cl, Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi
langsung. Larutan standarnya larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator
menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik akhir titrasinya terbentuk kompleks
besi (III) tiosianat Fe(CNS)²⁺ yang larut, berwarna merah.

Reaksinya:

Ag⁺ + NH₄CNS AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺

Jika Ag⁺ sudah habis, maka kelebihan 1 tetes

NH₄CNS + Fe³⁺ Fe(CNS)²⁺ + NH₄⁺

 Metode Fajans

Titrasi argentometri yang menggunakan indicator adsorbsi ini dikenal dengan


sebutan titrasi argentometri metode Fajans. Sebagai contoh marilah kita gunakan
titrasi ion klorida dengan larutan standart Ag+. Dimana hasil reaksi dari kedua zat
tersebut adalah: Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih).

d) Titrasi Kompleksometri
 Pengertian Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks
banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu
perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama
akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2
2+ -
Hg + 2Cl HgCl2
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan
air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan
keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih
dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam
etilena diamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang
dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.
Prinsip dan dasar reaksi dalam penentuan ion-ion logam titrasi komleksometri
umumnya digunakan komplekson III (EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat,
dimana EDTA bereaksi dengan ion logam yang polivalen seperti Al+3, Bi+3, Ca+3, dan
Cu+3 membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air. Titik
akhir titrasi tersebut dideteksi dengan menggunakan suatu pewarna indicator. Pewarna
tersebut ditambahkan ke larutan logam pada awal titrasi dan membentuk kompleks
berwarna dengan sedikit logam. Tetesan pertama pada kelebihan EDTA menyebabkan
kompleks ini pecah , menghasilkan perubahan warna.

 Prinsip Kerja Titrasi Kompleksometri


Bila EDTA ditambahkan ke dalam suatu larutan dari kation logam tertentu,
maka akan membentuk kompleks khelat yang mudah larut. Bila sejumlah kecil zat
warna seperti Eriochrom Balck T. atau Calmigite ditambahkan pada larutan menjadi
merah anggur. Apabila EDTA ditambahkan pada larutan tersebut, kalsium dan
magnesium akan dikomplekskan, maka larutan berubah dari merah anggur menjadi
biru, menandakan titik akhir titrasi. Untuk menghasilkan titik akhir titrasi yang baik
diperlukan adanya ion magnesium.
Ketajaman titik akhir titrasi meningkat dengan bertambahnya pH. pH 10,0 ±
0,1 adalah pH yang memberikan hasil yang memuaskan. Batas waktu 5 menit
dimaksudkan untuk mengatur lamanya titrasi guna memperkecil kemungkinan
pengendapan CaCO3.
3. PRINSIP METODE PERMANGANOMETRI

Prinsip titrasi permanganometri adalah reaksi oksidasi reduksi pada suasana


asam yang melibatkan elektron dengan jumlah tertentu, dibutuhkan suasana asam
(H2SO4) untuk mencapai tingkat oksidasi dari KMnO4 yang paling tinggi dan bilangan
oksidasi +7 menjadi +2. Pada proses titrasi tidak dibutuhkan indicator lain. Karena
KMnO4 sudah mampu memberikan perubahan warna saat titik akhir titrasi yang
ditandai dengan terbentuknya warna merah muda. Sifat dari KMnO4 ini dikenal sebagai
autoindikator.

Permangaometri dalam banyak kasus dilakukan dalam larutan yang sangat


asam yang mana reakssi berikut ini yang merupakan prinsip dasar permanganometri
terjadi:

MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O

Potensial standar dari reaksi elektrokimia ini yaitu:

E0 = +1.51 V

Yang menunjukkan kalau KMnO4 (dalam medium asam) yaitu sebuah agen
pengoksidasi yang sangat kuat.

Pada larutan asam lemah MnO4- tidak bisa menerima lima elektron untuk
membentuk Mn+2, dalam hal ini hanya menerima tiga elektron dan membentuk
MnO2(s) lewat reaksi elektrokimia sebagai berikut ini:

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O (E0 = +1.69V)

Apabila larutan mempunyai konsentrasi c(NaOH) >1 mol dm-3 maka terjadi
reaksi berikut ini:

MnO4- + e- MnO42- (E0 = +0.56V).

Anda mungkin juga menyukai