NIM : J1A018066
TITRASI
1. PENGERTIAN TITRASI
Titrasi merupakan salah satu metode kimia yang dilakukan untuk dapat
menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume
larutan tersebut terhadap sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya sudah
diketahui. Larutan yang konsentrasinya telah diketahui disebut dengan larutan baku.
Larutan yang belum dketahui konsentrasinya ditambahkan dengan beberapa tetes
indikator, setelah itu ditetesi dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.
Ttik akhir titrasi ialah tepat pada saat terjadi sebuah perubahan warna indikator.
2. JENIS-JENIS TITRASI
a) Titrasi Asam Basa
Pengertian Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa adalah penetuan kadar suatu larutan basa dengan larutan asam
yang diketahui kadarnya atau sebaliknya, kadar suatu larutan asam dengan larutan
basa yang diketahui, dengan didasarkan pada reaksi netralisasi. Netralisasi dapat juga
dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton
(basa).
Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga akan
terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Secara percobaan, perubahan pH dapat
diikuti dengan mengukur pH larutan yang dititrasi dengan elektrode pH meter. Titrasi
asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai analit ataupun titran. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titran
ditambahkan tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekivalen (artinya secara
stoikiometri titran dan analit tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan
berubahnya warna indikator, keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen” yaitu titik
dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa
yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan [H+] = [OH-].
Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekivalen,
tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekivalen. Oleh karena itu, titik akhir
titrasi sering disebut juga sebagai titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, maka proses
titrasi dihentikan, kemudian dicatat volume titran yang diperlukan untuk mencapai
keadaan tersebut.
Pada proses titrasi asam kuat dengan basa kuat dan sebaliknya, kedua larutan
dapat terionisasi dengan sempurna, hal ini dikarenakan larutan asam kuat dan basa
kuat termasuk kedalam larutan elektrolit kuat yang dapat terionisasi secara sempurna
didalam air. Penambahan basa kuat ke dalam asam kuat (atau sebaliknya) adalah jenis
titrasi yang paling sederhana. Reaksi kimianya adalah netralisasi :
Asam dan basa kuat terurai sempurna dalam larutan berair, oleh karena itu, pH pada
berbagai titik selama titrasi dapat dihitung langsung dari jumlah stoikiometri asam
dan basa yang dibiarkan bereaksi. Pada titik ekivalen, pH ditentukan oleh tingkat
terurainya air. Pada 25oC pH air murni adalah 7,00. Contoh titrasi asam kuat dengan
basa kuat: NaOH(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
Pada proses titrasi asam lemah dengan basa kuat dan sebaliknya, salah satu
larutan (asam lemah) tidak dapat terionisasi dengan sempurna. Hal ini dikarenakan
asam lemah tergolong kedalam larutan elektrolit lemah. Sehingga garam yang
dihasilkan dalam reaksi memiliki sifat basa. Oleh karena itu, pada proses titrasi asam
lemah dengan basa kuat titik ekivalennya terjadi ketika pH campuran lebih dari 7.
Titrasi asam lemah dengan basa kuat akan mempunyai kurva dan titik ekivalen yang
berbeda dari asam kuat dengan basa kuat. Contoh dari titrasi asam lemah dengan basa
kuat :
Persamaan Reaksi :
Proses titrasi basa lemah dan asam kuat terjadi hampir sama dengan proses
titrasi asam lemah dengan basa kuat. Hal ini dikarenakan salah satu dari larutan
adalah larutan elektrolit lemah yang tidak mampu terionisasi secara sempurna. Karena
dalam reaksi ini larutan basa yang tidak dapat bereaksi secara sempurna, garam hasil
reaksi ini menjadi memiliki sifat asam. Oleh karena itu, pada proses titrasi basa lemah
dengan asam kuat titik ekivalennya terjadi ketika pH campuran kurang dari 7. Contoh
dari titrasi basa lemah dengan asam kuat :
Contoh yang biasa untuk titrasi asam lemah dan basa lemah adalah asam
etanoat dan larutan amonia.
Hal ini terjadi karena keduanya bersifat lemah. Pada kasus tersebut, titik ekivalen
kira-kira terletak pada pH 7.
b) Titrasi Redoks
Pengertian Titrasi Redoks
Titrasi redoks merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada terjadinya
reaksi oksidasi reduksi antara analit dengan titran. Analit yang mengandung spesi
reduktor dititrasi dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau
sebaliknya. Konsep reaksi redoks tersebut merupakan konsep reaksi reduksi oksidasi
berdasarkan perubahan bilangan oksidasinya.
Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dan analit.
Dalam titrasi redoks biasanya digunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir,
namun ada pula yang mengunakan indikator yang dapat berubah warna nya dengan
adanya kelebihan titran yang digunakan. Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi,
maka reaksi redoks harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut :
1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran
elektron secara stokhiometri.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(kesempurnaan 99%).
3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.
Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang
terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar:
Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan
netral. Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi
cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun
juga, mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal
pada titik akhir titrasi-titrasi permanganat.
Larutan-larutan permanganat yang bersifat asam tidak stabil karena asam
permanganat terdekomposisi dan air teroksidasi dengan persamaan:
4 MnO4- + 4 H + 5 MnO2 (s) + 3 O2 (g) + 2 H2O
Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu
ruangan. Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan
MnO2. Namun demikian, jangan pernah menambahkan permanganat berlebih ke
dalam sebuah unsur reduksi dan kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat
oksidasi, karena reaksi yang nantinya muncul akan berlangsung dengan laju yang
rendah.
Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain.
Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride, yang
mengharuskan seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi
dengan pengadukan yang kuat. Kemudian, Fowler dan Bright melakukan suatu
penelitian yang sangat mendalam terhadap kesalahan- kesalahan yang mungkin di
dalam titrasi. Mereka menemukan beberapa bukti dari pembentukan peroksida
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai
standar primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi (III) yang
diproduksi selama proses pelarutan direduksi menjadi besi (II). Oksidasi dari ion
klorida oleh permanganat berjalan lambat pada suhu ruangan. Namun demikian,
dengan kehadiran besi, oksidasi akan berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah
agen pereduksi yang lebih kuat daripada ion klorida, ion yang belakangan disebut ini
teroksidasi secara bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak ditemukan
dalam oksidasi dari As2O3 ataupun Na2C2O4 dalam larutan asam klorida.
Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut
larutan “pencegah”, atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke
dalam larutan asam klorida dari besi sebelum dititrasi dengan permanganat. Asam
fosfat menurunkan konsentrasi dari ion besi (III)dengan membentuk sebuah
kompleks, membantu memaksa reaksi berjalan sampai selesai, dan juga
menghilangkan warna kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam media klorida.
Kompleks fosfat ini tidak berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas.
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi
langsung (iodimetri) dan titrasi tak langsung (iodomotri).
Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang
tinggi dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah
mungkin, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup.
Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod,
sementara dirinya direduksi menjadi brimida :
Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu
reaksi asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya.
Namun nampak bahwa 6 ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya
diambil oleh sebuah ion bromat tunggal.
Titrasi Serimetri
Larutan serium(IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat
pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan
suatu syarat bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan
pengendapan garam basanya. Kalau larutan kalium permanganate dapat direduksi
menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium(III),
menurut reaksi: Ce4+ + e- Ce3+
Ion Ce(IV) dipergunakan dalam larutan-larutan dengan keasaman tinggi
karena hidrolisisa akan menghasilkan pengendapan pada larutan-larutan dengan
konsentrasi ion hydrogen yang rendah. Potensial redoks dari pasangan Ce(IV)/ Ce(III)
tergantung pada sifat dan konsentrasi dari asam yang ada.
Keuntungan serium (IV)sulfat sebagai suatu zat pengoksidasi standar adalah :
1. Larutan serium (IV)sulfat secara mencolok stabil selama dalam jangka waktu yang
lama. Larutan ini tidak perlu dilindungi dari cahaya , dan bahkan dapat didihkan
selama waktu yang singkat tanpa perubahan yang berarti dalam konsentrasi .
2. Serium(IV)sulfat dapat digunakan dalam penetapan zat – zat pereduksi dengan
adanya konsentrasi HCl yang tunggi .
3. Larutan – larutan serium (IV)sulfat dalam larutan 0,1 N tidak terlalu berwarna
untuk dapat mengaburkan penglihatan ketika membaca miniskus dalam buret dan
alat – alat titrimetri lainnya .
4. Dalam reaksi garam serium (IV) sulfat dalam larutan asam dengan zat – zat
pereduksi,perubahan valensi yang terjadi adalah : Ce4++e-↔ Ce3+
Dengan demikian maka dianggap bobot ekivalennya adalah 1 mol atau 1 Mr .
5. Ion serium (IV) tidak berwarna (dibandingkan ion Mn (II) yang tidak berwarna
dari KMnO4 , dan ion serium (III) yang hijau dari kalium dikhromat).
6. Serium (IV)sulfat adalah zat pengoksid yang serba guna . ia dapat digunakan dalam
banyak titrasi yang sama permangganat telah digunakan ,dan juga untuk penetapan
- penetapan lainnya .
7. Larutan serium (IV) sulfat paling baik distandarisasikan dengan arsen (III)oksida
atau natrium oksalat .
Larutan serium(IV)sulfat dalam larutan asam sulfat encer adalah stabil, bahkan
pada temperature – temperature didih. Larutan dalam HCl dari garam ini tidak stabil ,
karena reduksi menjadi Ce (III) oleh asam tersebut dengan dibarengi pembebasan
klor. Reaksinya: 2Ce4++2Cl-↔ 2Ce3++Cl2
Reaksi ini berlangsung benar – benar cepat pada pendidihan , maka HCl tidak
dapat digunakan dalam oksidasi – oksidasi yang memerlukan pendidihan dengan
serium(IV)sulfat berlebih dalam larutan asam. Asam sulfat harus digunakan dalam
oksidasi demikian adanya asam fluoride membentuk suatu kompleks stabil dengan
serium (IV) sulfat dan menghilangkan warna dari larutan yang kuning itu .
c) Titrasi Pengendapan (Argentometri)
Metode Mohr
Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida.
Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak
alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila
ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat
akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang berwarna
coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat
menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Reaksinya:
Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat
(AgCrO₄). Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:
1. Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat
(Ag₂Cr₂O₇)
2. Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk
endapan perak hidroksida
1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas pH 7
Hal yang harus dihindari : cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan
perak nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).
Metode Volhard
Reaksinya:
Metode Fajans
d) Titrasi Kompleksometri
Pengertian Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks
banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu
perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama
akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2
2+ -
Hg + 2Cl HgCl2
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan
air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan
keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih
dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam
etilena diamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang
dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.
Prinsip dan dasar reaksi dalam penentuan ion-ion logam titrasi komleksometri
umumnya digunakan komplekson III (EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat,
dimana EDTA bereaksi dengan ion logam yang polivalen seperti Al+3, Bi+3, Ca+3, dan
Cu+3 membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air. Titik
akhir titrasi tersebut dideteksi dengan menggunakan suatu pewarna indicator. Pewarna
tersebut ditambahkan ke larutan logam pada awal titrasi dan membentuk kompleks
berwarna dengan sedikit logam. Tetesan pertama pada kelebihan EDTA menyebabkan
kompleks ini pecah , menghasilkan perubahan warna.
E0 = +1.51 V
Yang menunjukkan kalau KMnO4 (dalam medium asam) yaitu sebuah agen
pengoksidasi yang sangat kuat.
Pada larutan asam lemah MnO4- tidak bisa menerima lima elektron untuk
membentuk Mn+2, dalam hal ini hanya menerima tiga elektron dan membentuk
MnO2(s) lewat reaksi elektrokimia sebagai berikut ini:
Apabila larutan mempunyai konsentrasi c(NaOH) >1 mol dm-3 maka terjadi
reaksi berikut ini: