Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS KUANTITATIF OBAT

Kelompok 3 :

Aas Siti Muthoharoh


Adhika Prayoga
Diki Nugroho
Elsa Rahayu Fauziah
analisis untuk menentukan
Apa sih Analisis jumlah atau kadar dari
suatu elemen atau spesies
Kuantitatif ?? yang ada di dalam sampel
suatu cara analisis kuantitatif dengan mengukur secara
teliti volume larutan yang diketahui konsentrasinya yang
dapat bereaksi sempurna dengan zat yang akan
ditentukan kadarnya.

Analisis Volumentri ?
• Alat pengukur volume seperti buret, pipet volum, dan
labu ukur
• Neraca analitik untuk menimbang bahan yang akan
Hal-hal yang perlu diselidiki atau senyawa baku untuk membuat larutan
diperlukan dalam baku
analisi volumentri • Senyawa yang digunakan sebagai larutan baku atau
untuk pembakuan harus senyawa dengan kemurnian
yang tinggi

Titrasi
Titrasi kembali
Istilah-istilah Titrasi blanko

da[am Larutan Baku


Baku Primer
analisi Titik ekivalen

volumentri Titik Akhir


Penimbangan seksama
Pengukuran seksama
Macam-macam titrasi berdasarkan jenis reaksi
a. Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga akan terjadi perubahan pH
larutan yang dititrasi. Reaksi antara asam dan basa, dapat berupa asam kuat atau lemah dengan basa kuat atau
lemah. Titrasi dengan larutan titer asam kuat (HCl 0,1 N atau H2SO4 0,1N) disebut asidimetri, dan titrasi dengan
larutan titer basa kuat (NaOH 0,1N) disebut alkalimetri.
Jenis asam yang digunakan pada titrasi asam kuat dengan basa kuat pada penetapan kadar senyawa
obat dalam Farmakope adalah:
◦ asam perklorat;
◦ asam klorida;
◦ asam sulfat;
◦ tiamin hidroklorida.
Jenis asam lemah yang digunakan pada titrasi asam lemah dengan basa kuat (natrium hidroksida) pada
penetapan kadar senyawa obat dalam Farmakope adalah:
◦ asetosal;
◦ asam asetat;
◦ asam sitrat;
◦ asam salisilat.
Jenis basa lemah yang digunakan pada titrasi basa lemah dengan asam kuat (asam
klorida/asam sulfat) pada penetapan kadar senyawa obat dalam Farmakope adalah:
◦ natrium karbonat;
◦ natrium bikarbonat;
◦ boraks.
Contoh-contoh indikator yang biasa digunakan pada titrasi asam basa adalah :
a. Fenolftalein (pp), termasuk indikator basa Interval pH : 8,0 – 10,0; perubahan warna : tidak berwarna
– merah jambu Dipakai pada titrasi asam lemah dengan basa kuat (pH titik ekivalen > 7)
b. Jingga metil/methyl orange (mo) = metil jingga, termasuk indikator asam Interval pH : 3,2 – 4,4;
perubahan warna : merah – kuning Dipakai pada titrasi basa lemah dengan asam kuat (pH titik
ekivalen < 7)
c. Merah metil (mm), termasuk indikator asam Interval pH : 4,2 – 6,2; perubahan warna : merah –
kuning Dipakai pada titrasi basa lemah atau kuat dengan asam kuat (pH titik ekivalen < 7)
b. Titrasi pengendapan
Metode titrasi pengendapan yang paling banyak digunakan adalah metode argentometric. Titrasi pengendapan
dengan metode argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar senyawa halogenida (Cl-, Br-, dan I-) dan
senyawasenyawa lain (SCN-) yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3).
Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang digunakan, maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas 3 yaitu
:
 Metode Mohr, yaitu : Titrasi argentometri dengan metode Mohr dilakukan berdasarkan pada pembentukan endapan
berwarna pada titik akhir titrasi antara ion Ag+ sebagai larutan titer dengan ion CrO42- sebagai indikator. Reaksi yang terjadi
pada titik akhir titrasi : 2 Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4 ↙ (merah bata) Cara ini dilakukan dalam suasana netral yaitu sekitar
pH 6,5 – 10. Pada pH >10 akan terbentuk endapan AgOH yang akan terurai menjadi Ag2O, sedangkan apabila pH<6,5
(asam), ion kromat akan bereaksi dengan H+ menjadi Cr2O72- dengan persamaan reaksi: 2 CrO42- + 2 H+ → 2 HCrO4- →
Cr2O72- + H2O Penurunan konsentrasi CrO42- menyebabkan diperlukannya penambahan AgNO3 yang lebih banyak untuk
membentuk endapan Ag2CrO4, sehingga kesalahan titrasi makin besar.
 Metode Volhard, yaitu: Titrasi argentometri dengan metode Volhard dilakukan berdasarkan pembentukan senyawa yang
larut dan berwarna sebagai hasil reaksi antara ion Fe3+ sebagai larutan titer dengan ion SCN- sebagai indikator. Reaksi yang
terjadi pada titik akhir titrasi : Fe3+ + SCN- → Fe(SCN)2+ (larutan merah) . sampel direaksikan dengan larutan perak nitrat
berlebih dalam suasana asam, sisa perak nitrat direaksikan dengan larutan baku tiosianat. Suasana asam diperlukan untuk
mencegah terjadinya hidrolisis ion Fe3+.
Metode Fayans, yaitu : Titrasi argentometri dengan metode Fayans dilakukan dengan menggunakan indikator adsorpsi.
Indikator adsorpsi bekerja dengan cara : endapan mengadsorpsi indikator pada titik ekivalen dan dalam proses penyerapan
tersebut terjadi perubahan warna indikator. Senyawa organik yang sering digunakan sebagai indikator adsorpsi adalah
fluoresein (HFl). Pada kondisi ion klorida berlebih, anion Fl- tidak diserap oleh perak klorida koloidal, tetapi dalam keadaan ion
perak berlebih, ion Fl- dapat ditarik kepermukaan sehingga partikel bermuatan positif. Penetapan kadar dengan titrasi
pengendapan argentometri metode Fayans yang terdapat dalam Farmakope Indonesia antara lain adalah penetapan kadar:
◦ Tiamin HCl
◦ Teofilin
◦ kloramfenikol
c. Titrasi kompleksometri
Titrasi kompleksometri merupakan metode volumetri yang berdasarkan pada reaksi pembentukan kompleks antara
ion logam dengan senyawa pengkompleks atau ligan. Senyawa pengompleks yang paling umum digunakan dalam volumetrik
adalah asam etilendiamin tetraasetat atau sering disingkat EDTA (H4Y) dalam bentuk garam dinatrium (Na2H2Y). Kelebihan
EDTA sebagai ligan adalah kemampuannya untuk membentuk kompleks 1 : 1 dengan ion logam, baik logam valensi 1, 2 atau 3.
Contoh : untuk logam divalent, misalnya Ca2+ reaksi dapat dituliskan sebagai berikut : Ca2+ + H2Y2- → CaY2- + 2 H+
Penetapan kadar dengan metode kompleksometri yang terdapat dalam Farmakope Indonesia antara lain adalah
penetapan kadar:
◦ Aluminii hydroxydum colloidale
◦ Zinci undcylenas
◦ Magnesia trisilicas
d. Titrasi Oksidasi Reduksi
Titrasi oksidasi reduksi adalah cara analisis volumetri yang berdasarkan reaksi reduksi oksidasi (redoks). Salah satu
ciri reaksi redoks adalah terjadinya perubahan bilangan oksidasi (biloks) dari zat-zat yang bereaksi sebelum dan sesudah reaksi.
Dalam titrasi ini perlu dipahami tentang pengertian oksidator, reduktor, oksidasi, dan reduksi, yaitu :
(a) Oksidator adalah zat yang dalam reaksi mengalami penurunan bilangan oksidasi (biloks), karena dalam reaksi tersebut
oksidator mengalami reduksi atau menerima elektron. Contoh :
MnO4- + 8 H+ + 5 e → Mn2+ + 4 H2O
MnO4- (KMnO4) adalah suatu oksidator
Reduksi karena dalam reaksi tersebut terjadi penangkapan/menerima elektron
(b) Reduktor adalah zat yang dalam reaksi mengalami kenaikan bilangan oksidasi (biloks), karena dalam reaksi tersebut
reduktor mengalami oksidasi atau melepaskan elektron. Contoh : Fe2+ → Fe3+ + e
Fe2+ (FeSO4) adalah suatu reduktor
Oksidasi karena dalam reaksi tersebut terjadi pelepasan elektron
Macam-macam titrasi oksidasi reduksi
1. Permanganometri
Larutan titer yang digunakan pada metode permanganometri adalah Kalium permanganat
(KMnO4) yang umumnya dilakukan dalam suasana asam (asam sulfat encer). KMnO4 merupakan
suatu oksidator, sehingga zat yang dianalisis merupakan suatu reduktor. Contoh : Penetapan kadar
hydrogenperoksida yang tertera pada Farmakope Indonesia, reaksi yang terjadi : 2 KMnO4 + 5 H2O2 +
3 H2SO4 →2 MnSO4 + 5 O2 + 8 H2O + K2SO4 .
2. Iodimetri dan Iodometri
a. iodimetry
Larutan titer yang digunakan pada metode Iodimetri adalah larutan Iodium (I2). Iodium
merupakan suatu oksidator, sehingga zat yang dianalisis merupakan reduktor. Contoh : Penetapan
kadar vitamin C (asam askorbat) yang tertera dalam Farmakope Indonesia, reaksi yang terjadi :
b. Idiometry
Larutan titer yang digunakan pada metode Iodometri adalah larutan natrium tiosulfat
(Na2S2O3). Natrium tiosulfat merupakan reduktor, namun reaksi dalam metode ini
didasarkan pada reaksi iodium (oksidator) dengan larutan titer (natrium tiosulfat).
Dimana Iodium merupakan hasil reaksi suatu oksidator (zat uji) dengan kalium iodida (KI).
Iodometri juga bisa dilakukan dengan mereaksikan zat uji reduktor dengan larutan
iodium berlebih, sisa iodium yang tidak bereaksi dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat
(titrasi berlebih).
D. DASAR-DASAR PERHITUNGAN PADA VOLUMETRI
1. Konsentrasi larutan titer biasanya ditentukan dengan satuan konsentrasi normalitas (N) atau
molaritas (M) :
a. Normalitas (N), adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah gram ekuivalen
(grek) zat terlarut dalam 1 liter (1.000 ml) larutan. N dihitung dengan menggunakan rumus :

b. Molaritas (M), adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah mol zat terlarut
dalam 1 liter (1.000 ml) larutan. M dihitung dengan rumus :
2. Kesetaraan dalam penentuan berat ekivalen (BE)
a. Kesetaraan dalam penentuan berat ekivalen (BE) yang didasarkan pada prinsip netralisasi Pada
reaksi asam-basa, valensinya ditentukan berdasarkan banyaknya mol H+ atau OH- yang dihasilkan
tiap mol asam atau basa.
Contoh:
- HCl akan terurai menurut reaksi : HCl H+ + Cl-, maka 1 mol HCl = 1 grek (BE = BM)
- H2SO4 akan terurai menurut reaksi : H2SO4 2H+ + SO42-, maka 1 mol H2SO4 = 2 grek (BE = ½ BM)
- NaOH akan terurai menurut reaksi : NaOH Na+ + OH-, maka 1 mol NaOH = 1 grek (BE = BM)
b. Kesetaraan dalam penentuan berat ekivalen (BE) yang didasarkan pada prinsip reaksi
pengendapan Pada reaksi pengendapan, 1 ion Ag+ dapat mengikat 1 ion halogen (Cl-, Br-, atau I),
maka kesetaraan suatu senyawa halogen ditentukan oleh banyaknya atom halogen di dalam rumus
molekulnya yang dapat diendapkan sebagai garam perak.
Jika mengandung :
- atom halogen, maka 1 mol senyawa tersebut = 1 grek (BE = BM)
- atom halogen, maka 1 mol senyawa tersebut = 2 grek (BE = ½ BM), dst.
C. Kesetaraan dalam penentuan berat ekivalen (BE) yang didasarkan pada prinsip reaksi
pembentukan senyawa kompleks Kelebihan EDTA sebagai ligan adalah kemampuannya untuk
membentuk kompleks 1 : 1 dengan ion logam, baik logam valensi 1, 2, atau 3. Sehingga
kesetaraannya selalu 1 : 1 pula, yaitu 1 mol senyawa = 1 grek (BE = BM). Oleh karena itu konsentrasi
larutan titer (EDTA) yang digunakan adalah dalam satuan molaritas (M)

D. Kesetaraan dalam penentuan berat ekivalen (BE) yang didasarkan pada prinsip reaksi redoks
Kesetaraan suatu oksidator dan reduktor dalam suatu reaksi redoks tergantung pada jumlah
elektron yang dilepaskan atau diterima, dimana 1 ekuivalen zat oksidator atau reduktor setara
dengan 1 mol elektron
Pada reaksi :
MnO4- + 8 H+ + 5 e → Mn2+ + 4 H2O
Maka, 1mol KmnO4 setara dengan 5 mol elektron. Jadi 1 mol KmnO4 = 5 grek (BE = 1/5 BM)
2 S2O32- S4O62- + 2 e
Maka, 2 mol Na2S2O3 setara dengan 2 mol elektron. Jadi 2 mol Na2S2O3 = 2 grek atau 1 mol
Na2S2O3 = 1 grek (BE = BM)
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai