Anda di halaman 1dari 48

ANALISIS KUANTITATIF OBAT : VOLUMETRI

PENDAHULUAN

• Materi pengantar untuk mempelajari dasar analisis kuantitatif oba


t secara klasik (metode volumetri/titrimetri).

• Dengan mempelajari isi materi ini, diharapkan mahasiswa dapat


mengaplikasikan pada analisis obat dilaboratorium secara volum
etri.
Ingat Kembali ??

 Analisis Kuantitatif ?
 Tujuan Analisis Kuantitatif ?
 Metode konvensional ?
Analisis Vo
lumetri ??
Analisis Volumetri

 Analisis volumetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dengan


mengukur secara teliti volume larutan yang diketahui konsentr
asinya yang dapat bereaksi sempurna dengan zat yang akan
ditentukan kadarnya.
Hal-hal yang diperlukan dalam
Analisis Volumetri
Terminologi / Istilah-Istilah
Syarat Titrasi
Baku : Primer dan Sekunder

 Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan titrasi adalah pem
buatan larutan standar (larutan baku). Suatu larutan dapat digunakan sebag
ai larutan standar primer bila memenuhi persyaratan berikut :
• Mempunyai kemurnian yang tinggi;
• Mempunyai rumus molekul yang pasti;
• Tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang;
• Larutannya harus bersifat stabil;
• Mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi.

 Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan standar yang bila akan
digunakan untuk standarisasi harus distandarisasi lebih dahulu dengan laruta
n standar/baku primer.
Baku primer
Baku primer yang digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan titer pada
proses pembakuan yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi III dan IV :

Larutan Titer (sekunde Baku Primer


r)
asam natrium karbonat anhidrat
(asam klorida/asam sulfat)
dinatrium edetat kalsium karbonat
iodium arsentrioksida
kalium permanganat natrium oksalat
natrium hidroksida kalium biftalat
natrium tiosulfat kalium bikromat
perak nitrat natrium klorida
ammonium tiosianat/kaliu perak nitrat yang telah dibakuk
m tiosianat an dengan natrium klorida
Pengelompokkan Metode Titra
si
 Titrasinya dapat dikelompokkan menjadi :
1. Berdasarkan Cara Titrasi
 Berdasarkan cara titrasinya dapat dikelompokkan
menjadi :

• Cara ini dilakukan dengan me • Dilakukan dengan cara penamba


han titran dalam jumlah berlebih,
nitrasi langsung zat yang akan
kemudian kelebihan titran dititrasi
ditetapkan kadarnya.
dengan larutan titran lain.
• Perhitungan didasarkan pada • Dengan cara ini umumnya dilakuk
kesetaraan langsung larutan ti an titrasi blanko (tanpa zat uji), per
ter dengan zat uji. hitungan didasarkan pada kesetar
• Contoh pada metode Iodimet aan tidak langsung larutan titer de
ri ngan zat uji.
• Contoh pada metode iodometri
2. Berdasarkan Jenis Reaksi

Prinsip
Reaksi
Pengelompokkan
Indikator
Jenis Sampel (senyawa Uji)
1. Titrasi Asam Basa

Prinsip Reaksi Netralisasi


Reaksi reaksi antara asam dengan basa, sehingga a
kan terjadi perubahan pH larutan yang dititras
i.
Pengelompokkan Asidimetri
Titrasi dengan larutan titer asam kuat (HCl 0,1 N atau H2SO
4 0,1N)

Metode Alkalimetri
itrasi dengan larutan titer basa kuat (NaOH 0,
1N)

Baku Primer Asidimetri : natrium karbonat anhidrat

Alkalimetri : kalium biftalat


1. Titrasi Asam Basa

 Fenolftalein (pp),
termasuk indikator basa
Interval pH : 8,0 – 10,0; perubahan warna : tidak berwarna – m
erah jambu Dipakai pada titrasi asam lemah dengan basa kua
t (pH titik ekivalen > 7)

 Jingga metil/methyl orange (mo) = metil jingga,


termasuk indikator asam Interval pH : 3,2 – 4,4; perubahan warna :
merah – kuning
Indikator Dipakai pada titrasi basa lemah dengan asam kuat (pH titik eki
valen < 7)

 Merah metil (mm), termasuk indikator asam


Interval pH : 4,2 – 6,2; perubahan warna : merah – kuning
Dipakai pada titrasi basa lemah atau kuat dengan asam kuat
(pH titik ekivalen < 7)
1. Titrasi Asam Basa

Sampel asam kuat dengan pentiter basa kuat


•asam perklorat;
•asam klorida;
•asam sulfat;
•tiamin hidroklorida)

Sampel asam lemah dengan Pentiter basa kuat


•asetosal;
•asam asetat;
Sampel •asam sitrat;
•asam salisilat.

Sampel basa lemah dengan pentiter asam kuat (asam klo


rida/asam sulfat)
•natrium karbonat;
•natrium bikarbonat;
•boraks.
2. Titrasi Pengendapan (Argentometri)

Prinsip Reaksi pembentukan endapan

Reaksi Reaksi antara senyawa halogenida (Cl-, Br-, dan I-)


dan senyawa- senyawa lain (SCN-) yang membent
uk endapan dengan perak nitrat (AgNO3).

Pengelompokkan (a) Metode Mohr, yaitu :


berdasarkan pada pembentukan endapan berwarna pada titik akhi
r titrasi antara ion Ag+ sebagai larutan titer dengan ion CrO42- sebag
ai indikator.

(b) Metode Volhard, yaitu:


Titrasi argentometri dengan metode Volhard dilakukan berdasarkan
pembentukan senyawa yang larut dan berwarna sebagai hasil reaksi
antara ion Fe3+ sebagai larutan titer dengan ion SCN- sebagai indikat
or.

c) Metode Fajans, yaitu :


Titrasi argentometri dengan metode Fajans dilakukan dengan meng
gunakan indikator adsorpsi

Baku Primer • Natrium klorida


2. Titrasi Pengendapan (Argentometri)

a. Metode Mohr,
• Berdasarkan pada pembentukan endapan berwarna pada titik akhir titrasi a
ntara ion Ag+ sebagai larutan titer dengan ion CrO42- sebagai indikator.

• Reaksi yang terjadi pada titik akhir titrasi :


2 Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4 ↙ (merah bata)
(Cara ini dilakukan dalam suasana netral yaitu sekitar pH 6,5 – 10)

• Pada pH >10 akan terbentuk endapan AgOH yang akan terurai menjadi Ag2
O,
• sedangkan apabila pH<6,5
• (asam), ion kromat akan bereaksi dengan H+ menjadi Cr2O72- dengan persa
maan reaksi:
2CrO42-+ 2H+ → 2HCrO4- →Cr2O72- +H2O
Penurunan konsentrasi CrO42- menyebabkan diperlukannya penambahan Ag
NO3 yang lebih banyak untuk membentuk endapan Ag2CrO4, sehingga kesal
ahan titrasi makin besar.
2. Titrasi Pengendapan (Argentometri)

b. Metode Volhard

•Titrasi argentometri dengan metode Volhard dilakukan berdasarkan pembent


ukan senyawa yang larut dan berwarna sebagai hasil reaksi antara ion Fe3+ seb
agai larutan titer dengan ion SCN- sebagai indikator.
•Reaksi yang terjadi pada titik akhir titrasi :
Fe3+ + SCN- → Fe(SCN)3+ (larutan merah)

•Metode Volhard ini merupakan reaksi tidak langsung antara larutan titer deng
an zat uji.
•Larutan titer yang digunakan adalah larutan kalium tiosianat (KSCN) atau am
monium tiosianat (NH4SCN).
•Dalam hal ini sampel direaksikan dengan larutan perak nitrat berlebih dalam s
uasana asam, sisa perak nitrat direaksikan dengan larutan baku tiosianat. Suasa
na asam diperlukan untuk mencegah terjadinya hidrolisis ion Fe3+.
2. Titrasi Pengendapan (Argentometri)

c. Metode Fajans

• Titrasi argentometri dengan metode Fayans dilakukan dengan menggunakan i


ndikator adsorpsi.
• Indikator adsorpsi bekerja dengan cara : endapan mengadsorpsi indikator pad
a titik ekivalen dan dalam proses penyerapan tersebut terjadi perubahan warn
a indikator.
• Senyawa organik yang sering digunakan sebagai indikator adsorpsi adalah flu
oresein (HFl). Pada kondisi ion klorida berlebih, anion Fl- tidak diserap oleh pera
k klorida koloidal, tetapi dalam keadaan ion perak berlebih, ion Fl- dapat ditari
k kepermukaan sehingga partikel bermuatan positif.
• Penetapan kadar dengan titrasi pengendapan argentometri metode Fajans y
ang terdapat dalam Farmakope Indonesia antara lain adalah penetapan kad
ar:
 Tiamin HCl
 Teofilin
 kloramfenikol
Metode Indikator Suasana Metode Re Yang di d Titik Akhir T
aksi alam bure itrasi
t
Mohr K2CrO4 Netral Langsung AgNO3 Endapan m
erah bata

Volhard Fe3+ Asam Tidak langsu KCNS Larutan mer


ng ah bata

Fajans Adsorpsi (flou Netral Langsung AgNO3 Larutan pink


rescein)
3. Titrasi Kompleksometri

Prinsip Reaksi pembentukan kompleks

Reaksi Reaksi pembentukan kompleks antara ion logam deng


an senyawa pengkompleks atau ligan.
Teori • Senyawa pengompleks yang paling umum digunakan dala
m volumetrik adalah asam etilendiamin tetraasetat atau seri
ng disingkat EDTA (H4Y) dalam bentuk garam dinatrium (Na
2H2Y).
• Kelebihan EDTA sebagai ligan adalah kemampuannya untu
k membentuk kompleks 1 : 1 dengan ion logam, baik logam
valensi 1, 2 atau 3. Contoh : untuk logam divalent, misalnya
Ca2+ reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
Ca2+ + H2Y2- → CaY2- + 2 H+
• Karena selama titrasi terjadi reaksi pelepasan ion H+ maka la
rutan yang akan dititrasi perlu ditambah larutan bufer.

Baku Primer kalsium karbonat


ZnSO4
MgSO4
3. Titrasi Kompleksometri

titik akhir titrasi ini digunakan indikator, diantaranya

•Calmagite,
•biru hidroksi naftol (BHN),
Indikator •Eriochrome Black T (EBT).
Titik akhir ditandai dengan terjadinya perubahan warna m
erah/ungu menjadi biru.

• Aluminii hydroxydum
• Zinci undcylenas
• Magnesia trisilicas
Sampel •

MgSO4
ZnO
4. Titrasi Redoks

Prinsip reaksi reduksi oksidasi (redoks)


Reaksi reaksi redoks adalah terjadinya perubahan bilangan oksid
asi (biloks) dari zat-zat yang bereaksi sebelum dan sesuda
h reaksi.
Teori Terkait (a) Oksidator adalah zat yang dalam reaksi mengalami penurunan bilang
an oksidasi (biloks), karena dalam reaksi tersebut oksidator mengalami red
uksi atau menerima elektron.
Contoh :
MnO4- +8H+ + 5e → Mn2+ + 4H2O
MnO4- (KMnO4) adalah suatu oksidator
Reduksi karena dalam reaksi tersebut terjadi penangkapan/menerima elek
tron.
(b) Reduktor adalah zat yang dalam reaksi mengalami kenaikan bilangan
oksidasi (biloks), karena dalam reaksi tersebut reduktor mengalami oksidasi
atau melepaskan elektron.
Contoh :
Fe2+ → Fe3+ + e
Fe2+ (FeSO4) adalah suatu reduktor
Oksidasi karena dalam reaksi tersebut terjadi pelepasan elektron
Pengelompokkan • Permanganometri
• Iodimetri
• Iodometri
• Nitrimetri
4. Titrasi redoks

a. Permanganometri
• Larutan titer yang digunakan pada metode permanganometri adal
ah Kalium permanganat (KMnO4) yang umumnya dilakukan dalam
suasana asam (asam sulfat encer).
• KMnO4 merupakan suatu oksidator, sehingga zat yang dianalisis mer
upakan suatu reduktor.

• Contoh :
Penetapan kadar hidrogen peroksida yang tertera pada Farma
kope Indonesia, reaksi yang terjadi :

2 KMnO4 + 5 H2O2 + 3 H2SO4 →2 MnSO4 + 5 O2 + 8 H2O + K2SO4


4. Titrasi redoks

b. Iodimetri
•Larutan titer yang digunakan pada metode Iodimetri adalah larutan
Iodium (I2).
•Iodium merupakan suatu oksidator, sehingga zat yang dianalisis meru
pakan reduktor.
•Contoh :
• Penetapan kadar vitamin C (asam askorbat) yang tertera d
alam Farmakope Indonesia, reaksi yang terjadi :
4. Titrasi redoks

c. Iodometri,
•Larutan titer yang digunakan adalah natrium tiosulfat (Na2S2O3).
•Metode ini didasarkan pada reaksi iodium (oksidator) dengan larutan ti
ter (natrium tiosulfat). Dimana Iodium merupakan hasil reaksi suatu oksid
ator (zat uji) dengan kalium iodida (KI).
•Iodometri juga bisa dilakukan dengan mereaksikan zat uji reduktor den
gan larutan iodium berlebih, sisa iodium yang tidak bereaksi dititrasi den
gan larutan natrium tiosulfat (titrasi berlebih).
•Contoh :
Penetapan kadar vitamin C, dapat dimodifikasi dengan menambahkan
larutan iodium berlebih. Sisa larutan Iodium selanjutnya dititrasi dengan l
arutan natrium tiosulfat, untuk mengetahui jumlah iodium yang bereaksi
dengan zat uji (vitamin C), maka dilakukan titrasi blanko (titrasi tanpa zat
uji). Reaksi yang terjadi pada titrasi lanjutan :
2 Na2S2O3 + I2 → 2 NaI + Na2S4O6
 Normalitas ??
 Molaritas ??
DASAR-DASAR P
ERHITUNGAN PA  Berat Ekivalen ??
DA VOLUMETRI  Penentuan Kadar
sampel ??
DASAR-DASAR PERHITUNGAN P
ADA VOLUMETRI

 Hal utama yang harus diperhatikan dalam perhitun


gan pada volumetri adalah satuan konsentrasi dari l
arutan yang digunakan untuk analisis dan kesetara
an dalam penentuan Berat Ekivalen (BE) :
a. Konsentrasi larutan titer biasanya ditentukan denga
n satuan konsentrasi normalitas (N) atau molaritas (
M).
b. Kesetaraan dalam penentuan berat ekivalen (BE)
Normalitas Vs Molaritas
Berat Ekivalen ??

 Pada reaksi asam-basa, valensinya ditentukan berdasarkan ban


yaknya mol H+ atau OH- yang dihasilkan tiap mol asam atau bas
a.
Contoh:
 HCl akan terurai menurut reaksi : HCl --> H+ + Cl-, maka 1 mol HCl = 1 gr
ek , (BE = BM)
 H2SO4 akan terurai menurut reaksi : H2SO4 --> 2H+ + SO42-, maka 1 mol H
2SO4 = 2grek (BE=1⁄2BM)

 NaOH akan terurai menurut reaksi : NaOH  Na+ + OH-, maka 1 mol N
aOH = 1 grek (BE = BM)
Berat Ekivalen ??

 reaksi pengendapan
Pada reaksi pengendapan, 1 ion Ag+ dapat mengik
at 1 ion halogen (Cl-, Br-, atau I- ), maka kesetaraan s
uatu senyawa halogen ditentukan oleh banyaknya
atom halogen di dalam rumus molekulnya yang da
pat diendapkan sebagai garam perak.
Jika mengandung :
 1 atom halogen, maka 1 mol senyawa tersebut = 1 gre
k (BE = BM)
 2 atom halogen, maka 1 mol senyawa tersebut = 2 gre
k (BE = 1⁄2 BM), dst.
Berat Ekivalen ??

 Reaksi pembentukan senyawa kompleks


Kelebihan EDTA sebagai ligan adalah kemampuan
nya untuk membentuk kompleks 1 : 1 dengan ion lo
gam, baik logam valensi 1, 2, atau 3. Sehingga kese
taraannya selalu 1 : 1 pula, yaitu 1 mol senyawa = 1
grek (BE = BM). Oleh karena itu konsentrasi larutan tit
er (EDTA) yang digunakan adalah dalam satuan m
olaritas (M).
 Reaksi Redoks
 Kesetaraan suatu oksidator dan reduktor dalam suatu reaksi redoks
tergantung pada jumlah elektron yang dilepaskan atau diterima, d
imana 1 ekuivalen zat oksidator atau reduktor setara dengan 1 mol
elektron.
Contoh :
 Pada reaksi :
MnO4- +8H+ +5e → Mn2+ +4H2O

Maka, 1mol KMnO4 setara dengan 5 mol elektron. Jadi 1 mol K


mnO4 = 5 grek (BE = 1/5 BM)
 Pada reaksi
2 S2O32-  S4O62- + 2e

Maka, 2 mol Na2S2O3 setara dengan 2 mol elektron. Jadi 2 mol N


a2S2O3 = 2 grek atau 1 mol Na2S2O3 = 1 grek (BE = BM)
Perhitungan Titrasi
Perhitungan berat zat pada titrasi l
angsung

 Titrasi langsung tanpa blanko


mg zat aktif = V.N pentiter X BE zat aktif

 Titrasi langsung dengan blanko


mg zat = (V1 - V2) N X BE zat
V1 = volume pentiter pd titrasi sampel
V2 = volume pentiter pd titrasi blanko
N = normalitas pentiter
Perhitungan berat zat pada titrasi
kembali

 Titrasi kembali tanpa blanko


mg zat = (V1.N1 – V2.N2) x BE zat

 Titrasi kembali dengan blanko


mg zat = (V2.N2 blanko – V2.N2 sampel) X BE

Ket : V1 = volume lar baku berlebih


V2 = volume pentiter
N1 = normalitas baku berlebih
N2 = normalitas pentiter
Perhitungan kadar zat aktif
Langkah analisis volumetri obat
- Bentuk sediaan
- Komposisi
Sampel Obat - Struktur Zat Aktif
- Jumlah

- Pemisahan Z.A dgn m


atrik penganggu
Preparasi Sampel - Sampel dalam bentuk
larutan

- Asam basa
- Argentometri
Analisis - Kompleksometri
- Redoks

Perhitungan - Vs. Ns = Vp. Np

Hasil
Penyiapan Sampel

Sampel harus dalam bentuk larutan


Jenis sampel
•Gas : dilarutkan/diserap • Suspensi :
 Matrik tidak mengganggu
•Cair :  Langsung dititrasi
• Larutan  Matriks mengganggu
 Matrik tidak mengganggu  Penguapan
 Langsung dititrasi  Penyaringan (matriks/analit)
 Matriks mengganggu  Masking/pembentukan kompleks)
 Penguapan (matrik bentuk ca
ir) • Padat
 Ekstraksi Cair-cair  Matrik tidak mengganggu
 Masking/pembentukan kompl  Pelarutan
eks  Matriks mengganggu
 Pelarutan dan Filtrasi
 Pelarutan dan Sentrifugasi
 Pelarutan dan Ekstraksi
 Destruksi/dekomposisi (matriks organik, analit
anorganik)
Digesti dan dekomposisi

• Sampel digerus
• Pemanasan
• Pembakaran
• Digesti asam
• Pemijaran
• Penyinaran lampu UV
Keunggulan Analisis Volumetri
Tugas :

 100 ml HCl 0,5 N diencerkan dengan air hingga 500 ml. berap
a normalitas larutan yang terjadi ?
 Pada pembakuan larutan HCl, diperoleh bahwa 22,3 ml larut
an HCl tersebut setara dengan 0,1216 gram Na2CO3 murni. Hit
unglah normalitas larutan HCl tersebut.
 Contoh asam benzoat (C6H5COOH) yang ditimbang seksama
sebanyak 0,2500 g dilarutkan dalam 15 ml etanol yang telah
dinetralkan terhadap merah fenol, lalu ditambahkan 20 ml air.
Larutan ini dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1000 N meng
gunakan indikator merah fenol, ternyata volume larutan titer y
ang dibutuhkan 20,4 ml. Hitunglah kadar contoh asam benzo
at tersebut.


Penetapan kadar Al(OH)3

Timbang 200 mg sampel. Larutkan dalam 20 ml ai


r. Tambahkan 15 ml dinatrium edetat 0,05 M, pan
askan diatas penangas air selama 10 menit, dingi
nkan tambahkan 2,5 g heksamin. Titrasi dengan
magnesium sulfat 0,05 M menggunakan indikator
0,4 ml jingga xilenol. 1 ml dinatrium edetat 0,05 M
setara dengan 3,900 mg Al(OH)3
Pertanyaan :
1. Bagaimana reaksinya?
2. Berapa % Al(OH)3 dalam sampel jika magnesium s
ulfat yang dibutuhkan untuk titrasi 10 ml?
Contoh penetapan kadar klorbut
anol

Larutkan 100 mg sampel dalam 20 ml etanol P, tambahkan 10


ml natrium hidroksida 2 M, panaskan di atas tangas air selama
5 menit. Dinginkan, tambahkan 20 ml asam nitrat 2 N dan 25
ml perak nitrat 0,1 M LV kocok kuat dengan 2 ml dibutil ftalat P
, tambahkan 2 ml larutan amonium besi (III) sulfat P 10%. Titrasi
kelebihan perak nitrat dengan amonium tiosianat 0,1 M LV. (B
M C4H7Cl3 . ½ H2O 177,5 g/mol)
Pertanyaan
1. Bagaimana reaksinya?
2. Berapa mg kesetaraan klorbutamol dengan AgNO3 1 ml 0,1 M?
3. Berapa kadar % klor butamol dalam sampel jika volume amoni
um tiosianat yang dibutuhkan untuk titrasi sebanyak 20 ml?.
DAFTAR PUSTAKA

 Farmakope :
Farmakope Indonesia (Edisi II, III dan IV) Departemen Kesehatan RI
, United State Of Pharmacopeia, British Pharmacopeia, Nederland
se Pharmacopee
 Higuchi, T and E.B. Hanssen, Pharmaceutical Analysis, John Willey
and Sons, New York, 1961.
 Beckett, H.A. and J.B. Stenlake, Practical Pharmaceutical Chemist
ry, Part One, The Atlone Press of the University, London, 1975.
 Ganjar, I. G., dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pust
aka Pelajar, Yogyakarta.
 Sudjadi, dan Abdul Rohman, Analisis Farmasi,2012, pustaka pelaja
r yogyakarta
 Kemenkes, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Kimia Farmasi.

Anda mungkin juga menyukai