Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BAHAN MIKROBIOLOGI PANGAN

“MIKROBA PERUSAK PADA TELUR”

OLEH :

LIANISPIANI

J1A018066

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

2020
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan pangan umumnya memiliki sifat mudah rusak (perishable) terutama pada
bahan-bahan pangan segar. Sifat perishable yang dimiliki oleh bahan pangan tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor kimiawi, fisik, maupun mikrobiologi. Faktor
mikrobiologi merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui agar mudah untuk
mencegah kontaminasinya. Faktor mikrobiologi pangan memegang peranan penting karena
hampir di semua pangan segar dapat menjadi tempat hidup satu atau lebih jenis
mikroorganisme. Salah satu bahan pangan yang mudah rusak akibat aktivitas mikroorganisme
adalah telur. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani asal ternak. Telur merupakan
sumber protein kualitas tinggi dengan kalori rendah, serta mengandung beberapa nutrisi
penting lainnya, seperti asam folat, kolin, besi, selenium dan vitamin A, B, D, E, dan K.
Sebagai bahan pangan telur merupakan salah satu bahan pangan yang mudah terkontaminasi
mikroba baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontaminasi telur umumnya berasal
dari jerami tempat bertelur, tanah, udara dan kotoran unggas (Finata, 2015).

Telur utuh sekalipun dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan secara fisik, kimia
maupun secara biologis. Kerusakan secara fisik, dan penguapan air dan gas – gas seperti
karbondioksida, amonia, nitrogen, dan hidrogen sulfida dari dalam telur (Jazil, 2013).
Kerusakan pada telur secara biologis disebabkan oleh mikroba. Mikroba dapat masuk ke
dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air, udara, maupun
kotoran ayam. Mikroba yang dapat mencemari telur diantaranya adalah Salmonella sp,
Stapylococcus aureus dan Escerechia coli. Dalam keadaan tertentu dan dalam jumlah yang
melebihi batas, mikroorganisme yang terdapat dalam telur tersebut dapat menyebabkan
keracunan bagi yang mengkonsumsinya (Chusniati, 2009). Secara umum, Mikroba yang
berkembang pada isi telur merupakan bakteri gram negatif. Hal ini disebabkan oleh adanya
komponen pelindung dan antimikroba sehingga menyebabkan bakteri gram positif lebih sukar
tumbuh (Fardiaz, 1992).

Mikroba yang tumbuh dalam suatu bahan pangan seperti telur penting untuk diketahui
jenisnya. Dengan mengetahui jenis mikroba pada bahan pangan tersebut maka kita dapat
mengetahui karakteristik ataupun ciri dari mikroba tersebut, sehingga dengan mengetahui
karakteristik mikroba maka kita dapat menentukan metode-metode penanganan pencegahan
kontaminasi yang tepat. 
B. TUJUAN

Adapun tujuan pembuatan makalah ini alah untuk menggali, menelaah, meneliti, dan
mengkaji penyebab kerusakan pada telur yang disebabkan oleh mikroba, mengetahui macam
mikroba apa saja yang merusak telur, ciri- ciri kerusakan yang terjadi pada telur serta cara
penanggulangan kerusakan telur yang disebabkan oleh mikroba.
BAB II PEMBAHASAN

Telur merupakan bahan pangan yang kaya akan kandungan gizi. Protein telur
mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap,
sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain.
Telur mengandung asam amino, lemak, serta vitamin dan mineral. Nilai tertinggi telur
terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang
dibutuhkan serta mineral seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks.
Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang
jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit
karbohidrat. 

Kandungan nutrisi yang lengkap dalam telur menjadi faktor penyebab telur mudah
terkontaminasi mikroba. Kerusakan pada telur dipicu oleh kandungan beberapa komponen zat
nutrisi dan zat lainnya yang menjadi substrat berkembang biaknya mikroba misalnya air,
protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan lainnya. Kontaminasi pada telur dapat disebabkan
oleh mikroba yang diawali dengan masuknya mikroba ke dalam telur melalui pori-pori dan
selaput lendir. Penetrasi mikroba ke dalam telur dipengaruhi oleh beragam faktor baik
intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik misalnya kandungan kutikula pada kulit telur,
komponen membran kulit telur dan karakteristik kulit telur (kualitas kerabang, porositas dan
kecacatan). Faktor ekstrinsik antara lain jumlah dan jenis bakteri, suhu, kelembaban, imersi
dan kondisi penyimpanan. Bakteri masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang berpori
(Messens, 2005). Secara umum, mikroba yang berkembang pada isi telur merupakan bakteri
gram negatif. Mikroba yang sering ditemukan mengkontaminasi telur adalah bakteri
Pseudomonas sp., Alcaligenes spp., Escherichia coli,  dan Salmonella sp.

Adapun tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur adalah sebagai berikut:

 Perubahan fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur,
pengenceran putih dan kuning telur.
 Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk.
 Timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk warna, yaitu
bintik-bintik hijau, hitam, dan merah.
 Bulukan, disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur.
 Pencucian telur dengan air tidak menjamin telur menjadi lebih awet, karena jika air
pencuci yang digunakan tidak bersih dan tercemar oleh bakteri, maka akan mempercepat
terjadinya kebusukan pada telur. Oleh karena itu dianjurkan untuk mencuci telur yang
tercemar oleh kotoran ayam menggunakan air bersih yang hangat.

Sumber : radarjombang.jawapos.com

o Mikroba Perusak pada Telur


a) Alcaligenes spp.

Sumber : ilmuveteriner.com

Alcaligenes spp. merupakan bakteri yang bersifat psikotrof dimana dapat


tumbuh pada suhu minimum -5 – (5)0C, suhu optimum 25-300C dan suhu maksimum 30-350C.
Bakteri ini berperan besar dalam pembusukan pangan asal hewan yang disimpan pada suhu
dingin serta penyebab pembusukan pangan yang kaya protein seperti telur. Alcaligenes spp.
bersifat proteolitik dimana dapat menghidrolisis protein karena mereka menghasilkan
ekstraseluler proteinase dan menghasilkan lendir karena mampu mensintesis polisakarida.
Bakteri ini juga memiliki enzim lipolitik seperti lipase. Lipase menghidrolisis trigliserida
menjadi asam lemak dan gliserol. Pada kondisi tertentu mengkatalisis reaksi sebaliknya,
memproduksi glyceride dari gliserol dan asam lemak. Pemecahan asam lemak bebas ini akan
menyebabkan perubahan rasa dan bau tengik. Beberapa lipase juga mampu mengkatalisis
esterifikasi, transesterifikasi dan reaksi hidrolisis.
Proses degradasi pada pangan oleh Alcaligenes spp. dapat berupa
putrefaction. Putrefaction merupakan proses dekomposisi protein secara anaerob yang
menghasilkan senyawa yang berbau busuk seperti H2S, merkaptan, indol, skatol, amonia dan
amin. Selain sebagai bakteri pembusuk Alcaligenes spp. juga dapat menjadi patogen dalam
keadaan tertentu. Alcaligenes spp. dapat berperan sebagai bakteri pembusuk pada pangan
maupun pangan olahan asal hewan seperti daging sapi segar (fresh meat), daging unggas
(poultry meat), ikan, susu, telur, keju dan cream.

Pangan yang terkontaminasi Alcaligenes spp. dapat menimbulkan perubahan


yang terdeteksi dalam bentuk bau, rasa, tekstur pada pangan disertai dengan pembentukan
lendir atau gas dan akumulasi cairan. Kontaminasi Alcaligenes spp. pada telur menyebabkan
perubahan pada isi telur berupa isi telur menjadi berwarna putih keruh (colourless rot).
Karena Alcaligenes spp. merupakan bakteri psikrofil yang dapat bertahan pada kisaran
temperatur rendah, maka cara penanganan dan pencegahan terbaik dari bakteri ini adalah
dengan sanitasi yang baik dan penanganan fisik berdasar sifat bakteri tersebut, yaitu
pemanasan (pasteurisasi/sterilisasi).

b) Pseudomonas sp.

Sumber : fineartamerica.com

Bakteri pseudomonas merupakan salah satu jenis bakteri pembusuk yang


biasanya terdapat pada makanan berprotein seperti telur . Bakteri genus Pseudomonas spp.
termasuk dalam kelompok Gram-negatif yang tidak menghasilkan spora, berbentuk batang,
hampir semuanya bersifat aerobik dan bergerak menggunakan flagella kutub. Anggota genus
Pseudomonas sp. bersifat fluorescent, bergerak dan mudah beradaptasi secara nutrisional.
Menurut Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology genus ini memiliki lebih dari 40 spesies
di antaranya P. aeruginosa, P. fluorescens, P. putida, P. chlororaphis, P. cichorii, P.
viridiflava dan P. syringae. Beberapa spesies tumbuh pada suhu pendinginan (psychrophilic),
sedangkan lainnya disesuaikan untuk pertumbuhan pada suhu kamar. Empat spesies
Pseudomonas (P. fluorescens, P. fragi, P. lundensis, dan P. viridiflava), putrefaciens
Shewanella, dan Xanthomonas campestris adalah organisme pembusukan makanan utama
dalam kelompok ini (Doyle, 2007).

Pada telur Pseudomonas spp. dapat meyebabkan beberapa kerusakan seperti


warna hijau (green rot) pada putih telur oleh Pseudomonas fluorescens, colourless rot, black
rot, dan pink rot. Pseudomonas spp. dapat menimbulkan pembusukan disebabkan karena
kemampuannya dalam menembus cangkang telur dan dan untuk memetabolisme komponen
cairan dalam telur. Masuknya mikroba ke dalam telur ditunjang jika kutikula rusak, kulit telur
retak, permukaan telur basah dan kotor, kelembaban udara sekitar telur relatif tinggi, umur
telur tua, & penurunan suhu telur yang mendadak (Lukman, 2009). Cara kerja pseudomonas
dalam merusak telur adalah dengan memproduksi enzim tak baik. Enzim inilah yang
kemudian memecah komponen protein dan lemak telur. Akibatnya, telur pun akan mengalami
pembusukan. Ciri-ciri telur yang busuk karena Pseudomonas adalah sebagai berikut : isi telur
berwarna kehijauan dan encer, kuning telur tertutupi lapisan yang berwarna merah jambu
keputih-putihan, putih telur menjadi hitam, telur mengeluarkan bau busuk dan lendir serta
rasanya menjadi asam. Adapun cara penanganan dan pencegahan cemaran dari Pseudomonas
spp. dapat dilakukan dengan menerapkan praktek higienis (GHP/GMP) untuk memenuhi
konsep “safe from farm to table” serta kontrol terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhannya (mis; pengendalian terhadap temperatur, pH, aktifitas air (aw), keadaan
lingkungan atmosfir, dan mikroba kompetitor) (Syah, 2011).

c) Salmonella sp.

Sumber : cocoquiin.blogspot.com

Salmonella merupakan patogen utama yang mengontaminasi telur dan produk


olahan telur. Genus Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri
gram negatif berbentuk batang langsing (0.7– 1.5×2-5 μm), fakultatif anaerobik, oxidase
negatif, dan katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau setengah
matang tidak baik untuk dikonsumsi, karena pada telur terdapat bakteri Salmonella sp.
Kerusakan telur oleh bakteri sejak berada di dalam tubuh induknya terjadi misalnya induk
menderita Salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonella sp. Telur yang
terkontaminasi oleh bakteri Salmonella sp dapat terjadi karena kontaminasi langsung yakni
dari induk ayam ke embrio telur, maupun kontaminasi tidak langsung yakni dari pori-pori
telur yang terkontaminasi Salmonella sp atau berdasarkan lama penyimpanan telur tersebut.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membunuh Salmonella. Pertama, letakkan
telur di dalam lemari es. Kedua, konsumsi telur paling lama hingga 3 - 4 minggu sejak hari
pertama pembelian. Ketiga, masak telur hingga benar-benar matang. Dan terakhir, dinginkan
telur rebus selama dua jam setelah dimasak sebelum dimakan. Untuk hidangan yang
mengandung telur mentah, sebaiknya menggunakan telur pasteurisasi yang telah dipanaskan
sampai suhu 160°C untuk memastikan bahwa Salmonella telah mati.

d) Escherichia Coli

Sumber : hospital.vallhebron.com

Escherichia coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya


polusi kotoran terhadap pangan yang tidak baik. E. coli dapat masuk dan mencemari telur
melalui induk yang terinfeksi, kontaminasi feses dan pembersihan kulit telur dari kotoran,
sistem pengemasan dan pengangkutan yang dapat mengakibatkan kulit telur retak atau pecah,
penyimpanan yang terlalu lama, dan lingkungan sekitar yang tercemar (Ulfah, 2017). Telur
yang telah terkontaminasi oleh bakteri Escherichia coli akan menunjukkan ciri-ciri seperti
berikut: isi telur berwarna coklat kehijau-hijuan, kuning telur berwarna hitam, tekstur telur
berubah (menjadi encer dan berair) dan bau telur sangat busuk. Adapun cara agar terhindar
dari penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Escherichia coli adalah dengan menghindari
memakan telur yang terkontaminasi bakteri tersebut, yaitu telur yang diambil dari lingkungan
yang tidak sehat, karena semua bakteri termasuk Escherichia coli sangat menyenangi tempat-
tempat yang kotor dan tidak bersih.

BAB III KESIMPULAN

1. Telur merupakan salah satu bahan pangan yang mudah terkontaminasi mikroba baik
secara langsung maupun tidak langsung karena merupakan sumber protein kualitas
tinggi dengan kalori rendah, serta mengandung beberapa nutrisi penting lainnya,
seperti asam folat, kolin, besi, selenium dan vitamin A, B, D, E, dan K.
2. Kerusakan pada telur disebabkan oleh beberapa faktor faktor yaitu faktor kimiawi,
fisik, maupun mikrobiologi.
3. Faktor mikrobiologi kerusakan telur disebabkan oleh adanya mikroba pada telur
seperti, bakteri Pseudomonas sp., Alcaligenes spp., Escherichia coli,  dan Salmonella
sp.
4. Secara umum mikroba yang berkembang pada isi telur merupakan bakteri gram
negatif, disebabkan karena pada telur adanya komponen pelindung dan antimikroba
sehingga menyebabkan bakteri gram positif lebih sukar tumbuh.
5. Cara penanganan dan pencegahan kerusakan telur oleh mikroba dapat dilakukan
dengan menerapkan praktek higienis serta kontrol terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba seperti, pengendalian terhadap temperatur, pH,
aktifitas air (aw), keadaan lingkungan atmosfir, dan mikroba kompetitor.
DAFTAR PUSTAKA

Chusniati, S., R.N. Budiono, dan R. Kurnijasanti. 2009. Deteksi Salmonella sp pada Telur
Ayam Buras yang Dijual Sebagai Campuran Jamu di Kecamatan Sidoarjo. Journal
of Poultry Diseases. Vol 2(1):20-23.

Doyle ME. 2007. Microbial Food Spoilage - Losses and Control Strategies. A Brief Review of
the Literature. Madison: Food Research Institute, University of Wisconsin.

Fardiaz, S . 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Finata, R.P., D.R. Mas, dan K.S. I Gusti. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan pada Suhu
Kamar Telur Itik Segar dan Telur yang Mengalami Pengasinan Ditinjau dari Jumlah
Eschericia Coli. Buletin Veteriner Udayana. Vol 7(1):41- 47.

Jazil, N., A. Hintono, dan S. Mulyani. 2013. Penurunan Kualitas Telur Ayam Ras dengan
Intensitas Warna Coklat Kerabang Berbeda Selama Penyimpanan. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. Vol 2(1):43-47.

Lukman DW, MB Sudarwanto, AW Sanjaya, T Purnawarman, H Latif, RR Soejoedono.


2009. Higiene Pangan. Bogor: Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen
Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Messens, W., K. Grijspeerdt and L. Herman. 2005. Eggshell Penetration by Salmonella.


Journal World Poultry Sci. Vol 61(1):75-85.

Syah, S.P. 2011. Cemaran Pseudomonas spp. pada Bahan Pangan. Skripsi. Universitas Institut
Bogor.

Ulfah, I. M., Rastina, dan M. Abrar, 2017. Identifikasi Cemaran Escherichia coli pada Telur
Ayam Ras yang Dijual di Swalayan Daerah Darussalam Kecamatan Syiah Kuala
Kota Banda Aceh. JIMVET. Vol 1 (4) : 644 - 649.

Anda mungkin juga menyukai