Mekanika Benda Langit
Mekanika Benda Langit
Mekanika Benda Langit
Bab I
Masalah Dua Benda
Gerak planet mengitari Matahari. Satelit yang mengelilingi Bumi dan bintang-bintang
yang mengitari pusat Galaksi, diatur oleh gaya sentral yang bekerja sepanjang garis lurus yang
menghubungkan benda langit terhadap sumber gaya tersebut. Aturan untuk menerangkan gaya
sentral ini lazim disebut hukum gravitasi Newton, Gaya tarik menarik antara dua titik massa
adalah berbanding langsung dengan hasil kali massa mereka serta berbanding terbalik dengan
jarak kuadratnya. Dinyatakan dalam pernyataan, Hukum Newton
m1m2
r2
Dengan G = konstanta gravitasi
mi massa ke i
r jarak m1 ke m2
F = G
(1-1)
1.1
Vektor
v=
dr
dv d 2 r
,a =
=
dt
dt dt 2
(1-2)
Vektor satuan dalam arah r dan sudut dinyatakan dalam simbol Ur dan U
dalam hal ini hubungan antara Ur dan U adalah;
U r = , = r
(1-3)
Vektor Ur tegak lurus U ,selain itu dari gabungan persamaan vektor diatas dapat ditulis
kembali;
v=
a=
dr
= r U r + r U
dt
(1-4)
d 2 r
2
=
(
r
)
U
+
(2
r
+
r
)
U
r
dt 2
(1-5)
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-1
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
p = mv
(1-6)
L = r xm v
(1-7)
1-2
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
N = r xF
(1-8)
Gaya Newton;
d2r
dv
F=m 2 =m
dt
dt
(1-9)
dL d ( r xm v)
d
L=
=
= m ( r x v) = r x F = N
dt
dt
dt
(1-10)
Tinjau suatu titik massa m, bergerak dengan percepatan konstan a, sepanjang garis lurus.
Gaya yang bekerja pada titik massa m akan menghasilkan kerja W sebesar;
S
v (t )
W = Fds = m vdv
S0
(1-11)
v (t 0)
1
m(v 2 v02 )
2
(1-12)
Jadi kerja yang dilakukan untuk memindahkan titik massa m dari posisi awal s0 pada
kedudukan s pada saat t adalah perubahan energi kinetis titik massa tersebut dalam selang
waktu (t-t0 ). Fungsi kerja W(s) dapat diganti dengan fungsi skalar yang lain ,yaitu energi
potensial V(s) dimana V(s) = - W(s). Dengan perkataan lain (1-12) dapat dinyatakan sebagai
1
1 2
mv + V ( s ) = mv02 + V ( s0 ) = E
2
2
(1-13)
Dalam hal ini E merupakan energi total sistem. Pernyataan ini menunjukkan bila energi
kinetis mengecil maka energi potensial akan membesar demikian pula sebaliknya. Untuk lebih
jelas perhatikan contoh berikut. Misalkan ada dua titik massa M dan m yang berada dalam
pengaruh gaya sentral berjarak s satu sama lain pada saat t lihat Gb 1-2
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-3
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
F = G
Mm
s2
(1-14)
Kerja yang dilakukan oleh F untuk memindahkan titik massa m sejauh ds adalah;
dW ( s ) = G
Mm
ds
s2
(1-15)
v0
s0
mvdv = G
Mm
ds
s2
(1-16)
atau ;
1 2
Mm 1
Mm
2
mv G
= mv0 G
2
s
2
s0
(1-17)
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-4
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Jika partikel diletakkan pada s , ganti s0 dengan r, maka diperoleh
Mm
1 2 1
2
mv = mv0 G
2
2
r
(1-18)
V ( r ) = G
Mm
r
(1-19)
Dalam hal ini, V(r) adalah kerja yang dilakukan untuk memindahkan titik massa m dari
kedudukan r, keposisi tak terhingga, keadaan ini dikenal sebagai potensial titik massa M
terhadap m, lazim dinyatakan dalam bentuk;
U (r ) = G
M
r
(1-20)
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa gaya gravitasi pada kedua titik massa yang berjarak r
satu sama lain adalah;
F = G
Mm
Ur
r2
(1-21)
F = m
dU
Ur
dr
(1-22)
Perlu diingat bahwa besaran U-fungsi skalar dan F menyatakan fungsi vektor
dalam hal ini F = F x + Fy + Fz terdiri dari komponen pada sumbu x,y dan z
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-5
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Gb.1-3 Irisan seperdelapan bola padat. Potensial bola padat M terhadap titik massa m.
Massa total M, se-olah olah terkonsentrasi pada pusat bola
Untuk menurunkan sifat potensial suatu bola padat misalkan, a menyatakan radius bola, d
elemen luas kulit bola, density dan m-massa satu satuan yang diletakkan pada posisi (0,0,h),
sedangkan p-jarak d dari massa m. gaya tarik gravitasi antara elemen kulit bola dan titik
massa m dapat dinyatakan sebagai;
dF = G
(1-23)
p2
(1-24)
Karena bentuk bola ini simetri maka komponen elemen vektor yang sejajar terhadap bidang
xy akan saling meniadakan. Sedangkan komponen dalam arah sumbu z dapat dijumlahkan,
jadi gaya total yang diterima oleh satu satuan massa m adalah;
Fz = dFz = = G
d
p2
Cos
(1-25)
tetapi;
p2 = a2 + h2 2ah Cos
(1-26)
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-6
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
sedangkan;
Cos =
h aCos
p
(1-27)
(1-28)
dari pernyataan (1-26) dapat diturunkan; pdp = ah Sin d jadi persamaan (1.24) dapat
a
ditulis sebagai; d = pdpd
h
Oleh sebab itu gaya total sepanjang sumbu z dapat dinyatakan kembali dalam bentuk;
Fz = G
R
(h 2 a 2 + p 2 )
adpd
2p 2 h 2
(1-29)
dalam hal ini, R adalah himpunan pasangan terurut (p,), dengan sifat yang dapat ditulis
sebagai; R={ (p,) | h-a p h+ a, 0 2 }. Integral (1-29) memberikan solusi;
a2
Fz = 4G 2
h
(1-30)
Persamaan (1-30 ) menyatakan gaya total yang diterima oleh titik massa m dari seluruh
permukaan bola. Sedangkan gaya total yang diterima massa m dari kulit bola setebal da
adalah;
a2
dF = 4G 2 da
(1-31)
h
Dengan demikian gaya total dari seluruh isi bola adalah;
r
F = 4G
0
a2
da
h2
(1-32)
M = 4 a 2 da
(1-33)
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-7
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Gabungkan (1-32) dengan (1-33) diperoleh;
F = G
M
h2
(1-34)
Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk bola padat homogen dengan distribusi kerapatan
yang simetri, gaya gravitasi itu se-olah olah hanya disebabkan oleh massa bola yang
terkonsentrasi pada pusatnya. Bentuk umum yang dikenal ialah bila notasi h kita ganti dengan
U
r dan mengingat relasi F =
maka potensial U dari bola homogen tersebut dapat ditulis
r
sebagai;
GM
U =
(1-35)
r
Dalam hal ini M massa total bola dan r jarak titik massa m, ke pusat bola tersebut
1-8
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
(1-36)
(1-37)
Jika kedua persamaan (1-36) dan (1-37) kita jumlahkan maka akan memberikan
uuur uuur
F12 + F21 = 0 , dapat juga ditulis dalam bentuk lain;
m1 r 1 + m2 r 2 = 0
m1 r 1 + m2 r 2 = c 1 t + c 2
(1-38)
Dalam hal ini konstanta vektor c1 dan c2 berasal dari dua kali integrasi persamaan diatas.
Selain itu pusat massa dapat diturunkan dari definisi;
m r 1 + m2 r
R= 1
m1 + m 2
c t + c2
= 1
M
(1-39)
dalam hal ini M = m1 + m2 . Jadi jelas bahwa persamaan ini adalah suatu persamaan garis
lurus, dengan perkataan lain pusat massa bergerak menurut suatu garis lurus sebagai fungsi
dari waktu t. Untuk menentukan gerak relatif m1 dan m2 terhadap pusat massa tulislah;
(1-40)
r = r2 r1 = r2 r1
Karena persamaan pusat massa(1-39) adalah linier maka turunan kedua dari vektor pusat
massa adalah vektor nol
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-9
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
m m (r r )
m1 r1 = G 1 2 32 1
r
(1-41)
m m (r r )
m2 r2 = G 1 2 32 1
r
(1-42)
Karena;
m1 r1 + m2 r 2 = m1 r1+ m2 r2 = O
(1-43)
m1 r1 = G
m1m2
m1
(1
) r1
+
r3
m2
(1-44)
Hal yang sama untuk (1-42) dengan mengeliminasi r1' diperoleh hasil sebagai berikut;
m2 r2 = G
m1m2
m2
(1
) r2
+
r3
m1
(1-45)
Dengan mengingat bahwa M = m1 + m2 maka persamaan (1-44) dan (1-45) dapat dinyatakan
dalam bentuk;
M
r1 = G 3 r1
r
dan
r2 = G
M
r2
r3
(1-46)
adalah titik massa m1
seperti yang
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-10
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
M
r2 r1 = G 3 (r2 r1)
r
atau
r = G
M
r
r3
(1-47)
Ini adalah persamaan yang menunjukkan vektor percepatan m2 relatif terhadap m1. Vektor
r = x i + y j + z k dalam hal ini i , j , dan k adalah vektor satuan pada sumbu x,y dan z.
Persamaan (1-47) dapat diuraikan dalam bentuk kartesis yaitu;
x = GMx( x 2 + y 2 + z 2 ) 3/ 2
y = GMy ( x 2 + y 2 + z 2 ) 3/ 2
(1-48)
z = GMz ( x 2 + y 2 + z 2 ) 3/ 2
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-11
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Ketiga bentuk persamaan (1-48) menyatakan percepatan titik massa m2 relatif terhadap m1
yang bekerja dalam arah sumbu x,y dan z. Selanjutnya kalikan bentuk
x, y dan z dari persamaan (1-48) dengan x,y dan z kemudian jumlahkan maka akan
diperoleh pernyataan ;
y x x y = 0
z y y z = 0
(1-49)
x z z x = 0
x y y x = a1
y z z y = a2
(1-50)
z x x z = a3
Simbol a1,a2, dan a3 pada pernyataan (1-50) adalah konstanta integrasi. Kalikan masing-masing
pernyataan diatas berturut-turut dengan z, x dan y, selanjutnya kita jumlahkan maka diperoleh;
a1x + a 2 y + a 3z = 0
(1-51)
Bentuk persamaan (1-51) dalam ilmu ukur analitik dikenal sebagai persamaan bidang datar
yang melalui titik pusat koordinat x = 0, y = 0 dan z = 0. Dengan lain perkataan m2 bergerak
pada satu bidang lintasan yang melalui titik massa m1 dan m2
r = G
M
r
r3
r xm2 r = r xm2 v
Mm d
atau G 3 2 r x r = ( r xm2 v ) = 0
r
dt
(1-52)
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-12
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
dengan lain perkataan, momentum sudut L = r xm2 v selama m2 bergerak melintasi m1 adalah
konstan, boleh juga dikatakan bahwa L tidak berubah arah selama m2 melintasi m1 atau L
L = r xm2 v
(1-53)
L = r xm2 r
(1-54)
L = r xm2 (rU r + r U )
(1-55)
L = m2 r 2 U L
(1-56)
Dimana (r,) adalah koordinat polar pada bidang orbit dan U L adalah vektor satuan yang
tegak lurus terhadap U r dan U dengan demikian U L selalu tegak lurus pada bidang orbit.
Selanjutnya misalkan, h = r 2 dalam hal ini h menyatakan dua kali luas daerah yang disapu
oleh radius vektor r persatuan waktu. Karena L adalah konstan maka dapat dikatakan
Mm2 r
m2 v = G
, bila kita ambil perkalian skalar terhadap
r3
sebagai berikut;
Mm
m2 v v = G 3 2 r v
r
(1-57)
d 1
d 1
( m2v 2 ) = GMm2 ( )
dt 2
dt r
(1-58)
Mm2
1
=E
m2v 2 G
2
r
(1-59)
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-13
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Dalam hal ini E adalah konstanta integrasi yang menyatakan energi total sistim. Makna dari
persamaan (1-59) memperlihatkan bahwa energi total sistim tidak berubah terhadap waktu dan
merupakan jumlah energi kinetik (bentuk pertama ruas kiri) dan energi potensial (bentuk
kedua dari ruas kiri).
( r r ) U r + (2 r + r ) U = G
M
Ur
r2
2
M
( r r ) = G 2
r
(2 r + r ) U = 0
(1-60)
(1-61)
(1-62)
2
M
(r r ) + G 2 = 0
r
(1-63)
d 2u
+u = 2
(1-64)
2
d
h
Penyelesaian persamaan diferensial tingkat dua ini merupakan penjumlahan solusi bentuk
homogen dan solusi khusus hasilnya adalah;
u = ACos( ) +
h2
(1-65)
r=
Ah
(1-66)
Cos ( ) + 1
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-14
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
A dan merupakan konstanta integrasi. Bila kita bandingkan dengan pernyataan irisan
kerucut dalam bentuk polar;
p
(1-67)
r=
1 + eCos ( )
Maka diperoleh kesimpulan bahwa;
h2
Ah 2
dan e =
p=
(1-68)
Dalam hal ini e dan p akan menentukan bentuk dan jenis irisan kerucut. Simbol e dikenal
sebagai eksentrisitas, yaitu besaran yang menunjukkan jenis irisan kerucut. Harga e selalu
positif, sedangkan r selalu bergantung pada nila dan . Apabila kita tinjau ketentuan
berikut;
p
1) Nilai = maka r =
dan ini merupakan jarak r minimum yang dapat dicapai oleh
1+ e
titik massa m2 terhadap m1 dalam lintasannya, diberi simbol rp
p
2) Nilai - = 1800 maka r =
kita lihat bahwa ini adalah jarak maksimum titik massa
1 e
m2 terhadap m1 dalam orbitnya, diberi simbol ra.
Tinjau pula bila pada ketentuan diatas kita ambil nilai e untuk bermacam macam harga;
a) Eksentrisitas e =0 maka rp = ra titik terjauh sama besarnya dengan jarak titik terdekat.
Bentuk lintasan seperti ini adalah suatu lingkaran
p
b) Eksentrisitas e =1 maka; rp =
dan ra titik terjauh berlokasi ditak terhingga.
2
Bentuk lintasan seperti ini dikenal sebagai suatu parabola
c) Eksentrisitas berada diantara 0 dan 1, 0 < e <1, maka; rp < p dan
ra > 0
d) Eksentrisitas e > 1 maka rp < p dan ra < 0
Masing-masing bentuk pernyataan c) dan d) dalam ilmu ukur analitik dikenal berturut-turut
sebagai lintasan elips dan hiperbola. Bentuk lintasan dalm uraian a), b), c) dan d) diragakan
dalam Gb 1.6
Lintasan berbentuk elips mendominasi gerak dan lintasan anggota Tata Surya kita. Apabila
gaya sentral menguat orbit berkecendrungan menjadi lingkaran, namun jika gaya sentral
melemah maka lintasan akan menuju ke eksentrisitas yang lebih besar. Ketika kecepatan orbit
sama atau lebih besar dari 2 kecepatan lingkaran maka benda langit tersebut akan lepas dari
Tata Surya kita. Itulah sebabnya mengapa planet dengan temperatur tinggi tidak mempunyai
atmosfer. Kecepatan thermal partikel telah melewati kecepatan lepasnya. Makin besar jarak
partikel dari permukaan Bumi, semakin tinggi pula peluangnya untuk lepas. Berbeda dengan
di lapisan troposphere yang rapat massa udara relatif padat, pada lapisan stratosphere udara
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-15
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
menjadi lebih renggang, temperatur meningkat dengan bertambahnya ketinggian dan mencapai
maksimum pada lapisan teratasnya yang disebut stratopause.
Gb 1-6 Gerak m2 melintasi m1 dalam berbagai bentuk lintasan (a) lingkaran, (b) parabola, (c)
elips dan (d) hiperbola. Massa m2 bergerak melintasi m1 dalam pengaruh gaya sentral
yang mengarah ke massa m1
Satelit buatan maupun alami(natural) bergerak dalam orbit elips, demikian pula anggota Tata
Surya kita namun ada beberapa yang bergerak dalam orbit hiperbolik misalnya gerak batu
meteor. Beberapa contoh benda langit yang bergerak dalam lintasan hiperbolik antara lain,
komet Iras Araki dan komet Kohoutek
Andaikan dalam geraknya, titik massa m2 mempunyai lintasan berbentuk elips dan misalkan
juga a menyatakan setengah sumbu panjang elips, maka hubungan setengah sumbu panjang
dengan jarak terjauh dan terdekat m2 terhadap m1 dapat ditulis 2a = ra + rp . Akibat pernyataan
ini nilai parameter p tersebut harus memenuhi hubungan p= a(1-e2 ) . Sehingga persamaan
irisan kerucut (1-50) dapat ditulis lagi sebagai;
a(1 e 2 )
r=
1 + eCos ( )
(1-69)
Energi total sistem dapat kita hubungkan untuk berbagai nilai eksentrisitas e, demikian pula
sebaliknya. Untuk keperluan ini tulis kembali pernyataan energi dalam bentuk;
1
Mm2
1
E = 0 dan dengan mengingat = GM , v= hr dan r =
m2v 2 G
2
r
u
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-16
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
(1-70)
Ini merupakan persamaan kuadrat dalam bentuk variabel u, sehingga akar dari persamaan
kuadrat ini adalah,
u12 =
h2
h2
2 Eh 2
1+ 2
m2
(1-71)
2 Eh 2
h2 h2
2 m2
sedangkan nilai minimum adalah;
umax =
umin =
h2
h2
1+
1+
2 Eh 2
2 m2
(1-72)
(1-73)
Tetapi dari bentuk polar yang telah diturunkan pada paragraf sebelumnya;
u = ACos ( ) +
h2
nilai maksimum terjadi bila - = 00 dan nilai minimum terjadi bila selisih nilai
- = 1800 dan kedua pernyataan ini setara dengan;
umax = A +
(1-74)
h2
Bandingkan pernyataan (1-74) ini dengan pernyataan (1-72), kesimpulan yang diperoleh
adalah;
A=
Tetapi nilai , A =
h2
1+
2 Eh 2
2 m2
(1-75)
oleh sebab itu eksentrisitas dapat juga dinyatakan sebagai fungsi dari
h2
energi total sistim, bentuk persamaannya adalah;
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-17
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
e = 1+
2 Eh 2
2 m2
(1-76)
p = a(1 e )
2
atau
h2
= a(1 e 2 )
(1-77)
h = r 2 = GMa (1 e 2 )
(1-78)
Selanjutnya ingin ditentukan kecepatan m2 dalam geraknya melintasi m1 dalam orbit yang
eliptis. Untuk itu gabunglah pernyataan (1- 76) dengan (1-78) maka diperoleh;
h 2 = GMa(
2 Eh 2
)
m2 2
atau E =
m2
2a
(1-79)
Pernyataan (1-79) memperlihatkan semakin besar setengah sumbu panjang lintasan, semakin
kecil pula energi total sistem. Selanjutnya bila energi total E ini disubstitusikan kedalam
persamaan energi, maka kita peroleh;
1 1
V 2 = 2GM ( )
r 2a
(1-80)
Persamaan ini menunjukkan bahwa jika a = r, kecepatan tersebut merupakan kecepatan orbit
lingkaran, jika a memperlihatkan kecepatan lepas/parabola
Andaikan K menyatakan luas daerah yang disapu oleh radius vektor r, dalam satu periode P,
dK
dengan demikian daerah yang disapu persatuan waktu oleh radius vektor r adalah
, yang
dt
memenuhi pernyataan;
dK 1 2 1
= r =
GMa(1 e 2 )
dt 2
2
(1-81)
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-18
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
1
GMa(1 e 2 )t + K 0
2
(1-82)
K0 adalah konstanta integrasi yang dapat ditentukan. Dengan mengingat bahwa K= 0 bila t =
dK
0, maka dalam satu periode t = P, luas daerah yang disapu adalah P
dan ini sama dengan
dt
luas elips, yaitu ab. Jadi dapat dinyatakan bahwa;
ab =
1
GMa(1 e 2 ) P
2
Selanjutnya dari rasio setengah sumbu pendek dan sumbu panjang elips;
(1-83)
b
= (1 e 2 ) maka
a
(1-84)
Pernyataan ini menunjukkan bahwa bila setengah sumbu panjang membesar maka periode
akan membesar, demikian pula sebaliknya jika setengah sumbu panjang elips mengecil maka
tempo yang diperlukan oleh partikel untuk melengkapi orbitnya mengecil pula. Bentuk diatas
dapat juga ditulis dalam bentuk lain yaitu;
P 2 4 2
=
a 3 GM
(1-85)
Karena ruas kanan suatu konstanta maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem dua benda
P2
rasio
selalu tetap dan pernyataan ini tidak lain merupakan pengejawantahan hukum
a3
Kepler ketiga yang dikenal sebagai hukum harmoni. Dalam sistim Tata Surya simbol M
menyatakan jumlah massa Matahari + massa pengikutnya(misalnya; planet, asteroid,komet).
Bila diambil P dalam tahun dan a dinyatakan dalam satu satuan astronomi, maka untuk planet
Bumi, ruas kanan persamaan diatas bernilai satu. Untuk keperluan peraktis yang tidak
memerlukan ketelitian yang tinggi, pernyataan (1-85) dapat digunakan buat menghitung jarak
satelit terhadap bumi, bila periode satelit diketahui. Demikian juga untuk jarak planet dalam
Tata Surya. Syarat yang harus dipenuhi adalah;
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-19
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
P12 P2 2
Pn 2
=
=
.
=
= kons tan
a13 a23
an 3
(1-86)
Persamaan ini dikenal dengan jargon persamaan harmonik. Berikut diberikan beberapa contoh
penerapan hukum Kepler.
a) Menentukan waktu dan kecepatan awal yang diperlukan oleh sebuah roket untuk mencapai
Bulan
Sebuah roket dapat dianggap sebagai benda langit yang bergerak dari satu titik ke titik yang
lain dalam ruang. Semua hukum Kepler diandaikan dipenuhi oleh gerak roket.
Untuk menyelesaikan persoalan ini kita berpegang pada kenyataan bahwa titik perige roket
terletak dipermukaan Bumi. Sedangkan apoge adalah titik targetnya, yaitu Bulan. Teknologi
roket, faktor gangguan bersifat gravitasional maupun non-gravitasonal tidak diperhitungkan,
sehingga untuk estimasi awal mengenai tempo yang diperlukan oleh roket untuk mencapai
Bulan dapat dihitung dari hukum gerak dua-benda yang telah kita ketahui
Gb.1-7 Lintasan roket dari permukaan Bumi bergerak menuju Bulan dalam bentuk lintasan
setengah elips. Gerak roket dianggap taat pada kaedah hukum Kepler. Bumi bergerak
mengitari Matahari. Bulan bergerak mengelilingi Bumi, sekaligus melakukan rotasi
Dari gambar 1-7 di atas jelas terlihat bahwa sumbu panjang lintasan roket, ar yang berbentuk
elips tidak lain dari setengah sumbu panjang lintasan Bulan, ab dengan lain perkataan ar = ab/2
dengan demikian Jika kita misalkan PR periode roket yaitu tempo yang diperlukan roket untuk
melengkapi satu kali putaran mengelilingi Bumi dan PB periode Bulan yaitu, tempo yang
diperlukan Bulan untuk melengkapi putarannya mengelilingi Bumi yaitu 27,32 hari. Maka
dapat dinyatakan bahwa;
2
P
PR
P
2
(1-87)
= B 3 PR = B
3
8
aR
aB
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-20
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Jadi PR= 9,65 hari. Ini merupakan tempo yang diperlukan roket tadi untuk melengkapi satu
kali lintasannya. Dengan demikian tempo yang diperlukan untuk mencapai Bulan adalah
setengah PR atau 4,83 hari. Selanjutnya untuk menentukan kecepatan yang diperlukan guna
mencapai Bulan kita lakukan hal berikut;
1) Pada titik perige yang terletak dipermukaan Bumi, jarak roket dari pusat gaya sentral
(pusat Bumi);
a(1 - e 2 )
R 0 = rp =
= a(1 e)
1+ e
2) Ganti r dengan rp dari persamaan energi, diperoleh;
1 + e
V 2 = 2GM
R0
Bandingkan kecepatan roket untuk mencapai Bulan, V, terhadap kecepatan lepas partikel dari
gaya tarik Bumi Ve
V 2 1 + e
1+ e
=
atau V =
Ve
2
2
Ve
2
Kita tahu bahwa kecepatan lepas partikel dari Bumi dengan massa M adalah
Ve =
2GM
= 11,2km / det
R0
Kecepatan ini cukup besar, Itulah sebabnya kenapa Bumi masih mempunyai atmosfer. Partikel
tidak akan dapat lepas dari gravitasi Bumi, apabila kecepatan kinetiknya lebih kecil dari
kecepatan lepas ini. Jadi kecepatan awal roket yang diperlukan untuk mencapai Bulan
bergantung pada desain orbit yang diinginkan. Tabel 1-1 berikut meragakan kecepatan awal V
yang dibutuhkan untuk berbagai nilai eksentrisitas
Tabel 1-1 Kecepatan roket untk menuju Bulan
dalam berbagai nilai eksentrisitas
No
e
V(km/det)
Ket
1.
0
7.920
Lingkaran
2.
0.1
8.306
Elips
3.
0.2
8.675
Elips
4.
0.3
9.030
Elips
5.
0.4
9.371
Elips
6.
0.5
9.699
Elips
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-21
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
7.
8.
9.
10.
11.
0.6
0.7
0.8
0.9
1
10.018
10.326
10.625
10.916
11.200
Elips
Elips
Elips
Elips
Parabola
Dalam bentuk yang lebih rinci grafik e versus V dan sebaliknya diragakan dalam gambar 1-8
berikut;
1.2
12
e v/s V
10
0.8
0.6
0.4
V v/s e
0.2
0
1
7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97
P1
P
P
2
3
= 2 3 P2 = 13 a2
3
a1
a1
a2
1-22
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
c) Menghitung periode lintasan satelit
Diketahui Satelit ke III Jupiter mengitari planet induk dalam jarak 14,9 R dan tempo yang
diperlukan untuk melengkapi satu kali putar adalah 7 hari 3 jam dan 7 menit. Persoalan
yang ingin diselesaikan adalah ingin dicari berapa waktu yang diperlukan oleh Satelit ke-V
dan Satelit ke VIII untuk melengkapi lintasannya, bila masing-masing satelit jaraknya dari
planet induk adalah 2,52 R dan 3, 28 R. Dalam hal ini R menyatakan jari-jari planet.
Untuk menyelesaikan soal ini dapat kita gunakan hukum Kepler III, yaitu
2
P1
P
P
= 2 3 = 33
3
a1
a2
a3
Jadi bila kita misalkan P1, a1, P2, a2 dan P3, a3, masing-masing menunjukkan periode revolusi
dan setengah sumbu panjang elips dari satelit ke-III, ke-V dan ke VIII. Kita peroleh persamaan
berikut;
P32
P2 2
(7,13) 2
=
=
3
3
(14,9)
(2,52)
(3, 28)3
dari pernyataan ini kita peroleh periode satelit ke-V dan ke VIII sebagai berikut;
i)
Satelit ke-V periodenya 11 jam 54 menit
ii)
Satelit ke VIII periodenya 736 hari
Selain itu apabila periode dan setengah sumbu panjang lintasannya yang berbentuk elip
diketahui, dari hukum harmonik dapat juga kita gunakan untuk menghitung massa planet dari
P 2 4 2
pernyataan; 13 =
a1
GM
Dalam hal ini, P menyatakan periode satelit dan M massa planet, a jarak satelit ke planet
induknya. Jika P dan a dalam c.g.s maka G adalah 6,68 10-8
d) Menentukan perubahan massa roket yang berpindah dari orbit lingkaran ke lintasan
parabola
Sifat dan bentuk lintasan sebuah roket ditentukan oleh kedudukan awal dan kecepatan roket
itu sendiri. Impuls yang ditimbulkan sebagai akibat dari pelepasan sebagian massanya
menyebabkan roket bergerak dengan kecepatan tertentu yang bergantung pada kecepatan
dorong, dalam hal ini kita menganggap kecepatan dorong Vg selalu tetap. Selanjutnya
misalkan pula;
mo = massa awal (massa diam) roket
mf = massa akhir setelah sebagian materi dilepaskan untuk mendorong gerak roket
V = kecepatan relatif roket tersebut terhadap suatu sistem kerangka acuan yang kita pilih.
Dari hukum kekekalan momentum diketahui bahwa perubahan momentum pada saat roket
bergerak adalah sama dengan perubahan momentum yang diberikan oleh massa yang
terlempar. Kita hanya meninjau kasus yang ideal, gesekan dengan angkasa dan gaya ganggu
lainnya diabaikan selama proses ini berlangsung, demikian pula dengan teknologi
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-23
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
teknologinya. Roket dianggap sebagai objek ideal yang memenuhi semua syarat sebagai benda
langit
dm
dV
+m
=0
dt
dt
(1-88)
dm
m
(1-89)
dalam hal ini Vg adalah kecepatan dorong massa yang dilepaskan oleh roket. Selanjutnya
tinjau syarat batas sebagai berikut;
i) Sebelum didorong pada saat t = 0 kecepatan roket V0 , sedangkan massa total roket
adalah m0
ii) Sesudah didorong pada saat t, kecepatan roket adalah V dan massanya mf
Gunakan syarat batas ini pada pernyataan (1-89) diperoleh;
t
mf
dm
m
m0
dV = Vg
0
(1-90)
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-24
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
jadi dapat kita tulis;
mf
V
= Exp( )
m0
Vg
(1-91)
GM
R+h
2GM
R+h
Dalam hal ini M = M0+m, karena massa roket jauh lebih kecil dari massa Bumi, maka M = M0
sedangkan R dan h, masing-masing menyatakan radius Bumi dan tinggi objek dari
permukaan Bumi, kedua pernyataan diatas jika digabung menjadi Ve = 2Vc substitusi harga
G dan M serta radius Bumi R maka Vc dapat dihitung. Karena diberikan Vc = 5 km/det, soal
diatas dengan mudah dapat kita selesaikan, sebab telah diketahui;
V = V V0 = Ve Vc = ( 2 1)Vc =2,07 km/det
dari pernyataan (1-91) dapat dilihat bahwa rasio massa akhir dan massa awal roket tersebut
adalah;
mf
m0
= e 2,07 / 2,8
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-25
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
jadi massa yang habis terlempar adalah; m = m0 - mf = 0,524 m0 atau kira-kira 52,4% dari
massa awal
Dalam Tabel 1-2 diperlihatkan perbandingan massa mf/m0 untuk berbagai kecepatan dorong,
pada saat roket mengubah lintasan dari lingkaran ke bentuk parabola, sebagai fungsi
ketinggian h. Tabel ini meragakan bahwa roket yang diluncurkan pada posisi ketinggian h<0,1
R dari permukaan Bumi akan kehilangan semua massanya walaupun kecepatan lontarnya kita
perbesar. Makin tinggi roket dari permukaan Bumi massa yang harus dibuang semakin kecil.
Untuk h= 2R dan Vg = 4 km/det massa yang harus dilemparkan oleh roket untuk membentuk
lintasan parabola paling sedikit adalah 40% dari massa awal
Tabel 1-2 Rasio mf /m0 untuk berbagai kecepatan dorong Vg dalam km/det,
sebagai fungsi dari h/R. Kolom tiga menunjukkan kecepatan
lingkaran. Vc dalam km/det
No h/R
Vc
Vg=2
Vg= 3
Vg= 4
Vg=5
7.92
0.19
0.34
0.44
0.52
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
7.55
7.23
6.95
6.69
6.47
6.26
6.07
5.90
5.75
5.60
0.21
0.22
0.24
0.25
0.26
0.27
0.28
0.29
0.30
0.31
0.35
0.37
0.38
0.40
0.41
0.42
0.43
0.44
0.45
0.46
0.46
0.47
0.49
0.50
0.51
0.52
0.53
0.54
0.55
0.56
0.53
0.55
0.56
0.57
0.59
0.60
0.60
0.61
0.62
0.63
Relasi antara rasio massa final dan massa awal versus rasio ketinggian satelit terhadap radius
bumi untuk berbagai Vg diperlihatkan pada gambar 1-10 berikut
Pernyataan
mf
m0
= Exp(
V
) memberikan beberapa kesimpulan antara lain;
Vg
V
maka mf << m0 artinya massa yang dibuang m = mf - m0 m0, tidak
Vg
diperlukan melemparkan massa untuk mendorong roket
V
b) Jika 0 maka mf m0 artinya massa yang dibuang m = mf - m0 0, semua massa
Vg
habis terbakar untuk mendorong roket
a) Jika
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-26
Mf/Mo
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
0.90
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
Vg 1km/det
Vg 2 km/det
Vg 3 km/det
Vg 4 km/det
0 1 2 3 4 5 6 7 8
h/R
.
Gb 1-10 Jumlah massa yang hilang sebagai fungsi ketinggian satelit
dari permukaan Bumi untuk berbagai kecepatan dorong
Grafik diatas meragakan bahwa pada nilai Vg yang membesar maka rasio antara massa
final dan massa awal semakin kecil dan grafik berkecendrungan berimpit. Artinya pada
kecepatan dorong yang sangat besar pembahasan rasio massa awal terhadap massa final
tidak lagi signifikan. Pada jarak h 8R, gradient cendrung mendekati nol, dengan
perkataan lain titik stasioner dicapai pada nilai h 8R
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-27
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Penyelesaian
Gunakan hukum harmonik;
a 3 G (m1 + m2 )
=
P2
4 2
Nyatakan dulu besaran dalam Satuan Astronomi untuk jarak, tahun untuk waktu dan Massa
Matahari untuk massa planet/satelit , agar G/42 = 1
No
1
2
Satelit
Deimos
Phobos
P
30h18m=1d2625
7h39m=0d31875
a(km)
23490
?
a(SA)
0.000157
?
P(Tahun)
0,00351
0,0008848
( 0.000157 ) =
a13 a23
a23
=
a2 = 6.265610-5
2
2
2
2
P1
P2
( 0.00351) ( 0.0008848)
3
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-28
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Satelit
24 jam
Penyelesaian
Soal ini dapat diselesaikan dengan mengambil analogi. Satelit sebagai planet luar dan Bumi
adalah planet dalamnya. Pusat Bumi sebagai Matahari. Hubungan periode sinodis dan sideris
planet luar adalah;
1
1
1
=
PSin P PSid
Dalam hal satelit bumi berevolusi lebih cepat dari rotasi Bumi, hubungan diatas menjadi;
1
1
1
=
jadi
=
=
Psin = 17 h.14
PSin PSid P
PSin 10 24 120
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-29
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Dengan perkataan lain. Satelit akan melewati meridian yang sama pada jam (20h+17h.14)24h=13h.14, atau jam 13:08:24 bukan dengan latar belakang Centaurus, karena siang hari jadi
sulit untuk diamati dengan mata bugil.
3. Gerak Sputnik
Berapakah tinggi h, dari sebuah satelit geostasioner. Hitunglah periode yang dibutuhkn
Sputnik I(diluncurkan tahun 1957) dengan ketinggian orbit h=200 kilometer dari permukaan
Bumi, agar ia menjadi satelit geostasioner
Penyelesaian
Satelit geostasioner adalah satelit yang selalu berada pada satu titik yang tetap di langit
terhadap titik yang ada di Bumi;
Rotasi Bumi, P= 24 jam = 1440 menit
Kec lingkaran titik massa m yang terletak di Bumi
GM
= 7,9 km/det
R
periode Satelit dekat Bumi;
Vc =
Ps =
2R 40000
=
= 84 menit
Vc
7,9
2/3
R
R Bumi
R=6,7 RBumi
Jadi jarak satelit stasioner dari pusat Bumi adalah 6,7 radius Bumi atau h = 5,7 RBumi
Untuk kasus Sputnik, diketahui ketinggiannya dari permukaan Bumi h= 200 kilometer, jadi
jaraknya dari pusat Bumi R=Rbumi+200
Jadi agar Sputnik menjadi satelit geostasioner haruslah;
R
R Bumi
3/ 2
PSputnik
PS
6370 + 200
6370
3/ 2
PSputnik
84
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-30
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Sputnik akan selalu berada diatas sebuah titik di permukaan Bumi bila periodenya 1 jam 28
menit
Sebuah satelit bergerak dengan orbit lingkaran, dengan jejari R1 mengitari Bumi.
Sesaat kemudian sebuah roket kecil pada satelit dihidupkan untuk mengubah arahnya sehingga
menjadi elips. Perubahan ini mengakibatkan satelit kehilangan setengah momentum sudutnya
tetapi energi total tetap konstan. Berapakah jarak titik terdekat (perige)dan titik terjauh
(apoge) satelit ini dari pusat Bumi, bila dinyatakan sebagai fungsi dari R1 ?
Penyelesaian
Mula-mula orbit berbentuk lingkaran dan momentum sudutnya;
L C = mVC R 1 = mR 1
GM
R1
R GM
R
1
m
L = mVR L = LC mVR = VC R1 V = 1 VC = 1
2
2
2R
2 R R1
(1)
Hukum kekekalan energi ketika orbit satelit berujud lingkaran dan berjarak R1 dari pusat gaya
sentral di titik O dan pada suatu titik sembarang S, ketika orbitnya berubah menjadi elips dan
berjarak R dari pusat gaya sentral, menyatakan;
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-31
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
1
GMm 1
GMm
mVC2
= mV 2
2
R1
2
R
V2 =
2GM
2GM 2GM
2GM
+ VC2
=
+ VC2 2VC2 =
VC2
R
R1
R
R
(2)
R1 2 2GM
VC2
VC =
R
2R
(3)
R1 2
R1 2 2VC2 R1
2R
V
+1 1 = 0
+ 1 =
R
R
2 R
2 R
2
C
(4)
R12 + 4 R 2 8 RR1
= 0 4 R 2 8 RR1 + R12 = 0
2
4R
(5)
8 R1 64 R12 16 R12 1
R12 =
= 1
3 R1
8
2
(6)
Jarak maksimum adalah titik Apoge RA dan jarak minimum adalah, perige RP dari satelit;
1
R A = 1 +
3 R1
2
1
RP = 1
3 R1
2
(7)
Selain itu bisa dihitung setengah sumbu panjang elips, a dan eksentrisitas e,
R A + RP = 2a a = R1
1
3
2
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-32
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Penyelesaian
Dari hubungan goniometri pada gambar diatas kita ketahui;
Sin =
SP1
SB
R A = a(1 + e )
RP = a (1 e )
Sin =
a M (1 + eM ) 0,39(1 + 0,206)
=
= 0,47847059 =280,6
1(1 0,017)
a B (1 eB )
Sin =
a M (1 eM ) 0,39(1 0,206)
=
= 0,30448377 =170,7
1(1 + 0,017)
a B (1 + eB )
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-33
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Fp =
L
L
rp =
2
4 rp
4 Fp
Di Aphelium
Fa =
L
L
L
L
ra =
=
=
2
4 ra
4 Fa
Fp
4 ( 0.25 Fp )
Kita ketahui;
4 Fp (1 + e)
ra a(1 + e) (1 + e)
(1 + e)
=
=
=
2=
rp a (1 e) (1 e)
Fp
(1 e)
(1 e)
Atau
3 12
a a
2
Dengan memasukkan a = 2 dan a=0.001 maka kita peroleh
b) P = a
P =
P = 0.002 tahun/periode
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-34
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
a 1 e2 (VP + VA )
P=
VP VA
Penyelesaian
Konstanta luas
1
1
d 1 d 1
h = x2
= x x = xVP
2
2
dt 2 dt 2
Luas elips = periode x konstanta luas;
ab ( VA + VP ) a 1 e2 ( VA + VP )
1
ab = P xVP P =
=
aVA VP
VA VP
2
1-35
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
r4
2
3a 3
a
(1 + Sin )
2
3 3a 5
8 2
Penyelesaian
a) Energi potensial dan gaya ;
f=
dV
V=
dr
r
fdr =
dr =
3r 3
+ V0
3r 3
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-36
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
1 2
=C
V1
2
3r 3
Untuk r = a maka
1 2
=CC=0
2 3a 3 3a 3
(1)
tetapi ;
2
dr d
dr d
d
2 d
V = +r =
+r =
dt dt
d dt
dt
dt
2
dr
+ r 2
d
(2)
r4
h
2r
(3)
(4)
3h 2
dr
dr
2
=
= ar ar d =
2
d
ar r
sehingga =
dr
ar r 2
2
2r a
ArcSin
+ 0
a
a
2r a
a
r = (1 + Sin )
a
2
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-37
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
dA 1 2 d
1 a
= r
dA = (1 + Sin ) d
dt 2 dt
2 2
A=
a
8
1 + 2Sin + Sin 2 d = 3a
16
3a 2 3a 3 3a 5
2A
= 2
=
16 2
h
8 2
9. Problem gerak satelit yang diganggu oleh tekanan radiasi matahari dan
gaya gravitasi asteroid
Sebuah satelit mengelilingi Matahari, berbentuk bola dan dianggap sebagai benda
hitam sempurna(black body). Satelit ini secara berkesinambungan memberikan informasi
tentang suhu permukaannya(temperatur efektif) ke stasiun pengontrol di Bumi. Suhu tertinggi
yang tercatat di permukaannya 5000 K, sedangkan temperatur minimumnya 4500K.
Pertanyaannya;
a) Tentukanlah eksentrisitas e, dan setengah sumbu panjang orbitnya, a dan periode P
b) Andaikan ketika di aphelium tiba-tiba ada asteroid lewat sehingga impulse yang
diterimanya menyebabkan ia terlepas dari gaya tarik gravitasi Matahari, berapakah
kecepatannya ?
Penyelesaian
a) Benda hitam mempunyai sifat;
Energi yang diterima, Ein = Energi yang dipancarkan kembali, Eout
1-38
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
L
Ein = R 2 0
4r 2
(1)
Eout = 4R 2T 4
(2)
Dari syarat benda hitam maka persamaan (1) = pernyataan (2), diperoleh
1/ 2
L0
r=
4T 4
(3)
Dari pernyataan ini jelas terlihat bahwa temperatur minimum akan dicapat apabila r
maksimum (pada titik aphelium), sedangkan pada titik perihelium temperatur akan menjadi
maksimum
Misal;
rp jarak perihelium, Tp temperatur efektif di perihelium
ra - jarak aphelium, Ta temperatur efektif di aphelium
Ta 4
Ta 2
a (1 e )
9
=
=
= = 0,81
Jadi
4
2
ra
a (1 + e ) 10
Tp
Tp
rp
(4)
atau e=0,105
sumbu panjang elips= ra+rp
2a = ra + 0,81 ra = 1,81ra atau a = 0,905 ra
(5)
Hitung jarak aphelium ra dari (3) dengan data yang diberikan pada daftar konstanta maka kita
peroleh;
1/ 2
L0
r=
4T 4
1/ 2
3,86 1026
=
8
4
4 3,14 5, 67 10 450
1-39
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
jadi periodenya adalah;
P= a3/2 = 0.58 tahun
Substitusi data dari daftar konstanta;
Kecepatan lepas;
2GM
2 6, 67 1011 1,99 1030
Vesc =
=
ra
1,14969 1011
Suatu gugus galaksi mengisi suatu bola dengan jejari R dan rapat massa rata-rata . Semua
galaksi dianggap mempunyai rapat massa seragam. Ada sebuah galaksi bermassa M yang
terletak dipermukaan bola. Pertanyaannya;
a. Tuliskan persamaan energi galaksi tersebut
b. Dalam model big-bang tentang asal muasal alam semesta, kecepatan galaksi mengarah
radial dan menjauhi pusat bola. Kecepatannya adalah V=HR dimana H=(15km/s)/(106
ly) adalah konstanta Huble. Berapakah agar galaksi yang ada pada kulit bola tersebut
bisa lepas ?
Penyelesaian
Soal ini bisa dianggap sebagai two-body problem dua massa M dan m. Persamaan energi
system adalah
GMm mV 2
Et = E k + E p =
+
R
2
Galaksi bisa lepas dari gugusnya bila
2GM
GMm mV 2
Et = 0
+
= 0 V 2 =
2
R
R
atau
4 3
2G
R M
2
2GM
3
= 3H
2 2
H R =
=
R
R
8G
Gunakan satuan cgs
G=6,6710-8
H=15km/s/106 tahun cahaya=1,58410-18/s
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-40
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
Jadi = 4,5 10-30 gram/cm3
6786,8 360
= 0 o ,0075 = 27" ,1689
6
51,52510 2
Bandingkan dengan diameter sudut Bulan =30=1800 jadi rasionya cuma 0,15 diameter
sudut Bulan. Tidak benar Mars terlihat sebesar Bulan
Jadi diameter sudut Mars =
Soal Latihan
1) Sebuah satelit bergerak dalam
orbit berbentuk lingkaran mengelilingi Bumi. Tentukan jarak satelit tersebut dari pusat bola
Bumi jika periodenya;
a) 1.5 kali periode Bulan
b) 2 kali periode Bulan
c) 0.05 kali periode Bulan
Jaw: a) 2,42 108 meter, b) 6,09 108 meter, c) 5,2 107 meter
2) Sebuah satelit dengan massa 1000 kg berada pada ketinggian 400 km dari permukaan Bumi.
satelit bergerak dalam orbit lingkaran. Berapakah
a) Kecepatan orbitnya
b) Energi kinetiknya
c) Momentum sudutnya
Jaw: a) 7,68 m/s tangent terhadap orbit; b) 2,95 1010 J ; c) 5,2 1013 kg m2/s tegak lurus
terhadap orbit
3) Ada satelit yang bergerak dengan periode 90 menit dan tingginya tetap sebesar 280 km dari
permukaan Bumi. Agar satelit ini menjadi geosinkron/geostasioner berapakah seharusnya
tinggi satelit ini dari permukaan Bumi ?
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-41
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
4) Diketahui massa bulan7,35 1022 kg dan radiusnya R= 1740 km. Berapakah periode satelit
yang bergerak pada ketinggian 95 km diatas permukaan Bulan?
Jaw: 1,96 jam
5) Bulan bergerak mengelilingi Bumi sekali dalam 27,3 hari . Berapakah jarak Bulan-Bumi
6) Jupiter berputar pada porosnya dengan periode 10 jam. Berapakah tinggi sebuah satelit dari
permukaan planet agar satelit yang bergerak pada bidang ekuator menjadi stasioner ?
7) Sebuah asteroid bergerak dari suatu tempat di tak terhingga menuju Tata Surya menurut
suatu garis lurus dengan laju 10 km/det, massanya 5 1015 kg. Posisi terdekatnya ke Matahari
adalah sekitar 2 108 km. Pada titik ini radius vektor objek tegak lurus terhadap kecepatan
lintasan. Pertanyaannya;
a) gambarkan orbit benda ini
b) gunakan konsevasi energi dan momentum sudut untuk menghitung kecepatan objek pada
titik terdekat
c) hitung jarak terdekatnya
8) Sebuah satelit dengan massa 500 kg bergerak dengan orbit lingkaran pada ketinggian 1000
km diatas permukaan bumi(Massa Bumi = 6 1024 kg dan R= 6370 km)
a) berapakah kecepatan orbit satelit
b) berapakah momentum sudut satelit
c) kemudian roket ditembakkan, sehingga mengurangi kecepatan satelit menjadi kecepatan
awal, tetapi arah gerak tidak berubah, berapakah momentum sudutnya sekarang ?
d) apakah satelit akan pecah sebagai akibat manuver dalam soal c) ?
Jelaskan jawaban anda dengan ringkas dan sertai sedikut perhitungan sebagai ilustrasi
9) Jarak terdekat komet Halley ke Matahari adalah 8,9 1010 km, periodenya 76 tahun
Hitunglah ;
a) setengah sumbu panjang elips
b) eksentrisitas
c) aphelion komet ini
Jaw: a) 2,67 1012 m; b) 0,967; c) 5,25 1012 m
10) Sebuah satelit dengan massa 4000 kg bergerak dalam orbit lingkaran pada ketinggian 500
km dari permukaan Bumi. Berapakah
a) kecepatan satelit dalam orbitnya
b) momentum sudut satelit sekitar pusat bumi
c) energi total satelit
d) pengatur di bumi ingin memindahkan satelit ini ke posisi 1000 km diatas permukaan bumi.
Untuk ini mesin roket yang ada pada satelit ditembakkan beberapa detik dalam arah dari pusat
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-42
Suryadi Siregar
Mekanika Benda Langit
___________________________________________________________________________
bumi( oleh sebab itu arah satelit menjauhi pusat bumi) berapakah torque satelit sekitar pusat
orbit
e) dapatkah orbit lingkaran terjadi ?
11) Berapakah rasio percepatan gravitasi g, di permukaan laut dengan di puncak gunung yag
tingginya 7620 meter . Andaikan Bumi mempunyai rapat massa konstan dan ambillah jejari
Bumi sebagai radius di permukaan laut?
Jaw: 2,4 10-3g
____________________________________________________________________________
KK-Astronomi, FMIPA-ITB
1-43