Anda di halaman 1dari 52

Bintang

Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Untuk kegunaan lain, lihat Bintang (disambiguasi).

Sebuah daerah pembentuk-bintang di Awan Magellan Besar.

Gambar warna-palsu dari Matahari, bintang deretan utama tipe-G yang terdekat ke Bumi

Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang semu dan bintang
nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan
cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya
sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya
sendiri (bintang nyata).

Menurut ilmu astronomi, definisi bintang adalah:

Semua benda masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 massa matahari) yang sedang dan
“ pernah melangsungkan pembangkitan energi melalui reaksi fusi nuklir. ”
Oleh sebab itu bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah tidak memancarkan cahaya
atau energi tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan Bumi adalah Matahari pada
jarak sekitar 149,680,000 kilometer, diikuti oleh Proxima Centauri dalam rasi bintang Centaurus
berjarak sekitar empat tahun cahaya.

Daftar isi

 1 Sejarah pengamatan
 2 Penamaan
 3 Radiasi
o 3.1 Luminositas
o 3.2 Magnitudo
 4 Satuan pengukuran
 5 Sifat dan karakteristik
o 5.1 Diameter
o 5.2 Kinematika
o 5.3 Komposisi kimia
o 5.4 Massa
o 5.5 Medan magnet
o 5.6 Rotasi
o 5.7 Suhu
o 5.8 Umur
 6 Klasifikasi
 7 Distribusi
 8 Evolusi
o 8.1 Terbentuknya bintang
o 8.2 Deret Utama
o 8.3 Akhir sebuah bintang
 9 Bintang variabel
 10 Struktur
 11 Jalur reaksi fusi nuklir
 12 Bintang terdekat dari Matahari
 13 Catatan kaki
 14 Referensi
 15 Daftar pustaka
 16 Pranala luar

Sejarah pengamatan

Bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-bintang digunakan dalam
praktik-praktik keagamaan, dalam navigasi, dan bercocok tanam. Kalender Gregorian, yang
digunakan hampir di semua bagian dunia, adalah kalender Matahari, mendasarkan diri pada
posisi Bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari.

Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali ‘bintang-bintang baru’ di


langit (kemudian dinamakan novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah kekal. Pada 1584
Giordano Bruno mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah Matahari-matahari lain,
dan mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya,[1] ide yang telah
diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus.[2] Pada
abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah Matahari yang jauh mencapai konsensus di antara
para astronom. Untuk menjelaskan mengapa bintang-bintang ini tidak memberikan tarikan
gravitasi pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang terdistribusi secara
merata di seluruh langit, sebuah ide yang berasal dari teolog Richard Bentley.[3]

Astronom Italia Geminiano Montanari merekam adanya perubahan luminositas pada bintang
Algol pada 1667. Edmond Halley menerbitkan pengukuran pertama gerak diri dari sepasang
bintang “tetap” dekat, memperlihatkan bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran yang
dilakukan Ptolemaeus dan Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang 61 Cygni dilakukan
pada 1838 oleh Friedrich Bessel menggunakan teknik paralaks.
William Herschel adalah astronom pertama yang mencoba menentukan distribusi bintang di
langit. Selama 1780an ia melakukan pencacahan di sekitar 600 daerah langit berbeda. Ia
kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang bertambah secara tetap ke suatu arah langit,
yakni pusat galaksi Bima Sakti. Putranya John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di
hemisfer langit sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama.[4] Selain itu William Herschel
juga menemukan bahwa beberapa pasangan bintang bukanlah bintang-bintang yang secara
kebetulan berada dalam satu arah garis pandang, melainkan mereka memang secara fisik
berpasangan membentuk sistem bintang ganda.

Penamaan
Artikel utama: Penamaan bintang, Konvensi penamaan bintang, dan Katalog bintang

Konsep rasi bintang telah dikenal sejak zaman Babilonia. Para pengamat langit kuno
membayangkan pola tertentu terbentuk oleh susunan bintang yang menonjol, dan
menghubungkannya dengan aspek tertentu dari alam atau mitologi mereka. Dua belas dari
susunan ini terletak pada garis ekliptika dan menjadi dasar bagi astrologi.[5] Banyak pula bintang-
bintang individu yang menonjol diberi nama tersendiri, khususnya dengan penamaan Arab atau
Latin.

Sebagaimana beberapa rasi bintang tertentu dan matahari, beberapa bintang juga memiliki
mitologinya sendiri.[6] Bagi orang Yunani kuno, beberapa "bintang", yang dikenal sebagai planet
(bahasa Yunani: πλανήτης [planētēs], pengembara), mewakili berbagai dewa penting mereka
yang menjadi sumber nama bagi planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus.[6] Uranus
dan Neptunus juga adalah dewa-dewa Yunani dan Romawi, tetapi belum dikenal pada masa
kuno karena sinarnya yang redup. Nama keduanya diberikan oleh para astronom berikutnya.

Kira-kira tahun 1600, nama rasi bintang digunakan untuk menamakan bintang-bintang dalam
wilayah langitnya. Astronom Jerman Johann Bayer menciptakan serangkaian peta bintang yang
menggunakan huruf Yunani sebagai nama bagi bintang-bintang pada tiap rasi bintang. Setelah
itu sistem penomoran berdasarkan asensio rekta bintang diciptakan oleh John Flamsteed dan
ditambahkan ke katalog bintang dalam bukunya "Historia coelestis Britannica" (edisi tahun
1712). Sistem penomoran ini nantinya akan dikenal sebagai Penamaan Flamsteed atau
Penomoran Flamsteed.[7][8]

Satu-satunya otoritas yang diakui secara internasional dalam penamaan benda angkasa adalah
Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union, IAU).[9] Terdapat
sejumlah perusahaan swasta yang menjual nama-nama bintang, yang menurut Perpustakaan
Britania merupakan perusahaan komersial tak teregulasi.[10][11] Namun IAU telah memutuskan
hubungan dengan praktik komersial ini, dan nama-nama tersebut tidak diakui dan tidak
dipergunakan oleh IAU.[12] Salah satu perusahaan penamaan yang demikian adalah International
Star Registry (ISR) yang pada tahun 1980-an dituduh melakukan praktik penipuan karena
membuat seolah-olah nama-nama yang mereka berikan resmi. Praktik ISR yang sudah berhenti
ini secara informal dilabeli sebagai penipuan dan kecurangan,[13][14][15][16] dan Departemen Urusan
Konsumen Kota New York menerbitkan sebuah peringatan bagi ISR karena melakukan praktik
dagang yang menyesatkan.[17][18]
Radiasi

Energi yang dihasilkan oleh bintang dari fusi nuklir memancar ke ruang angkasa dalam bentuk
radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi partikel yang dipancarkan bintang terwujud
dalam bentuk angin bintang,[19] yang mengalirkan proton bebas, partikel alfa bermuatan listrik,
dan partikel beta dari lapisan luar bintang. Terdapat juga aliran tetap neutrino yang berasal dari
inti bintang, walaupun neutrino-neutrino ini hampir tidak bermassa.

Bintang bersinar sangat terang akibat produksi energi pada intinya, yang menggabungkan dua
atau lebih inti atom dan membentuk inti atom tunggal unsur yang lebih berat serta melepaskan
foton sinar gama dalam prosesnya. Begitu energi ini mencapai lapisan luar bintang, energi ini
berubah ke dalam bentuk lain energi elektromagnetik yang berfrekuensi lebih rendah, misalnya
cahaya tampak.

Warna bintang, yang ditentukan oleh frekuensi cahaya tampaknya yang paling kuat, tergantung
pada suhu lapisan luar bintang, termasuk fotosfernya.[20] Selain cahaya tampak, bintang juga
memancarkan bentuk-bentuk lain radiasi elektromagnetik yang tidak kasat mata. Sebenarnya
radiasi elektromagnetik bintang meliputi keseluruhan spektrum elektromagnetik, dari yang
panjang gelombangnya terpanjang yaitu gelombang radio, ke inframerah, cahaya tampak,
ultraungu, hingga sinar X dan sinar gama yang panjang gelombangnya paling pendek. Jika
dilihat dari jumlah keseluruhan energi yang dipancarkan oleh sebuah bintang, tidak semua
komponen radiasi elektromagnetik bintang memiliki jumlah yang signifikan, tetapi seluruh
frekuensi tersebut memberikan kita wawasan tentang fisik bintang.

Dengan menggunakan spektrum bintang, astronom dapat menentukan suhu permukaan, gravitasi
permukaan, metalisitas, dan kecepatan rotasi sebuah bintang. Jika jarak sebuah bintang
diketahui, misalnya dengan mengukur paralaksnya, maka luminositasnya dapat dihitung. Massa,
jari-jari, gravitasi permukaan dan periode rotasi dapat diperkirakan dengan berdasarkan model
bintang. (Massa bintang-bintang dalam sistem biner dapat dihitung dengan mengukur jarak dan
kecepatan orbitnya. Efek lensa-mikro gravitasi dipergunakan untuk mengukur massa bintang
tunggal.[21]) Dengan menggunakan parameter-parameter ini, astronom juga dapat memperkirakan
umur sebuah bintang.[22]

Luminositas

Luminositas bintang adalah jumlah cahaya dan bentuk energi radiasi lainnya yang dipancarkan
oleh bintang per satuan waktu. Luminositas bintang diukur dalam satuan daya (watt).
Luminositas bintang ditentukan oleh ukuran jari-jari dan suhu permukaannya. Dengan
menganggap bahwa sebuah bintang adalah benda hitam sempurna, maka luminositasnya adalah:

di mana L adalah luminositas, σ adalah tetapan Stefan-Boltzmann, R adalah jari-jari bintang dan
Te adalah temperatur efektif bintang.

Jika jarak bintang dapat diketahui, misalnya dengan menggunakan metode paralaks, luminositas
sebuah bintang dapat ditentukan melalui hubungan
dengan E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak bintang ke pengamat.

Namun banyak bintang yang memancarkan cahaya dengan fluks (jumlah energi yang
dipancarkan per satuan luas) yang tidak seragam di seluruh permukaannya. Bintang Vega yang
berputar sangat cepat, misalnya, memiliki fluks energi yang lebih tinggi pada kutub-kutubnya
dibandingkan dengan ekuatornya.[23] Noda-noda di permukaan bintang yang memiliki suhu dan
luminositas yang lebih rendah dari rata-rata disebut dengan bintik bintang. Bintang katai yang
kecil, seperti matahari kita, umumnya memiliki permukaan yang cukup mulus dengan hanya
sedikit bintik bintang. Bintang-bintang raksasa yang lebih besar memiliki bintik bintang yang
lebih besar dan lebih kelihatan, [24] dan bintang-bintang ini juga menunjukkan penggelapan
pinggiran yang lebih kuat. Penggelapan pinggiran adalah penurunan tingkat kecerahan cahaya
pada cakram bintang mendekati daerah pinggirannya.[25] Bintang-bintang suar katai merah seperti
UV Ceti dapat memiliki bintik bintang yang menonjol di permukaannya.[26]

Magnitudo

Artikel utama: Magnitudo semu dan Magnitudo mutlak

Terangnya cahaya yang tampak dari sebuah bintang disebut dengan istilah magnitudo semu,
yaitu terangnya sebuah bintang yang merupakan fungsi dari luminositas bintang, jarak dari bumi
dan perubahan cahayanya saat melintasi atmosfer bumi. Magnitudo mutlak atau magnitudo
intrinsik adalah magnitudo semu sebuah bintang jika jarak antara bumi dengan bintang tersebut
adalah 10 parsec (32,6 tahun cahaya), sehingga berhubungan langsung dengan luminositas
bintang dan menyatakan kecerahan bintang yang sebenarnya.

Jumlah bintang yang lebih terang dari magnitudo:

Magnitudo Jumlah 
semu bintang[27]

0 4

1 15

2 48

3 171

4 513

5 1.602

6 4.800

7 14.000
Baik skala magnitudo semu maupun magnitudo mutlak adalah satuan logaritmis di mana selisih
satu magnitudo sama dengan perbedaan kecerahan sekitar 2,5 kali[28] (akar pangkat 5 dari 100,
atau mendekati 2,512). Hal ini berarti bintang dengan nilai magnitudo +1 kira-kira 2,5 kali lebih
terang daripada bintang dengan nilai magnitudo +2, dan kira-kira 100 kali lebih terang daripada
bintang dengan nilai magnitudo +6. Bintang teredup yang dapat dilihat mata telanjang dalam
kondisi pengamatan yang baik adalah bintang dengan nilai magnitudo kira-kira +6.

Dalam skala magnitudo semu maupun magnitudo tampak, semakin kecil nilai magnitudonya,
maka semakin terang pula bintang tersebut; semakin besar nilai magnitudonya, semakin redup.
Bintang-bintang paling terang pada kedua skala tersebut memiliki nilai magnitudo yang negatif.
Perbedaan terang cahaya (ΔL) antara dua bintang dihitung dengan mengurangkan nilai
magnitudo bintang yang lebih terang (mb) dari nilai magnitudo bintang yang lebih redup (mf),
lalu menggunakan selisihnya sebagai eksponen untuk bilangan pokok 2,512. Dapat juga ditulis
dengan persamaan berikut:

Walau keduanya bergantung pada luminositas dan jarak bintang dari bumi, magnitudo mutlak
sebuah bintang (M) tidaklah sama dengan magnitudo semunya (m).[28] Sebagai contoh, bintang
Sirius yang terang memiliki nilai magnitudo semu −1,44, memiliki nilai magnitudo mutlak
+1,41.

Matahari memiliki nilai magnitudo semu −26,7, tetapi magnitudo mutlaknya hanyalah +4,83.
Sirius, bintang paling cemerlang di langit malam, kira-kira 23 kali lebih terang dari matahari,
sedang Canopus, bintang paling cemerlang kedua di langit malam dengan magnitudo mutlak
−5,53, kira-kira 14.000 kali lebih terang daripada matahari. Walaupun Canopus jauh lebih terang
daripada Sirius, tetapi Sirius tampak lebih cemerlang daripada Canopus. Hal ini disebabkan jarak
Sirius yang hanya 8,6 tahun cahaya dari bumi, sementara Canopus jauh lebih jauh dengan jarak
310 tahun cahaya.

Berdasarkan data tahun 2006, bintang dengan magnitudo absolut paling tinggi yang diketahui
adalah LBV 1806-20, dengan nilai magnitudo −14,2. Bintang ini paling tidak 5.000.000 kali
lebih terang dari matahari.[29] Sedang bintang-bintang dengan luminositas paling rendah yang
diketahui saat ini terdapat di gugus NGC 6397. Bintang katai merah paling redup dalam gugus
tersebut memiliki nilai magnitudo 26, sementara ditemukan juga bintang katai putih dengan nilai
magnitudo 28. Bintang-bintang redup ini sangatlah samar sehingga cahayanya sama dengan
cahaya lilin ulang tahun di bulan jika dilihat dari bumi.[30]

Satuan pengukuran

Kebanyakan parameter-parameter bintang dinyatakan dalam satuan SI, tetapi satuan cgs kadang-
kadang digunakan (misalnya luminositas dinyatakan dalam satuan erg per detik). Penggunaan
satuan cgs lebih bersifat tradisi daripada sebuah konvensi. Namun pada praktiknya seringkali
massa, luminositas dan jari-jari bintang dinyatakan dalam satuan matahari, mengingat matahari
adalah bintang yang paling banyak dipelajari dan diketahui parameter-parameter fisisnya. Untuk
matahari, parameter-parameter berikut diketahui:

massa matahari: M⊙ = 1.9891 × 1030 kg[31]


luminositas matahari: L⊙ = 3.827 × 1026 watt[31]

radius matahari R⊙ = 6.960 × 108 m[32]

Ukuran panjang yang sangat besar, misalnya panjang sumbu semi-mayor orbit sistem bintang
ganda, seringkali dinyatakan dalam satuan astronomi (AU = astronomical unit), yaitu jarak rata-
rata antara bumi dan matahari.

Sifat dan karakteristik

Hampir semua hal menyangkut sebuah bintang dipengaruhi oleh massa awalnya, termasuk sifat-
sifat penting seperti ukuran dan luminositas, demikian juga dengan evolusi, umur dan kondisi
akhirnya.

Diameter

Bintang sangat beragam ukurannya. Dalam setiap panel pada gambar di atas, objek paling kanan tampil
sebagai objek paling kiri pada panel berikutnya. Bumi terletak paling kanan pada panel pertama dan
matahari terletak pada urutan kedua dari kanan pada panel ketiga.

Karena jaraknya yang sangat jauh dari bumi, semua bintang kecuali matahari terlihat hanya
seperti titik yang bersinar di langit malam jika dilihat dengan mata telanjang, dan berkelip akibat
efek dari atmosfer bumi. Matahari juga adalah sebuah bintang, tetapi berjarak cukup dekat
dengan bumi sehingga terlihat seperti cakram di langit serta mampu menerangi bumi. Selain
matahari, bintang dengan ukuran tampak terbesar adalah R Doradus, yang itu pun hanya 0,057
detik busur.[33]

Cakram sebagian besar bintang terlalu kecil diameter sudutnya untuk dapat diamati dengan
teleskop optis bumi yang ada saat ini, sehingga dibutuhkan teleskop interferometer untuk
menghasilkan citra sebuah bintang. Teknik lain untuk mengukur diameter sudut bintang adalah
lewat okultasi. Dengan mengukur secara tepat penurunan terang cahaya sebuah bintang saat
terjadi okultasi dengan bulan (atau peningkatan terang cahaya bintang saat bintang tersebut
muncul kembali), diameter sudut bintang tersebut dapat dihitung.[34]
Ukuran bintang sangat beragam, mulai dari bintang neutron, yang hanya berdiameter antara 20
sampai 40 km, hingga bintang maharaksasa seperti Betelgeuse di rasi bintang Orion, yang
berdiameter sekitar 650 kali diameter matahari atau sekitar 900 juta km. Namun Betelgeuse
memiliki kepadatan yang jauh lebih rendah dari matahari.[35]

Kinematika

Artikel utama: Kinematika bintang

Pleiades, sebuah gugus terbuka di rasi bintang Taurus. Bintang-bintang ini bergerak bersama di angkasa.
[36]
Foto NASA

Gerak relatif sebuah bintang terhadap matahari dapat memberikan informasi penting mengenai
asal mula dan umur bintang tersebut, bahkan juga mengenai struktur dan evolusi galaksi di
sekitarnya. Komponen gerak sebuah bintang terdiri atas kecepatan radialnya menuju atau
menjauhi matahari, dan pergeseran melintangnya yang disebut gerak diri.

Kecepatan radial sebuah bintang diukur lewat pergeseran doppler pada garis spektrumnya dan
dinyatakan dalam satuan kilometer per detik. Gerak diri sebuah bintang ditentukan lewat
pengukuran astronomis yang teliti dalam satuan milidetik busur per tahun. Dengan menentukan
paralaks sebuah bintang, gerak diri dapat kemudian dikonversikan ke dalam satuan kecepatan.
Bintang dengan kecepatan gerak diri yang tinggi kemungkinan besar berjarak dekat dengan
matahari, sehingga cocok untuk diukur paralaksnya.[37]

Saat kecepatan kedua gerak tersebut diketahui kecepatan ruang bintang relatif terhadap matahari
atau Bima Sakti dapat dihitung. Di antara bintang-bintang sekitar kita, diketahui bahwa bintang-
bintang populasi I yang lebih muda biasanya memiliki kecepatan yang lebih rendah
dibandingkan bintang-bintang populasi II yang lebih tua. Bintang populasi II memiliki orbit elips
yang terinklinasi terhadap bidang galaksi Bima Sakti.[38] Perbandingan kinematika berbagai
bintang di sekitar matahari juga menyebabkan ditemukannya himpunan bintang yang
kemungkinan besar adalah kumpulan bintang dengan lokasi asal yang sama dalam awan molekul
raksasa.[39]
Komposisi kimia

Lihat pula: Metalisitas

Saat terbentuk, bintang-bintang di galaksi Bima Sakti massanya terdiri dari sekitar 71% hidrogen
dan 27% helium,[40] dan sisanya sedikit unsur-unsur yang lebih berat. Biasanya porsi unsur-unsur
berat diketahui dengan mengukur jumlah muatan besi yang terkandung dalam atmosfer bintang,
sebab besi adalah unsur yang umum dan garis spektrum serapannya relatif mudah untuk
dihitung. Karena awan molekul tempat bintang terbentuk terus menerus diperkaya dengan unsur-
unsur yang lebih berat, pengukuran terhadap komposisi kimia sebuah bintang dapat digunakan
untuk menentukan umurnya.[41] Porsi unsur-unsur yang lebih berat juga dapat dijadikan sebagai
petunjuk apakah sebuah bintang memiliki sistem planet atau tidak.[42]

Bintang dengan kandungan besi terendah yang pernah diukur adalah bintang katai HE1327-2326,
dengan kandungan besi hanya 1/200.000 dari kandungan besi matahari.[43] Sebaliknya, bintang
kaya logam μLeonis, memiliki kandungan yang hampir dua kali lipat milik matahari, sedang
bintang berplanet 14 Herculis, memiliki kandungan yang hampir tiga kali lipat milik matahari.[44]
Ada juga bintang yang komposisi kimianya ganjil, yang menunjukkan kelimpahan luar biasa
unsur-unsur tertentu dalam spektrumnya; khususnya krom dan logam tanah jarang.[45]

Massa

Artikel utama: Massa bintang

Salah satu bintang paling masif yang diketahui adalah Eta Carinae.[46] Dengan massa hingga
100–150 kali massa matahari, bintang ini pun memiliki jangka hidup yang hanya beberapa juta
tahun. Penelitian terhadap gugus Arches menunjukkan bahwa batas tertinggi massa bintang
dalam era sekarang alam semesta adalah 150 kali massa matahari.[47] Alasan untuk batas ini
belum diketahui secara pasti, tetapi sebagiannya disebabkan oleh luminositas Eddington, yaitu
jumlah maksimal luminositas yang dapat melewati atmosfer bintang tanpa harus melontarkan gas
ke ruang angkasa. Namun, sebuah bintang bernama R136a1 dalam gugus bintang RMC136a,
diukur memiliki massa 265 kali massa matahari, membuat batas tersebut dipertanyakan.[48]
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bintang-bintang dalam gugus bintang R136 yang
bermassa lebih besar dari 150 kali massa matahari terbentuk akibat tabrakan dan penggabungan
bintang-bintang masif dari beberapa sistem biner yang berdekatan; sehingga bintang-bintang
tersebut mampu melewati batas 150 kali massa matahari.[49]
Nebula NGC 1999 disinari dengan terang oleh V380 Orionis (tengah), sebuah bintang variabel dengan
massa sekitar 3,5 kali massa matahari. Bagian langit yang hitam adalah lubang besar ruang kosong dan
bukannya nebula gelap seperti yang dikira sebelumnya. NASA image

Bintang-bintang pertama yang terbentuk setelah Dentuman besar kemungkinan berukuran lebih
besar dari yang ada sekarang, mencapai hingga 300 kali massa matahari, bahkan lebih,[50] akibat
tiadanya unsur yang lebih berat dari litium dalam kandungannya. Namun, generasi bintang-
bintang populasi III yang masif ini sudah lama punah dan hanya ada secara teoretis.

Dengan massa hanya 93 kali massa Jupiter, AB Doradus C, bintang teman AB Doradus A,
merupakan bintang terkecil yang diketahui masih melakukan fusi nuklir dalam intinya.[51] Untuk
bintang dengan metalisitas yang mirip dengan matahari, massa minimum teoretis yang dapat
dimiliki bintang, tetapi masih tetap dapat melakukan fusi nuklir di intinya, diperkirakan adalah
sekitar 75 kali massa Jupiter.[52][53] Namun jika metalisitas sebuah bintang sangat rendah, massa
minimumnya adalah sekitar 8,3% dari massa matahari atau sekitar 87 kali massa Jupiter,
berdasarkan penelitian terkini atas bintang-bintang paling redup.[53][54] Bintang yang lebih kecil
lagi disebut katai cokelat, yang menempati daerah abu-abu yang belum terdefenisi secara jelas
antara bintang dan raksasa gas.

Besar gravitasi permukaan sebuah bintang ditentukan oleh diameter dan massanya. Bintang-
bintang raksasa memiliki gravitasi permukaan yang jauh lebih rendah dari bintang-bintang deret
utama, sementara kebalikannya untuk bintang-bintang kompak seperti katai putih. Gravitasi
permukaan mempengaruhi tampilan spektrum sebuah bintang, dengan gravitasi yang lebih tinggi
menyebabkan pelebaran garis serapan.[55]

Medan magnet

Artikel utama: Medan magnet bintang


Medan magnet permukaan SU Aur (sebuah bintang muda jenis T Tauri), gambar dihasilkan lewat
pencitraan Zeeman-Doppler

Medan magnet sebuah bintang dihasilkan di bagian dalam bintang tempat sirkulasi konveksi
terjadi. Gerakan plasma konduktif ini berfungsi seperti dinamo, menghasilkan medan magnet
yang meliputi seluruh bintang. Kuatnya medan magnet sebuah bintang bergantung pada massa
dan kandungan bintang tersebut, dan jumlah aktivitas magnet permukaan bintang bergantung
pada kecepatan rotasi bintang. Aktivitas permukaan ini menghasilkan bintik bintang, yang
merupakan wilayah permukaan bintang dengan medan magnet yang kuat namun bersuhu jauh
lebih rendah dari wilayah permukaan lainnya. Lengkungan korona adalah medan magnet yang
melengkung dan mencapai hingga ke dalam korona dari daerah aktif bintang. Semburan bintang
adalah semburan partikel-partikel tinggi energi yang terpancar akibat aktivitas magnetis yang
sama..[56]

Bintang-bintang muda yang berputar cepat cenderung memiliki tingkat aktivitas permukaan yang
tinggi akibat pengaruh medan magnetnya. Medan magnet ini juga dapat memengaruhi angin
bintang, yang bertindak seperti rem dan perlahan memperlambat laju rotasi bintang seiring
dengan menuanya sebuah bintang. Oleh karena itu, bintang-bintang yang lebih tua seperti
matahari, memiliki laju rotasi yang dan aktivitas permukaan yang lebih rendah. Tingkat aktivitas
permukaan bintang dengan laju rotasi yang lambat cenderung berupa sebuah siklus, dan
terkadang malah tidak ada sama sekali untuk jangka waktu tertentu.[57] Sepanjang masa minimum
Maunder misalnya, matahari hampir tidak menunjukkan aktivitas bintik matahari selama
70 tahun.

Rotasi

Artikel utama: Rotasi bintang

Laju rotasi bintang dapat ditentukan lewat spektroskopi, atau dapat diukur dengan lebih tepat lagi
dengan mengamati laju rotasi bintik bintang. Bintang-bintang muda dapat memiliki laju rotasi
yang tinggi, hingga di atas 100 km/s diukur pada ekuatornya. Bintang kelas B Achernar,
misalnya, memiliki laju rotasi sekitar 225 km/s atau lebih pada ekuatornya, menyebabkan daerah
ekuatornya menonjol keluar sehingga bintang ini memiliki diameter ekuator yang lebih dari 1,5
kali jarak antar kutubnya. Laju rotasi ini hanya sedikit di bawah laju rotasi kritis sebesar
300 km/s yang akan menyebabkan sebuah bintang hancur.[58] Sebaliknya, matahari hanya
berputar sekali selama 25–35 hari, dengan laju rotasi ekuator 1,99 km/s. Medan magnet dan
angin bintang memperlambat laju rotasi bintang-bintang deret utama secara signifikan seiring
dengan berkembangnya sebuah bintang dalam deret utama.[59]

Bintang degenerat adalah bintang yang telah menyusut menjadi massa yang kompak dan
mengakibatkan laju rotasi tinggi. Namun laju rotasi ini masih lebih rendah dari yang
diperkirakan oleh hukum kekekalan momentum sudut. Sebagian besar momentum sudut bintang
tersebut menghilang akibat hilangnya massa bintang oleh angin bintang.[60] Meskipun demikian,
laju rotasi bintang pulsar bisa sangat tinggi. Bintang pulsar di pusat Nebula kepiting misalnya,
berputar 30 kali dalam sedetik.[61] Laju rotasi bintang pulsar akan perlahan melambat akibat emisi
radiasi.

Suhu

Suhu permukaan bintang deret utama ditentukan oleh laju penghasilan energi di intinya yang
umumnya diperkirakan dari indeks warna bintang.[62] Biasanya suhu ini dinyatakan dengan suhu
efektif, yang merupakan suhu jika sebuah bintang dianggap sebagai benda hitam ideal yang
memancarkan energi dengan luminositas yang sama di seluruh permukaannya. Jadi suhu efektif
hanyalah sebuah gambaran, karena suhu pada sebuah bintang semakin tinggi jika semakin dekat
dengan intinya.[63] Suhu di daerah inti sebuah bintang mencapai hingga beberapa juta derajat
celsius.[64]

Suhu sebuah bintang menentukan laju ionisasi berbagai unsur di dalamnya, juga menentukan
sifat garis serapan spektrumnya. Suhu permukaan, magnitudo absolut dan sifat serapan
spektrografi bintang digunakan sebagai dasar untuk pengklasifikasian bintang (lihat klasifikasi
bintang di bawah)[55]

Bintang masif dalam deret utama dapat bersuhu hingga 50.000 °C. Sedang bintang yang lebih
kecil, seperti matahari, memiliki suhu permukaan beberapa ribu derajat celcius. Raksasa merah
memiliki suhu permukaan yang relatif rendah sekitar 3.300 °C, tetapi bintang ini memiliki
luminositas yang tinggi karena permukaan luarnya yang luas.[65]

Umur

Sebagian besar bintang berumur antara 1–10 miliar tahun. Beberapa bintang mungkin bahkan
berumur mendekati 13,8 miliar tahun–umur teramati alam semesta. Bintang tertua yang
ditemukan hingga saat ini, HE 1523-0901, diperkirakan berumur 13,2 miliar tahun.[66][67]

Semakin tinggi massa sebuah bintang maka semakin pendek pula umurnya. Hal ini terutama
disebabkan karena bintang dengan massa yang tinggi akan memiliki tekanan yang tinggi pula
pada intinya yang menyebabkannya membakar hidrogen dengan lebih cepat. Bintang-bintang
paling masif bertahan rata-rata hanya beberapa juta tahun, sementara bintang dengan massa
minimum (katai merah) membakar bahan bakarnya dengan perlahan dan bertahan hingga
puluhan sampai ratusan miliar tahun.[68][69]
Klasifikasi
Artikel utama: Klasifikasi bintang

Rentang Suhu Permukaan dan


Warna berbagai Kelas Bintang[70]

Kelas Suhu Contoh bintang

O lebih dari 33.000 K Zeta Ophiuchi

B 10.500–30.000 K Rigel

A 7.500–10.000 K Altair

F 6.000–7.200 K Procyon A

G 5.500–6.000 K Matahari

K 4.000–5.250 K Epsilon Indi

M 2.600–3.850 K Proxima Centauri

Sistem klasifikasi bintang yang ada saat ini berasal dari awal abad ke-20, ketika bintang
diklasifikasikan dari A hingga Q berdasarkan kekuatan garis hidrogennya.[71] Pada saat itu belum
diketahui bahwa yang paling berpengaruh terhadap kekuatan garis hidrogen adalah suhu;
kekuatan garis hidrogen mencapai puncaknya pada suhu 9.000 K (8.730 °C) dan melemah baik
pada suhu yang lebih tinggi maupun rendah. Saat sistem klasifikasi diatur ulang berdasarkan
suhu, bentuknya semakin mendekati sistem modern yang kita pergunakan saat ini.[72]

Bintang diberi klasifikasi huruf tunggal berdasarkan spektrumnya, dari tipe O yang sangat panas
sampai M yang begitu dingin hingga molekul dapat terbentuk pada atmosfernya. Klasifikasi
utama berdasarkan suhunya, dari yang tertinggi ke terendah, adalah O, B, A, F, G, K, dan M.
Beberapa bintang dengan jenis spektrum yang langka memiliki klasifikasi khusus tersendiri.
Paling umumnya adalah kategori L dan T, yang meliputi bintang dengan suhu dan massa yang
rendah serta katai cokelat. Tiap huruf dibagi lagi dalam 10 subbagian yang diberi nomor 0–9,
dari suhu yang tertinggi ke yang terendah. Namun sistem ini kurang tepat pada suhu yang sangat
tinggi, yaitu bahwa kemungkinan bintang kelas O0 dan O1 tidak ada.[73]

Selain itu bintang juga dapat diklasifikasikan berdasarkan efek luminositas dalam garis
spektrumnya, yang sebanding dengan ukuran dan kuat gravitasi permukaannya.
Pengklasifikasian ini dikenal dengan sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam
kelas-kelas berikut:

 0 Maha maha raksasa

 I Maharaksasa

 II Raksasa terang
 III Raksasa

 IV Sub-raksasa

 V Deret utama (katai)

 VI Sub-katai


Katai putih
VII

Sebagian besar bintang masuk dalam deret utama yang terdiri dari bintang-bintang pembakar
hidrogen biasa. Bintang-bintang ini membentuk pita diagonal tipis dalam grafik bintang
berdasarkan magnitudo absolutnya dan jenis spektrumnya (diagram Hertzsprung-Russell).[73]
Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem klasifikasi di atas. Matahari kita
misalnya, adalah sebuah bintang katai kuning deret utama kelas G2V yang memiliki suhu dan
ukuran sedang.

Penamaan tambahan, dalam bentuk huruf kecil, dapat ditulis di belakang klasifikasi spektrum
bintang untuk menunjukkan fitur khusus spektrum bintang tersebut. Misalnya, huruf "e" dapat
menunjukkan adanya garis emisi; "m" menunjukkan tingkat logam (metal) yang luar biasa tinggi,
dan "var" dapat berarti jenis spektrum yang bervariasi.[73]

Bintang katai putih memiliki klasifikasi tersendiri yang dimulai dengan huruf D. Penggolongan
ini dibagi lagi ke dalam kelas-kelas DA, DB, DC, DO, DZ, dan DQ, tergantung jenis garis
spektrumnya yang menonjol. Lalu di belakangnya diikuti dengan nilai angka yang menunjukkan
indeks suhunya.[74]

Distribusi

Sebuah katai putih yang sedang mengorbit Sirius (konsep artis). Citra NASA.

Selain berdiri sendiri, bintang bisa juga berada dalam sistem multibintang. Sistem multibintang
dapat terdiri dari dua atau lebih bintang yang terikat secara gravitasi dan saling mengorbit satu
sama lain. Jenis sistem multibintang yang paling sederhana dan sering ditemui adalah bintang
biner. Selain itu telah ditemukan juga sistem multibintang yang memiliki tiga atau lebih bintang.
Sistem multibintang yang demikian seringkali secara hierarkis tersusun dari beberapa bintang
biner untuk mempertahankan stabilitas orbit bintang-bintangnya.[75] Terdapat juga kelompok
yang lebih besar yang disebut gugus bintang. Gugus bintang berkisar dari himpunan bintang
yang tidak begitu padat dengan hanya beberapa bintang, hingga gugus bola yang luar biasa besar
dengan ratusan ribu bintang.

Telah lama dianggap bahwa sebagian besar bintang berada dalam sistem multibintang yang
terikat secara gravitasi. Hal ini khususnya benar untuk bintang-bintang masif kelas O dan B,
yang dipercaya 80% populasinya berada dalam sistem multibintang. Namun semakin kecil
bintang maka semakin banyak pula populasi jenisnya yang berada dalam sistem bintang tunggal.
Hanya 25% katai merah yang diketahui berada dalam sistem multibintang dan karena 85% dari
keseluruhan bintang adalah katai merah, maka mungkin sekali sebagian besar bintang dalam
Bima Sakti adalah tunggal sejak terbentuk.[76]

Bintang-bintang tidak menyebar secara merata di alam semesta, tetapi biasanya berkelompok
membentuk galaksi bersamaan dengan debu dan gas antarbintang. Sebuah galaksi biasa
mengandung ratusan miliar bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar (1011) galaksi dalam alam
semesta teramati.[77] Berdasarkan sebuah cacah bintang pada tahun 2010 diperkirakan terdapat
300 triyar (3 × 1023) bintang dalam alam semesta teramati.[78] Walau sering dipercaya bahwa
bintang hanya terdapat dalam galaksi, telah ditemukan bintang-bintang yang berada di luar
galaksi (bintang antargalaksi).[79][note 1]

Bintang terdekat dengan bumi selain matahari adalah Proxima Centauri yang berjarak sekitar 4,2
tahun cahaya atau kira-kira 39,9 triliun kilometer. Jika jarak ini ditempuh dengan kecepatan orbit
pesawat ulang-alik (8 km/s–hampir 30.000 km/jam), maka akan dibutuhkan waktu kira-kira
150.000 tahun untuk sampai.[note 2] Jarak seperti ini adalah jarak antar bintang yang umum dalam
piringan galaksi, termasuk di lingkungan sekitar tata surya.[80] Bintang-bintang dapat sangat
berdekatan di pusat galaksi dan dalam gugus bola atau terpisah sangat jauh dalam halo galaksi.
Karena jarak antar bintang yang relatif sangat jauh dalam galaksi selain pada daerah pusat
galaksi, tabrakan antar bintang diperkirakan jarang terjadi. Pada daerah yang lebih padat seperti
inti gugus bola atau pusat galaksi, tabrakan antar bintang dapat sering terjadi.[81] Tabrakan seperti
ini dapat menghasilkan apa yang dikenal dengan bintang pengelana biru (blue straggler).[note 1]
Bintang-bintang abnormal ini memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi dari bintang-bintang
deret utama lainnya dalam sebuah gugus bintang dengan luminositas yang sama.[82] Istilah
pengelana merujuk pada lokasinya yang berada di luar garis evolusi normal bintang lain pada
diagram Hertzsprung-Russel gugus bintangya.

Evolusi

Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya. Selain itu,
komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih kecil.

Terbentuknya bintang
Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang luas
dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah
vacuum chamber yang ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar
23–28% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam awan ini tidak
banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta.

Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Pembentukan
bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul yang dapat memiliki
massa ribuan kali Matahari. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari
supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi
yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah
gaya gravitasinya sendiri.

Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan dalam
kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang besar, kemudian
terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan di mana banyak
bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang.

Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang
disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari.
Runtuhnya globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah
menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini mencapai
kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang pra deret
utama ini seringkali dikelilingi oleh piringan protoplanet. Pengerutan atau keruntuhan awan
molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika peningkatan temperatur di inti
protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam
suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk
mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini
memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.

Deret Utama

Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi fusi yang
menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di intinya. Pada fase ini
bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai.

Akhir sebuah bintang

Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan membebaskan
banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar bintang yang masih banyak
hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan disebut bintang raksaksa merah yang
dapat mencapai 100 kali ukuran Matahari sebelum membentuk bintang kerdil putih. Sekiranya
bintang tersebut berukuran lebih besar dari matahari, bintang tersebut akan membentuk
superraksaksa merah. Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova atau Supernova
dan kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.
Bintang variabel
Artikel utama: Bintang variabel

Tampilan yang tidak simetris dari bintang Mira, sebuah bintang variabel yang berosilasi. Citra HST NASA.

Bintang variabel adalah bintang yang luminositasnya berubah-ubah baik secara berkala maupun
secara acak, yang disebabkan oleh faktor dari dalam maupun luar bintang tersebut. Bintang-
bintang variabel yang diakibatkan faktor dalam bintang itu sendiri dapat digolongkan dalam tiga
kategori utama.

Jenis yang pertama adalah bintang variabel berdenyut. Dalam evolusi bintang, beberapa bintang
memasuki fase di mana mereka dapat berubah menjadi bintang variabel berdenyut. Bintang
variabel jenis ini berubah-ubah radius dan luminositasnya sepanjang waktu, mengembang dan
mengerut dengan selang waktu dari beberapa menit hingga bertahun-tahun, tergantung ukuran
bintang tersebut. Kategori ini termasuk bintang variabel chepeid dan mirip chepeid, serta bintang
variabel periode panjang seperti Mira[83]

Yang kedua adalah bintang variabel eruptif, yaitu bintang yang mengalami lonjakan luminositas
tiba-tiba akibat peristiwa semburan maupun peristiwa pelontaran materi bintang yang
berlangsung massal.[83] Kategori ini termasuk protobintang, bintang Wolf-Rayet dan bintang suar
serta bintang raksasa dan maharaksasa.

Yang terakhir adalah bintang variabel eksplosif atau kataklismis termasuk di antaranya bintang
nova dan supernova. Sistem bintang biner yang salah satu di antara bintangnya adalah katai
putih, dapat menghasilkan ledakan jenis tertentu secara luar biasa, termasuk nova dan supernova
tipe 1a.[84] Ledakan tersebut tercipta ketika katai putih menyedot hidrogen dari bintang
pasangannya, meningkatkan massanya hingga hidrogen di dalamnya mengalami fusi.[85]
Beberapa nova terjadi berulang-ulang, dengan ledakan berkala yang memiliki amplitudo rendah.
[83]

Bintang juga dapat berubah-ubah luminositasnya akibat faktor-faktor luar, misalnya bintang
biner gerhana, juga bintang yang memiliki bintik bintang yang luar biasa dan berotasi.[83] Contoh
paling terkenal bintang biner gerhana adalah Algol yang biasanya berubah-ubah magnitudonya
antara 2,5 sampai 3,5 dengan periode 2,87 hari.
Struktur
Artikel utama: Struktur bintang

Struktur bagian dalam bintang deret utama, zona konveksi ditunjukkan dengan lingkaran bertanda
panah dan zona radiasi dengan panah merah. Sebelah kiri adalah katai merah bermassa rendah, di
tengah adalah katai kuning berukuran sedang dan di sebelah kanan bintang deret utama biru-putih
masif.

Bagian dalam dari bintang stabil berada dalam keadaan setimbang secara hidrostatis, di mana
gaya akibat gradien tekanan dari dalam bintang yang mendorong ke luar mengimbangi gaya
gravitasi yang menarik ke dalam. Gradien tekanan ini diakibatkan oleh gradien suhu plasma
bintang, yang tinggi pada bagian luarnya dan semakin dingin mendekati intinya. Suhu inti
sebuah bintang deret utama atau bintang raksasa paling tidak berada dalam besaran 107 °C. Suhu
dan tekanan yang dialami inti pembakar hidrogen pada bintang deret utama cukup untuk
memungkinkan fusi nuklir terjadi dan untuk menghasilkan energi yang cukup guna menghindari
keruntuhan bintang.[86][87]

Ketika mengalami fusi nuklir dalam inti bintang, inti atom memancarkan energi dalam bentuk
sinar gama. Foton-foton ini berinteraksi dengan plasma sekitarnya dan meningkatkan energi
termal pada inti. Bintang-bintang deret utama mengubah hidrogen menjadi helium yang
membuat proporsi helium dalam intinya meningkat secara perlahan namun pasti. Akhirnya
muatan helium akan menjadi dominan dan produksi energi pun berhenti dalam inti. Namun bagi
bintang yang bermassa lebih dari 0,4 kali massa matahari, reaksi fusi terjadi pada lapisan yang
perlahan mengembang di sekitar inti helium degenerat.[88]

Selain kesetimbangan hidrostatis, bagian dalam sebuah bintang yang stabil juga akan
mempertahankan kesetimbangan termal. Terdapat gradien suhu di seluruh bagian dalam bintang
yang mengakibatkan aliran energi mengalir ke bagian luar. Aliran energi yang meninggalkan tiap
lapisan dalam bintang ini akan sama dengan aliran yang datang dari bawah tiap lapisan.

Zona radiasi adalah daerah pada bagian dalam bintang di mana transfer radiatif cukup efisien
untuk mempertahankan aliran energi. Dalam daerah ini plasma bintang tidak akan bergerak dan
setiap gerakan massa akan terhenti. Namun, jika tidak demikian, maka plasma menjadi tidak
stabil dan akan terjadi konveksi yang membentuk zona konveksi. Hal ini dapat terjadi misalnya
pada daerah di mana aliran energi yang sangat tinggi terjadi, seperti dekat inti bintang atau di
daerah dengan kelegapan (opacity) tinggi seperti pada lapisan luar.[87]

Terjadinya konveksi pada lapisan luar bintang deret utama bergantung pada massanya. Bintang
dengan massa berapa kali massa matahari memiliki zona konveksi jauh di bagian dalam bintang
dan zona radiasi pada lapisan luar. Bintang yang lebih kecil seperti matahari adalah
kebalikannya, dengan zona konveksi yang terletak di lapisan luar.[89] Katai merah dengan massa
kurang dari 0,4 kali massa matahari hanya memiliki zona konveksi di seluruh lapisannya
sehingga mencegah terbentuknya inti helium.[90] Pada sebagian besar bintang, zona konveksi juga
akan berubah-ubah dari waktu ke waktu seiring dengan menuanya bintang dan berubahnya
susunan inti bintang.[87]

Diagram ini menunjukkan bagian dalam matahari. citra NASA

Bagian dari sebuah bintang yang terlihat bagi pengamat disebut fotosfer. Ini adalah lapisan
plasma bintang yang menjadi transparan terhadap foton cahaya. Dari sini, energi yang dihasilkan
oleh inti menyebar bebas ke luar ke angkasa. Di fotosfer inilah bintik bintang, atau wilayah
bersuhu dibawah rata-rata, muncul.

Di atas fotosfer adalah atmosfer bintang. Pada bintang deret utama seperti matahari, bagian
terbawah atmosfer merupakan daerah kromosfer yang tipis tempat munculnya spikula dan
dimulainya semburan bintang. Kromosfer ini dikelilingi oleh daerah transisi, di mana suhu
meningkat dengan cepat dalam jarak hanya 100 km. Di luarnya adalah korona, volume plasma
maha panas yang dapat menjangkau ke luar hingga beberapa juta kilometer.[91] Keberadaan
korona tampaknya bergantung pada zona konveksi pada lapisan luar bintang.[89] Meskipun
suhunya tinggi, korona hanya memancarkan sedikit sekali cahaya. Wilayah korona matahari
biasanya hanya terlihat pada gerhana matahari.

Dari korona, angin bintang bermuatan partikel plasma mengembang keluar dari bintang,
menyebar hingga berinteraksi dengan medium antarbintang. Untuk matahari, pengaruh angin
suryanya meluas hingga ke seluruh wilayah heliosfer yang berbentuk gelembung.[92]
Jalur reaksi fusi nuklir
Artikel utama: Nukleosintesis bintang

Diagram rantai proton-proton

Siklus karbon-nitrogen-oksigen

Berbagai reaksi fusi nuklir yang berbeda berlangsung dalam inti bintang sebagai bagian dari
nukleosintesis bintang, dengan bergantung pada massa dan komposisinya. Massa bersih inti atom
yang terfusi lebih kecil dari jumlah massa inti-inti atom pembentuknya. Massa yang hilang ini
dilepaskan sebagai energi elektromagnetik, sesuai dengan hukum kesetaraan massa-energi di
mana E = mc2.[93]

Proses fusi hidrogen adalah proses yang peka suhu. Sedikit saja peningkatan suhu inti akan
menyebabkan peningkatan laju fusi yang cukup besar. Akibatnya, suhu inti bintang-bintang deret
utama hanya bervariasi dari 4 juta derajat celsius untuk bintang kelas M yang kecil hingga 40
juta derajat celsius untuk bintang kelas O yang masif.[64]
Pada inti matahari yang bersuhu 10 juta derajat celsius, hidrogen di-fusi hingga membentuk
helium dalam reaksi rantai proton-proton:[94]

41H → 22H + 2e+ + 2νe (4.0 MeV + 1.0 MeV)

21H + 22H → 23He + 2γ (5.5 MeV)

23He → 4He + 21H (12.9 MeV)

Reaksi-reaksi ini menghasilkan reaksi keseluruhan:

41H → 4He + 2e+ + 2γ + 2νe (26.7 MeV)

di mana e+ adalah positron, γ adalah foton sinar gama, νe adalah neutrino, dan H dan He masing-
masing isotop hidrogen dan helium. Energi yang dilepaskan oleh reaksi adalah dalam jutaan
elektronvolt, yang sebenarnya hanyalah jumlah energi yang sangat kecil. Namun reaksi ini terus-
menerus terjadi dalam jumlah yang banyak, menghasilkan seluruh energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan produksi radiasi bintang.

Massa minimum bintang yang dibutuhkan untuk reaksi fusi

Massa
Unsur
matahari

Hidrogen 0,01

Helium 0,4

Karbon 5[95]

Neon 8

Dalam bintang yang lebih masif, helium dihasilkan dalam siklus reaksi yang dikatalisasi oleh
karbon yang disebut siklus karbon-nitrogen-oksigen.[94]

Dalam bintang yang sudah berkembang, dengan suhu inti 100 juta derajat celsius dan massa
antara 0,5 dan 10 kali massa matahari, helium dapat diubah menjadi karbon lewat proses tripel
alfa yang menggunakan berilium sebagai unsur perantaranya:[94]
4
He + 4He + 92 keV → 8*Be
4
He + 8*Be + 67 keV → 12*C
12*
C → 12C + γ + 7.4 MeV

Dengan keseluruhan reaksi berupa:


34He → 12C + γ + 7.2 MeV

Dalam bintang masif, unsur-unsur yang lebih berat dapat juga dibakar dalam inti yang mengerut
lewat proses pembakaran neon dan proses pembakaran oksigen. Tahapan akhir proses
nukleosintesis bintang adalah proses pembakaran silikon yang mengakibatkan dihasilkannya
isotop besi-56 yang stabil. Setelah itu reaksi fusi tidak dapat diteruskan lagi kecuali lewat proses
endotermik, sehingga energi yang lebih banyak hanya dapat dihasilkan lewat runtuhan gravitasi.
[94]

Contoh di bawah ini menunjukkan waktu yang dibutuhkan bintang bermassa 20 kali massa
matahari untuk menghabiskan seluruh bahan bakar nuklirnya. Bintang ini masuk dalam kategori
bintang kelas O yang berukuran delapan kali jari-jari matahari dan memiliki lumonisitas 62.000
kali matahari.[96]

Materi Suhu Massa jenis Jangka waktu pembakaran


bahan bakar (juta derajat celsius) (kg/cm3) (τ dalam tahun)

H 37 0,0045 8,1 juta

He 188 0,97 1,2 juta

C 870 170 976

Ne 1.570 3.100 0,6

O 1.980 5.550 1,25

S/Si 3.340 33.400 0,0315[97]

Bintang terdekat dari Matahari


Alpha Centauri

Alpha Centauri dikenal juga sebagai Rigil Kentaurus adalah bintang paling cerah dalam rasi
Centaurus. Walaupun tampak seperti satu titik dilihat dengan mata telanjang, bintang ini
sebenarnya memiliki tiga komponen bintang. Antara lain; Alpha Centauri A (α Cen A), Alpha
Centauri B (α Cen B) komponen ketiga disebut Proxima Centauri (α Cen C). Alpha Centauri
adalah sistem bintang terdekat dari Bumi kita, dengan jarak 4,2 sampai 4,4 tahun cahaya.

Bintang Barnard
Bintang Barnard adalah bintang katai merah yang memiliki massa sangat kecil. Terletak sekitar 6
juta tahun cahaya dari Bumi. Bintang ini merupakan bintang terdekat yang terletak di rasi
bintang Ophiuchus, dan bintang keempat terdekat dari Matahari, setelah ketiga komponen
Bintang dalam sistem Alpha Centauri.

Wolf 359

Wolf 359 adalah bintang katai merah yang terletak di konstelasi Leo, dekat ekliptika. Berjarak
sekitar 7,8 tahun cahaya dari Bumi, dan memiliki magnitudo tampak sebesar 13,5 dan hanya
dapat dilihat dengan teleskop besar. Wolf 359 adalah salah satu bintang terdekat dengan tata
surya kita, setelah Alpha Centauri, Proxima Centauri, dan bintang Barnard. Kedekatannya pada
Bumi menyebabkan Bintang ini banyak disebut dalam beberapa karya fiksi.

Lalande 21185

Lalande 21185 adalah bintang merah kecil di konstelasi Ursa Major. Berjarak sekitar 8,3 tahun
cahaya dari Bumi. Walaupun relatif dekat, tetapi demikian terlalu redup dilihat dengan mata
telanjang. Dalam waktu sekitar 19.900 tahun, Lalande 21185 akan berada pada jarak terdekatnya
sekitar 4,65 ly (1,43 pc) dari Matahari.

Sirius

Sirius adalah bintang paling terang di langit malam yang terletak di rasi Canis Major. Sirius
dapat dilihat hampir di semua tempat di permukaan Bumi kecuali oleh orang-orang yang tinggal
pada lintang di atas 73,284° utara. Sirius adalah salah satu sistem bintang terdekat dengan Bumi
pada jarak 2,6 parsec atau 8,6 tahun cahaya.
Peta 3D dari bintang-bintang terdekat menggunakan koordinat dalam daftar diatas. Bintang di depan
memiliki asensiorekta 18h. Sebuah versi animasi dari gambar ini tersedia di disini. Kacamata 3D red
green direkomendasikan untuk bisa melihat gambar ini dengan baik.

Catatan kaki

1. ^ a b Blue straggler lebih sering diterjemahkan sebagai pengelana biru daripada pengembara biru
untuk membedakannya dari bintang pengembara (rogue star) yang merujuk pada bintang
antargalaksi
2. ^ 3,99 × 1013 km ÷ (3 × 104 km/jam × 24 × 365,25) = 1,5 × 10 5 tahun.

Referensi

1. ^ Drake, Stephen A. (17 Agustus, 2006). "A Brief History of High-Energy (X-ray &
Gamma-Ray) Astronomy". NASA HEASARC. Diakses tanggal 2006-08-24.
2. ^ "Exoplanets". ESO. 24 Juli, 2006. Diakses tanggal 2006-10-11.
3. ^ Hoskin, Michael (1998). "The Value of Archives in Writing the History of Astronomy".
Space Telescope Science Institute. Diakses tanggal 2006-08-24.
4. ^ Proctor, Richard A. (1870). "Are any of the nebulæ star-systems?". Nature: 331–333.
5. ^ Koch-Westenholz, Ulla; Koch, Ulla Susanne (1995). Mesopotamian astrology: an
introduction to Babylonian and Assyrian celestial divination. Carsten Niebuhr Institute
Publications. 19. Museum Tusculanum Press. hlm.  163. ISBN  87-7289-287-0.
6. ^ a b Coleman, Leslie S. "Myths, Legends and Lore". Frosty Drew Observatory. Diakses
tanggal 2012-06-15.
7. ^ "Naming Astronomical Objects". International Astronomical Union (IAU). Diakses
tanggal 2009-01-30.
8. ^ "Naming Stars". Students for the Exploration and Development of Space (SEDS).
Diakses tanggal 2009-01-30.
9. ^ Lyall, Francis; Larsen, Paul B. (2009). "Chapter 7: The Moon and Other Celestial
Bodies". Space Law: A Treatise. Ashgate Publishing, Ltd. hlm.  176. ISBN  0-7546-4390-5.
10. ^ "Star naming". Scientia Astrophysical Organization. 2005. Diakses tanggal 2010-06-29.
11. ^ "Disclaimer: Name a star, name a rose and other, similar enterprises". British Library.
The British Library Board. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-19. Diakses tanggal 2010-
06-29.
12. ^ Andersen, Johannes. "Buying Stars and Star Names". International Astronomical
Union. Diakses tanggal 2010-06-24.
13. ^ Pliat, Phil (September–October 2006). "Name Dropping: Want to Be a Star?". Skeptical
Inquirer. 30.5. Diakses tanggal 2010-06-29.
14. ^ Adams, Cecil (April 1, 1998). "Can you pay $35 to get a star named after you?". The
Straight Dope. Diakses tanggal 2006-08-13.
15. ^ Golden, Frederick; Faflick, Philip (January 11, 1982). "Science: Stellar Idea or Cosmic
Scam?". Times Magazine. Time Inc. Diakses tanggal 2010-06-24.
16. ^ Di Justo, Patrick (December 26, 2001). "Buy a Star, But It's Not Yours". Wired. Condé
Nast Digital. Diakses tanggal 2010-06-29.
17. ^ Plait, Philip C. (2002). Bad astronomy: misconceptions and misuses revealed, from
astrology to the moon landing "hoax". John Wiley and Sons. hlm.  237–240. ISBN  0-471-40976-6.
18. ^ Sclafani, Tom (May 8, 1998). "Consumer Affairs Commissioner Polonetsky Warns
Consumers: "Buying A Star Won't Make You One"". National Astronomy and Ionosphere Center,
Aricebo Observatory. Diakses tanggal 2010-06-24.
19. ^ Koppes, Steve (June 20, 2003). "University of Chicago physicist receives Kyoto Prize for
lifetime achievements in science". The University of Chicago News Office. Diakses tanggal 2012-
06-15.
20. ^ "The Colour of Stars". Australian Telescope Outreach and Education. Diakses tanggal
2006-08-13.
21. ^ "Astronomers Measure Mass of a Single Star—First Since the Sun". Hubble News Desk.
July 15, 2004. Diakses tanggal 2006-05-24.
22. ^ Garnett, D. R.; Kobulnicky, H. A. (2000). "Distance Dependence in the Solar
Neighborhood Age-Metallicity Relation". The Astrophysical Journal. 532 (2): 1192–1196.
arXiv:astro-ph/9912031  . Bibcode:2000ApJ...532.1192G. doi:10.1086/308617.
23. ^ Staff (January 10, 2006). "Rapidly Spinning Star Vega has Cool Dark Equator". National
Optical Astronomy Observatory. Diakses tanggal 2007-11-18.
24. ^ Michelson, A. A.; Pease, F. G. (2005). "Starspots: A Key to the Stellar Dynamo". Living
Reviews in Solar Physics. Max Planck Society.
25. ^ Manduca, A.; Bell, R. A.; Gustafsson, B. (1977). "Limb darkening coefficients for late-
type giant model atmospheres". Astronomy and Astrophysics. 61 (6): 809–813.
Bibcode:1977A&A....61..809M.
26. ^ Chugainov, P. F. (1971). "On the Cause of Periodic Light Variations of Some Red Dwarf
Stars". Information Bulletin on Variable Stars. 520: 1–3. Bibcode:1971IBVS..520....1C.
27. ^ "Magnitude". National Solar Observatory—Sacramento Peak. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2008-02-06. Diakses tanggal 2006-08-23.
28. ^ a b "Luminosity of Stars". Australian Telescope Outreach and Education. Diakses
tanggal 2006-08-13.
29. ^ Hoover, Aaron (January 15, 2004). "Star may be biggest, brightest yet observed".
HubbleSite. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-07. Diakses tanggal 2006-06-08.
30. ^ "Faintest Stars in Globular Cluster NGC 6397". HubbleSite. August 17, 2006. Diakses
tanggal 2006-06-08.
31. ^ a b Sackmann, I.-J.; Boothroyd, A. I. (2003). "Our Sun. V. A Bright Young Sun Consistent
with Helioseismology and Warm Temperatures on Ancient Earth and Mars". The Astrophysical
Journal. 583 (2): 1024–1039. arXiv:astro-ph/0210128  . Bibcode:2003ApJ...583.1024S.
doi:10.1086/345408.
32. ^ Tripathy, S. C.; Antia, H. M. (1999). "Influence of surface layers on the seismic estimate
of the solar radius". Solar Physics. 186 (1/2): 1–11. Bibcode:1999SoPh..186....1T.
doi:10.1023/A:1005116830445.
33. ^ "The Biggest Star in the Sky". ESO. March 11, 1997. Diakses tanggal 2006-07-10.
34. ^ Ragland, S.; Chandrasekhar, T.; Ashok, N. M. (1995). "Angular Diameter of Carbon Star
Tx-Piscium from Lunar Occultation Observations in the Near Infrared". Journal of Astrophysics
and Astronomy. 16: 332. Bibcode:1995JApAS..16..332R.
35. ^ Davis, Kate (December 1, 2000). "Variable Star of the Month—December, 2000: Alpha
Orionis". AAVSO. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-07-12. Diakses tanggal 2006-08-13.
36. ^ Loktin, A. V. (2006). "Kinematics of stars in the Pleiades open cluster". Astronomy
Reports. 50 (9): 714–721. Bibcode:2006ARep...50..714L. doi:10.1134/S1063772906090058.
37. ^ "Hipparcos: High Proper Motion Stars". ESA. September 10, 1999. Diakses tanggal
2006-10-10.
38. ^ Johnson, Hugh M. (1957). "The Kinematics and Evolution of Population I Stars".
Publications of the Astronomical Society of the Pacific. 69 (406): 54. Bibcode:1957PASP...69...54J.
doi:10.1086/127012.
39. ^ Elmegreen, B.; Efremov, Y. N. (1999). "The Formation of Star Clusters". American
Scientist. 86 (3): 264. Bibcode:1998AmSci..86..264E. doi:10.1511/1998.3.264. Diarsipkan dari
versi asli tanggal March 23, 2005. Diakses tanggal 2006-08-23.
40. ^ Irwin, Judith A. (2007). Astrophysics: Decoding the Cosmos. John Wiley and Sons.
hlm.  78. ISBN  0-470-01306-0.
41. ^ "A "Genetic Study" of the Galaxy". ESO. 2006-09-12. Diakses tanggal 2006-10-10.
42. ^ Fischer, D. A.; Valenti, J. (2005). "The Planet-Metallicity Correlation". The Astrophysical
Journal. 622 (2): 1102–1117. Bibcode:2005ApJ...622.1102F. doi:10.1086/428383.
43. ^ "Signatures Of The First Stars". ScienceDaily. April 17, 2005. Diakses tanggal 2006-10-
10.
44. ^ Feltzing, S.; Gonzalez, G. (2000). "The nature of super-metal-rich stars: Detailed
abundance analysis of 8 super-metal-rich star candidates". Astronomy & Astrophysics. 367 (1):
253–265. Bibcode:2001A&A...367..253F. doi:10.1051/0004-6361:20000477.
45. ^ Gray, David F. (1992). The Observation and Analysis of Stellar Photospheres.
Cambridge University Press. hlm.  413–414. ISBN  0-521-40868-7.
46. ^ Smith, Nathan (1998). "The Behemoth Eta Carinae: A Repeat Offender". Mercury
Magazine. Astronomical Society of the Pacific. 27: 20. Diakses tanggal 2006-08-13.
47. ^ "NASA's Hubble Weighs in on the Heaviest Stars in the Galaxy". NASA News. March 3,
2005. Diakses tanggal 2006-08-04.
48. ^ "Stars Just Got Bigger". European Southern Observatory. July 21, 2010. Diakses
tanggal 2010-17-24.
49. ^ Wolchover, Natalie (August 7, 2012). "Mystery of the 'Monster Stars' Solved: It Was a
Monster Mash". LiveScience.com.
50. ^ "Ferreting Out The First Stars". Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics.
September 22, 2005. Diakses tanggal 2006-09-05.
51. ^ "Weighing the Smallest Stars". ESO. January 1, 2005. Diakses tanggal 2006-08-13.
52. ^ Boss, Alan (April 3, 2001). "Are They Planets or What?". Carnegie Institution of
Washington. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-28. Diakses tanggal 2006-06-08.
53. ^ a b Shiga, David (August 17, 2006). "Mass cut-off between stars and brown dwarfs
revealed". New Scientist. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-11-14. Diakses tanggal 2006-08-
23.
54. ^ Leadbeater, Elli (August 18, 2006). "Hubble glimpses faintest stars". BBC. Diakses
tanggal 2006-08-22.
55. ^ a b Unsöld, Albrecht (2001). The New Cosmos (edisi ke-5th). New York: Springer.
hlm.  180–185, 215–216. ISBN  3-540-67877-8.
56. ^ Brainerd, Jerome James (July 6, 2005). "X-rays from Stellar Coronas". The Astrophysics
Spectator. Diakses tanggal 2007-06-21.
57. ^ Berdyugina, Svetlana V. (2005). "Starspots: A Key to the Stellar Dynamo". Living
Reviews. Diakses tanggal 2007-06-21.
58. ^ "Flattest Star Ever Seen". ESO. June 11, 2003. Diakses tanggal 2006-10-03.
59. ^ Fitzpatrick, Richard (February 13, 2006). "Introduction to Plasma Physics: A graduate
course". The University of Texas at Austin. Diakses tanggal 2006-10-04.
60. ^ Villata, Massimo (1992). "Angular momentum loss by a stellar wind and rotational
velocities of white dwarfs". Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 257 (3): 450–454.
Bibcode:1992MNRAS.257..450V.
61. ^ "A History of the Crab Nebula". ESO. May 30, 1996. Diakses tanggal 2006-10-03.
62. ^ Strobel, Nick (August 20, 2007). "Properties of Stars: Color and Temperature".
Astronomy Notes. Primis/McGraw-Hill, Inc. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-06-26.
Diakses tanggal 2007-10-09.
63. ^ Seligman, Courtney. "Review of Heat Flow Inside Stars". Self-published. Diakses
tanggal 2007-07-05.
64. ^ a b "Main Sequence Stars". The Astrophysics Spectator. February 16, 2005. Diakses
tanggal 2006-10-10.
65. ^ Zeilik, Michael A.; Gregory, Stephan A. (1998). Introductory Astronomy & Astrophysics
(edisi ke-4th). Saunders College Publishing. hlm.  321. ISBN  0-03-006228-4.
66. ^ Frebel, A.; et al. (May 11, 2007). "Nearby Star Is A Galactic Fossil". Science Daily.
Diakses tanggal 2007-05-10.
67. ^ Frebel, Anna; et al. (May, 2007). "Discovery of HE 1523-0901, a Strongly r-Process-
enhanced Metal-poor Star with Detected Uranium". Astrophysical Journal Letters. 660 (2): L117–
L120. arXiv:astro-ph/0703414  . Bibcode:2007ApJ...660L.117F. doi:10.1086/518122.
68. ^ Naftilan, S. A.; Stetson, P. B. (July 13, 2006). "How do scientists determine the ages of
stars? Is the technique really accurate enough to use it to verify the age of the universe?".
Scientific American. Diakses tanggal 2007-05-11.
69. ^ Laughlin, G.; Bodenheimer, P.; Adams, F. C. (1997). "The End of the Main Sequence".
The Astrophysical Journal. 482 (1): 420–432. Bibcode:1997ApJ...482..420L. doi:10.1086/304125.
70. ^ Smith, Gene (April 16, 1999). "Stellar Spectra". University of California, San Diego.
Diakses tanggal 2006-10-12.
71. ^ Fowler, A. (1891–2). "The Draper Catalogue of Stellar Spectra". Nature. 45: 427–8.
Bibcode:1892Natur..45..427F. doi:10.1038/045427a0.
72. ^ Jaschek, Carlos; Jaschek, Mercedes (1990). The Classification of Stars. Cambridge
University Press. hlm.  31–48. ISBN  0-521-38996-8.
73. ^ a b c MacRobert, Alan M. "The Spectral Types of Stars". Sky and Telescope. Diakses
tanggal 2006-07-19.
74. ^ "White Dwarf (wd) Stars". White Dwarf Research Corporation. Diakses tanggal 2006-
07-19.
75. ^ Szebehely, Victor G.; Curran, Richard B. (1985). Stability of the Solar System and Its
Minor Natural and Artificial Bodies. Springer. ISBN  90-277-2046-0.
76. ^ Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (January 30, 2006). Most Milky Way
Stars Are Single. Siaran pers. Diakses pada 2006-07-16.
77. ^ "What is a galaxy? How many stars in a galaxy / the Universe?". Royal Greenwich
Observatory. Diakses tanggal 2006-07-18.
78. ^ Borenstein, Seth (December 1, 2010). "Universe's Star Count Could Triple". CBS News.
Diakses tanggal 2011-07-14.
79. ^ "Hubble Finds Intergalactic Stars". Hubble News Desk. January 14, 1997. Diakses
tanggal 2006-11-06.
80. ^ Holmberg, J.; Flynn, C. (2000). "The local density of matter mapped by Hipparcos".
Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 313 (2): 209–216. arXiv:astro-ph/9812404  .
Bibcode:2000MNRAS.313..209H. doi:10.1046/j.1365-8711.2000.02905.x.
81. ^ "Astronomers: Star collisions are rampant, catastrophic". CNN News. June 2, 2000.
Diakses tanggal 2006-07-21.
82. ^ Lombardi, Jr., J. C.; et al. (2002). "Stellar Collisions and the Interior Structure of Blue
Stragglers". The Astrophysical Journal. 568 (2): 939–953. arXiv:astro-ph/0107388  .
Bibcode:2002ApJ...568..939L. doi:10.1086/339060.
83. ^ a b c d "Types of Variable". AAVSO. May 11, 2010. Diakses tanggal 2010-08-20.
84. ^ Iben, Icko, Jr. (1991). "Single and binary star evolution". Astrophysical Journal
Supplement Series. 76: 55–114. Bibcode:1991ApJS...76...55I. doi:10.1086/191565.
85. ^ "Cataclysmic Variables". NASA Goddard Space Flight Center. 2004-11-01. Diakses
tanggal 2006-06-08.
86. ^ Hansen, Carl J.; Kawaler, Steven D.; Trimble, Virginia (2004). Stellar Interiors. Springer.
hlm.  32–33. ISBN  0-387-20089-4.
87. ^ a b c Schwarzschild, Martin (1958). Structure and Evolution of the Stars. Princeton
University Press. ISBN  0-691-08044-5.
88. ^ "Formation of the High Mass Elements". Smoot Group. Diakses tanggal 2006-07-11.
89. ^ a b "What is a Star?". NASA. 2006-09-01. Diakses tanggal 2006-07-11.
90. ^ Richmond, Michael. "Late stages of evolution for low-mass stars". Rochester Institute
of Technology. Diakses tanggal 2006-08-04.
91. ^ ESO (August 1, 2001). The Glory of a Nearby Star: Optical Light from a Hot Stellar
Corona Detected with the VLT. Siaran pers. Diakses pada 2006-07-10.
92. ^ Burlaga, L. F.; et al. (2005). "Crossing the Termination Shock into the Heliosheath:
Magnetic Fields". Science. 309 (5743): 2027–2029. Bibcode:2005Sci...309.2027B.
doi:10.1126/science.1117542. PMID  16179471.
93. ^ Bahcall, John N. (June 29, 2000). "How the Sun Shines". Nobel Foundation. Diakses
tanggal 2006-08-30.
94. ^ a b c d Wallerstein, G.; et al. (1999). "Synthesis of the elements in stars: forty years of
progress" (PDF). Reviews of Modern Physics. 69 (4): 995–1084. Bibcode:1997RvMP...69..995W.
doi:10.1103/RevModPhys.69.995. Diakses tanggal 2006-08-04.
95. ^ Girardi, L.; Bressan, A.; Bertelli, G.; Chiosi, C. (2000). "Evolutionary tracks and
isochrones for low- and intermediate-mass stars: From 0.15 to 7 M sun, and from Z=0.0004 to
0.03". Astronomy and Astrophysics Supplement. 141 (3): 371–383. arXiv:astro-ph/9910164  .
Bibcode:2000A&AS..141..371G. doi:10.1051/aas:2000126.
96. ^ Woosley, S. E.; Heger, A.; Weaver, T. A. (2002). "The evolution and explosion of
massive stars". Reviews of Modern Physics. 74 (4): 1015–1071. Bibcode:2002RvMP...74.1015W.
doi:10.1103/RevModPhys.74.1015.
97. ^ 11.5 days is 0.0315 years.
Galaksi
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Galaksi Mata Hitam (Black eye galaxy, M64/NGC 4826), galaksi spiral pada rasi bintang Coma Berenices,
berjarak 24 juta tahun cahaya.

Galaksi adalah sebuah sistem masif yang terikat gaya gravitasi yang terdiri atas bintang (dengan
segala bentuk manifestasinya, antara lain bintang neutron dan lubang hitam), gas dan debu
medium antarbintang, dan materi gelap–komponen yang penting namun belum begitu
dimengerti.[1][2] Kata galaksi berasal dari bahasa Yunani galaxias (γαλαξίας), yang berarti "seperti
susu," yang merujuk pada galaksi Bima Sakti (bahasa Inggris: Milky Way [jalan susu]). Galaksi
yang ada berkisar dari galaksi katai dengan hanya sepuluh juta (107) bintang[3] hingga galaksi
raksasa dengan seratus triliun (1014) bintang,[4] yang semuanya mengorbit pada pusat massa
galaksi masing-masing. Matahari adalah salah satu bintang dalam galaksi Bima Sakti; tata surya
termasuk bumi dan semua benda yang mengorbit Matahari.
Tiap galaksi memiliki jumlah sistem bintang dan gugus bintang yang beragam, demikian juga
jenis awan antarbintangnya. Di antara galaksi-galaksi ini tersebar medium antarbintang berupa
gas, debu, dan sinar kosmis. Lubang hitam supermasif terdapat di pusat sebagian besar galaksi.
Diperkirakan lubang hitam supermasif inilah penyebab utama inti galaksi aktif yang ditemukan
pada sebagian galaksi. Galaksi Bima Sakti diketahui memiliki setidaknya satu lubang hitam
supermasif.[5]

Secara historis galaksi dikelompokkan berdasarkan bentuk terlihatnya atau biasa disebut
morfologi visualnya. Bentuk yang umum adalah galaksi eliptis,[6] yang memiliki profil cahaya
berbentuk elips. Galaksi spiral adalah galaksi berbentuk cakram dengan lengan galaksi yang
melengkunng dan berisi debu. Galaksi dengan bentuk yang tak beraturan atau tidak biasa disebut
galaksi tak beraturan dan biasanya disebabkan karena gangguan oleh tarikan gravitasi galaksi
tetangga. Interaksi yang demikian antara galaksi-galaksi yang berdekatan dapat menyebabkan
penggabungan, yang terkadang meningkatkan jumlah pembentukan bintang hingga
menghasilkan galaksi starburst.[7]

Kemungkinan terdapat lebih dari 170 miliar (1,7 × 1011) galaksi dalam alam semesta teramati.[8]
Sebagian besar berdiameter 1000 hingga 100.000 parsec[9] dan biasanya dipisahkan oleh jarak
beberapa juta parsec (atau megaparsec).[10] Ruang antargalaksi diisi oleh gas tipis dengan
kerapatan massa kurang dari satu atom per meter kubik. Sebagian besar galaksi diorganisasikan
ke dalam sebuah hierarki himpunan yang disebut kelompok dan gugus, yang pada gilirannya
membentuk himpunan yang lebih besar yang disebut gugus raksasa. Dalam skala terbesar
himpunan-himpunan ini umumnya tersusun dalam lapisan dan untaian yang dikelilingi oleh
kehampaan yang sangat luas.[11]

Meskipun belum dipahami secara menyeluruh, materi gelap kemungkinan menyusun sekitar
90% dari massa sebagian besar galaksi.[butuh rujukan] Data pengamatan menunjukkan lubang hitam
supermasif kemungkinan ada di pusat dari banyak (kalau tidak semua) galaksi.

Daftar isi

 1 Etimologi
 2 Sejarah pengamatan
o 2.1 Bima Sakti
o 2.2 Pembedaan dari nebula lainnya
o 2.3 Penelitian modern
 3 Jenis dan bentuk
o 3.1 Eliptis
o 3.2 Spiral
o 3.3 Bentuk lain
o 3.4 Katai
 4 Dinamika dan aktivitas luar biasa
o 4.1 Interaksi
o 4.2 Starburst
o 4.3 Inti aktif
 5 Pembentukan dan evolusi
o 5.1 Pembentukan
o 5.2 Evolusi
o 5.3 Kecenderungan pada masa depan
 6 Struktur skala besar
 7 Pengamatan dalam berbagai panjang gelombang
 8 Galaksi dalam fiksi ilmiah
 9 Galeri foto
 10 Lihat juga
 11 Catatan
 12 Referensi
 13 Daftar pustaka
 14 Pranala luar

Etimologi

Kata galaksi berasal dari istilah bahasa Yunani untuk menyebut galaksi kita, galaxias (γαλαξίας)
atau kyklos galaktikos (κύκλος γαλακτικός). Masing-masing berarti "sesuatu yang menyerupai
susu" dan "lingkaran susu",[12] sesuai dengan penampakannya di angkasa berupa pita putih samar.
Dalam mitologi Yunani, Zeus menempatkan anak laki-lakinya yang dilahirkan oleh manusia
biasa, bayi Heracles, pada payudara Hera ketika Hera sedang tidur sehingga bayi tersebut
meminum susunya dan karena itu menjadi manusia abadi. Hera terbangun ketika sedang
menyusui dan kemudian menyadari ia sedang menyusui bayi yang tak dikenalnya: ia mendorong
bayi tersebut dan air susunya menyembur mewarnai langit malam, menghasilkan pita cahaya
tipis yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Milky Way (jalan susu).[13][14]

Ketika William Herschel menyusun "katalog nebula" miliknya pada tahun 1786, dia
menggunakan istilah "nebula spiral" untuk objek-objek tertentu seperti objek M31. Di kemudian
waktu akan disadari bahwa objek tersebut sebenarnya merupakan kumpulan dari banyak bintang,
dan dipakailah istilah "island universe" ("alam semesta pulau") untuk merujuk pada objek yang
demikian. Namun, kemudian disadari bahwa kata "universe" (alam semesta) berarti keseluruhan
jagad raya, sehingga istilah ini tidak dipakai lagi dan objek yang demikian kemudian dikenal
sebagai galaksi.[15]

Sejarah pengamatan

Pengetahuan bahwa kita hidup di dalam sebuah galaksi dan bahwa terdapat banyak galaksi
lainnya, diperoleh seiring dengan penemuan-penemuan kita tentang Bima Sakti dan nebula-
nebula lainnya di langit malam.

Bima Sakti

Artikel utama: Bima Sakti


Pusat galaksi Bima Sakti

Filsuf Yunani Democritus (450–370 SM) mengemukakan bahwa pita kabut putih di langit
malam hari yang dikenal sebagai Bima Sakti kemungkinan terdiri dari bintang-bintang yang
sangat jauh jaraknya.[16] Namun Aristoteles (384–322 SM), memercayai bahwa pita tersebut
disebabkan oleh "kobaran hembusan napas yang menyala-nyala dari banyak bintang besar yang
berjarak dekat satu sama lain" dan bahwa "kobaran ini terjadi di bagian atas atmosfer, yaitu di
wilayah dunia yang selalu diisi dengan gerakan surgawi."[17] Filsuf neoplatonis Olympiodorus
Junior (± 495–570) kritis terhadap pandangan ini secara ilmiah, beralasan bahwa jika memang
benar Bima Sakti berada di wilayah sublunar (terletak antara bumi dan bulan), maka harusnya ia
terlihat berbeda pada waktu dan tempat yang berbeda di bumi, dan ia seharusnya memiliki
paralaks, yang ternyata tidak. Dalam pandangannya, Bima Sakti terletak jauh di angkasa.
Pendapat ini akan sangat berpengaruh nantinya di dalam dunia Islam.[18]

Menurut Mohani Muhammad, astronom Arab Ibnu Haitham (965–1037) adalah orang yang
melakukan usaha-usaha pertama dalam mengamati dan mengukur paralaks Bima Sakti,[19] dan ia
menjadi "berkeyakinan kuat bahwa karena Bima Sakti tidak memiliki paralaks, pastilah jaraknya
sangat jauh dari bumi dan bukannya berada dalam atmosfer."[20] Astronom Persia Al-Biruni
(973–1048) mengemukakan bahwa Bima Sakti merupakan "kumpulan yang tak terhitung
jumlahnya dari bagian-bagian yang bersifat seperti bintang nebula."[21][22] Astronom Andalusia
Ibnu Bajjah (dikenal di barat dengan nama latin "Avempace", meninggal 1138) mengemukakan
bahwa Bima Sakti dibentuk oleh banyak bintang yang saling hampir bersentuhan satu dengan
yang lain sehingga tampak menjadi seperti gambar sinambung akibat pengaruh pembiasan dari
material sublunar,[17][23] mengutip hasil pengamatannya terhadap konjungsi antara Jupiter dan
Mars sebagai bukti bahwa hal tersebut dapat terjadi jika dua objek saling berdekatan.[17] Pada
abad ke-14, ilmuwan kelahiran Suriah Ibnu Qayyim, mengemukakan bahwa Bima Sakti
merupakan "bintang-bintang kecil yang tak terhitung jumlahnya saling berdesakan dalam alam
bintang-bintang tetap".[24]

Bukti nyata bahwa Bima Sakti terdiri atas banyak bintang, datang pada tahun 1610 ketika
astronom Italia Galileo Galilei menggunakan sebuah teleskop untuk mempelajari Bima Sakti dan
menemukan bahwa Bima Sakti tersusun atas bintang-bintang redup dalam jumlah yang luar biasa
banyaknya.[25] Pada tahun 1750 astronom Inggris Thomas Wright, dalam bukunya An original
theory or new hypothesis of the Universe (Teori asli atau hipotesis baru tentang Alam Semesta),
berspekulasi (namun benar) bahwa Bima Sakti kemungkinan adalah sebuah badan berputar dari
bintang-bintang dalam jumlah besar yang diikat oleh gaya gravitasi, serupa dengan tata surya
namun dalam skala yang jauh lebih besar. Piringan bintang yang dihasilkan dapat terlihat sebagai
pita di langit dari sudut pandang kita dalam piringan tersebut.[26] Dalam risalah pada tahun 1755,
Immanuel Kant mengembangkan ide Wright tentang struktur Bima Sakti.

Bentuk Bima Sakti yang disimpulkan dari hitungan bintang oleh William Herscel pada tahun 1785; tata
surya dianggap berada di dekat pusat galaksi.

Usaha pertama untuk menggambarkan bentuk Bima Sakti dan letak matahari di dalamnya
dilakukan oleh William Herschel pada tahun 1785 dengan cara menghitung secara hati-hati
jumlah bintang yang ada di berbagai wilayah langit yang beda. Dia menghasilkan sebuah
diagram bentuk Bima Sakti dengan tata surya terletak dekat dengan pusatnya.[27] Menggunakan
pendekatan yang lebih baik, Jacobus Kapteyn pada tahun 1920 sampai pada kesimpulan berupa
sebuah gambar galaksi elipsoid kecil (dengan garis tengah kira-kira 15 kiloparsec) dengan
matahari terletak dekat dengan pusat galaksi. Metode yang berbeda oleh Harlow Shapley
berdasarkan pengatalogan gugus bola menghasilkan gambar yang sangat jauh berbeda: sebuah
piringan pipih dengan garis tengah kira-kira 70 kiloparsec dan matahari terletak jauh dari pusat
galaksi.[26] Kedua analisis tersebut gagal memperhitungkan penyerapan cahaya oleh debu
antarbintang yang ada di bidang galaksi, namun setelah Robert Julius Trumpler menghitung efek
ini pada tahun 1930 dengan mempelajari gugus terbuka, gambaran terkini galaksi tuan rumah
kita, Bima Sakti, terlahir.[28]

Pembedaan dari nebula lainnya

Sketsa Messier 51 oleh Lord Rosse pada tahun 1845, yang kemudian dikenal sebagai Galaksi Pusaran

Pada abad ke-10, astronom Persia As-Sufi membuat pengamatan yang tercatat paling awal
terhadap galaksi Andromeda, menggambarkannya sebagai "awan kecil".[29] As-Sufi yang
menerbitkan temuannya dalam Kitab Bintang-Bintang Tetap pada tahun 964, juga mengenali
Awan Magellan Besar yang dapat dilihat dari Yaman, walau bukan dari Isfahan; dan galaksi ini
tidak akan dilihat oleh orang Eropa hingga perjalanan Magellan pada abad ke-16.[30][31] Galaksi
Andromeda ditemukan kembali secara terpisah oleh Simon Marius pada tahun 1612.[29] Hanya
kedua galaksi inilah galaksi di luar Bima Sakti yang mudah dilihat dengan mata telanjang,
menjadikan keduanya sebagai galaksi-galaksi pertama yang diamati dari bumi. Pada tahun 1750
Thomas Wright dalam bukunya An original theory or new hypothesis of the Universe (Teori asli
atau hipotesis baru tentang Alam Semesta), berspekulasi (namun benar) bahwa Bima Sakti
adalah sebuah badan berputar dari bintang-bintang, dan bahwa beberapa nebula yang tampak di
malam hari bisa jadi merupakan Bima Sakti yang lain.[26][32]

Menuju akhir abad ke-18, Charles Messier menghimpun sebuah katalog yang berisi 109 nebula
(objek angkasa dengan tampilan berkabut) yang paling terang, yang kemudian diikuti dengan
sebuah katalog yang lebih besar yang berisi 5.000 nebula disusun oleh William Herschel.[26] Pada
tahun 1845, Lord Rosse membangun sebuah teleskop baru yang mampu membedakan nebula
elips dan spiral. Dia juga berhasil membedakan titik-titik sumber cahaya tunggal di beberapa
nebula ini.[33]

Pada tahun 1912 Vesto Slipher membuat penelitian dengan spektrografi terhadap nebula-nebula
spiral paling terang untuk menentukan apakah mereka terbuat dari bahan-bahan kimia yang
diharapkan ada dalam sebuah sistem planet. Namun Slipher menemukan bahwa nebula spiral
memiliki geseran merah yang tinggi, menunjukkan bahwa mereka sedang bergerak menjauh
dengan kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan lepas Bima Sakti. Karena itu disimpulkan
bahwa galaksi-galaksi tersebut tidak terikat secara gravitasi pada Bima Sakti dan kecil
kemungkinannya merupakan bagian dari Bima Sakti.[34][35]

Pada tahun 1917, Heber Curtis mengamati bahwa terdapat sebuah bintang baru, S Andromedae,
dalam "Nebula Andromeda Besar" (sebagaimana Galaksi Andromeda, Objek Messier M31
dikenal saat itu). Dengan mencari rekaman foto, dia menemukan 11 bintang baru lainnya. Curtis
memperhatikan bahwa bintang-bintang baru ini rata-rata 10 magnitudo lebih redup dibandingkan
dengan bintang-bintang baru yang muncul di galaksi kita. Sebagai hasilnya dia dapat menghitung
perkiraan jaraknya adalah 150,000 parsec. Dia menjadi pendukung hipotesis yang disebut
"island universes" yang beranggapan bahwa nebula spiral sebenarnya adalah galaksi tersendiri.
[36]

Foto "Nebula Andromeda Besar" dari tahun 1899, yang kemudian dikenal sebagai Galaksi Andromeda

Pada tahun 1920, apa yang disebut "Debat Besar" terjadi antara Harlow Shapley and Heber
Curtis mengenai sifat Bima Sakti, nebula spiral dan dimensi alam semesta. Untuk mendukung
klaimnya yang menyatakan Nebula Andromeda Besar merupakan sebuah galaksi luar, Curtis
menunjukkan bukti berupa munculnya jalur-jalur gelap menyerupai awan debu yang terdapat
pada Bima Sakti dan juga pergeseran Doppler yang cukup besar.[37]
Permasalahan tersebut terselesaikan dengan pasti pada tahun 1922 ketika astronom Estonia Ernst
Öpik memberikan penentuan jarak yang mendukung teori bahwa Nebula Andromeda adalah
benar merupakan sebuah objek luar galaksi yang jauh.[38] Dengan menggunakan teleskop 100 inci
baru milik Observatorium Gunung Wilson, Edwin Hubble berhasil menentukan bahwa bagian
luar sebagian nebula spiral merupakan kumpulan dari bintang-bintang tunggal dan
mengidentifikasi beberapa Bintang variabel Chepeid, yang memungkinkannya memperkirakan
jarak nebula-nebula tersebut: mereka terlalu sangat jauh untuk dapat menjadi bagian dari Bima
Sakti.[39] Pada tahun 1936 Hubble menciptakan sebuah sistem klasifikasi untuk galaksi yang
masih dipergunakan hingga saat ini yakni urutan Hubble.[40]

Penelitian modern

Kurva rotasi galaksi spiral biasa: perkirakan berdasarkan materi terlihat (A) dan kecepatan teramati (B).
Sumbu vertikal mewakili kecepatan rotasi dan sumbu horizontal mewakili jarak objek dari pusat galaksi.

Galaksi terjauh saat ini: GN-z11

Pada tahun 1944, Hendrik van de Hulst memperkirakan akan adanya radiasi gelombang mikro
dengan panjang gelombang 21 cm yang berasal dari gas antarbintang yang berisi atom hidrogen;
[41]
radiasi ini diamati pada tahun 1951. Radiasi ini memungkinkan penelitian yang jauh lebih
baik terhadap galaksi Bima Sakti, karena radiasi tersebut tidak terpengaruh penyerapan oleh
debu antarbintang, dan pergeseran Doppler-nya dapat digunakan untuk memetakan pergerakan
gas tersebut di dalam galaksi. Pengamatan ini mendorong terciptanya postulat tentang struktur
batang yang berputar pada pusat galaksi.[42] Dengan teleskop radio yang ditingkatkan, gas
hidrogen dapat juga dilacak pada galaksi-galaksi lain.

Pada tahun 1970, berdasarkan penelitian Vera Rubin terhadap kecepatan rotasi gas dalam
galaksi, ditemukan bahwa total massa terlihat (bintang dan gas) tidak sesuai dengan kecepatan
berputar gas tersebut. Masalah perputaran galaksi ini dikira dapat dijelaskan dengan adanya
sejumlah besar materi gelap yang tak terlihat.[43][44]

Sejak tahun 1990-an, Teleskop Angkasa Hubble menghasilkan pengamatan yang lebih baik. Di
antaranya, hasil pengamatan dengan Teleskop Hubble membuktikan bahwa materi gelap yang
hilang dalam galaksi kita tidak mungkin pada dasarnya hanya terdiri dari bintang-bintang redup
atau kecil.[45] Hubble Deep Field, sebuah foto dengan eksposur yang sangat panjang wilayah
langit yang relatif kosong, memberikan bukti bahwa terdapat kira-kira 125 miliar (1,25×1011)
galaksi di alam semesta.[46] Peningkatan dalam teknologi pendeteksian spektrum-spektrum tak
kasat mata (teleskop radio, kamera inframerah, dan teleskop sinar x) memungkinkan
pendeteksian galaksi-galaksi lain yang tidak terdeteksi sebelumnya oleh teleskop Hubble. Secara
khusus, survei galaksi dalam zona langka galaksi (wilayah langit yang terhalang oleh Bima
Sakti) berhasil menunjukkan sejumlah galaksi baru.[47]

Jenis dan bentuk


Artikel utama: Klasifikasi bentuk galaksi

Jenis-jenis galaksi berdasarkan sistem klasifikasi Hubble. E merupakan tipe galaksi eliptis, S merupakan
galaksi spiral, dan SB merupakan galaksi spiral berbatang.[note 1]

Galaksi dapat dikelompokkan dalam tiga jenis utama: eliptis, spiral dan tak beraturan. Gambaran
yang lebih lengkap mengenai jenis galaksi berdasarkan bentuknya bisa didapatkan dalam sistem
klasifikasi Hubble. Karena sistem klasifikasi Hubble hanya berdasarkan pada pengamatan visual,
klasifikasi ini mungkin melewatkan beberapa karakteristik penting dari galaksi, seperti laju
pembentukan bintang (di galaksi starburst) dan aktivitas inti galaksi (di galaksi aktif).[7]

Eliptis

Artikel utama: Galaksi eliptis


Sistem klasifikasi Hubble membedakan galaksi eliptis berdasarkan tingkat keelipsannya, dari E0
yang hampir berupa lingkaran, hingga E7 yang sangat lonjong. Galaksi dalam kategori ini
memiliki bentuk dasar elipsoid, sehingga tampak elips dari berbagai sudut pandang. Galaksi tipe
ini tampak memiliki sedikit struktur dan sedikit materi antarbintang, sehingga galaksi demikian
memiliki sedikit gugus terbuka dan laju pembentukan bintang yang lambat. Galaksi tipe ini
didominasi oleh bintang tua yang beredar mengelilingi pusat gravitasi dengan arah yang acak.
Bintang-bintang dalam galaksi ini memiliki sedikit unsur-unsur berat karena pembentukan
bintang sudah berhenti setelah lonjakan awalnya. Dalam hal tersebut, galaksi tipe ini mirip
dengan gugus bola.[48]

Galaksi-galaksi terbesar di alam semesta berbentuk galaksi eliptis raksasa. Kebanyakan galaksi
eliptis dipercayai terbentuk akibat interaksi antar galaksi yang menyebabkan tabrakan atau
penggabungan.[49] Galaksi starburst merupakan akibat dari tabrakan yang demikian dan dapat
menyebabkan pembentukan galaksi eliptis.

Spiral

Artikel utama: Galaksi spiral dan Galaksi spiral berbatang

Galaksi Pusaran (kiri), sebuah galaksi spiral tanpa batang.

Galaksi spiral terdiri dari sebuah piringan bintang-bintang yang berotasi, materi antarbintang,
serta sebuah tonjolan pusat yang terdiri dari bintang-bintang tua. Selain itu, terdapat lengan-
lengan spiral terang yang menjulur dari tonjolan pusat. Dalam sistem klasifikasi Hubble, galaksi
spiral digolongkan sebagai tipe S, diikuti sebuah huruf (a, b, atau c) yang menunjukkan tingkat
kerapatan dari lengan spiral dan ukuran dari tonjolan pusat. Galaksi Sa memiliki lengan spiral
yang samar dan bergulung rapat, serta tonjolan pusat yang relatif besar. Sedangkan galaksi Sc
memiliki lengan spiral yang jelas dan melebar serta tonjolan pusat yang relatif kecil.[50] Galaksi
spiral dengan lengan yang tidak jelas terkadang disebut galaksi spiral flocculent. Sedang galaksi
dengan lengan yang jelas dan menonjol disebut galaksi spiral grand design.

Dalam galaksi spiral, lengannya membentuk pola seperti spiral logaritmis, pola yang secara
teoretis terbentuk karena adanya gangguan terhadap massa bintang yang berputar seragam.
Dalam teori gelombang kepadatan lengan spiral ini diperkirakan berisi materi berkepadatan
tinggi.[51] Saat bintang melewati salah satu lengan galaksi kecepatannya dipengaruhi oleh gaya
gravitasi daerah yang kepadatan materinya lebih tinggi, dan kembali normal saat bintang sudah
melewatinya. Efek ini mirip dengan "gelombang" pelambatan mobil di jalan raya yang penuh
mobil. Lengan galaksi terlihat jelas karena kepadatan materi yang tinggi memungkinkan
pembentukan bintang sehingga terdapat banyak bintang muda dan terang di sana.[52]

NGC 1300, contoh galaksi spiral berbatang.

Sebagian besar galaksi spiral memiliki kumpulan bintang berbentuk batang lurus yang
memanjang keluar dari sisi daerah inti dan kemudian bergabung dengan struktur lengan spiral.[53]
Dalam sistem klasifikasi Hubble, galaksi ini dikategorikan sebagai SB, dan diikuti huruf (a, b
atau c) yang mengindikasikan bentuk lengan spiralnya (serupa dengan penggolongan galaksi
spiral biasa). Batang galaksi diperkirakan merupakan struktur sementara yang disebabkan oleh
gelombang materi berkepadatan tinggi dari inti galaksi, atau karena interaksi pasang surut
dengan galaksi lain.[54] Banyak galaksi spiral berbatang yang berinti aktif, kemungkinan karena
adanya gas yang menuju ke inti melalui lengan spiral.[55]

Galaksi Bima Sakti merupakan galaksi spiral berbatang ukuran besar[56] dengan diameter sekitar
30 kiloparsec dan ketebalan sekitar satu kiloparsec. Bima Sakti memiliki sekitar 200 miliar
(2×1011)[57] bintang dengan massa total sekitar 600 miliar (6×1011) kali massa Matahari.[58]

Bentuk lain

Objek Hoag, merupakan galaksi cincin.


Galaksi ganjil (peculiar galaxy) merupakan galaksi yang memiliki sifat-sifat yang tidak biasa
karena interaksi pasang surut dengan galaksi lain. Contohnya adalah galaksi cincin, yang
memiliki struktur mirip cincin berisi bintang dan materi antarbintang yang mengelilingi inti
kosong. Galaksi cincin diperkirakan terbentuk saat galaksi kecil melewati inti galaksi yang lebih
besar.[59] Kejadian tersebut mungkin pernah dialami galaksi Andromeda yang memiliki beberapa
struktur mirip cincin jika diamati pada spektrum inframerah.[60]

NGC 5866, merupakan galaksi lentikular. NASA/ESA

Galaksi lentikular merupakan bentuk pertengahan yang memiliki sifat baik dari galaksi eliptis
maupun galaksi spiral, dan dikategorikan sebagai tipe S0 dan memiliki lengan spiral yang samar-
samar serta halo berisi bintang yang berbentuk eliptis.[61] (Galaksi lentikular berbatang masuk
dalam klasifikasi Hubble SB0).

Selain yang disebutkan dalam klasifikasi di atas, terdapat beberapa galaksi yang tidak dapat
langsung digolongkan ke dalam bentuk eliptis atau spiral. Kelompok ini digolongkan sebagai
galaksi iregular. Galaksi iregular tipe Irr-I memiliki semacam struktur, namun tidak jelas masuk
dalam salah satu klasifikasi Hubble. Galaksi iregular tipe Irr-II tidak memiliki struktur apapun
yang mirip klasifikasi Hubble, dan kemungkinan pernah terganggu oleh galaksi lain.[62] Contoh
terdekat galaksi (katai) iregular adalah Awan Magellan.

Katai

Artikel utama: Galaksi katai

Meski galaksi eliptis dan spiral terlihat sangat menonjol, namun sepertinya sebagian besar
galaksi di alam semesta merupakan galaksi katai. Galaksi katai tampak relatif kecil jika
dibandingkan dengan galaksi lain, kira-kira hanya seperseratus dari ukuran Bima Sakti dan
hanya berisi beberapa miliar bintang. Bahkan beberapa galaksi katai ultra-kompak baru-baru ini
ditemukan yang hanya berukuran 100 parsec panjangnya.[63]
Beberapa galaksi katai dapat mengitari sebuah galaksi tunggal yang lebih besar; Bima Sakti
sendiri memiliki sedikitnya selusin satelit yang demikian, dengan perkiran 300–500 lagi belum
ditemukan.[64] Galaksi katai dapat juga diklasifikasikan lagi menjadi eliptis, spiral, atau tak
beraturan. Karena galaksi katai eliptis kecil hanya memiliki sedikit kemiripan dengan galaksi
eliptis besar, maka mereka lebih sering disebut galaksi sferoid katai.

Sebuah penelitian terhadap 27 galaksi tetangga Bima Sakti, menemukan bahwa setiap galaksi
katai memiliki massa pusat kurang lebih 10 juta massa matahari terlepas dari apakah galaksi
tersebut memiliki seribu atau sejuta bintang. Hal ini mendorong pada kesimpulan bahwa galaksi
sebagian besarnya terdiri dari materi gelap, dan bahwa ukuran minimumnya mungkin
menunjukkan keberadaan semacam materi gelap hangat, yang tak mampu melakukan peleburan
gravitasi dalam skala kecil.[65]

Dinamika dan aktivitas luar biasa

Interaksi

Artikel utama: Galaksi yang berinteraksi

Jarak antar galaksi jika dibandingkan dengan ukurannya, tidaklah terlalu besar. Jarak rata-rata
antar galaksi dalam sebuah gugus hanyalah beberapa puluh kali diameternya; bandingkan dengan
jarak antar bintang dalam galaksi yang bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan kali ukurannya.
[66]
Karena itu interaksi antar galaksi cukup sering terjadi dan memainkan peranan penting dalam
evolusinya. Galaksi-galaksi yang berpapasan namun tidak benar-benar bersinggungan, akan
menyebabkan terganggunya bentuk galaksi yang terlibat akibat tarik menarik gravitasinya, dan
dapat menyebabkan pertukaran gas dan debu.[67][68]

Galaksi Antena sedang mengalami tabrakan yang akhirnya akan menyebabkan penggabungan kedua
galaksi.

Tabrakan terjadi jika dua galaksi saling menembus tubuh masing-masing, namun masih memiliki
momentum relatif yang cukup untuk tidak menyebabkan keduanya menyatu. Bintang-bintang
dalam kedua galaksi ini biasanya bergerak lolos tanpa bertabrakan. Namun gas dan debu dari
kedua galaksi akan berinteraksi. Hal ini dapat memicu lonjakan pembentukan bintang-bintang
baru ketika medium antarbintang terganggu dan terpampatkan. Tabrakan dapat mengubah secara
radikal bentuk salah satu atau kedua galaksi, dan menciptakan struktur-struktur baru seperti
batang, cincin atau ekor galaksi.[67][68]

Interaksi antar galaksi yang paling ekstrem adalah penggabungan galaksi. Dalam kasus ini,
momentum relatif kedua galaksi tidak cukup untuk kedua galaksi dapat saling menembus. Yang
terjadi malah, kedua galaksi tersebut perlahan bergabung membentuk galaksi tunggal yang lebih
besar. Penggabungan dapat menyebabkan perubahan luar biasa terhadap bentuk galaksi jika
dibandingkan dengan bentuk kedua galaksi asal. Namun, jika salah satu galaksi jauh lebih besar
dari yang lainnya, penggabungan demikian disebut kanibalisme. Dalam kasus ini, galaksi yang
lebih besar akan tetap relatif tak terganggu akibat penggabungan tersebut, sementara galaksi
yang lebih kecil tercabik-cabik. Galaksi Bima Sakti saat ini sedang dalam proses penganibalan
Galaksi Eliptis Katai Sagitarius dan Galaksi Katai Canis Major.[67][68]

Starburst

Artikel utama: Galaksi starburst

M82, contoh utama galaksi starburst, mengalami peningkatan 10 kali lipat [69] dalam laju pembentukan
bintang dibandingkan dengan galaksi yang "normal".

Bintang diciptakan dalam galaksi dari cadangan gas dingin yang berbentuk awan molekul
raksasa. Galaksi-galaksi yang membentuk bintang dengan laju yang luar biasa dikenal sebagai
galaksi starburst. Namun galaksi-galaksi yang demikian akan memakan habis cadangan gasnya
dalam rentang waktu yang jauh lebih pendek dari umur galaksi itu sendiri. Karena itu, aktivitas
pembentukan bintang biasanya hanya berlangsung selama sekitar 10 juta tahun; sebuah jangka
waktu yang relatif pendek dalam sejarah hidup sebuah galaksi. Galaksi starburst lebih sering
dijumpai dalam masa-masa awal alam semesta,[70] dan saat ini masih menyumbang sebesar
sekitar 15% dari total laju pembentukan bintang.[71]

Galaksi starburst ditandai oleh adanya konsentrasi gas penuh debu dan kemunculan bintang-
bintang yang baru dibentuk, termasuk bintang-bintang masif yang mengionisasi awan-awan
molekul di sekitarnya dan membentuk wilayah-wilayah H II.[72] Bintang-bintang masif ini
menghasilkan ledakan supernova, yang mengakibatkan menyebarnya sisa-sisa supernova dan
berinteraksi dengan kuat dengan gas-gas di sekitarnya. Hal ini memicu reaksi berantai
pembentukan bintang yang menyebar ke seluruh wilayah galaksi yang berisi gas. Hanya ketika
gas yang tersedia sudah hampir habis atau menyebar, maka aktivitas pembentukan bintang
berhenti.[70]

Galaksi starburst sering diasosiasikan dengan galaksi-galaksi yang sedang bergabung atau
berinteraksi. Contoh dasar dari interaksi yang menghasilkan galaksi starburst adalah M82, yang
tadinya berpapasan dengan galaksi M81 yang lebih besar. Galaksi tak beraturan sering kali
memiliki titik-titik aktivitas pembentukan bintang yang tersebar.[73]

Inti aktif

Artikel utama: Inti aktif galaksi

Sebagian dari galaksi yang dapat kita amati tergolong aktif. Maksudnya, di dalam galaksi
tersebut terdapat sebuah sumber tunggal selain bintang, debu atau medium antarbintang yang
memancarkan energi dalam jumlah yang signifikan dari keseluruhan energi keluarannya.

Model standar inti aktif galaksi terdiri atas sebuah lubang hitam supermasif pada wilayah inti
galaksi, dan piringan akresi yang mengelilingi lubang hitam tersebut. Radiasi dari inti aktif
galaksi diakibatkan oleh energi gravitasi materi yang terjatuh dari piringan akresi ke dalam
lubang hitam.[74] Kira-kira 10% inti aktif galaksi menghasilkan sepasang semburan berenergi
tinggi dengan arah yang berlawanan, yang melontarkan partikel-partikel dengan kecepatan
mendekati kecepatan cahaya. Mekanisme penghasilan semburan ini masih belum dimengerti
dengan baik.[75]

Sebuah semburan partikel-partikel sedang dipancarkan dari inti sebuah galaksi radio eliptis M87.

Galaksi-galaksi aktif yang memancarkan radiasi tinggi energi dalam bentuk sinar x
diklasifikasikan sebagai Galaksi Seyfert atau kuasar, tergantung kecemerlangannya. Dapat juga
berupa Blazar yang dipercaya merupakan galaksi aktif yang salah satu semburan relativistis-nya
mengarah ke bumi. Ada juga galaksi radio yang memancarkan frekuensi radio dari semburan
relativistis. Sebuah model terpadu dari jenis-jenis galaksi aktif ini menjelaskan bahwa perbedaan
tiap jenis didasarkan pada sudut pandang pengamat.[75]
Daerah garis-emisi inti rendah-ionisasi (LINER) kemungkinan ada hubungannya dengan inti
aktif galaksi (dan juga daerah starburst). Emisi dari galaksi tipe LINER didominasi oleh unsur-
unsur yang terionisasi dengan lemah.[76] Sekitar sepertiga dari galaksi yang ada di sekitar kita
tergolong memiliki inti LINER.[74][76][77]

Pembentukan dan evolusi


Artikel utama: Pembentukan dan evolusi galaksi

Studi tentang pembentukan dan evolusi galaksi berusaha untuk menjawab pertanyaan tentang
bagaimana galaksi terbentuk dan jalur evolusi yang ditempuhnya sepanjang sejarah alam
semesta. Beberapa teori di bidang ini telah dapat diterima secara luas, tetapi bidang ini masih
merupakan bidang yang aktif berkembang dalam astrofisika.

Pembentukan

Gambaran seniman tentang sebuah galaksi muda sedang menarik bahan pembentuknya. Kredit ESO/L.
Calçada

Model kosmologi yang ada saat ini mengenai alam semesta awal didasarkan pada teori
Dentuman Besar. Sekitar 300.000 tahun setelah peristiwa Dentuman Besar, atom-atom hidrogen
dan helium mulai terbentuk, dalam sebuah peristiwa yang disebut rekombinasi. Hampir semua
hidrogen adalah netral (tidak terionisasi) dan dengan mudah menyerap cahaya, serta belum ada
bintang yang terbentuk. Akibatnya periode ini disebut "Zaman Kegelapan". Dari fluktuasi
kepadatan (atau ketidakseragaman anisotropi) dalam materi purba inilah struktur-struktur yang
lebih besar mulai muncul. Hasilnya, massa materi barionik mulai memadat dalam cincin cahaya
materi gelap dingin.[78][79] Struktur-struktur primordial inilah yang akhirnya menjadi galaksi yang
kita lihat hari ini.

Bukti tentang kemunculan awal galaksi ditemukan pada tahun 2006, ketika diketahui bahwa
galaksi IOK-1 memiliki geseran merah yang luar biasa tinggi sebesar 6,96, setara dengan jangka
waktu hanya 750 juta tahun setelah Dentuman Besar. Hal ini menjadikannya sebagai galaksi
terjauh dan paling purba yang pernah dilihat.[80] Meskipun beberapa ilmuwan mengklaim objek
lainlah (misalnya galaksi Abell 1835 IR1916) yang memiliki geseran merah lebih tinggi (dan
karena itu sudah ada pada tahap yang lebih awal dalam evolusi alam semesta), namun usia dan
komposisi IOK-1 ditentukan dengan cara yang lebih dapat diandalkan. Adanya protogalaksi yang
seawal itu kemunculannya menunjukkan bahwa protogalaksi tersebut pastilah berkembang
dalam apa yang disebut "Zaman Kegelapan".[78] Namun, pada bulan Desember 2012 para
astronom melaporkan bahwa galaksi UDFj-39546284 adalah galaksi terjauh yang diketahui
dengan nilai geseran merah 11,9. Galaksi tersebut diperkirakan sudah ada sejak sekitar "380 juta
tahun"[81] setelah Dentuman Besar (setara dengan sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu),[82] dan
berjarak kira-kira 13,42 miliar tahun cahaya.

Bagaimana proses rinci terbentuknya galaksi seawal itu berlangsung masih merupakan sebuah
pertanyaan pokok yang belum terjawab dalam astronomi. Teori yang ada dapat dibagi dalam dua
kategori: dari atas ke bawah (top down) atau dari bawah ke atas (bottom-up). Dalam teori top-
down (seperti model Eggen-Lynden-Bell-Sandage [ELS]), protogalaksi terbentuk dalam sebuah
runtuhan serentak berskala besar yang berlangsung selama kira-kira seratus juta tahun.[83] Dalam
teori bottom-up (seperti model Searle-Zinn [SZ]), struktur kecil seperti gugus bola terbentuk
dahulu, lalu kemudian sejumlah struktur tersebut bergabung untuk membentuk galaksi yang
lebih besar.[84]

Begitu protogalaksi mulai terbentuk dan mengerut, bintang-bintang halo pertama pun (disebut
bintang Populasi III) muncul di dalamnya. Bintang-bintang ini tersusun hampir seluruhnya oleh
hidrogen dan helium dan kemungkinan berukuran masif. Jika memang benar demikian, maka
bintang-bintang yang sangat besar ini akan menghabiskan pasokan bahan bakarnya dengan cepat
dan menjadi supernova, melepaskan unsur-unsur berat ke medium antarbintang.[85] Bintang-
bintang generasi pertama ini mengionisasi ulang hidrogen netral sekitarnya, menciptakan
gelembung ruang yang mengembang yang bisa dengan mudah dilalui cahaya.[86]

Evolusi

Dalam masa satu miliar tahun pembentukan galaksi, struktur-struktur kunci mulai muncul:
gugus-gugus bola, lubang hitam supermasif pusat, dan sebuah tonjolan galaksi yang terdiri dari
bintang Populasi II yang miskin logam sudah terbentuk. Terciptanya sebuah lubang hitam
supermasif tampaknya memainkan peranan penting dalam mengatur pertumbuhan galaksi secara
aktif, dengan membatasi jumlah materi tambahan yang ditambahkan.[87] Sepanjang epos awal ini,
galaksi mengalami lonjakan besar pembentukan bintang.[88]

Selama dua miliar tahun berikutnya, akumulasi materi mengendap menjadi piringan galaksi.[89]
Sepanjang hidupnya sebuah galaksi akan terus menyerap materi yang tertarik dari awan
kecepatan tinggi dan galaksi katai.[90] Materi tersebut kebanyakan adalah hidrogen dan helium.
Siklus kelahiran dan kematian bintang perlahan-lahan meningkatkan kelimpahan unsur-unsur
berat yang akhirnya memungkinkan pembentukan planet.[91]

Evolusi galaksi dapat secara signifikan dipengaruhi oleh interaksi dan tabrakan. Penggabungan
galaksi merupakan hal yang biasa terjadi selama epos awal, dan kebanyakan galaksi dalam masa
ini memiliki bentuk yang aneh.[92] Mengingat jarak antara bintang-bintang yang berjauhan,
sebagian besar sistem bintang pada galaksi yang bertabrakan tidak akan terpengaruh. Namun,
pelucutan gravitasional yang dialami gas dan debu antarbintang pada lengan spiral galaksi akan
menghasilkan deretan panjang bintang-bintang yang dikenal sebagai ekor tidal. Contoh formasi
ini dapat dilihat pada NGC 4676[93] atau Galaksi Antena.[94]
Sebagai contoh untuk interaksi yang demikian adalah galaksi Bima Sakti dan galaksi Andromeda
di dekatnya. Keduanya saling bergerak menuju satu sama lain dengan kecepatan kira-kira
130 km/s, dan tergantung pada pergerakan menyisinya, keduanya dapat bertabrakan dalam waktu
sekitar lima sampai enam juta tahun. Meskipun Bima Sakti tidak pernah bertabrakan dengan
galaksi sebesar Andromeda sebelumnya, bukti akan tabrakan Bima Sakti dengan galaksi katai
yang lebih kecil pada masa lalu semakin banyak.[95]

Interaksi skala besar semacam itu jarang terjadi. Seiring dengan berjalannya waktu,
penggabungan dari dua sistem yang berukuran sama menjadi semakin jarang terjadi.
Kebanyakan galaksi terang secara fundamental tetap tidak berubah selama beberapa miliar tahun
terakhir, dan laju bersih pembentukan bintang mungkin mencapai puncaknya juga pada kira-kira
sepuluh miliar tahun yang lalu.[96]

Kecenderungan pada masa depan

Saat ini kebanyakan pembentukan bintang terjadi pada galaksi yang lebih kecil, di mana gas
dingin belum begitu terkuras.[92] Galaksi spiral seperti Bima Sakti, hanya memproduksi bintang-
bintang generasi baru selama mereka masih memiliki awan molekul padat, berisi hidrogen
antarbintang, di lengan spiralnya.[97] Galaksi-galaksi eliptis hampir tidak memiliki gas ini lagi,
sehingga tidak membentuk bintang baru lagi.[98] Persediaan bahan pembentuk bintang di alam
semesta terbatas. Begitu bintang-bintang selesai mengubah persediaan yang ada dari hidrogen
menjadi unsur yang lebih berat, pembentukan bintang baru akan berakhir.[99]

Era pembentukan bintang yang sedang berlangsung saat ini diperkirakan akan terus berlanjut
sampai 100 miliar tahun ke depan. Kemudian "zaman bintang" akan berangsur-angsur memudar
setelah sekitar 10–100 triliun tahun (1013–1014 tahun), saat bintang terkecil dan terlama hidup,
katai merah kecil, mulai meredup. Pada akhir zaman bintang, galaksi hanya akan terdiri dari
objek-objek kompak: katai coklat, katai putih yang sedang mendingin atau yang sudah dingin
("katai hitam"), bintang neutron, dan lubang hitam. Akhirnya, sebagai hasil dari relaksasi
gravitasi, semua bintang akan terjatuh ke pusat lubang hitam supermasif atau dapat terlempar ke
ruang antargalaksi sebagai akibat dari tabrakan.[99][100]

Struktur skala besar


Artikel utama: Alam semesta teramati § Struktur skala besar, dan Kelompok dan gugus galaksi

Survei terhadap langit jauh menunjukkan bahwa galaksi sering kali ditemukan relatif berdekatan
dengan galaksi lain. Galaksi terasing yang selama satu miliar tahun terakhir tidak berinteraksi
secara signifikan dengan galaksi lain yang bermassa sebanding, relatif langka. Hanya sekitar 5%
dari galaksi yang disurvei ditemukan benar-benar terpencil. Namun, formasi terpencil ini
mungkin pernah berinteraksi atau bahkan bergabung dengan galaksi lain pada masa lalu, dan
mungkin masih diedari oleh beberapa galaksi satelit yang lebih kecil. Galaksi terpencil[note 2] bisa
menghasilkan bintang dengan laju yang jauh di atas normal, karena gas dalam galaksi yang
demikian tidak terlucuti oleh gravitasi galaksi lain.[101]
Sekstet Seyfert contoh dari kelompok kompak galaksi

Dalam skala terbesar, alam semesta ini terus mengembang, mengakibatkan jarak antara tiap
galaksi rata-rata bertambah (lihat hukum Hubble). Hubungan antar galaksi dapat menghambat
pengembangan ini dalam skala lokal melalui tarikan gravitasi timbal balik mereka. Hubungan ini
terbentuk di awal alam semesta, saat gumpalan materi gelap tiap galaksi menarik galaksinya
masing-masing untuk saling mendekat. Kelompok-kelompok galaksi yang berdekatan kemudian
bergabung untuk membentuk gugus-gugus berskala lebih besar. Proses penggabungan yang
berlangsung (serta aliran gas yang tertarik) memanaskan gas antar galaksi dalam gugus galaksi
ke suhu yang sangat tinggi, mencapai 30–100 juta derajat celsius.[102] Sekitar 70–80% massa
sebuah gugus galaksi berada dalam bentuk materi gelap, sedang 10–30% terdiri dari gas panas
ini dan beberapa persen sisanya dalam bentuk galaksi.[103]

Kebanyakan galaksi di alam semesta terikat secara gravitasi ke sejumlah galaksi lain. Hal ini
menciptakan sebuah hierarki yang berbentuk seperti fraktal dari struktur-struktur alam semesta,
dengan gabungan terkecil dinamakan kelompok galaksi. Kelompok galaksi adalah jenis
kumpulan galaksi yang paling umum, serta kelompok-kelompok tersebut mengandung sebagian
besar galaksi (serta sebagian besar massa barionik) di Alam Semesta.[104][105] Untuk tetap terikat
secara gravitasi dalam kelompok yang seperti itu, masing-masing galaksi anggota harus memiliki
kecepatan yang cukup rendah untuk mencegahnya terlepas (lihat teorema Virial). Namun, jika
energi kinetik tidak mencukupi, sebuah kelompok galaksi dapat berubah menjadi kelompok
dengan jumlah galaksi lebih sedikit dengan penggabungan galaksi.[106]

Struktur yang lebih besar, berisi ribuan galaksi yang berkumpul dalam suatu daerah yang
panjangnya beberapa megaparsec, disebut gugus galaksi. Gugus galaksi sering kali didominasi
oleh sebuah galaksi eliptis berukuran raksasa, yang dapat dikenali sebagai galaksi paling terang
dalam gugus tersebut. Galaksi ini dari waktu ke waktu dengan gaya pasang surut gravitasi akan
menghancurkan galaksi-galaksi satelitnya dan menyerap mereka ke dalam dirinya sendiri.[107]

Gugus raksasa (supercluster) berisi puluhan ribu galaksi, yang dapat berupa gugus galaksi,
kelompok galaksi atau kadang-kadang galaksi tersendiri. Dalam skala gugus raksasa, galaksi
tersusun dalam lapisan-lapisan dan untaian-untaian yang mengelilingi sebuah kehampaan yang
luas.[108] Di atas skala ini, alam semesta tampak sama di semua arah (isotropis dan homogen).[109]
Galaksi Bimasakti sendiri merupakan anggota kelompok galaksi yang disebut Kelompok Lokal
(Local Group); sebuah kelompok galaksi yang relatif kecil dan memiliki diameter sekitar satu
megaparsec. Galaksi Bima Sakti dan Andromeda adalah dua galaksi paling terang dalam
kelompok ini; kebanyakan galaksi anggota lainnya merupakan galaksi katai satelit dari kedua
galaksi.[110] Kelompok Lokal sendiri merupakan bagian dari sebuah struktur seperti awan yang
berada dalam gugus raksasa Virgo (Virgo supercluster), sebuah struktur luas berukuran besar
dari kelompok-kelompok dan gugus-gugus galaksi yang terpusat pada gugus Virgo.[111]

Pengamatan dalam berbagai panjang gelombang


Lihat pula: Astronomi pengamatan

Gambar ultraungu Galaksi Andromeda ini menunjukkan wilayah berwarna biru yang memuat bintang-
bintang masif muda.

Setelah diketahui bahwa terdapat galaksi-galaksi di luar Bima Sakti, pengamatan-pengamatan


awal yang dilakukan kebanyakan menggunakan cahaya kasat mata. Radiasi puncak kebanyakan
bintang memang berada dalam spektrum ini, sehingga pengetahuan yang berhubungan dengan
pengamatan terhadap bintang-bintang pembentuk galaksi merupakan bagian penting dari bidang
astronomi optik. Spektrum ini juga cocok digunakan untuk mengamati wilayah-wilayah H II
yang terionisasi, dan untuk memeriksa distribusi lengan debu galaksi.

Debu yang ada dalam medium antarbintang sulit ditembus oleh cahaya kasat mata, namun lebih
transparan terhadap cahaya inframerah-jauh. Sebab itu cahaya inframerah-jauh dapat digunakan
untuk mengamati dengan rinci daerah dalam awan molekul raksasa dan daerah inti galaksi.[112]
Inframerah juga digunakan untuk mengamati galaksi jauh yang mengalami geseran merah, yang
terbentuk pada masa awal alam semesta. Uap air dan karbon dioksida menyerap sebagian dari
spektrum inframerah yang dapat dimanfaatkan, sehingga teleskop yang terletak di dataran tinggi
atau di ruang angkasa digunakan untuk astronomi inframerah.

Penelitian pertama terhadap galaksi dalam spektrum cahaya tak kasat mata, khususnya galaksi
aktif, dilakukan menggunakan frekuensi radio. Atmosfer bumi hampir transparan terhadap
gelombang antara 5 MHz sampai 30 GHz. (Ionosfer menghalangi sinyal di bawah rentang ini).
[113]
Interferometer radio berukuran besar digunakan untuk memetakan semburan-semburan aktif
yang dipancarkan dari inti galaksi aktif. Teleskop radio dapat juga digunakan untuk mengamati
atom-atom hidrogen netral di luar angkasa (lewat radiasi gelombang 21 cm), kemungkinan
termasuk materi tak terionisasi di alam semesta awal, yang kemudian runtuh membentuk galaksi.
[114]

Sinar ultraungu dan teleskop sinar x dapat digunakan untuk mengamati fenomena tinggi energi
galaksi. Sebuah suar ultraungu teramati ketika sebuah bintang di galaksi yang jauh tercabik-
cabik akibat gaya pasang surut gravitasi sebuah lubang hitam.[115] Distribusi gas panas dalam
gugus galaksi dapat dipetakan dengan menggunakan sinar x. Keberadaan lubang hitam
supermasif pada inti galaksi juga dibuktikan dengan astronomi sinar x.[116]

Galaksi dalam fiksi ilmiah

Peta galaksi Star Wars.

Pada abad ke-20, seiring dengan perkembangan ilmu astronomi dan pengetahuan bahwa alam
semesta sebenarnya berisi jutaan galaksi,[117] bidang fiksi ilmiah juga mengalami semacam
perkembangan paralel. Penemuan-penemuan baru merangsang khayalan para penulis dan
sutradara, yang kemudian menciptakan galaksi-galaksi fiktif tempat berlangsungnya berbagai
cerita kepahlawanan, perang galaksi dan peradaban makhluk asing.[118]

Galaksi fiktif yang paling terkenal adalah galaksi Star Wars. Galaksi Star Wars kira-kira
berbentuk spiral, atau paling tidak berbentuk antara spiral dan eliptis;[119] diisi oleh banyak
peradaban dengan bahasanya masing-masing dan juga suatu bahasa pemersatu, Basic Galactic.
Beberapa daerah dalam galaksi ini belum tereksplorasi, baik karena sulit dijangkau atau karena
anomali magnetis yang kuat, sementara lengan luar galaksi dan daerah berjarak menengah dari
inti galaksi sudah dikenal dengan baik dan berpenduduk.[119]

Dalam film Stargate, sebuah galaksi yang terletak di daerah terpencil alam semesta, bernama
Galaksi Kalium, memiliki sebuah planet yang dapat dicapai melalui sebuah alat spesial
berbentuk seperti cincin raksasa, bernama Stargate (gerbang bintang). Di planet ini terdapat
sebuah peradaban manusia yang mirip dengan Mesir kuno, dan memuja dewa yang merupakan
seorang makhluk asing bernama Ra.[120]

Dalam serial televisi Stargate setelah itu, ditemukan beberapa sistem koordinat lainnya untuk
Stargate, yang menuju ke dunia-dunia lain berjarak jauh.[121] Dalam serial Stargate Atlantis,
terdapat koordinat spesial kedelapan (bukannya tujuh seperti dalam serial sebelumnya) yang
memungkinkan penggunanya mencapai sebuah galaksi jauh yang terletak di rasi bintang
Pegasus. Di situ terdapat kota hilang Atlantis, sebuah kota besar berteknologi ultra tinggi yang
ditinggalkan sebuah peradaban kuno yang disebut "The Ancients".[121][122] Terdapat perbedaan
dalam cerita latar belakang antara film dan serial televisinya. Dalam serial televisinya, Planet Ra
"berada" dalam galaksi kita, dan untuk mendapat akses ke galaksi luar, kepada penonton
dinyatakan bahwa stargate memiliki delapan simbol, bukannya tujuh.[123]

Dalam permainan video Spore, menu utamanya berupa sebuah galaksi spiral dengan lima lengan,
dan permainan yang tersimpan diindikasikan dengan lingkaran, yang mana bila lingkarannya
berwarna kuning berarti tidak terdapat permainan yang tersimpan dan biru berisi permainan yang
tersimpan. Lingkaran tersebut juga menunjukkan posisi bintang di dalam galaksi tersebut di
mana terdapat planet awal yang bisa dipilih pemain.

Galeri foto

Galaksi Triangulum

NGC 253

NGC 4414


ESO 510-G13

NGC 1300

Galaksi Andromeda dalam inframerah

Galaksi Sombrero

NGC 6050

M74

Galaksi Pusaran

NGC 1672

NGC 1316

Anda mungkin juga menyukai