Anda di halaman 1dari 5

STRUKTUR ATOMIK

A. Model Atom Bohr

Model atom Rutherford tidak bisa menjelaskan tentang kemantapan elektron pada
orbitnya. Untuk menjawab masalah ini, tahun 1913 Niels Bohr memadukan prinsip klasik
dengan prinsip kuantum, yang mengusulkan suatu keadaan gerak elektron yang tidak selalu
meradiasikan energi elektromagnetik, yang pada saat itu momentum sudut orbital elektron
bernilai kelipatan bulat dari ђ , yang dikenal dengan postulat Bohr:

Mvr = n.ђ (n=1,2,3,...)

Sehingga energi kinetik elektron menjadi:

1 1 n.ђ 1 e²
mv² = m (mr) ² =
2 2 8Πℇₒ r

Diperoleh jari-jari r yang diperkenankan:

4 πℇₒђ²
rn = n² = aₒn²
me²

aₒ didefenisikan sebagai jari-jari Bohr :

4 πℇₒђ²
aₒ = = 0,0529 nm (89)
me²

ternyata hasil perhitungan Bohr ini cocok dengan konsep gelombang materi de Broglie yang
dikemukakan sepuluh tahun kemudian. Panjang gelombang de Broglie untuk elektron
h
adalah : λ= , dengan v adalah kecepatan elektron pada persamaan (87), sehingga
mv

diperoleh:

h 4 πℇₒr
λ=e √ (90)
m

dengan mengambil r sebagai jari-jari orbit elektron (jari-jari Bohr pada persamaan (87)),
diperoleh λ = 33x 10-11 m. Harga ini persis sama dengan keliling orbit elektron: 2Πr =
33x10-11 m. Jadi orbit elektron tepat sama dengan satu panjang gelombangnya.
Dengan menganggap perilaku gelombang elektron serupa dengan vibrasi kawat, maka
lahirlah postulat bahwa : sebuah elektron dapat mengelilingi inti hanya dalam orbit yang
mengandung bilangan bulat kali panjang gelombang de Broglie, yang merupakan
pernyataan dari syarat kemantapan orbit:

Nλ = 2πrn (n=1,2,3,...)

Dengan meensubsitusikan harga λ dari pers (11), maka akan diperoleh jari-jari orbit:

n²h²ℇₒ
rn = (n=1,2,3,...) (91)
πme²

dan jari-jari Bohr bersesuaian dengan n =1, akan diperoleh hasil yang sama dengan
persamaan (10)

1. Tingkat Energi dan Spektrum

Setiap orbit elektron memiliki tingkat energi yang berbeda-beda. Tingkat energi elektron
pada setiap orbitnya rn :


En = − 8πℇₒmr

Dengan mensubsitusikan harga rn didapatkan:

me⁴ 1 E₁
En = − 8ℇₒ²h² (n²) = (n=1,2,3,...)

Yang merupakan tingkat energi atom hidrogen. Tingkat energi terendah E1 = -13.6 eV disebut
keadaan dasar, tingkat E2, E3, E4,... disebut keadaan eksitasi. Pada limit n = ∞, E∞ = 0,
artinya elektron tidak terikat lagi pada inti (elektron bebas). Kerja/energi yang dibutuhkan
untuk membebaskan elektron dari keadaan dasar disebut energi ionisasi (berharga positif).

Tingkat energi diskrit menunjukkan adanya kuantisasi fisis dalam skala mikroskopik.
Perpindahan elektron dari tingkat energi eksitasi ke tingkat yang lebih rendah akan
memancarkan foton tunggal, hal ini cocok dengan spektrum garis sebelumnya (deret
spektral).

Energi awal – Energi akhir = Energi Foton


Ei – Ef = hv (v=frekuensi foton)

me⁴ 1 me⁴ 1

8ℇₒ²h²
(n²) - − 8ℇₒ²h² (n²) = hv

me⁴ 1 1
(nf² − ) = hv
8ℇₒ²h² ni²

me⁴ 1 1
(nf² − ) =v (v = c/λ)
8ℇₒ²h³ ni²

me⁴ 1 1 1
(nf² − ) =
8ℇₒ²h²c ni² λ

1 1 1
1,097 x 107 m-1 (nf² − ) =
ni² λ

1 1 1
R (nf² − ) = (92)
ni² λ

Untuk lima deret pertama akan bersesuaian dengan deret spektral empiris yang telah
ditemukan oleh Lyman, Balmer, Paschen, Brackett dan Pfund sebelumnya:

1 1 1
Deret Lyman : = 𝑅 (12 − ), n = 2, 3, 4,...
𝜆 𝑛2
1 1 1
Deret Balmer : = 𝑅 (22 − ), n = 3, 4, 5,...
𝜆 𝑛2
1 1 1
Deret Paschen : = 𝑅 (32 − ), n = 4, 5, 6,...
𝜆 𝑛2
1 1 1
Deret Brackett : = 𝑅 (4 2 − ), n = 5, 6, 7,...
𝜆 𝑛2
1 1 1
Deret Pfund : = R (52 − ), n = 6, 7, 8,...
λ n2

Contoh soal:
Tentukan panjang gelombang garis spektral yang bersesuaian dengan transisi hidrogen dari
keadaan n= 4 ke n=2. Pada daerah spektrumb manakah garis ini?
Solusi:
1 1 1
= 1,097 x 107 m-1 (22 − )= 2, 056 x 106 m-1
𝜆 42

Diperoleh λ = 486 nm.


2. Gerak Inti

Inti atom sebetulnya tidak diam, tapi bergerak bersama elektron mengitari pusat massa
yang terletak dekat inti (karena inti lebih massif), seperti gambar.
Sistem seperti ini ekivalen dengan partikel tunggal bermassa m’ yang berputar
mengelilingi partikel yang lebih berat. Jika massa elektron dinyatakan dengan m dan massa
inti M, maka m’ yang disebut massa tereduksi dirumuskan sebagai :
𝑚𝑀
m’ = 𝑚+𝑀 (93)
Dengan demikian tingkat energi atom hidrogen terkoreksi menjadi :
𝑚′ 𝑒 4 1 𝑚′ 𝐸1
En = 8𝜀2 2
(𝑛2 ) = ( 𝑚 )
0 ℎ 𝑛2
Gerak inti ini menyebabkan semua tingkat energi hidrogen berubah dengan fraksi
𝑚′ 𝑀 1836
= = = 0.99945
𝑚 𝑀+𝑚 1837
Perubahan sebesar 0.055 persen ini berperanan penting dalam penemuan deutrium (tahun
1932). Sekitar satu dari 6000 atom hidrogen adalah deutrium. Terjadi pergesaran garis
spektral deutrium ke λ yang lebih kecil dibandingkan spektral hidrogen biasa karena
massa intinya yang lebih besar. Garis Hα deutrium ditimbulkan oleh transisi dari E3 ke E2
pada panjang gelombang 656.1 nm, sedangkan Hα hidrogen terjadi pada 656.3 nm.

3. Eksitasi Atom
Atom dapat tereksitasi dari tingkat dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi, sambil
memancarkan (emisi) foton melalui dua cara :
a. Melalui tumbukan dengan partikel lain. Pada saat itu sebagian energi kinetik akan terserap
oleh atom. Dan atom akan kembali ke keadaan dasar dalam waktu rata-rata 10-18 sekon,
sambil memancarkan satu atau lebih foton.
b. Melalui lucutan listrik dalam gas bertekanan rendah. Sehingga menyebabkan timbulnya
medan listrik yang mempercepat elektron dan ion, sampai energi kinetiknya cukup untuk
mengeksitasikan atom ketika terjadi tumbukan. Contoh lampu neon yang memancarkan
cahaya kemerah-merahan dan uap air raksa yang memancarkan cahaya kebiru-biruan.

Jika elektron pindah dari tingkat energi tinggi ke tingkat dasar, diperlukan energi cahaya
(foton) yang sesuai melalui penyerapan (absorpsi) foton. Spektrum yang terjadi disebut
spektrum absorpsi. Contohnya dengan melewatkan cahaya putih melalui gas hidrogen, maka
foton dengan panjang gelombang yang bersesuaian akan diserap, dan atom hidrogen
tereksitasi yang ditimbulkannya akan memancarkan kembali energi eksitasinya hampir ketika
itu juga.

4. Prinsip Korespondensi
Prinsip ini menyatakan bahwa teori Bohr dapat menunjukkan hasil yang sama antara
prinsip kuantum dan prinsip klasik pada kondisi tertentu. Kita akan lihat pada kondisi
apa hal itu bisa terjadi.

Menurut teori klasik, elektron bergerak dalam orbit lingkaran dengan kelajuan
𝑒
v=
√4𝜋𝜀0 𝑚𝑟
Sehingga frekuensi perputaran elektron :
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑗𝑢𝑎𝑛 𝑒𝑙𝑒𝑘𝑡𝑟𝑜𝑛 𝑣 𝑒
f= = =
𝑘𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑜𝑟𝑏𝑖𝑡 2𝜋𝑟 2𝜋√4𝜋𝜀0 𝑚𝑟 3
Dengan r adalah jar-jari orbit sesuai dengan pers. (12), maka frekuensi perputaran
elektron menjadi :
𝑚𝑒 2 2 𝐸1 2
f = 8𝐸2 ℎ3 (𝑛3 ) = − (𝑛3 )
0 ℎ
Radiasi yang dipancarkan elektron mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi
perputaran elektron ini.
Sedangkan menurut teori kuantum, radiasi (foton) dipancarkan jika elektron pindah
dari tingkat energi tinggi ni ke tingkat yang lebih rendah nf, dengan frekuensi :
𝐸1 1 1
v=− (𝑛 2 − ) (94)
ℎ 𝑓 𝑛𝑖2

Secara umum fisika klasik berlaku dalam dunia makroskopik (dapat dilihat indera
kita) sedangkan fisika kuantum berlaku dalam dunia mikroskopik. Jika kita misalkan
orbit elektron yang berdiameter 1cm, hal ini hanya mungkin jika bilangan kuantum (n) =
10000, dan jika hal itu terjadi, maka perbedaan tingkat energi sangat kecil (hampir
bersifat kontinu). Tapi hal ini tidak menyalahi teori.
Untuk itu kita misalkan ni = n dan nf = n-p, dengan p = 1, 2, 3.... dan n adalah
bilangan yang sangat besar dibandingkan p, sehingga pers. (94) menjadi :
−𝐸1 1 1 −𝐸1 2𝑛𝑝−𝑝2
v= ((𝑛−𝑝)2 − )= (𝑛2 (𝑛−𝑝)2 )
ℎ 𝑛2 ℎ
Karena n jauh lebih besar dari p, maka :
2𝑛𝑝 − 𝑝2 = 2np
(𝑛 − 𝑝)2 = n2
Sehingga didapatkan frekuensi foton :
−𝐸1 2𝑝
v= (𝑛3 )

Frekuensi radiasi (v) tepat sama dengan frekuensi perputaran (f) pada saat p = 1. Jika
n = 2 perbedaan antara v dan f hampir 300 persen, tapi jika n = 1000 penyimpanan hanya
0.01 persen. Jadi perhitungan klasik dan kuantum akan memberikan hasil yang sama jika
limit bilangan kuantumnya (n) besar. Hal ini disebut prinsip ke

Anda mungkin juga menyukai