Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MATA KULIAH FORTIFIKASI DAN FORMULASI GIZI

FORTIFIKASI ZAT BESI YANG DIAPLIKASIKAN PADA TEMPE


(Berdasarkan Jurnal: Tempeh with Iron Fortification to Overcome Iron Deficiency
Anemia)

Disusun oleh :
Aufa Naufalia Nabila

NIM: 13/346399/TP/10551

Dina Aulia Nurfiana

NIM: 13/346491/TP/10581

Siti Nurul Faizatus Sholikha

NIM: 13/349377/TP/10782

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini banyak sekali kasus anemia yang terjadi, hampir seperempat populasi dunia yang
setara dengan 1.6 miliar orang. Anemia disebabkan oleh banyak faktor seperti kurangnya asupan
zat besi, rendahnya bio-availability, kekurangan vitamin seperti folat dan B12, terjadi infeksi
pada penderita, terdapatnya penyakit kronis atau radang, penderita kehilangan darah, atau terjadi
haemolysis yang menyebabkan level haemoglobin menurun drastis. (Bernoist et al., Lutter,
2008). Dari seluruh anemia yang terjadi, 75-80% orang menderita anemia dikarenakan
kurangnya asupan zat besi atau rendahnya iron bio-availability (WHO, 2001), dan 60% anemia
gizi besi terjadi pada wanita saat usia melahirkan dan 59% terjadi pada wanita hamil.
Pemberian suplemen dan fortifikasi zat besi adalah dua strategi yang bisa dilakukan
untuk mengurangi angka AGB karena Cost Effective. Selain efek positif, pemberian suplemen
dapat juga berakibat negatif pada saluran pencernaan seperti mual, pusing, muntah, konstipasi,
dan diare (Sulastri et al., 1999). Hal lain yang dapat dilakukan adalah Fortifikasi zat besi ke
dalam makanan. Salah satu zat yang efektif digunakan adalah Sodium ferric
ethylenediaminetetraacetic acid (NaFeEDTA) yang dapat diserap lebih baik 2-4 kali
dibandingkan ferrous sulphate dan tidak teroksidasi selama penyimpanan (Hurrell et al., 2000).
Namun hal ini dapat mengubah warna dan rasa makanan tersebut, begitu pula masih ada
inhibitor-inhibitor pada makanan seperti asam fitat, fenol, dan protein kedelai. Makanan yang
bisa dijadikan carrier adalah terigu, namun belum semua orang Indonesia familiar dengan
makanan berbasis terigu. Oleh karena itu Tempe dipilih karena merupakan makanan khas
Indonesia.
Di Indonesia, tempe mudah didapatkan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Tempe juga merupakan sumber protein yang baik. Konsumsi per kapita tempe telah meninkat
dari 6.935 kg up to 7.300 kg (National Socio-Economic Survey 2008-2012). Proses fermentasi
kedelai dapat menurunkan kadar asam fitat sebesar 65%nya. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menentukan level hemoglobin di tikus Wistar betina yang terkena anemia untuk mengukur
bioavailabilitas zat besi di tempe dibandingkan dengan temFe dengan FeSO4 pada binatang
percobaan.

Tujuan
Untuk menentukan level hemoglobin di tikus Wistar betina yang terkena anemia untuk mengukur
bioavailabilitas zat besi di tempe dibandingkan dengan temFe dengan FeSO4 pada binatang
percobaan.

Rumusan Masalah
1. Apakah fortifikasi NaFeEDTA dapat meningkatkan kadar zat besi dalam tempe?
2. Apakah TemFe (tempe yang difortifikasi) memiliki perubahan secara organoleptik
dengan tempe biasa?
3. Bagaimanakah bio-availabilitas dari zat besi yang ada pada TemFe?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tempeh
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa
bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti
Rhizopusoligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan
fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai
menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah
dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi.
Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk
menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum,
tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai
sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada
fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas.

2.2. Fortifikasi Pangan

Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) kepangan. Tujuan
utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk
meningkatkan status gizi populasi. Harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi
pangan adalah pencegahan defisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan
yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun
demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi
zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. (Siagian, 2003)
The Joint Food andAgricuktural Organization World Health Organization(FAOIWO)
ExpertCommitee on Nutrition(FAO/WHO, 1971) menganggap istilah fortification paling
tepat menggambarkan proses dimana zat gizi makro dan zat gizi mikro ditambahkan kepada
pangan yang dikonsumsi secara umum. Untuk mempertahankan dan untuk memperbaiki
kualitas gizi, masing-masing ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan.
2.3. Zat Besi
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama
diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesahaemoglobin (Hb)
(Moehji, 1992).
Jumlah zat besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3 5 gr tergantung dari
jenis kelamin, berat badan dan haemoglobin. Besi di dalam tubuh terdapat dalam
haemoglobin sebanyak 1,5 3,0 gr dan sisa lainnya terdapat di dalam plasma dan jaringan.
Di dalam plasma besi terikat dengan protein yang disebut transferin yaitu sebanyak 3 4
gr. Sedangkan dalam jaringan berada dalam suatu status esensial dan bukan esensial. Disebut
esensial karena tidak dapat dipakai untuk pembentukan Hb maupun keperluan lainnya
(Soeparman, 1990).
Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal dari hem dan bukan
hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5 10% tetapi
penyerapannya hanya 5%. Makanan hewani seperti daging, ikan dan ayam merupakan
sumber utama zat besi hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan Hb. Zat besi non hem
terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-

buahan (Wirakusumah, 1999). Asupan zat besi selain dari makanan adalah melalui suplemen
tablet zat besi. Suplemen ini biasanya diberikan pada golongan rawan kurang zat besi yaitu
balita, anak sekolah, wanita usia subur dan ibu hamil. Pemberian suplemen tablet zat besi
pada golongan tersebut dilakukan karena kebutuhan akan zat besi yang sangat besar,
sedangkan asupan dari makan saja tidak dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Makanan
yang banyak mengandung zat besi antara lain daging, terutama hati dan jeroan, apricot, prem
kering, telur, polong kering, kacang tanah dan sayuran berdaun hijau (Pusdiknakes, 2003).
2.4. Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh
(Handayani dan Haribowo, 2008).
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit
per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan Mentzer, 2006).
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana level
Hb rendah karena kondisi patologis.
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998) Anemia adalah suatu penyakit di mana kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.
Batas kadar normal hemoglobin berdasarkan kelompok umur menurut WHO adalah
sebagai berikut :
Kelompok Umur

Kadar Hb. gr/100 ml

6 bulan s/d 6 tahun

11

6 tahun s/d 14 tahun

12

Laki-laki dewasa

13

Wanita dewasa tidak hamil

12

Wanita hamil

11

Sumber : WHO, 1968 (5,7)


2.5. Hubungan Anemia dan Zat Besi
Zat besi mempunyai fungsi yaitu untuk pembentukan Hemoglobin, mineral dan
pembentukan enzim. Hemoglobin bertindak sebagai unit pembawa oksigen darah yang
membawa oksigen dari paru-paru ke sel-sel, serta membawa CO2 kembali ke paru-paru.
Defisiensi besi dapat mengakibatkan cadangan zat besi dalam hati menurun, sehingga
pembentukan sel darah merah terganggu akan mengakibatkan pembentukan kadar
hemoglobin rendah atau kadar hemoglobin darah di bawah normal. Zat besi merupakan
mikroelemen yang esensial bagi tubuh, yang diperlukan dalam pembentukan darah yaitu
untuk mensintesis hemoglobin. Kelebihan zat besi disimpan sebagai protein feritin dan
hemosiderin di dalam hati, sumsum tulang belakang, dan selebihnya di simpan dalam limfa
dan otot. Kekurangan zat besi akan 2 menyebabkan terjadinya penurunan kadar feritin yang
diikuti dengan penurunan kejenuhan transferin atau peningkatan protoporfirin. Jika keadaan
ini terus berlanjut akan terjadi anemia, dimana kadar hemoglobin turun di bawah nilai normal
(Almatsier,2001).
2.5. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depletedironstore) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006).
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai
oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasitransferin yang rendah,
dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib, 2009).

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat yang digunakan

Kacang kedelai
Ragi
NaFeEDTA (FerrazonefromAkzo Nobel Chemical b.v. Amhem, Netherland)
Asam nitrat
Standar efek (AIN 93)
FeSO4
Hemoglobin (Hb) kitfromDiagnostic System (Diasys) GmbHkitfromGermany.

3.2. Pembuatan tempe notifikasi (TemFe)


Kacang Kedelai
Washing

Perendaman selama 1 hari

Pemanasan selama 30 menit

Pengupasan dan pengeringan

Pengupasan dan pengeringan

Penambahan NaFeEDTA dan Pengadukan

Fermentasi suhu 32C selama 16-32 jam

3.3. Analisis kandungan Zat Besi Pada Tempe


Metode Atomic Absorbtion Spechtrophotometer
5 gram sampel

Pengabuan dengan panas

Pelarutan 3 mL abu dengan asam

Pengenceran sebanyak 25 mL

Penggunaan Spechtrofotometry

3.4. UjiOrganoleptik
Menggunakan 48 panelis ahli untuk menentukan sifat organoleptik dari fortifikasi tempe dengan
NaFeEDTA (TemFe) dengan dosis 28,56,dan 112 mg/kg. Panelis melakukan uji organoleptik
pada suatu ruangan dan mengamati tempe yang disediakan. Setelah mencoba dan mengamati,
panelis kemudian mengisi kuesioner yang telah disediakan.
3.5. Eksperimen pada Hewan
Hewan yang digunakan adalah tikus wistar perempuan dengan berat badan 160-180 gram
berumur 2 bulan yang diperoleh dari PAU UGM. tikus beradaptasi selama 3 hari sebelum
dilberikan pakan AIN 93 dan minuman adlibitum. Tikus diletakkan Alma kandang dari
stainlessstell dengan suhu yang diatur dan penerangan 12 jam selama 4 minggu.
3.6. Fase Penghabisan (Depletionphase)
Tikus berjumlah 50 ekor diberikan makanan rendah zat besi dengan menghilangaknFe pada
pakan yang telah dimodifikasi dari AIN 93 (Tabel 1) selama 10 hari untuk mendapatkan Iron
Defiency Anemia. Tikus dengan kadar hemoglobin <6 mg/Dlyang digunakan pada percobaan ini.

3.7. Fase Penuh (Repletionphase)


Setelah 10 hari di induksi, tikus dibagi menjadi 10 kelompok untuk perlakuan normal dan 3
kelompok untuk perlakuan khusus. Setiap perlakuan kelompok menerima tempe, TemFe dan
FeSO4 dengan dosis 6,12,dan 24 ppm. Tempe (TemFe dan FeSO4 ) diberikan menggunakan
metode enteral ke hewan percobaan. Setiap hewan menerima perlakuan sesuai dengan dosis
tersendiri (6,12, dan 24 ppm besi). Perlakuan diberikan selama 17 hari. Berat tikus dan sisa
kanan ditimbang setiap hari. Darah diambil pada hari ke 10 setelah induksi sebagai pengujian
awal dan setelah hari ke 17 sebagai pengujian akhir menggunakan metode AAS. Darah yang
diambil digunakan untuk analisis hemoglobin.
3.8. Analisis Hemoglobin
Analisis hemoglobin ditunjukkan dengan metode fotometrik menggunakan Diagnostic System
(Diasys) GmbH Kitts (Diasys, Germany). Analisis Hemoglobin biasanya dengan protokol yang
dicetak dalam kit.
3.9. Analisis Statistik
Data pengukuran besi dan penerimaan responden ditunjukkan sebagai rata-rata SEM (Standard
Error of Mean). Untuk menentukan perbedaan kadar besi pada tempe, kadar hemoglobin, dan
nilai RBV. Satu uji menggunakan uji ANOVA. Uji organoleptik menggunakan Kruskal-Wallis.

BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan fortikasi pada tempe, dilakukan analisis untuk mengetahui kandungan zat besi
pada tempe. Metode analisis yang digunakan adalah Atomic Absorbtion Spechtrophotometer
(AAS). Hasil menunjukkan bahwa temfe menunjukkan kandungan zat besi yang cukup
signifikan dibandingkan dengan tempe. Temfe dengan kandungan zat besi tertinggi terdapat pada
temfe dengan dosis NaFeEDTA 112 mg/kg.

Fortifikasi ini dapat dikatakan berhasil. Salah satu faktor yang berperan adalah jenis fortifikan
yang dipilih. NaFeEDTA merupakan senyawa yang tidak sensitif terhadap senyawa inhibitor
seperti asam fitat. Hal ini dikarenakan NaFeEDTA memiliki kemampuan dalam mempertahankan
senyawa Fe tersebut. Selain itu NaFeEDTA memiliki stabilitas yang baik selama proses
pengolahan dan penyimpanan.
Kemudian dilakukan uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap temfe
dengan parameter warna, tekstur, dan rasa. Tempe dan temfe disajikan dengan cara digoreng
selama lima menit. Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih sebanyak 45 orang.
Hasil menunjukkan bahwa secara organoleptik, tempe dan temfe (28,56,112 mg/kg) tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Para panelis cenderung berada pada tingkat suka untuk
jenis tempe dan temfe (28,56,112 mg/kg)

Hal ini memang telah diduga sebelumnya sebab NaFeEDTA merupakan fortifikan yang tidak
memiliki masalah organoleptik sehingga dapat diterima masyarakat dengan baik. Selain itu
NaFeEDTA juga memiliki bioavailabilitas yang baik serta dapat larut dalam air.
Analisis hemoglobin yang dilakukan menunjukkan bahwa temfe secara efektif dapat
meningkatkan kadar hemoglobin pada tikus uji yang mengalami anemia. Memang pada
penelitian ini, di 10 hari pertama, tikus uji diberi diet yang rendah zat besi sehingga mengalami
anemia. Setelah 17 hari, kadar hemoglobin pada tikus uji menunjukkan perubahan yang cukup
signifikan. Temfe dengan kadar 24 ppm menghasilkan kadar hemoglobin yang hampir sama
dengan penambahan gold standar, FeSO4, dengan kadar 24 ppm.

Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa NaFeEDTA merupakan
fortifikan yang dapat ditambahkan pada makanan dengan kandungan asam fitat tinggi. Hal ini
dikarenakan NaFeEDTA memiliki kemapuan untuk mempertahankan zat besi dan tidak berikatan

dengan senyawa fitat. Sehingga NaFeEDTA baik untuk makanan dengan kandungan asam fitat
tinggi, bahkan penyerapan yang terjadi menjadi dua kali lebih baik.
Untuk bioavailabilitas tempe dan temfe pada hewan uji dianalisis dengan menggunakan metode
RBV, yaitu dengan cara membandingkan dengan HRE (hemoglobin regeneration efficiency).
Hasil menunjukkan bahwa temfe dengan NaFeEDTA memiliki bioavalilabilitas yang lebih tinggi
daripada temfe dengan FeSO4. Hal ini dikarenakan NaFeEDTA merupakan senyawa yang dpaat
larut dalam air. Fortifikan yang dapat larut dalam air memang memiliki bioavalilabilitas yang
tinggi.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

fortifikasi NaFeEDTA (112 mg/kg) pada tempe dapat menaikkan kadar zat besi dalam
tempe tersebut.

Fortifikasi NaFeEDTA (24,56,112 mg/kg) tidak mempengaruhi tempe secara


organoleptik sehingga temfe masih dapat diterima oleh masyarakat.

Pemberian temfe (24 ppm) dapat menaikkan kadar hemoglobin pada hewan uji yang
mengalami anemia

Bioavailabilitas zat besi pada temfe lebih tinggi daripada tempe biasa dan FeSO4.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Sudargo, Toto: Fatma Zuhrotun Nisa; Siti Helmiyati; Rio Jati Kusuma; Tonny Arjuna; dan R.
Dianandha Septiana. Tempeh with Iron Fortification to Overcome Iron Deficiency
Anemia. Pakistan Journal of Nutrition 12 (9): 815-820, 2013 ISSN 1680-5194 Asian
Network for Scientific Information, 2013
Sudargo, Toto; Rio Jati Kusuma; Tonny Arjuna. Rasita Amelia Hasnawati; Dianandha Septiana
Rubi; dan Abdul Rohman. Effect of Sodium Iron EDTA Fortification in Tempe in Serum
Iron and Ferritin Level of Anemic Female Wistar Rats. Pakistan Journal of Nutrition 12 (9):
815-820, 2013 ISSN 1680-5194 Asian Network for Scientific Information, 2015
Sulastri, Delmi, dan Agus Zulkarnaen, 1999. Pengaruh Pola Pemberian Tablet Besi Terhadap
Kadar Hemoglobin Wanita Hamil. Majalah Kedokteran Andalas 23.

Anda mungkin juga menyukai