Anda di halaman 1dari 10

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

OKTOBER 2015

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DERERALISASI

PEMBIMBING/SUPERVISOR:
dr. Fanny Wijaya, Sp.KJ

Disusun Oleh:
Ichsaniar Amalia, S.Ked.
(10542020010)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama

: Ichsaniar Amalia

NIM

: 10542020010

Judul Referat

: Derealisasi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar,

Oktober 2015

Pembimbing,

dr. Fanny Wijaya, Sp.KJ

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan baik
seseuai dengan waktu yang telah direncanakan.Salawat serta salam selalu tercurah
kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga,sahabat,dan para
pengikutnya yang senantiasa istiqamah dalam sunnah hingga akhir zaman.
Adapun materi referat dengan judul Derealisasi ini disusun sebagai suatu tugas
dalam kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1.

Pembimbing dr. Fanny Wijaya, Sp.KJ

2.

Para

teman

sejawat

dokter

muda

yang

sedang

mengikuti

Kepaniteraan Klinik
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu masih banyak saran dan kritik yang dibutuhkan untuk melengkapi referat ini.
Semoga ada manfaat yang bias diambil untuk para pembaca dari referat ini.

Makassar, Oktober 2015

Penulis

DEREALISASI
(Ichsaniar Amalia, Fanny Wijaya)

BAB I
DEREALISASI

Derealisasi adalah perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak sesuai dengan
kenyataan, misalnya segala sesuatu yang dialaminya seperti dalam mimpi. Ini dibedakan
dari kesadaran yang berubah.1
Gangguan derealisasi tanpa adanya depersonalisasi pada orang dewasa menurut
DSM-IV-TR merupakan contoh dari gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan.
Diagnosis gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan

diterapkan untuk gangguan

dengan gambaran disosiatif tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostic amnesia disosiatif,
fugue disosiatif, gangguan identitas disosiatif, atau gangguan depersonalisasi.2
Gangguan derealisasi biasanya sering kali muncul bersamaan dengan gangguan
depersonalisasi yaitu suatu gangguan psikiatrik yang ditandai adanya suatu pemikiran
pasien jika dirinya bukanlah dirinya yg sesungguhnya mereka seringkali merasa terpisah
secara fisik dari dirinya baik sensasi tubuh, perasaan, emosi, dan perilaku.3

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Derealisasi (Derealization) adalah suatu perasaan tidak nyata mengenai
dunia luar yang mencakup perubahan yang aneh dalam persepsi mengenai
lingkungan sekitar, atau dalam perasaan mengenai periode waktu juga dapat
muncul. Orang dan objek dapat berubah ukuran atau bentuk dan dapat pula
mengeluarkan suara yang berbeda. Semua perasaan ini dapat diasosiasikan
dengan kecemasan, termasuk pusing dan ketakutan akan menjadi gila, atau
dengan depresi.4
B. ETIOLOGI
Derealisasi dapat menyertai kondisi neurologis seperti, epilepsi (terutama
epilepsi lobus temporal), migrain, dan cedera kepala ringan. Derealisasi juga
dapat sebagai manifestasi tidak langsung dari gangguan vestibular tertentu
seperti labyrintis dan neuronitis vestibular.5
Cannabis, psychedelics, antidepresan, kafein, nitrous oxide, albuterol, dan
nikotin dapat mengakibatkan perasaan menyerupai derealization terutama
ketika dikonsumsi secara berlebihan. Hal ini juga dapat diakibatkan alchohol
withdrawal atau benzodiazepine withdrawal.6,7
Derealisasi juga bisa menjadi gejala dari gangguan tidur yang parah, dan
gangguan mental seperti gangguan depersonalisasi, gangguan kepribadian
borderline, gangguan bipolar, skizofrenia, gangguan identitas disosiatif, dan
gangguan kecemasan.8
C. GAMBARAN KLINIS
Gejala derealisasi meliputi:9
- Perasaan terasing dari atau terbiasa dengan lingkungan, mungkin seperti
-

tinggal di sebuah film.


Merasa emosional terputus dari orang-orang yang Anda sayangi, seperti

jika dipisahkan oleh dinding kaca.


Lingkungan yang muncul terdistorsi, kabur, tidak berwarna, dua dimensi
atau buatan, atau kesadaran tinggi dan kejelasan lingkungan.

Distorsi persepsi waktu, seperti peristiwa baru-baru terasa seperti masa

lalu
Distorsi jarak, ukuran dan bentuk benda

D. DIAGNOSIS DEREALISASI
Diagnosis gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan diterapkan untuk
gangguan dengan gambaran disosiatif

tetapi tidak memenuhi kriteria

diagnostic amnesia disosiatif, fugue disosiatif, gangguan identitas disosiatif,


atau gangguan depersonalisasi. Menurut DSM-IV-TR, derealisasi tanpa
adanya depersonalisasi adalah contoh gangguan disosiatif yang tidak
tergolongkan.2
E. TERAPI
Perasaan

derealisasi

bisa

dipicu

oleh

depresi

atau

kecemasan,

penggunaaan zat seperti halusinogen atau ganja, memiliki kondisi fisik atau
medis, seperti kejang atau cedera kepala.10
a. Dengan konseling psikologis akan membantu memahami mengapa
derealisasi terjadi, dan membantu mendapatkan kontrol atas gejala
sehingga gejala tersebut menghilang. Dua teknik tersebut meliputi
terapi perilaku kognitif dan terapi psikodinamik. Gangguan derealisasi
juga dapat membaik ketika konseling membantu mengatasi kondisi
kesehatan mental lainnya, seperti depresi.10
b. Dengan obat, meskipun tidak ada obat khusus yang disetujui untuk
mengobati gangguan derealisasi, obat-obatan tertentu yang digunakan
untuk mengobati depresi dan kecemasan dapat membantu. Contoh
yang telah ditunjukkan untuk meredakan gejala termasuk fluoxetine
(Prozac), clomipramine (Anafranil) dan clonazepam (Klonopin). 10
o
Fluoxetine (Prozac) : merupakan anggota SSRI pertama
yang diakui FDA untuk pengobatan depresi. Seperti SSRI lain,
obat ini bekerja dengan menghambat reuptake serotonin (5-HT1A,
5-HT2C, dan 5-HT3C) ke dalam prasinap saraf terminal. Alhasil akan
terjadi peningkatan neurotransmisi oleh serotonin sehingga
menimbulkan efek antidepresan. Mekanisme aksi dari Fluoxetine
adalah dengan meningkatkan tingkat serotonin dalam otak. bahwa

Pasien dengan Depresi memiliki tingkat serotonin dalam otak


mereka.

Fluoxetine

memudahkan

gejala

depresi

dengan

memperlakukan ketidakseimbangan serotonin dalam otak.11


Untuk pemberian awal, biasanya dosis fluoxetine dimulai 20 mg
per hari pada pagi hari. Selanjutnya, dosis lazim untuk mengatasi depresi
berkisar 20-40 mg per hari. karena berpotensi untuk aktivasi SSP awal
pada pengobatan. Sementara itu, dosis awal yang bisa diberikan pada
pasien tua adalah 10 mg per hari. Kemudian dititrasi menjadi 20 mg atau
lebih per hari. Karena fluoxetine memiliki waktu paruh 2-4 hari dan zat
aktifnya, norfluoxetine, memiliki waktu paruh 7-9 hari, jadi sangat
beralasan menunggu hingga 4 minggu antara titrasi dosis. 11
Efek samping yang paling umum dijumpai pada pemakaian
fluoxetine adalah agitasi, insomnia, dan neuromuscular restlessness
mirip akathisia. Ini mungkin karena kurang selektifnya fluoxetine
terhadap reseptor norepinefrin dan serotonin-2C (5-HT 2C). Tapi
untungnya, efek samping ini biasa berlangsung singkat dan bisa
membaik dengan pengurangan dosis. Pemberian temporer bersama
dengan penghambat beta adrenergik atau benzodiazepine kerja panjang
juga bisa mengurangi efek samping yang timbul. 11

o Clomipramine (Anafranil). Anafranil 10 mg merupakan obat


antidepresan yang mengandung Clomipramine 10 mg. Anafranil
termasuk ke dalam kelas

tricyclic antidepressant (TCA).

Clomipramine merupakan penghambat selektif kuat dari reuptake


serotonin, antagonis dari reseptor histamin H1, reseptor asetilko lin,
dan reseptor adrenergik 1. Anafranil digunakan untuk penanganan
gangguan

obsesif

kompulsif,

Gangguan depresi

menyeluruh,

Gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, Gangguan


dismorfik tubuh, Ejakulasi dini, Gangguan nyeri kronis dengan
atau tanpa penyakit organik, paling sering berupa nyeri kepala
Anafranil tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi atau
hipersensitivitas pada Clomipramine, atau golongan trisiklik
antidepresan

lainnya.

Pasien

dengan

riwayat

serangan jantung, pasien dengan gangguan irama jantung, pasien

dengan gangguan manik, pasien dengan gagal hati berat, pasien


dengan glukoma, pasien dengan gangguan ginjal berat atau
gangguan mikturisi (buang air kecil). Penggunaan Anafranil
pada ibu hamil

berkaitan dengan adanya kelainan jantung

congenital pada janin, dan berkaitan dengan gejala putus zat pada
bayi baru lahir. Anafranil juga dapat masuk ke dalam air susu ibu,
sehingga ibu menyusui dilarang menggunakan obat ini. 11
Efek samping yang paling sering ketika menggunakan Anafranil
adalah

mual,

muntah,

mulut

kering,

gangguan

penglihatan, konstipasi, peningkatan nafsu makan, peningkatan


berat badan, pusing berputar, nyeri kepala, rasa mengantuk,
gelisah, dan gangguan ereksi/impotensi. Efek samping yang
jaarang terjadi di antaranya adalah kelemahan otot, gangguan
berbicara, kelumpuhan sesaat, gangguan ingatan, gangguan tidur,
gangguan manik, gangguan cemas, pembesaran payudara, galaktorea (keluar
air susu), gangguan keseimbangan, gangguan irama jantung dan peningkatan
tekanan darah. 11
Penggunaan Anafranil dapat digunakan dalam rentang dosis 25 mg
hingga 200 mg per hari dalam dosis terbagi, obat ini dikonsumsi
dalam keadaan perut terisi atau setelah makan guna mengurangi efek
samping pada saluran makan. Pada pasien yang baru menggunakan Anafranil
dapat dimulai dengan dosis ringan 10 mg per hari dua hingga tiga
tablet,

kemudian

ditingkatkan

dosisnya

secara

bertahap.

Memberhentikan penggunaan Anafranil harus dilakukan secara


bertahap, yaitu dimulai dengan penurunan dosis hingga akhirnya
berhenti, hal ini dilakukan untuk mencegah ketergantungan dan
munculnya gejala putus zat. 11
o
Clonazepam (Klonopin). Klonopin mengandung clonazepam.
Clonazepam digunakan sendiri atau bersama-sama dengan obat lain
untuk mengobati kejang tertentu atau gangguan kejang, misalnya,
sindrom Lennox Gastaut, akinetic atau kejang mioklonik). Hal
tersebut juga digunakan untuk mengobati gangguan panik pada

beberapa

pasien.

Clonazepam

adalah

termasuk

golongan

benzodiazepin. Benzodiazepin termasuk dalam kelompok obat yang


disebut sebagai depresan sistem saraf pusat (SSP), yang adalah obat untuk
memperlambat sistem saraf. Fungsi dari obat ini ialah untuk mengatasi
gangguan kejang dan gangguan panik. 11
Dosis klonazepam untuk serangan panik dimulai dari 2 x
0,25 mg, dalam 3 hari ditingkatkan menjadi 1 mg/hari. Untuk
kasus kejang-kejang, terbagi dalam dosis awal dan dosis rumatan.
Untuk dosis awal yaitu 1,5 mg/hari dibagi dalam 3 dosis. Bila
belum ada efek dapat ditingkatkan 0,5-1 mg setiap 3 hari (dengan
maksimal 20 mg/hari). Sementara untuk dosis rumatan digunakan
0,05-0,2 mg/kg berat badan/hari (maksimal 20 mg/hari).
Efek samping obat ini umumnya muncul pada awal
pemakaian dan kemudian berkurang seiring proses adaptasi tubuh
terhadap obat. Beberapa efek samping yang umum terjadi saat
mengonsumsi antikonvulsan ini meliputi mengantuk, pusing,
gangguan koordinasi tubuh, sulit konsentrasi, mudah lupa,
bingung.11

DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis, Willy F., dan Maramis, Albert A. 2009. Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2,
Surabaya: Airlangga.
2. Sadock, J.B dan Sadock, V.A. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan & Sadock
Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran.EGC: Jakarta.
3. Residen bagian Psikiatrik UCLA. 1997. Buku saku Psikiatrik. ECG: Jakarta.
4. Guralnik, O., Schmeidler, J., dan Simeon, D. 2000. Feeling unreal: Cognitive
Processes in depersonalization American Journal of Psychiatry

5. Lambert MV, Sierra M, Phillips ML, David AS 2002. "The spectrum of organic
depersonalization: a review plus four new cases". The Journal of neuropsychiatry and
clinical neurosciences.
6. Johnson BA. February 1990. "Psychopharmacological effects of cannabis". Br J
Hosp Med.
7. Mintzer MZ; Stoller KB; Griffiths RR (November 1999). "A controlled study of
flumazenil-precipitated withdrawal in chronic low-dose benzodiazepine users".
Psychopharmacology (Berl) 147 (2): 2009
8. Simeon D, Knutelska M, Nelson D, Guralnik O (September 2003). "Feeling unreal: a
depersonalization disorder update of 117 cases". J Clin Psychiatry
9. Unknown. Gangguan Depersonalisasi-Derealisasi.
http://www.sehatfresh.com/gangguan-depersonalisasi-derealisasi/
10. Maldonado J, Butler L, dan Spiegel D. 1998. Treatment for Dissosiative Disorder.
New York: Oxford University
11. Butcher, J. N., Mineka, S., Hooley, J. M. (2008). Abnormal Psychology: Core Concepts.
Boston; Pearson

Anda mungkin juga menyukai