7 Klasifikasi 6
Klasifikasi dislokasi :
1. Dislokasi Congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi Patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,
atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi Traumatik :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang
dari jaringan disekelilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dislokasi traumatik dibagi :
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang atau fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi
otot dan tarikan.
Secara statistic dislokasi bahu biasanya terjadi
dislokasi posterior dan 0,1% dislokasi inferior (luxatio erecto). Pergeseran kaput humerus
dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di
posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior)
Manifestasi :
1.
Khas : penderita biasanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku
dengan menggunakan tangan sebelahnya.
2.
3.
4.
Komplikasi
1.
Rekuren
Catatan : Hill-Sachs lesion (fraktur kompresi aspek posterolateral dari
humeral head atau suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan
lingkar glenoid anterior setiap mengalami dislokasi) dapat terlihat pada
pasien yang sebelumnya menderita dislokasi anterior.
2.
3.
4.
Terapi :
1.
Isolated anterior dislocation : Manipulasi dan reduksi (dengan bermacammacam teknik) dibawah conscious sedation.
2.
3.
2. Teknik Stimsons
Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan pada ED
yang sangat sibuk.
a. berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi
dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-5kg
terikat pada lengan tersebut.
b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.
3. Teknik Hipocrates
Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam
waktu 15 menit.
a. Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.
b. Lengan pasien ditarik kearah distal punggung dengan sedikit abduksi,
sementara kaki penolong berada diketiak pasien untuk mengungkit kaput
humerus kearah lateral dan posterior.
4. Teknik kocher
Penderita ditidurkan diatas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat
dibagi menjadi 4 tahap :
a. Tahap 1 : Dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas kearah
distal.
b. Tahap 2 : Dilakukan gerakan ekserotasi dari sendi bahu
c. Tahap 3 : Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu
d. Tahap 4 : Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu
Setelah tereposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verban dan lengan
bawah digantung dengan sling (mitella ) selama 3 minggu
5. Teknik Countertraction
Bermanfaat sebagai sebuah manuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan pasien berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.
b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction
sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan
menggunakan rolled sheet.
c. Setelah relokasi, pasang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.
d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.
6. Teknik Spaso
Walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas tetapi dianggap bahwa metode
ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka
keberhasilan yang tinggi.
a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit di dinding dada.
b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar simultan.
Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi kedepan 90 o, akan
terdengar bunyi clunk, dan head humerus telah kemabali pada posisinya.
c. Adduksi lengan
d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi.
B. Dislokasi Posterior
Biasanya trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna, serta
terjulur atau karena hantaman pada bagian depan bahu, dan
dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum listrik.
Manifestasi
1.
2.
3.
Teknik :
1.
2.
3.
4.
5.
Setelah relokasi pada lansia, aplikasikan collar & cuff dan pertimbangkan
early mobilization.
C. Dislokasi Inferior
Pada luxatio erecta posisi lengan atas dalam posisi abduksi, kepala humerus
terletak dibawah glenoid, terjepit pada kapsul yang robek . Karena robekan kapsul
sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus
ditarik keluar, hal ini disebut sebagai efek lubang kancing ( Button hole effect ).
Pengobatan dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan
reposisi terbuka dengan operasi
Manifestasi klinis :
1. Abduksi lengan atas dengan posisi hand over head
2. Hilangnya kontur bulat dari bahu.
1. Untuk dislokasi dengan atau tanpa fraktur tuberosita, coba Manipulasi dan
reduksi dibawah IV conscious sedation.
2. Untuk dislokasi dengan fraktur humeral neck, coba Manipulasi dan reduksi
dibawah General anestesi, pertimbangkan ORIF
Teknik :
1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada
2.8
Diagnosis 2,6
Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis (autoanamnesis atau
tidak dapat menyetuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang daripada normal,
bahu terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi kearah interna. Posisi
badan penderita miring kearah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat skapula
bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada scapula. Jika
pasien tidak terlalu banyak menggerakan bahunya, maka pada kasus ini kaput humerus yang
tergeser dapat diraba dibawah prosesus korakoideus.1,2,3,4,7
Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu dapat menggunakan tanda cemas
(apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam
abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring.
Pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas dan tubuhnya
menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan bahu, dimana
dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda cemasnya negatif.2
Pemeriksaan
penunjang
yang
dapat
dilakukan
adalah
rontgen
foto
bahu
anteroposterior (AP) dan lateral, posisi Axial dan posisi Y scapular view. Selain itu juga
dianjurkan melakukan pemeriksaan pandangan oblik agar dapat dipastikan tidak terdapat
dislokasi posterior. Pemeriksaan pandangan oblik memang lebih sulit dilakukan namun lebih
mudah diintepretasi.
Komplikasi 2,7
2.9
Komplikasi yang dapat terjadi adalah timbulnya lesi pleksus brakialis dan nervus
aksilaris, serta interposisi tendo bisep kaput longum. Robekan arteri aksilaris juga dapat
terjadi terutama pada orang tua yang dilakukan reduksi dislokasi dengan tenaga yang
berlebihan. Langkah antisipatif yang dapat dilakukan sebelum dirujuk adalah dengan
melakukan penekanan kuat pada aksila. Komplikasi lanjut dapat berupa:
Kaku sendi yaitu Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,
terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral,
2.10
Penatalaksanaan 5,7,10,11
Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :
(dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku
atau jari dapat direposisi dengan anestesi local; dan obat penenang misalnya
valium.
Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi
dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan
kisaran sendi
Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak memungkinkan, maka
dapat dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi adalah :
1. Dislokasi yang berkali kali, terutama bila terdapat nyeri
2. Subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah
keikutsertaan dalam aktifitas sehari hari atau olahraga.
Operasi terdiri atas tiga jenis :
1. Operasi untuk memperbaiki labrum glenoid dan kapsul yang robek (prosedur
Bankart)
2. Operasi untuk memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan
tumpang tindih (operasi Plutti Platt)
3. Operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan mengarahkan tulang otot
lain ke bagian depan sendi itu (misalnya operasi Bristow Helfet, 1958)
Kalau labrum dan kapsul anterior terlepas, dan sendi tidak nyata nyata
longgar, sebaiknya dilakukan operasi Bankart yang digabungkan dengan kapsulografi
anterior. Sendi dibuka dengan pendekatan deltopektoral, labrum dijahit pada lubang
yang dibor pada lingkar glenoid dan bila perlu, kapsul dikencangkan dengan lipatan
tumpang tindih tanpa memperpendek subskapularis (Thomas dan Matsen, 1989).
Operasi plutti Platt di mana subskapularis ditumpang dan dipendekkan, juga
memberikan hasil yang baik tetapi dengan kerugian berupa hilangnya rotasi luar
(Hovelius dkk., 1983; Regan dkk; 1989). Operasi Bristow dimana prosessus coracoids
dengan otot otot yang melekat ditransposisikan ke depan leher scapula, lebih sedikit
menghilangkan rotasi luar.
Lamanya immobilisasi setelah reduksi tertutup dan pasca operasi sukses
tergantung pada usia pasien dan arah dislokasi. Untuk dislokasi anterior: Pasien <40
tahun: diimobilisasi selama 3-4 minggu, Pasien> 40 tahun: diimobilisasi selama 1-2
minggu. Mengurangi dislokasi posterior : diimobilisasi selama 4 minggu. Dan untuk
dislokasi superior atau inferior: diimobilisasi selama 3-6 minggu. Selama periode
imobilisasi, latihan harian ROM siku harus dilakukan.
2.11
Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi dan jika
dalam golden periode.
BAB III
KESIMPULAN
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi)
Sendi bahu dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula
(collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Berdasarkan anatomis tentang gelang
bahu, maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada beberapa fungsi
persendian yang kompleks yaitu : Sendi Glenohumeralis, Sendi suprahumeral, Sendi
Sternoclaviculare, Sendi Acromioclaviculare, Sendi subacromiale, Sendi Scapulothoracicus.
Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh banyaknya
sendi pada bahu, juga ditunjang oleh banyaknya otot yang berperan dalam melakukan
gerakan bahu. Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok otot yang
menggerakkan dan menstabilkan scapula (shoulder girdle).
Menurut biomekanika Sendi Bahu, Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang
didasarkan pada kelompok otot penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan Skapula
(Elevasi dan Depresi, Abduksi (prorotasi) dan Adduksi (retraksi), Upward rotation dan
downward rotation, Upward tilt dan reduction of upward tilt) dan gerakan Humerus (Fleksi
dan Ekstensi, Fleksi dan Ekstensi lumbar dan Rotasi)
Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat
berolahraga ataupun trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian
berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otototot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale
Secara statistic dislokasi bahu biasanya terjadi
dislokasi posterior dan 0,1% dislokasi inferior (luxatio erecto). Pergeseran kaput humerus
dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di
posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior).
BAB III
DAFTAR PUSTAKA