Ilmu Ukur Tanah - Yuli Kusumawati
Ilmu Ukur Tanah - Yuli Kusumawati
KULIAH ILMU
UKUR TANAH
CATATAN
KULIAH ILMU
UKUR TANAH
KONSEP DASAR
1.1. Surveying
1.2. PerananSurvei Dalam Pertambangan
1.3. Peta
1.3.1. Jenis-Jenis Peta
1.3.2. SkalaPeta
1.3.3. ProyeksiPeta
4.
1
1
1
1
2
2
3
4
4
4
4
5
5
5
5
5
6
6
7
7
7
7
8
8
8
9
9
1
0
1
1
1
2
1
7.
4
1
6
1
8
1
8
1
9
2
0
2
2
2
2
2
4
2
6
2
7
2
7
2
8
2
9
3
0
3
0
3
1
3
2
3
3
3
4
3
4
3
5
3
6
iii
7.4. Kontur
7.4.1. Pengukuran Kontur
7.4.2. Cross section
8. PERHITUNGAN LUAS DAN VOLUME
38
39
41
42
42
42
43
43
43
iv
PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamiin,berkatkuasadankasihsayangdariALLAH
Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah ini bisa diselesaikan.
SWT
akhirnya
Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah ini diperuntukkan bagi mahasiswa teknik baik tingkat
diploma maupun sarjana, yang ingin mendapatkan pengetahuan dasar mengenai
pengukuran jarak, sudut dan kegiatan lain yang berkaitan dengan kegiatan pengukuran
tanah baik di permukaan maupun di bawah tanah. Secara khusus catatan kuliah ini
dirancang agar mahasiswa dapat memahami konsep dasar ilmu ukur tanah dan memiliki
keterampilan dalam pengukuran, pengolahan, dan penyajian data hasil pengukuran
kaitannya dengan kegiatan perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan kegiatan
keteknikan.
Materi dalam catatan kuliah ini merupakan rangkuman dari beberapa referensi yang
disajikan secara ringkas dan mudah dipahami namun tetap mencakup esensi dari setiap
teori yang berkaitan dengan pengukuran tanah. Disamping itu disajikan pula contoh soal
sederhana untuk membantu pemahaman materi.
Mengingat keterbatasan yang ada, maka catatan kuliah ini masih banyak kekurangan
dan perlu perbaikan. Oleh karena itu masukan dan saran sangat diharapkan untuk
penyempurnannya.
Penyusun menghaturkan terima kasih kepada Bapak Drs. Rofingoen Rozikoen, M.T., Mr.
Nichols de Hilster, rekan-rekan di Pusat Survei Geologi dan semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan catatan kuliah ini. Tentunya penghargaan yang besar
penyusun berikan kepada suami dan anak-anak atas pengertian dan dukungannya yang
tidak pernah surut.
Mudah-mudahan catatan kuliah ini bisa menjadi amal kebaikan penyusun dan dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.
1.
KONSEP DASAR
1.1. Surveying
Surveying (pengukuran) adalah suatu disiplin ilmu yang mencakup semua metode
mengukur, memproses, dan menyebarluaskan informasi mengenai bentuk fisik bumi dan
lingkungannya. Secara sederhana, surveying meliputi pekerjaan pengukuran jarak dan
sudut. Jarak bisa berupa jarak dalam arah vertikal (yang disebut juga ketinggian)
maupun jarak horisontal. Begitu juga dengan sudut, bisa diukur dalam bidang vertikal
maupun horisontal.
Berdasarkan luas cakupan daerah pengukurannya, surveying dikelompokkan menjadi:
1. Survei geodesi (geodetic surveying), dengan luas cakupan pengukuran lebih dari
37km x 37km. Rupa muka bumi merupakan permukaan lengkung.
2. Surveitanah datar (plane surveying) atau ilmu ukur tanah, dengan luas cakupan
pengukuran maksimum 37km x 37km. Rupa muka bumi dianggap sebagai bidang
datar.
Kegiatan survei terdiri dari pekerjaan lapangan dan pekerjaan kantor. Pekerjaan lapangan
secara garis besar meliputi pengukuran kerangka dasar horisontal, pengukuran kerangka
dasar vertikal, dan pengukuran detil.Sedangkan pekerjaan kantor meliputi perhitungan
dan penggambaran.
1.3. Peta
Peta adalah gambaran dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi pada bidang
datar dengan skala dan sistem proyeksi tertentu.
Perbedaan permukaan bumi dan peta adalah sebagai berikut:
Permukaan bumi:
Peta:
-bidang lengkung
-bidang datar
-bidang tidak beraturan
-bidang beraturan
-bidang yang luas
-bidang dengan luas terbatas
-bentuk dan luas dipengaruhi proses alamiah
-bentuk dan luas tetap
1.3.1.
Jenis-Jenis Peta
2.
Berdasarkan skalanya:
3.
2. Peta Foto/Citra: objek-objek yang ada di permukaan bumi ditampilkan dalam bentuk
foto/citra yang memiliki nilai kecerahan tertentu.
1.3.2.
Skala Peta
1.3.3.
Proyeksi Peta
Proyeksi peta adalah suatu sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik di
permukaan bumi dan di atas peta. Sistem proyeksi yang menggunakan bidang datar
sebagai bidang proyeksi disebut proyeksi azimutal, yang menggunakan bidang kerucut
disebut proyeksi kronik, dan yang menggunakan bidang silinder disebut proyeksi
merkator.
Pemilihan sistem proyeksi dipengaruhi oleh lokasi dan bentuk daerah yang dipetakan,
tujuan pemetaan, unsur yang dipertahankan, tingkat kesulitan perhitungan, dan
keterkaitan dengan sistem pemetaan nasional. Pada daerah yang relatif sempit maka
permukaan bumi dianggap sebagai bidang datar, sehingga penggambaran hasil
pengukuran tidak perlu menggunakan sistem proyeksi peta.
Proyeksi Polyeder
Sistem proyeksi kerucut, normal, tangent
dan konform. Keuntungan proyeksi Polyeder:
Karena perubahan jarak dan sudut pada satu bagian deraja maka proyeksi ini baik untuk digunakan
pada pemetaan teknis skala besar.
Kerugian proyeksi Polyeder :
1
Untuk pemetaan daerah luas harus serring pindah bagian derajat, memerlukan transformasi
koordinat.
2
Grid kurang praktis karena dinyatakan dalam bentuk kilometer fiktif.
3
Tidak praktis untuk skala kecil dengan cangkupan luas.
4
Kesalahan arah maksimum 15 m untuk jarak 15 km.
Proyeksi UTM
UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant, tranversal dengan ketentuan:
Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah meridian yang disebut
meridian standar dengan factor skala 1.
2
Lembar Zone 6 dihitung dari 180 BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180 BT dengan nomor
zone 60.
3
Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri.
4
Perbesaran di meridian tengah = 0.9996.
5
Batas paalel tepi atas dan tepi bawah adalah 84LU dan 80LS.
2.
Gambar 2.1 Kesaksamaan dan ketelitian. (a) Hasil seksama tapi tidak teliti.
(b) Hasil tidak seksama dan tidak teliti. (c) Hasil seksama dan teliti
Ketelitian (accuracy)adalah kedekatan nilai-nilai ukuran dengan nilai sebenarnya.
Mencakup bias yang disebabkan kesalahan acak, maupun kesalahan sistematik yang
1
tidak
terkoreksi.
Dapat dinyatakan dengan standar deviasi, jika tidak ada bias kesalahan sistematik.
Kesaksamaan (precision) adalah tingkat kedekatan nilai-nilai ukuran satu sama lain.
Pengukuran punya presisi tinggi jika:
1
Hasil pengukuran saling berdekatan (mengumpul).
2
Mempunyai distribusi probabilitas yang sempit.
3
Nilai standar deviasinya kecil.
Untuk mencapai hasil pengukuran yang andal, maka seorang surveyor harus:
1. Memahami teori pengukuran.
2. Menguasai jenis-jenis alat ukur, pengaturan, dan pengoperasiannya.
3. Memahami cara perhitungan data ukuran.
4. Bekerja dengan penuh tanggung jawab dan keteguhan.
Contoh:
Sebuah pegas mempunyai ukuran standar = 50m, tetapi panjang sebenarnya adalah
50,01m. Jika pegas tersebut digunakan untuk mengukur panjang masing-masing 4 kali
dengan hasil pengukurannya adalah: 205,095 dan 205,097 atau nilai rata-ratanya =
205,096,
maka:
Kesalahan sistematis pengukuran tersebut adalah: 0,01
m x 4 = 0,04 m Keseksamaan pengukuran adalah:
0,01/205,096
Ketelitian pengukuran adalah: 0,04/205,096
Jadi hasil pengukuran tersebut seksama tapi tidak teliti.
Perubahan suhu, pembiasan cahaya, angin, kelembaban udara, gaya berat, deklinasi
magnetik.
2.
Langkah-langkah antisipasi:
1 Cek secara hati-hati objek yang akan diukur.
2 Melakukan pembacaan hasil ukuran secara berulang.
3 Verifikasi hasil yang dibaca dan yang dicatat.
4 Mengulang seluruh pengukuran secara mandiri
5 Penggunaan rumus untuk mengecek hasil ukuran.
Systematic Error
3.
2.3.1.
2.3.2.
2.3.3.
Satuan ukuran luas untuk daerah yang tidak begitu luas biasanya adalah m, sedangkan
untuk daerah yang relatif luas digunakan satuan km atau ha.
1km = 1000.000m 1ha = 10.000m
1are = 100m
Yuli Kusumawati, Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah -
2.3.4.
Satuan ukuran volume yang biasa digunakan antara lain meter, feet, ataupun yards.
3- Jika angka yang dibulatkan sama dengan lima, maka angka tersebut dibulatkan ke
atas jika angka sebelumnya
genap.
jika dibulatkan menjadi
3456
signifikan
jika dibulatkan menjadi
0,123 signifikan
jika dibulatkan menjadi
4567
signifikan
234,56 jika dibulatkan menjadi
5
signifikan
jika dibulatkan menjadi
78,375 signifikan
jika dibulatkan menjadi
78,385 signifikan
dua angka
350
=0
dua angka
tiga angka
empat angka
empat angka
empat angka
= 0,12
457
=0
234,
=6
78,3
=8
78,3
=8
3.
1. Bacaan
untuk
2.
untuk
lingkaran
vertikal,
digunakan
menentukan besanya sudut vertikal.
Bacaan
lingkaran
horisontal,
digunakan
menentukan besarnya sudut horisontal.
bidik tertentu.
Sudut horisontal adalah selisih antara dua arah horisontal yang berlainan (bacaan FS
bacaan BS).
3 Sudut
4
horisontal
digunakan
menghitung azimut sisi poligon.
Sudut horisontal dibedakan menjadi:
untuk
1. Azimut sebenarnya, yaitu sudut yang dibentuk antara utara geografis dengan titik
2.
3.
yang dituju.
Azimut magnetis, yaitu sudut yang dibentuk antara utara kompas dengan titik yang
dituju.
Azimut peta, yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara peta dengan titik yang
dituju.
Back azimuth (BAz) adalah besar sudut kebalikan dari fore azimuth (FAz).
1
jika FAz<1800 maka BAz = FAz + 1800
2
jika FAz>1800 maka BAz = FAz - 1800
Yuli Kusumawati, Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah -
Contoh:
Azimut:
Back azimut:
AO = 540 + 1800
= 2340
BO = 1330 + 1800
= 3130
CO = 2110- 1800 =
310
DO = 3340- 1800 =
1540
OA = 540
OB = 1330
OC = 2110
OD = 3340
Gambar 3.4. Azimut
Contoh:
Bearing: OA = N 540 E OB = S 470
E
OC = S 310 W OD = N 260 W
3.5. Hubungan
Azimut dan
Bearing
B
e
a
ri
n
g
a
d
a
l
a
h
s
u
d
u
t
y
a
n
g
u
k
u
r
d
a
ri
u
e
k
l
Gambar 3.7. Hubungan i
azimut dan bearing
n
a
s
i
3.6.
D
Deklinasi
Magnetik
m
a
g
n
e
t
i
k
a
d
a
l
a
h
u
t
a
r
a
s
u
d
u
t
h
o
r
i
s
o
n
t
a
l
a
n
t
a
r
a
m
a
g
n
e
t
i
c
m
e
r
i
d
i
a
n
d
a
n
t
r
u
e
1.
m
e
r
i
d
i
a
n
.
J
i
k
a
r
a
h
d
a
r
i
j
a
r
u
m
m
a
g
n
e
t
i
k
m
e
n
u
n
j
u
k
k
e
s
i
s
i
b
a
r
a
t
d
a
r
i
t
r
u
e
a
k
a
d
i
s
e
b
u
t
d
e
c
l
i
n
a
t
i
o
n
w
e
s
t
.
2. J
i
k
a
a
r
a
h
u
t
a
r
a
d
a
r
i
j
a
r
u
m
m
a
g
n
e
t
i
k
m
e
r
i
d
i
a
n
,
m
e
n
u
n
j
u
k
k
e
s
i
s
i
t
i
m
u
r
d
a
r
i
t
r
u
e
m
e
r
i
d
i
a
n
,
m
a
k
a
d
i
s
e
b
u
t
d
e
c
l
i
n
a
t
i
o
n
e
a
s
t
.
Gambar 3.8. D
magnetik
Contoh:
Magnetik Bearing AB
0
N 135 45E
0
N 135 45E
Yuli Kusumawati,
Catatan Kuliah Ilmu
Ukur Tanah- 8
4.
PENENTUAN POSISI
Penentuan posisi titik dikelompokkan dalam dua metode, yaitu metode teristris dan
metode ekstra-teristris.
Metode teristris adalah suatu survei penentuan posisi titik yang dilakukan dengan
mengamati target atau objek yang terletak di permukaan bumi. Yang termasuk dalam
metode teristris antara lain pengukuran triangulasi, poligon, pengikatan ke muka, dan
pengikatan ke belakang.
Dalam metode teristris tempat berdiri alat ukur dan target memerlukan kondisi topografi
sebagai berikut:
1. Jarak kedua titik relatif pendek.
2. Kedua titik harus saling terlihat.
3. Kedua titik harus terletak di tempat yang stabil, mudah dijangkau, mudah
diidentifikasi, dan aman dari gangguan.
4.
5.
Tujuannya adalah untuk menentukan teknik pelaksanaan pengukuran yang sesuai dan
menentukan posisi kerangka peta yang representatif.
Pelaksanaan pengukuran:
1. Pengukuran kerangka horisontal,
2. Pengukurankerangka vertikal,
3. Pengukuran detil.
Pengolahan data:
1. Perhitungan kerangka peta,
2. perhitungan titik-titik detil.
Penggambaran:
1. Penggambaran kerangka peta,
2. Penggambaran detil,
3. Penarikan kontur,
4. Editing
Metode ekstra-teristris adalah suatu survei penentuan posisi titik yang dilakukan dengan
mengamati target atau objek yang terletak di ruang angkasa baik berupa benda alam
(bulan, bintang, matahari) maupun benda buatan manusia (satelit GPS, satelit Doppler).
Untuk mengamati objek tersebut diperlukan peralatan khusus yang mempunyai
kemampuan tinggi. Peralatan tersebut berupa alat pengukur sudut (horisontal dan
vertikal) dan alat penerima sinyal yang dipancarkan satelit, keduanya ditempatkan di
atas titik yang akan ditentukan posisinya.
Cos = b/c
Cos = a/c
Tan = b/a
Tan = Sin
Cos
4.2.
Sistem Koordinat
DAC = (
DBC = (
Jv = XA + YA
Tan = (XA/YA) sehingga = Arc Tan (XA/YA)
b. Jika diketahui jarak vektor titik A dari origin O(0,0) sebesar r,
dan sudut dari sumbu Y sebesar , maka koordinat titik A bisa
dihitung.
XA = Jv Sin
Sin = XA/Jv sehingga
YA = Jv
Cos = YA/Jv sehingga
Cos
Gambar 4.6 Hubungan jarak, sudut, dan koordinat
Yuli Kusumawati, Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah -
Jika diketahui koordinat A (XA,YA) dan koordinat B (XB,YB), maka jarak AB (DAB) dan
c. sudut jurusan dari titik A
ke titik B (AB) bisa
dihitung.
DAB= (XB-XA)/Sin AB = (YBYA)/Cos AB
Tan AB = (XB-XA)/(YBYA)
AB = Arc Tan (XB-XA)/(YB-YA)
sehingga
Sebaliknya jika diketahui koordinat A (XA,YA), jarak AB (DAB), dan sudut jurusan dari
d. titik A ke titik B (AB),
maka koordinat B (XB,YB) bisa
dihitung.
sehingg
X
Sin AB = (XB-XA)/ DAB
B = XA + DAB Sin AB
a
sehingg
B = YA + DAB Cos AB
Cos AB = (YB-YA)/ DAB
a
Contoh:
Hitunglah jarak, azimut, dan sudut dalam dari poligon di bawah ini:
Jawab:
Jarak kaki-kaki poligon:
D AB =
D BC =
) (
) (
) (
D CD =
D DA =
) (
) (
( )
) (
) (
) (
( )
) (
) (
( )
) ( )
) (
CD = tg-
(XC-XB)/(YC-YB) = tg-
(500-300)/(200-300) = tg-
(kwd
1)
0
- 63 26063354=(kwd1162)
(-200)/(-100) =180
(-200)/(100)
=360 0
+
63
26062606=(kwd2433)
0
10
tambahkan 3600)
D = DC DA = (CD-180 ) DA = (243
2606-180)- 296
0
0
3354-2330748+=360=126 5212
4.3. Poligon
Poligon (poly=banyak, gonos=sudut) adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik di
permukaan bumi. Metode poligon adalah salah satu cara penentuan posisi horisontal banyak titik.
Tujuan pengukuran poligon untuk menentukan koordinat titik-titik ikat (kontrol) pengukuran.
Kegunaan poligon:
1Kerangka dasar pengukuran.
2Kontrol jarak dan sudut.
3Basis titik untuk pengukuran selanjutnya.
4Memudahkan perhitungan pada plotting peta.
Data yang diperoleh dari pengukuran:
- Tinggi instrumen (ti)
- Benang atas (BA)
- Bacaan lingkaran vertikal (Vtk)
- Benang tengah (BT)
- Bacaan lingkaran horisontal (Hz) - Benang bawah (BB)
Data yang diperlukan sebagai pengikat (datum):
1Azimut titik ikat
2Koordinat titik ikat
3Tinggi titik ikat
Yuli Kusumawati, Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah -
11
Jenis-jenis poligon
1. Poligon terbuka
1- Titik awal dan akhir pengukuran tidak sama.
2- Dibedakan menjadi:
1. Tidak terikat
1Azimut
2. Terikat sebagian
1-
Azimut
dihitung
berdasarkan
azimut yang ditentukan.
2Koordinat dihitung berdasarkan
koordinat yang sudah diketahui.
3Kesalahan sudut tidak bisa dikoreksi.
- Kesalahan absis dan ordinat bisa dikoreksi.
terikat koordinat
1-
Azimut
dihitung
berdasarkan
azimut yang sudah diketahui.
2Koordinat dihitung berdasarkan
koordinat yang ditentukan.
3Kesalahan sudut bisa dikoreksi
- Kesalahan absis dan ordinat tidak bisa dikoreksi. Gambar 4.9 Poligon terbuka
terikat azimut
2. Poligon tertutup
1- Titik awal menjadi titik akhir pengukuran.
2- Dibedakan
menjadi:
Tidak terikat
a.
1-
12
kyi
. fx
. fy
fl fxfy
Keterangan notasi :
u sudut horisontal
=
ukuran
f = kesalahan sudut
k= koreksi sudut
d = jarak sisi poligon
= azimut sisi poligon
banyaknya titik
n = poligon
kesalahan penutup
fx = absis
kesalahan penutup
fy = ordinat
fl = kesalahan jarak linier
kx
= koreksi absis di titik i
i
kyi koreksi ordinat di titik
=
i
i = 1, 2, 3, . . . , n
Contoh:
Hasil pengukuran poligon buka
terikat sempurna sebagai
berikut:
Kusumawati,
Catatan
Kuliah
Ilmu
Hitunglah:
koordinat
titik
1 dan
2
Ukur Tanah-
13
4.15 B
Pengukuran
poligon terbuka
Koordinat titik A Gambar
(1000;1000),
(1200;800),
C (1700;700), dan D (1900;900).
Yuli
Jawab:
Langkah perhitungan poligon terbuka terikat sempurna sebagai berikut:
1. Hiitung azimut awal ( ) dan azimut akhir ( ) dari dua koordinat titik ikat awal (titik A dan titik B) dan
awal
akhir
dua koordinat titik ikat akhir (titik P dan titik Q) dengan rumus:
AB = arc tg (XB-XA)/(YB-YA)
(perhatikan X+/Y-, sehingga AB di
=arc tg (1200-1000)/(800-1000) = arc tg
kuadran II)
(200/-200)
= 1800-450 = 1350
CD = arc tg (XD-XC)/(YD-YC)
(perhatikan X+/Y+, sehingga PQ di
=arc tg (1900-1700)/(900-700) = arc tg
kuadran I)
(200/200)
0
= 45
2. Jumlahkan sudut hasil ukuran (), hitung koreksinya, dan hitung sudut terkoreksi:
= 629000
awal
f= 6300 - 629000= 1 = 60 k=
60/4=+15 per sudut
Titik
B
1
2
C
Total
Sudut horisontal ()
Ukuran
Koreksi Terkoreksi
1150001
0
115 00
+1 5
2400001
0
240 00
+1 5
1200001
0
120 00
+1 5
1540001
0
154 00
+1 5
629000
+6 630000
3. Hitung azimut sisi poligon berdasarkan azimut awal dan sudut terkoreksi:
= +- 180o
n;n+1
n n
u
Jika > 3600 maka 3600 , sebaliknya jika < 00 maka + 3600.
n;n+1
n;n+1
n;n+1
n;n+1
= 135o0000 (dihitung dari koordinat A dan B)
AB
o
B1= AB+B180
0000+1150015-180=70 0015
dan o = 135
o
0
o
o
12= B1+1180
= 70 0015+2400015-180=130 0030
o
o
0
o
o
2C= 12+2180
= 130 0030+1200015-180=70 0045
o
o
0
o
o
CD= 2C+C(benar
180
!)
= 70 0045+1540015-180=45 0000
(Hasil hitungan azimut akhir harus sama dengan azimut akhir yang dihitung dari
koordinat C dan D).
4. Hitung selisih absis dan selisih ordinat masing-masing kaki berdasarkan jarak datar
dan azimut, kemudian hitung total kesalahan selisih absis dan total kesalahan selisih
ordinat:
X = Dsin Y= Dcos
fx = (Xakhir Xawal) -d sin = (1.700-1.200) 269,53 = 230,47 fy = (Yakhir Yawal)-d cos =
(700-800) (-12,53) = -87,47
(Koordinat acuan awal adalah B dan koordinat acuan akhir adalah C).
Azimut () Jarak (D) X= Dsin Y= Dcos
Kaki
70o00 100,00
B1
93,97
34,20
12
130o00 120,00
91,91
-77,15
2C
70o00
89,00
83,64
30,42
Total
309,00
269,53
-12,53
5. Hitung koreksiX dan koreksi Y serta hitung X terkoreksi dan Y terkoreksi masingmasing kaki:
di
dan
di
kxi
Kaki
. fx
kyi
. fy
Kx
B1
93,97
34,20
74,59
12
91,91
-77,15
89,50
2C
83,64
30,42
Total
269,53
-12,53
66,38
230,4
7
ky
28,31
33,97
25,19
87,47
Adj.X
Adj.Y
168,56
5,89
181,42
-111,12
150,02
5,23
500,00
-100,00
14
ordinat:
Kesalahan fx dan fy dibagi habis pada absis dan ordinat titik-titik poligon dengan
perbandingan lurus
dengan jarak-jarak sisi poligon, atau dapat ditulis:
di
dan
di
kxi
kyi
. fx
. fy
fl fxfy
Keterangan
notasi :
u sudut horisontal
=
ukuran
f = kesalahan sudut
k= koreksi
sudut
d = jarak sisi poligon
= azimut sisi poligon
banyaknya titik
n = poligon
kesalahan penutup
fx = absis
kesalahan penutup
fy = ordinat
fl = kesalahan jarak linier
kx
= koreksi absis di titik i
i
kyi koreksi ordinat di titik
=
i
i = 1, 2, 3, . . . , n
Contoh:
Hasil pengukuran poligon
tertutup sebagai berikut:
J
i
k
a
k
o
o
r
d
i
n
a
t
t
i
t
i
k
A
(
1
0
0
0
;
1
0
0
0
)
,
h
i
t
u
n
g
l
a
h
k
o
o
r
d
i
n
a
t
t
i
t
i
k
t
i
t
i
k
p
o
l
i
g
o
n
y
a
n
g
l
a
i
n
.
Gambar 4.16
Pengukuran
poligon
tertutup
Yuli Kusumawati, Catatan Kuliah Ilmu
Ukur Tanah- 15
Jawab:
Langkah perhitungan poligon tertutup sebagai berikut:
1. Jumlahkan sudut hasil ukuran (), hitung koreksinya, dan hitung sudut terkoreksi:
u
syarat jumlah sudut dalam: = (n-2)x180 0
= 53905900
k= 60/5per sudut=+12
Sudut horisontal ()
Ukuran
Koreksi Terkoreksi
0
101 24
101024
+1
149013
+1
149013
0
80 58
+1
80058
0
116 19
+1
116019
0
92 04
+1
92004
0
539 59
+6
540000
Titik
A
B
C
D
E
Total
2. Hitung azimut sisi poligon berdasarkan azimut awal dan sudut terkoreksi:
(karenau adalah sudut
n;n+1 = n-n + 180o
kiri)
Jika n;n+1> 3600 maka n;n+1 3600 , sebaliknya jika n;n+1< 00 maka n;n+1 +
3600.
AB = 51o2200(diketahui)
o
o
0
o
o
BC= AB-B+
180
= 51 2200-1491312180= 82+0848
o
o
0
o
o
CD= BC-C+
180
= 82 0848-805842180= 181+ 1006
o
o
0
o
o
DE= CD-D+
180
= 181 1006-1161912180= 244+ 5054
EA= DE-E+ 180
0o
AB= EA-A+
= 332 4612-1012412180= 411+ 2200-360=51
180
2200(benar!)
(Hasil hitungan azimut awal harus sama dengan azimut akhir).
3. Hitung selisih absis dan selisih ordinat masing-masing kaki berdasarkan jarak datar
dan azimut, kemudian hitung total kesalahan selisih absis dan total kesalahan selisih
ordinat:
Y
=D
cos
n;n+1
n;n+1
da
X
=D
sin
n;n+1
n;n+1
n;n+1 n
n;n+1
fy = 0 - d cos
fx = 0 - d sin dan
Kaki
Azimut
()
Jarak
(D)
AB
51o22
401,58
BC
82o08
382,20
CD
181o10
368,28
DE
244o50
579,03
EA
332o46
350,10
Total 2.081,19
X= Dsin
313,69
7
378,61
5
7,50
9
524,13
0
160,19
3
0,48
0
Y= Dcos
250,72
0
52,222
-368,203
-246,097
311,30
1
-0,057
4. Hitung
koreksiXdan
kxi
di
d
. fx
BC
X
313,69
7
378,61
5
CD
-7,509
Kaki
AB
DE
EA
Tota
l
Y
250,72
0
. fy
Kx
-0,088
-0,085
0,01
0
524,130
160,193
52,222
368,20
3
246,09
7
311,30
1
ky
0,01
1
0,01
0
0,480
-0,057
-0,480
-0,093
-0,134
-0,081
0,01
6
0,01
0
0,05
7
Adj.X
Adj.Y
313,604
250,731
378,527
52,233
-7,594
-368,193
-524,264
-246,081
-160,274
311,311
0,00
0,00
16
4.4.
Mengikat Ke Muka
Pada dasarnya metode mengikat ke muka adalah penentuan posisi koordinat suatu titik
berdasarkan dua titik yang sudah diketahui koordinatnya. Pengikatan ke muka dapat
dilakukan apabila kondisi lapangan memungkinkan alat untuk berpindah posisi
pengukuran secara leluasa, misalnya pada daerah yang mempunyai permukaan
datar.Alat (tedolit) ditempatkan di titik A kemudian di titik B yang diketahui
koordinatnya untuk mengukur sudut horisontal dan .
Contoh:
Diketahui : Koordinat A (100,150)
Koordinat B (150,100)
0
Sudut horisontalB)=80
A (
B (
Hitunglah : Koordinat C
Jawab:
= arc tg (X -X )/(Y -Y )
AB
B A
B A
= arc tg (150-100)/(100-150)
+
= arc tg (50/-50)
atau D
(Y -Y )/cos
AB
= (X -X )/sin
AB1
B A
AB2
A
AB
1= (150-100)/sin 1350
2= 50/0,707 = 70,71m
AB
1=
(70,71/si
n400)si
n600
-50/0,7
07
=
70,
71
m
= (D /sin ) sin
Ac
1=
2=
B
AB
(100
atau D = (D /sin
15 ) sin
0)/
Bc
AB
cos
C
13
A
50
1= (70,71/sin40 )sin80
2= (70,71/0,643)0,985 = 108,33m
Yuli
Kusumawati,
Catatan Kuliah
Ilmu Ukur Tanah-
2=
(70,71/0
,643)0,
866 =
95,27
m
17
AC
= AB - A
= 1350-600 = 750
BC
= AB + B - 180:
C2
= XB + DBC sin BC
= 150+(95,27sin350)
= 150+(95,27x0,574) =
204,64
C1
Yc
= YA + DAC cos AC
atau
0
= 150+(108,33 cos75 )
= 150+(108,33x0,259) =
178,04
= (YC1 + YC2)/2
= (178,04+178,04)/2 =
178,04
= YB + DBC cos BC
= 100+(95,27cos350)
= 100+(95,27x0,819) =
178,04
18
2. Posisi miring (membentuk sudut lancip terhadap bidang datar), jaraknya disebut jarak
miring (jarak lapangan).
3. Posisi tegak (membentuk sudut 90:terhadap bidang datar), jaraknya disebut jarak
tegak (beda tinggi).
19
Panjang pita ukur berkisar antara 20m 100m.Satuan skala yang digunakan umumnya
adalah meter dengan pembagian skala tiap 0,5cm 1mm atau inchi dengan
pembagian slaka tiap 0,125 inchi - 0,1 inchi. Alat bantu yang digunakan untuk
pengukuran jarak langsung dengan pita ukur antara lain:
1. Jalon atau anjir adalah tongkat dari pipa besi dengan ujung runcing (seperti
2.
3.
4.
5.
lembing) panjang antara 1.5m sampai 3m, diameter pipa antara 1.5cm sampai 3cm
dicat merah dan putih berselang-seling. Jalon ini berguna pada pelurusan dan untuk
menyatakan adanya suatu titik dilapangan pada jarak jauh.
Pen ukur, adalah alat untuk memberi tanda titik sementara dilapangan. Terbuat dari
besi dengan panjang 40m dan runcing diujungnya dan ujung lain lengkung.
Unting-unting adalah alat untuk membantu memproyeksikan suatu titik terbuat dari
besi atau dari kuningan.
Water pas tangan adalah alat bantu untuk mendatarkan pita ukur.
Prisma dan kaca sudutadalah alat bantu untuk menentukan sudut 900/ siku.siku.
2- Orang pertama melihat dari belakang jalon di A sedemikian hingga jalon di A dan B
terlihat menjadi satu.
3- Orang kedua membawa jalon j1. Dengan arahan dari orang pertama, orang kedua
2.
bergeser ke kiri atau ke kanan sedemikian hingga orang pertama melihat jalon di A,
j1, dan B terlihat menjadi satu barulah jalon j1 ditancapkan.
4- Cara yang sama dilakukan pada jalon j2,j3, dan seterusnya sampai semua
penggalan jarak ditandai pelurusannya.
Pengukuran jarak.
Pengukuran jarak langsung minimal dilakukan oleh dua orang, yaitu orang pertama
memegang bagian awal pita ukur dan orang kedua menarik pita ukur.
Pelaksanaan pengukuran sebagai berikut:
1- Ujung awal (angka 0) pita ukur ditempatkan di titik A.
Yuli Kusumawati, Catatan Kuliah Ilmu Ukur
Tanah- 20
1- Pita ukur ditarik secara lurus dan mendatar sampai menyinggung jalon j1.
2- Tancapkan pen ukur di titik A (a1) dan di titik j1 (a2), baca dan catat skala pita ukur yang berimpit
di a2.
3- Lakukan hal yang sama dari a2 ke a3, dan seterusnya sampai ke titik B.
Pengukuran dari A ke B dinamakan pengukuran pergi. Selanjutnya dilakukan
pengukuran pulang dari B ke A dengan cara yang sama. Hasil pengukuran pergi dan
pulang kemudian dihitung nilai rata-ratanya.
Rasio ketelitian pengukuran jarak adalah:
( D
- D
pergi
pulang
)/D
rata-rata
5-
5.3. Offset
Pengukuran detil dengan cara offset dilakukan dengan menggunakan alat pita ukur
(rantai ukur) dan alat bantu seperti jalon, cermin sudut dan prisma, dan pen ukur.
Pengukuran cara offset biasanya dilakukan pada daerah yang relatif datar dan tidak luas,
sehingga kerangka dasar pemetaannya dibuat dengan cara offset juga. Peta yang
dihasilkan dari pengukuran cara offset tidak menyajikan informasi tentang ketinggian.
Cara pengukuran offset
ada tiga: a. Cara siku-siku
(tegak lurus)
AQ2, AR1, AR2, PP1, PP2, QQ1, QQ2, RR1, dan RR2.
Selanjutnya ukur jarak sisi-sisi detil tersebut.
Gambar 5.10. Pengukuran offset secara interpolasi
21
22
6.
6.1. Teodolit
Tedolit adalah alat yang dirancang untuk mengukur sudut secara cermat dan teliti.
Pengukuran tersebut berupa sudut pada bidang vertikal maupun bidang horizontal.
Pengukuran teodolit yang dilengkapi dengan pembacaan rambudapat digunakan untuk
menentukan jarak dan beda tinggi.
Teodolit dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut:
A. Berdasarkan konstruksinya
1. Theodolit Reiterasi (Teodolit Sumbu Tunggal).
Dalam teodolit ini, lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan klep, sehingga
bacaan skala mendatarnya tidak bisa diatur. Theodolit yang termasuk ke dalam jenis
ini adalah teodolit type T0 (Wild) dan type DKM-2A (Kern).
2. Theodolit Repetisi.
Konstruksinya kebalikan dengan teodolit reiterasi, yaitu bahwa lingkaran mendatarnya
dapat diatur dan dapat mengelilingi sumbu tegak ( sumbu I ).Akibat dari konstruksi ini,
maka bacaan lingkaran skala mendatar 0,dapat ditentukan ke arah bidikkan / target
yang dikehendaki. Teodolit yang termasuk ke dalam jenis ini adalah teodolit type TM 6
dan TL 60-DP (Sokkisha), TL 6-DE (Topcon), Th-51 (Zeiss).
B. Berdasarkan sistem pembacaannya
1. Teodolit sistem bacaan dengan Index Garis.
2. Teodolit sistem bacaan dengan Nonius.
3. Teodolit sistem bacaan dengan Micrometer.
4. Teodolit sistem bacaan dengan Koinsidensi.
5. Teodolit sistem bacaan dengan Digital.
C. Berdasarkan tingkat ketelitian
1. Teodolit Presisi (Tipe T3).
2. Teodolit Satu Sekon (Tipe T2).
3. Teodolit Sepuluh Sekon (Tipe TM-10C).
4. Teodolit Satu Menit (Tipe T0).
5. Teodolit Sepuluh Menit (Tipe DK-1).
Secara umum, konstruksi teodolit terbagi atas tiga bagian:
1. Bagian atas, terdiri dari sumbu kedua yang diletakkan diatas kaki penyanggah sumbu
kedua. Pada sumbu kedua diletakkan suatu teropong yang mempunyai diafragma dan
dengan demikian mempunyai garis bidik. Pada sumbu ini pula diletakkan plat yang
berbentuk lingkaran tegak sama seperti plat lingkaran mendatar.
2. Bagian tengah, terdiri dari suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung dan
diletakkan pada bagian bawah. Sumbu ini adalah sumbu tegak lurus kesatu. Diatas
sumbu kesatu diletakkan lagi suatu plat yang berbentuk lingkaran yang berbentuk
lingkaran yang mempunyai jari jari plat pada bagian bawah. Pada dua tempat di tepi
lingkaran dibuat alat pembaca nonius. Di atas plat nonius ini ditempatkan dua kaki
yang menjadi penyanggah sumbu mendatar atau sumbu kedua dan sutu nivo tabung
diletakkan untuk membuat sumbu kesatu tegak lurus. Lingkaran dibuat dari kaca
dengan garisgaris pembagian skala dan angka digoreskan di permukaannya. Garis
garis tersebut sangat tipis dan lebih jelas tajam bila dibandingkan hasil goresan pada
logam. Lingkaran dibagi dalam derajat sexagesimal yaitu suatu lingkaran penuh dibagi
dalam 360 atau dalam grades senticimal yaitu satu lingkaran penuh dibagi dalam
400 grade.
3. Bagian bawah, terdiri dari pelat dasar dengan tiga sekrup penyetel yang menyanggah
suatu tabung sumbu dan pelat mendatar berbentuk lingkaran. Pada tepi lingkaran ini
dibuat pengunci limbus.
23
Gambar 6.3Teodolit Wild T1. a). bacaan lingkaran horisontal (48 022).bacaanlingkaran vertikal
(8905610)
Fungsi bagian-bagian teodolitsebagai berikut:
1
Visier, berfungsi untuk membidik secara kasar ke objek.
2
Lensa okuler, berfungsi untuk memeperjelas benang teropong.
3
Nivo tabung, berfungsi untuk melihat kedataran alat.
4
Nivo kotak, berfungsi untuk melihat kedataran alat.
5
Sekrup A, B, C, berfungsi untuk mengatur gelembung nivo.
6
Lensa objektif, berfungsi untuk melihat objek pengamatan.
Sekrup pengunci sudut horizontal, berfungsi untuk mengunci teropong agar tidak
bergerak secara horizontal.
8
Penggerak halus horizontal, berfungsi untuk menggerakkan teropong dengan halus
secara horizontal.
9
Sekrup penjelas lensa fokus, berfungsi untuk memperjelas objek yang dibidik.
10 Sekrup penjelas benang diafragma, berfungsi untuk memperjelas benang diafragma.
11 Pengunci sudut vertikal, berfungsi untuk mengunci teropong agar tidak bergerak secara
vertikal.
12 Penggerak halus vertikal, berfungsi untuk menggerakkan teropong dengan halus secara
vertikal.
1. Buka ketiga klem kaki tripod, dirikan tripod di atas patok dengan merentangkan ketiga
kakinya hingga ujung kaki tripod membentuk segitiga sama sisi dengan patok sebagai
pusatnya.
24
2. Tarik tripod bagian atas hingga tripod setinggi dada (agar nantinya posisi teropong
3.
setinggi mata)dan pastikan kepala tripod mendatar. Jika tripod didirikan di tanah yang
miring, tempatkan dua kakinya di bagian turunan bukit. Gantungkan unting-unting
pada baut alat dan posisikan unting-unting tepat di atas patok dengan cara mengatur
ketinggian kaki tripod. Setelah posisi kepala tripod mendatar dan unting-unting tepat
di atas patok, kokohkan tripod dengan membenamkan ketiga kakinya ke dalam tanah.
Setelah pengaturan selesai kencangkan semua klemnya.
Pasang teodolit di atas tripod, dan kunci dengan skrup tripod.
4. Pasang teodolit di atas tripod, hubungkan dengan sekrup tripod dan kencangkan.
5.
(Periksa apakah posisi unting-unting masih tepat di atas patok. Kesalahan sentering
akan menyebabkan kesalahan sudut horisontal yang sangat signifikan).
Atur teodolit untuk memenuhi syarat berikut:
2. Sumbu I vertikal, syarat ini harus dipenuhi setiap kali alat didirikan.
3. Sumbu II (horisontal) tegak lurus sumbu I.
4. Garis bidik tegak lurus sumbu II.
5. Kesalahan indeks vertikal sama dengan nol.
6. Garis bidik sejajar garis arah nivo.
23-
(BS).
Sudut horisontal dalam pengukuran dibedakan menjadi:
1. Sudut horisontal tunggal
2. Sudut horisontal banyak.
3.
3. Buka klem horisontal dan vertikal, bidik target di titik K dengan cara yang sama.
Baca lingkaran horisontal ke arah B, misalnya HB. Ini adalah posisi biasa.
Besarnya sudut horisontal biasa adalah: = HH
Biasa
4. Buka klem horisontal dan vertikal, lalu putar teropong 180 0 lalu arahkan lagi ke
5.
target B. Ini adalah posisi luar biasa. Bidik secara kasar menggunakan visier yang
berada di atas teropong. Setelah dekat
dengan sasaran matikan klem horisontal dan vertikal. Gerakkan sekrup penggerak
halus alhidade horisontal sehingga garis bidik tepat pada sasaran.Baca lingkaran
horisontal ke arah B, misalnya HB.
Buka klem horisontal dan vertikal, bidik target di titik A secara kasar menggunakan
visier yang berada di atas teropong. Setelah dekat dengan sasaran matikan klem
horisontal dan vertikal. Gerakkan sekrup
penggerak halus alhidade horisontal sehingga garis bidik tepat pada sasaran. Baca
Yuli Kusumawati,
Biasa
Luar
Biasa
2. Buka klem horisontal, lalu arahkan teropong ke target J matikan klem horisontal. Buka
klem dan penggerak halus limbus untuk mengatur bacaan lingkaran horisontal ke arah
A sama nol atau angka lain, catat bacaannya misal p.
3. Matikan klem limbus, kemudian buka klem horisontal. Bidik titik Klalu matikan klem
4.
5. Buka klem horisontal, bidik teropong di K. Dengan cara ini diperoleh sudut lagi. Bila
3. Buat teropong posisi luar biasa. Bidik berturut-turut E, D, C, B, A. Baca masingmasing lingkaran horisontalnya.
= bacaan lingkaran horisontal D - bacaan lingkaran
horisontal E = bacaan lingkaran horisontal C bacaan lingkaran horisontal D = bacaan lingkaran
horisontal B - bacaan lingkaran horisontal C =
bacaan lingkaran horisontal A - bacaan lingkaran
horisontal B Rangkaian ini disebut satu seri.
6.
123-
5cm = 50mm. Hasil bacaannya dalam satuan meter, dengan angka perkiraan sampai
1mm.
6.4. Tacheometry
Tacheometry adalah cara pengukuran jarak dan beda tinggi antara dua titik
menggunakan alat optis, digital, maupun elektronis. Data yang diukur adalah sudut
horisontal, sudut vertikal, bacaan rambu (benang atas/BA, benang tengah/BT, benang
bawah/BB). Cara pengukuran ini digunakan terutama untuk pengukuran detil.
Sistem pengukuran tacheometry dibedakan menjadi:
1. Sistem stadia.
2. Sistem tangensial.
1. Tempatkan alat ukur di atas titik kerangka dasar atau titik kerangka penolong dan atur
alat sampai siap digunakan untuk mengukur.
2. Ukur dan catat tinggi alat (ti) dari titik kerangka tersebut.
3. Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo rambu
(nivo kotak).
4. Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga bayangan garis tegak diafragma berimpit
dengan garis tengah rambu, lalu kencangkan kunci penggerak mendatar teropong.
Baca dan catat bacaan BA, BT, dan BB. Jika memungkinkan, atur bacaan BT pada
rambu di titik bidik sama dengan tinggi alat sehingga beda tinggi yang diperoleh
sudah merupakan beda tinggi antara titik kerangka tempat berdiri alat dan titik detil
(titik bidik).
5. Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas. Setelah jarum
6.
setimbang (tidak bergerak) baca dan catat azimut magnetis dari tempat berdiri alat ke
titik bidik.
Baca dan catat bacaan pada lingkaran vertikal.
Jika bacaan lingkaran vertikal yang diperoleh adalah zenit (z), maka untuk mengubah
menjadi heling ()adalah sebagai berikut: = 90:- z (posisi biasa) atau = z - 270:(posisi
luar biasa)
Rumus jarak datar adalah:
D = 100 x (BA-BB) x Sin z, jika menggunakan sudut zenit
D = 100 x (BA-BB) x Cos ,jika menggunakan sudut miring
Jarak vertikal adalah:
V = D sin z cos z, jika menggunakan sudut zenit
V = D tg ,jika menggunakan sudut miring
V bernilai posistif jika z < 900, dan bernilai negatif jika z >900
28
3.
Tinggi titik 1
H2 = H1 +
H1-2
1=
2=
100 + 2,282
102,282m
3. Tinggi
titik
1
Jawab:
Heling () = z - 270:= 27205010-270:=
205010 a. Jarak A-1
DA-1 = 100 x (BA-BB) x Cos
1= 100 (1,955 1,045) Cos 205010
2= 90,777m
2. Beda tinggi A-1
HA-1 = ti - (D tg ) BT
1= 1,302 - (90,777 tg 205010)1,500
2= -4,299m
3.
Tinggi titik 1
H1 = HA +
HA-1
1=
2=
100 - 4,299
95,701m
1. Tempatkan alat ukur di atas titik kerangka dasar atau titik kerangka penolong dan atur
alat sampai siap digunakan untuk mengukur.
2. Ukur dan catat tinggi alat (ti) dari titik kerangka tersebut.
Yuli Kusumawati, Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah -
29
3. Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo rambu
(nivo kotak).
4. Arahkan teropong ke rambu ukur dengan garis bidik berada di atas garis datar. Atur
5.
6.
posisi teropong
sehingga bayangan garis tegak diafragma berimpit dengan garis tengah rambu, lalu
kencangkan kunci penggerak mendatar teropong. Baca dan catat bacaan rambu,
misalnya BT1 (hanya diperoleh satu bacaan saja).
Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas. Setelah jarum
setimbang (tidak bergerak) baca dan catat azimut magnetis dari tempat berdiri alat ke
titik bidik.
Baca dan catat bacaan pada lingkaran vertikal misalnya z1.
Jika bacaan lingkaran vertikal yang diperoleh adalah zenit (z), maka untuk mengubah
menjadi heling ()adalah
sebagai berikut: = 90:- z (posisi biasa) = z - 270:(posisi luar
atau
biasa)
Rumus jarak datar adalah:
(
Jarak vertikal:
V = D sin z cos z, jika menggunakan
sudut zenit
V = D tg ,jika menggunakan sudut miring
V bernilai posistif jika z < 900, dan bernilai negatif jika z >900
Rumus beda tingginya adalah:
H = ti + V - BT
Gambar 6.11. Pengukuran metode tangensial
Contoh:
Dari titik 1 teodolit mengarah ke rambu di titik 2 dengan hasil bacaan sebagai berikut:
Sudut vertikal (zenit) 1 =
82010
Benang tengah (BT) 1 = 2000
Sudut vertikal (zenit) 2 =
84025
Benang tengah (BT) 2 = 1500
Tinggi alat di titik 1=
1,405 m
Tinggi titik 1 = 100m di atas permukaan laut.
Hitunglah: jarak dan beda tinggi antara titik 1-2, serta tinggi titik 2.
Jawab:
Heling (1) = 90:- z = 90:- 820107050=
Heling (2) = 90:- z = 90:- 84025
5035=
a. Jarak dari titik 1 ke
titik 2
=
=
=
=12,556m
(
) (
) (
atau
3.
Tinggi titik 1
H2 = H1 +
H1-2
1=
2=
100 + 1,132
101,132m
H1-2
= ti + (D tg 2) BT2
= 1,405 + (12,556 tg
5035)1,500
= 1,132m
Misal:
Panjang L1 dan L2 masing-masing = 10m, dan posisi alat terhadap patok melenceng =
2mm maka kesalahan sudut horisaontal yang diukur adalah:
7.
Ketinggian suatu titik pada dasarnya menunjukkan posisi suatu titik di atas bidang datum
tertentu. Koordinatnya merupakan jarak titik tersebut terhadap bidang datum sehingga
hanya terdiri dari satu parameter saja (umumnya dinotasikan dengan h).
dan
creostal
movement
31
Beda
dh :
dP :
:
g
H = ti + (D sin z cos z)
H = ti + (D tg )
BT
atau - BT
atau D = 100 x (BA-BB) x
D = 100 x (BA-BB) x
Cos
Sin z
= 90:- z (posisi
biasa)
atau
= z - 270:(posisi luar
biasa)
Keterangan:
HI : tinggi alat dari datum
BS : bacaan rambu belakang
FS : bacaan rambu depan
elev : tinggi titik
32
b : bacaan rambu di B
HB : tinggi titik B dari datum
2. Pada posisi di tengah-tengah antara dua titik tanpa memperhatikan apakah posisi
tersebut membentuk satu garis lurus atau tidak
terhadap titik yang akan diukur.
hAB = a b
Tinggi titik B:
3. Pada
33
Cara penempatan alat ukur yang paling baik adalah di antara dua rambu ukur, karena:
1- Kesalahan yang mungkin masih ada pada pengaturan alat dapat saling memperkecil.
2- Pengaruh tidak sejajarnya garis bidik dengan garis arah nivo akan hilang jika jarak
antara alat ukur ke kedua rambu dibuat sama.
Sedangkan cara untuk mengukur tinggi garis bidik (collimation height) ada dua, yaitu:
1. Alat ukur sipat datar ditempatkan di atas tugu A yang diketahui tingginya (HA)
1- Buat sumbu kesatu tegaklurus (gelembung nivo di tengah-tengah).
2- Ukur tinggi alat dari tugu (ti) menggunakan rambu.
3- Hitung tinggi garis bidik Tgb = HA + ti
2. Mistar diletakkan di atas tugu A yang diketahui tingginya (HA)
1- Buat sumbu kesatu tegaklurus (gelembung nivo di tengah-tengah).
2- Arahkan garis bidik ke rambu di titik A, dan baca benang tengahnya (BTA).
3- Hitung tinggi garis bidik Tgb = HA + BTA
Penentuan tinggi garis bidik dengan cara kedua lebih teliti, karena pengukuran tinggi alat
dari tugu relatif lebih sukar dan kasar. Acuan untuk pengukuran tinggi alat adalah titik
tengah teropong.
1. Buka ketiga klem kaki tripod, dirikan tripod di atas patok dengan merentangkan ketiga
2.
3.
kakinya hingga ujung kaki tripod membentuk segitiga sama sisi dengan patok sebagai
pusatnya.
Tarik tripod bagian atas hingga tripod setinggi dada (agar nantinya posisi teropong
setinggi mata) dan pastikan kepala tripod mendatar. Jika tripod didirikan di tanah yang
miring, tempatkan dua kakinya di bagian turunan bukit. Setelah posisi kepala tripod
mendatar, kokohkan tripod dengan membenamkan ketiga kakinya ke dalam tanah.
Setelah pengaturan selesai kencangkan semua klemnya.
Pasang waterpas di atas tripod, dan kunci dengan skrup tripod.
2- Putar teropong terhadap sumbu I ke arah kiri/kanan. Amati apakah titik pada
tembok tetap berimpit dengan benang silang horisontal atau sudah bergeser.
3- Bila bergeser betulkan dengan cara memutar diafragma dengan terlebih dulu
mengendurkan sekrupnya.
34
2. Tegakkan rambu di atas Datum (RL+50m) dan lakukan pembacaan. Ini adalah bacaan
3.
4.
5.
setelah
tengah
tengah
tengah
(intermediate sight).
6. Pindahkan rambu ke D dan lakukan pembacaan. Ini adalah bidikan depan (foresight),
karena setelah pembacaan maka alat akan dipindahkan. (Sebaiknya pada titik ini
dipasang piringan untuk menjaga ketinggian yang sama).
7. Jarak antara stasiun harus diukur dan dicatat dalam buku lapangan. (Untuk
menghilangkan kesalahan kolimasi, jarak backsight dan foresight harus sama. Panjang
bidikan diusahakan kurang dari 100m).
Yuli Kusumawati, Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah -
35
8. Dirikan alat di posisi Level 2. Rambu D (di atas piringan) dihadapkan ke alat di Level 2,
dan lakukan pembacaan. Ini adalah bidikan belakang (backsight).
10.
1 Bacaan rambu backsight, intermediate sight, dan foresight ditulis dalam kolom
yang sesuai pada baris yang berbeda, kecuali untuk titik perpindahan (contoh: titik
D, F, dan H) maka backsight dan foresight ditulis pada baris yang sama.
2 Ketinggian yang direduksi pertama adalah datum/bencmark (contoh: R.L.+50m).
3 Jika intermediate sight atau foresight lebih kecil dari bacaan rambu sebelumnya,
maka beda pembacaan ditulis di kolom rise.
4 Jika intermediate sight atau foresight lebih besar dari bacaan rambu sebelumnya,
maka beda pembacaan ditulis di kolom fall.
1 Pencatatan sama seperti pada metode rise and fall untuk backsight,
intermediatesight, dan foresight. Tidak ada kolom rise atau fall, sebagai gantinya
adalah kolom tinggi garis bidik.
2 Bacaan backsight pertama (rambu di atas datum, bencmark, atau reduced level)
ditambahkan ke RL pertama sehingga menjadi tinggi garis bidik.
3 Bacaan rambu berikunya ditulis di kolom yang sesuai tapi pada baris baru. RL
untuk stasiun dihitung dengan cara mengurangi bacaan rambu dari tinggi garis
bidik.
4 Tinggi garis bidik berubah hanya jika alat berpindah ke posisi baru. Tinggi garis
bidik yang baru dihitung dengan menambah backsight ke RL pada titik ubah
(change point).
Pada metode ini tidak ada pengecekan ketelitian RL intermediate, dan kesalahan tidak
dapat diketahui.
37
9. Dengan cara yang sama lakukan sampai titik yang terakhir sebagai pengukuran pergi.
10.
Kemudian lakukanpengukuran pulang dari arah titik terakhirsampai ke titik awal
dengan cara yang sama pada pengukuran pergi.
Lakukan perhitungan beda tinggi dan ketinggian masing-masingtitik.
Beda tinggiantara(h)P1danP2 adalah rata-rata beda tinggi pergi dan pulang:
= BTP1h
1-2pergi BTP2
= BTP1h
1-2pulang BTP2
11.
1-2
dst
(h
1-2pergi
HP2 = HP1
+
HP3 = HP2
+
-3
+ h )
1-2pulang
dst
12. Gambarkan hasil pengukuran.
Pengukuran sipat datar melintang:
1. Dirikan pesawat di antara titik P1
kemudian lakukan penyetelan
alat sampai mendatar.
4.
5.
6. Laku
n
bacaa
n
rambu
(BT)
1.580
0.570
1.880
kan
P1
perh
1.950
2.030
itun
1.390
0.560
h
P1-a
gan
1.500
bed
h
a
P1-b 1.600
1.700
dst1.576
ting
3.850
gi
Bila tinggi titik P1 = H3.006
dan
adalah:
11.63
keti
H =H
11.641
1
4.450
a
nggi
H =H
b
P2
an
dst-11.631
-4.440
masi
7. Gambarkan
hasil
0.010
0.010
ngpengukuran.
masi
ng Contoh: Hasil pengukuran dan hitungan
titik. sebagai berikut:
Beda
tinggi
(h)titi BS
kdetil
adalah
antara 4.365
selisih
tinggiP
1alat
didanP
1(ti ) 2.150
denga
0.300
0.150
0.110
0.200
2.250
1.430
4.440
214.100
213.800
213.650
214.210
214.100
213.900
211.650
210.220
210.22
0
210.210
0.010
38
Gambar 7.17 Penampang vertikal sepanjang garis AB (skala vertikal 1:50, skala
horisontal 1:500, tinggi datum 210,000m di atas msl)
Pada gambar tersebut ketinggian titik-titik diletakan 210.000mdi atas datum. Artinya
ketinggian titik A = 213.350m, B = 213.900m dengan jarak 120 m dari titik A.
Perhitungan galian dan timbunan dilakukan jika ada rencanagaris kerja. Misalnya pada
gambar ada rencana jalan barudengan ketinggian 211.000m pada titik A, dan rencana
jalan tersebut menanjak 1m dalam 100m menuju titik B. Maka:
Tinggi rencana AB=1 dalam 100
kenaikan Jadi kenaikan 20m=
20/100 x 1.000 = 0.200 m
Ketinggian tereduksi titik awal A =
211.000 m
Ketinggian tereduksi pada jarak 20 m = 211.000 +
0.200 = 211.200 m Ketinggian tereduksi pada jarak 40
m = 211.000 + 0.400 = 211.400 m Ketinggian tereduksi
pada jarak 60 m = 211.000 + 0.600 = 211.600 m
Ketinggian tereduksi pada jarak 80 m = 211.000 +
0.800 = 211.800 m Ketinggian tereduksi pada jarak 100
m = 211.000 + 1.000 = 212.000 m Ketinggian tereduksi
pada jarak 120 m = 211.000 + 1.200 = 212.200 m
Galian pada jarak
20m = 214,100 Galian/timbunan = ketinggian tanah
ketinggian terencana. Galian di titik awal A = 212.000 = 2.100
m Galian pada
213.530 - 211.000 = 2.530 m
jarak
20m
=
Galian pada jarak 20m = 214,100 213,900
211.200 = 2.900 m Galian pada jarak
212.200 = 1.700
20m = 213,800 - 211.400 = 2.400 m
m
Galian pada jarak 20m = 213,650 211.600 = 2.050 m Galian pada jarak
20m = 214,210 - 211.800 = 2.410 m
digunakan
untuk
7.4. Kontur
penggambara
Untuk
mengetahui
tinggin kontur.
rendahnya
suatu
tempat
dapat
dilakukan
dengan
Kontur adalah
mengukur sebanyak mungkin
titik-titik di tempat tersebutgaris khayal
menggunakan sipat datar.yang
Metode sipat datar yangmenghubung
sesuai
untuk
keperluankan titik-titik
pengukuran detil di area yangyang
luas adalah metode tinggimempunyai
garis bidik. Hasil pengukuranketinggian
berupa beda tinggi danyang sama.
tinggi,
yang
selanjutnya
(jika hasilnya
(+) = galian, (-)
= timbunan).
Semakin landai suatu lereng maka garis konturnya semakin jarang. Sebaliknya,
semakin curam suatu lereng maka garis konturnya semakin rapat.
3
Garis kontur tidak akan bercabang.
4
Garis-garis kontur yang berbeda nilai tidak akan berpotongan.
5
Garis kontur merupakan suatu garis lengkung yang tertutup.
6
Garis kontur yang memotong sungai akan melengkung ke arah hulu.
7
Garis kontur yang memotong jalan akan melengkung ke arah turunnya jalan.
8
Garis kontur yang memotong bangunan akan dibelokkan dan mengelilingi/sejajar
batas bangunan.
atas dasar ketinggian detail-detail hasil ploting yang tidak merupakan kelipatan interval
kontur yang diperlukan.
40
Pada pengukuran garis kontur cara tidak langsung umumnya titik-titik detil tersebut
mempunyai ketinggian sembarang (tidak sama).
Gambar 7.21Interpolasi
linier
5. Ketinggian titik lainnya dihitung satu persatu sehingga ditemukan lokasi titiknya.
6. Menghubungkan tinggi titik-titik yang sama.
41
42
8.
Perhitungan luas dan volume bisa dilakukan secara grafis dan numeris. Untuk
memudahkan perhitungan gambar yang dibatasi oleh titik-titik yang berkoordinat,
perhitungan luas dan volume secara numeris dapat menggunakan kalkulator berprogram
maupun program komputer.
3.
Bila panjang satu sisi b dan tinggi segitiga pada sisi itu
= h, maka luas segitiga: LST = 1/2 bh
2
Bila sudut a diketahui dan sisi pengapitnya b dan c
diketahui, maka luas segitiga: LST = 1/2 bc sin a
3
Bila ketiga sisi segitiga masing-masing a, b dan c diketahui, maka luas
segitiga:
LST = (s(s - a)(s - b)(s - c))1/2
dengan s= 1/2(a + b + c).
Trapesium
Bila kedua sisi sejajar trapesium b1 dan b2 serta tingginya h diketahui,
maka luas trapesium: LTRP = 1/2(b1 + b2)h
Gambar 8.1 Hitungan luas cara offset dengan interval tidak tetap
Caraoffset
dengan
interval
d{(y1+y2)/2 + y2 + y3 + ... + yn-1},
tetap:
dengan d1 = d2 =
d3 = d4 =d.
Trapes
ium
dan
parab
ola
sebag
ai
pende
katan
bentu
k yang
dibata
si 1
ole C
a
h
r
a
len
gk
S
i
un
m
ga
p
s
n
o
pol
n
yn
1
om
/
3
ial:
,
dengan i =
1 ... n.
d
u
a
b
a
g
i
a
n
d
i
a
n
g
g
a
p
s
a
t
u
l
/
3
(
y
0
s
e
t
:
4
y
+
y
2
Gambar 8.6 Hitungan luas grafis dengan kisi-kisi Gambar 8.7 Hitungan luas grafis
dengan lajur
1. Metode
melintang
menjadi:
tampang
Dibedakan
Yuli Kusumawati, Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah -
44
2. Jarak
rata-rata
dari
penampang V = 1/2(L1 +
L2) Ao.
2.
Cara
prisma
dan
piramida Dibedakan
menjadi:
V = A/4( h1 + 2 S h2 + 3 S h3 + 4 S h4)
hI= ketinggian titik-titik yang digunakan i kali dalam hitungan volume
Area berbentuk segitiga
V = A/3(h1 + 2S h2 + 3S h3 + 4S h4 + 5S h5 + 6S h6 + 7S h7 + 8S h8)
hI= ketinggian titik-titik yang digunakan i kali dalam hitungan volume.
45
Bila nadalah ganjil, bagian yang terakhir dihitung dengan cara piramida kotak atau
cara rerata luas penampang awal dan akhir.
Untuk n = 1 diperoleh:
V = h/3{Ao + A1 + (A0A1)1/2} = V = h/3{ Ao + (A0A1)1/2 + A1 }
rata-rata V = h/2 { Ao + An +
2S Ar }
rbernilai 1 <= r<= n - 1.
Untuk n = 1 diperoleh V = h/2 ( Ao + A1 )
Gambar 8.14 Volume cara
kontur
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki, S., 2012, Ilmu Ukur Tanah (Edisi Revisi), Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
2. Davis, R.E., and Foote, F.S., 1981, Surveying, Theory And Practice 5th Edition,
3.
4.
5.
6.
7.
47