PENDAHULUAN
dapat
dibagi
dalam:
(a)
Geodetic
surveying,
disini
sekitar 0,10 meter (Agor, 1982). Dengan demikian untuk bidang enjiniring yang
biasanya dibutuhkan peta-peta skala besar dan cakupan wilayahnya relatif sempit,
lebih tepat menggunakan rumusan ilmu ukur tanah ini.
Hasil pengukuran dewasa ini digunakan untuk: (a) memetakan bumi diatas
dan dibawah permukaan laut; (b) menyiapkan peta navigasi untuk penggunaan di
udara, darat dan di laut; (c) penentuan batas-batas pemilikan tanah; (d)
pengembangan bank data informasi geografi; (e) penentuan ukuran, bentuk,
gravitasi, medan magnit bumi, dan (f) menyiapkan peta-peta bulan dan planet.
Surveying atau metode surveying sering digunakan dan sangat membantu di
bidang geografi, geologi, astronomi, pertanian, kehutanan, archeologi, arsitektur dan
teknik sipil. Di bidang teknik sipil, surveying memainkan peranan penting selama dan
sesudah tahap perencanaan, dan pada tahap pelaksanaan konstruksi dalam
berbagai proyek jalan raya, jalan rel, gedung, perumahan, jembatan, terowongan,
irigasi, bendungan, pekerjaan pipa, dll.
atau citra yang direkam oleh kamera atau sensor lainnya dari pesawat udara atau
satelit.
).
Dasar Pemetaan
MODUL 2
Alat ukur tanah yang utama adalah: teodolit dan level atau penyipat datar
atau waterpas, serta alat pengukur jarak.
2.1. Teodolit
bagian-bagian alat teodolit (lihat gambar di buku)
Fungsi:
Dasar Pemetaan
Keterangan:
1. Okuler teropong
2. Obyektif teropong
3. Pengatur focus
4. Alat pembaca micrometer
5. Alat pemutar micrometer
6. Penggerak halus horizontal atas
7. Penggerak halus horizontal bawah
8. Penggerak halus vertical
9. Pengunci putaran horizontal atas
10. Pengunci putaran horizontal bawah
11. Pengunci putaran vertikal
12. Nivo tabung
13. Nivo kotak
14. Skrup penyetel
15. Lingkaran horizontal
16. Lingkaran vertikal
17. Loop centering optic
18. Kaca pemantul cahaya
5
11
16
18
1
8
12
17
13
15
10
14
Keterangan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Okuler teropong
Obyektif teropong
Tombol pemfokus
Penggerak halus horizontal
Nivo kotak
Skrup penyetel
Lingkaran horizontal
2
1
5
4
6
7
pita ukur
- dibedakan menurut bahannya: kain, fiberglas, steelon, steel/ baja, dan invar.
Invar tape terbuat dari campuran nickel (36%) dan baja, dan mempunyai
koefisien muai panas/ thermal expansion yang sangat
rendah
Dasar Pemetaan
Dasar Pemetaan
MODUL 3
Jurusan Teknik Sipil FTSPUSAKTI
Dasar Pemetaan
Dasar Pemetaan
10
MODUL 4
SISTEM KOORDINAT
Pada sistem geosentris dikenal dua sistem koordinat yang umum digunakan
yaitu sistem koordinat kartesian (X,Y,Z) dan sistem koordinat geodetik atau
sferik (L,B,h) seperti dilukiskan pada gambar 3. Koordinat suatu titik juga dapat
dinyatakan dalam sistem koordinat toposentris yang umumnya dalam bentuk sistem
koordinat kartesian (N,E,U) seperti dilukiskan pada gambar 4.
Dasar Pemetaan
11
Dasar Pemetaan
12
bidang datar XY, p adalah sudut vertikal, dan rp adalah jarak dari O ke P seperti
dilukiskan pada gambar 4.
Arah utara magnet mengarah ke pusat magnet bumi dan arah utara
sebenarnya mengarah ke kutub utara bumi sebagai pusat sumbu putar bumi. Letak
pusat magnet bumi dan kutub utara tidaklah berimpit, sehingga disetiap daerah di
permukaan bumi besar sudut penyimpangan terhadap arah utara sebenarnya
Dasar Pemetaan
13
berbeda-beda. Sedangkan arah utara grid merupakan garis searah dengan arah grid
yang digunakan di peta.
Asimut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari arah utara (sumbu
+Y) atau arah selatan (sumbu -Y), dan besarnya antara 0o - 360o. Pada umumnya
asimut ditentukan dari arah utara.
Dalam ilmu ukur tanah dikenal pula istilah bearing yang merupakan sudut
arah suatu garis yang diukur dari arah utara (sumbu +Y) atau selatan (sumbu -Y)
dan besarnya selalu positip antara 0o - 90o . Penulisan bearing diawali dengan huruf
U atau S yang merupakan awal sudut diukur (utara atau selatan), kemudian besar
sudut dan diakhiri huruf B atau T (barat atau timur) yang merupakan akhir besaran
sudut.
Dasar Pemetaan
14
J 12 X 2 X 1 Y2 Y1
2
maka
J 12
X 1 Y2 Y1
2
Gambar 5.
Slope suatu garis ( P1P2 ) sama dengan tangent dari sudut yang dibentuk oleh suatu
garis terhadap sumbu X. Sudut slope () diukur dari sumbu +X dengan arah
berlawanan arah jarum jam sampai garis yang bersangkutan.
Slope m12 dari garis P1P2 adalah:
m12 tan 12
Y2 Y1
X 2 X1
m21 tan 21
Dasar Pemetaan
Y1 Y2
X1 X 2
15
Gambar 6.
tan
X 2 X1
Y2 Y1
tan 1
X 2 X1
Y2 Y1
Dasar Pemetaan
16
MODUL 5
Jurusan Teknik Sipil FTSPUSAKTI
TAKHIMETRI
Dasar Pemetaan
17
teropong
A
D
Sinar dari a yang melalui pusat lensa O dan titik fokus F akan sampai di A
atau sebaliknya. Dari perbandingan dalam segitiga sebangun a'b'F dan ABF, dan
karena a'b'= i, maka:
f d
i
s
di mana:
Dasar Pemetaan
atau
f
i
f
s Ks
i
18
dan biasanya konstante ini besarnya 100. Dengan demikian jarak bidikan horisontal
dari titik fokus ke rambu ukur diperoleh dengan mengalikan konstante pengali
dengan selisih pembacaan rambu.
D=Ks+(f+c)=Ks+C
.................................................................... (5.1)
di mana C sebagai konstante penambah yaitu jarak dari pusat instrumen ke titik
fokus. Biasanya C = f + c ditentukan oleh pabrik dan tertera pada kotak instrumen.
Untuk 'external focusing telescopes' panjang C sekitar 1 feet atau 0,30 meter, dan
untuk 'internal-focusing telescope' panjang C = nol atau mendekati nol.
Dasar Pemetaan
19
Pada gambar 8, A B adalah jarak benang pada rambu ukur yang berdiri
vertikal dan A'B' adalah garis yang tegak lurus garis bidik FE. Panjang garis bidik
miring dari pusat instrumen adalah:
f
Di = ( A' B' ) + C
.................................................................................(5.2)
i
Untuk keperluan praktis, sudut-sudut di A' dan B' dianggap 90o, sehingga bila AB =
s maka A'B' = s cos di mana adalah sudut vertikal garis bidik. Apabila ini
disubstitusi ke persamaan (5.2) dan K = f / i, maka jarak miring :
Di = K s Cos + C
...................................................................................(5.3)
......................................................................(5.4)
dan
V = K s Cos Sin + C Sin
............................................................(5.4a)
atau
V = 1/2 K s Sin 2 + C Sin
...................................................................(5.5)
Apabila sudut terukur adalah sudut zenit, maka rumus (5.4) dan (5.5) menjadi:
H = K s Sin2 z + C Sin z
.........................................................................(5.5a)
dan
V = 1/2 K s Sin 2 z + C Sin z
Dasar Pemetaan
..................................................................(5.5b)
20
........................................................................................(5.6)
H = K s Sin2 z
........................................................................................(5.6a)
atau
...................................................................................(5.7)
atau
V = 1/2 K s Sin 2 z
...................................................................................(5.7a)
Dasar Pemetaan
.......................................................................................(5.8)
21
V
D
Ti
Hi
A
DATUM / MSL
Apabila tinggi titik A (HA) diketahui, maka tinggi titik B (HB) dapat dihitung yaitu:
HB = HA + HAB
atau
HB = HA + V + Ti - Bt .......(5.9)
Pengukuran beda tinggi antara dua titik dapat pula ditentukan dengan
menempatkan instrumen tidak pada salah satu titik tersebut, tetapi didirikan di tempat
lain atau di antaranya (Gambar 10).
Dasar Pemetaan
22
G
B
dan
H GB = VB + Ti - BtB,
Dasar Pemetaan
23
MODUL 6
Jurusan Teknik Sipil FTSPUSAKTI
POLIGON
24
1. Syarat sudut
S = (n - 2) 180
S = (n+ 2) 180
Dasar Pemetaan
25
2. Syarat sisi
J. Sin = 0
J. Cos = 0
dimana: J = jarak sisi poligon
= asimut
6.3.2. Poligon terbuka
1. Syarat sudut
2. Syarat sisi
26
B. Perhitungan asimut
Asimut dihitung berdasarkan sudut terkoreksi dan asimut awal atau asimut
sisi sebelumnya.
- Hitung koreksinya
Xi =
Yi =
J1
.J . sin
J
J1
.J . cos
J
= J. Cos + Yi
Dasar Pemetaan
27
D. Perhitungan koordinat
Xi+1 = Xi + ( Ji . Sin )
Yi+1 = Yi + ( Ji . Sin )
Dasar Pemetaan
28
HITUNGAN POLYGON
SUDUT LUAR
Sudut
STA
rata-rata
BM.1
277.0028
Koreksi
Sudut
Azimut
Jarak
Sudut
Terkoreksi
-0.0087
268.8917
-0.0087
249.0611
P.2
P.3
194.7139
190.9667
281.4861
-0.0087
200.1528
137.7944
0.006
0.001
Azimuth
Terkoreksi
Terkoreksi
(m)
(m)
(m)
Terkoreksi
95.368
-95.368
0.000
500.000
500.000
50.000
-95.362
0.001
-0.0087
79.556
-1.551
79.541
0.005
0.001
-1.546
42.546
39.430
15.983
0.003
0.000
39.433
82.6406
41.768
41.424
5.350
0.003
0.000
41.426
5.351
93.5986
40.350
40.271
-2.533
0.002
0.000
40.273
-2.532
-30.698
0.002
0.000
-8.267
-0.0087
-29.278
0.002
0.000
-20.666
4.707
-38.369
0.002
0.000
4.710
-0.0434
1800.0000
Dasar Pemetaan
405.877
-0.025
-0.004
0.025
0.004
=
0.025
:
405.877
=
1
:
16.033
= Asimut awal - Sudut dalam + 180
29
0.000
49.845
567.646
49.357
215.2176
538.369
49.624
173.0023
500.000
1800.0694
598.345
-38.369
BM.1
JUMLAH
48.844
195.0728
495.290
38.657
600.877
-29.277
137.7858
173.0059
48.632
93.5978
515.957
-20.669
595.526
-30.698
200.1441
35.838
49.658
82.6405
524.224
-8.269
579.543
67.9362
483.951
281.4774
-0.0087
358.8865
442.525
31.793
49.317
15.983
190.9580
-0.0087
500.001
79.542
194.7052
-0.0087
270.0006
403.092
215.2201
P.5
dy
J Cos A
249.0524
195.0760
P.4
dx
J Sin A
404.638
67.9354
P.1
Koreksi
268.8830
358.8830
BM.3
J Cos A
276.9941
270.0000
BM.2
J Sin A
0.000
500.000
50.000
Dasar Pemetaan
30
MODUL 7
LEVELLING
Ada beberapa metode penentuan ketinggian (elevasi) suatu tempat yaitu: (a)
trigonometri, (b) barometrik dan (c) levelling. Metode trigonometri, disebut juga
dengan indirect levelling, menggunakan prinsip ilmu ukur segitiga dan dilakukan
dengan pengukuran sudut vertikal dan jarak, dan metode barometrik (barometric
levelling) menggunakan prinsip perubahan tekanan udara yang dipengaruhi oleh
ketinggian
tempatnya.
Levelling,
disebut
juga
sebagai
direct
levelling,
memanfaatkan sifat-sifat alami benda cair yang selalu membentuk sipatan mendatar
di permukaannya, dan levelling merupakan metode penentuan ketinggian yang
paling teliti dari pada metode penentuan tinggi yang lain.
31
Garis level (level line) adalah suatu garis yang berjarak tetap terhadap
permukaan laut rata-rata, dan ini merupakan garis yang berbentuk kurva yang
terletak pada level surface. Sedangkan garis horisontal (horizontal line) merupakan
garis singgung terhadap garis level di suatu titik, dan karena itu garis ini akan tegak
lurus arah gravitasi bumi di titik tersebut.
Untuk jarak relatif pendek, garis level dan garis horisontal dianggap berimpit,
tetapi untuk jarak yang jauh diperlukan adanya koreksi akibat kelengkungan bumi.
Koreksi kelengkungan bumi untuk jarak 100 meter adalah kurang dari 1 milimeter.
LEVEL
Hab = a-b
B
Hab
A
Dasar Pemetaan
32
Pengukuran levelling antara dua buah titik (A dan B) pada dasarnya adalah
mengukur beda tinggi antara dua titik tersebut, dan alat level biasanya didirikan di
antaranya. Apabila pada rambu ukur di titik A (backsight) dibaca a, dan pada rambu
ukur di titik B (foresight) dibaca b, maka beda tinggi ( Hab) = a - b atau sama
dengan bacaan rambu belakang dikurangi bacaan rambu depan.
Hab
Hb
A
Ha
MSL
B
2
2
A
Dasar Pemetaan
33
34
MODUL 8
PEMETAAN TOPOGRAFI
35
a. Design maps.
Peta ini digunakan dalam kegiatan design dan konstruksi berbagai
pekerjaan enginiring. Skala peta bervariasi antara 1:100 s/d 1:2.000
dengan interval kontur antara 0,1 s/d 1 meter, tergantung pada tipe
proyek, land use dan keadaan lapangan.
b. Planning maps.
Peta ini digunakan dalam pekerjaan teknik perencanaan atau untuk
perencanaan tingkat urban, regional, nasional, dan internasional.
Penggunaan peta ini bisa untuk studi geologi, land use, produksi
pertanian, dan studi populasi; untuk perencanaan public servise; dan
untuk atlas. Skala peta berkisar antara 1:1.000 s/d 1:100.000.000 dan
interval kontur dari 0,2 s/d 200 meter. (Anderson,1985).
Dasar Pemetaan
36
B. Garis kontur
adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian
sama.
a. Karakteristik garis kontur
b. Interval kontur
maka interval
37
2. Pengolahan data
a. Perhitungan kerangka peta
b. Perhitungan detail
3. Penyajian informasi:
a. Penggambaran kerangka peta
b. Penggambaran detail
Dasar Pemetaan
38
c. Penggambaran kontur
d. Penyajian informasi tepi
- Skala peta
- Simbol atau legenda.
8.4. Contouring
Garis kontur digambar berdasarkan elevasi titik-titik detail yang telah
digambar, dan cara penarikan garisnya adalah dengan cara interpolasi linier.
Ini berarti ada anggapan bahwa lereng diantara dua titik detail adalah uniform/
tetap.
30
.00
30
.00
23.3 mm
30
.00
(20.0 M)
40.0 mm
16.7 mm
30.00
30.00
0
30.0
30.00
30.00
39
Dasar Pemetaan
40
MODUL 9
Jurusan Teknik Sipil FTSPUSAKTI
41
C
B
t
E
A
(a)
(b)
Luas =
Luas segibanyak ABCDE = jumlah luas trapesium PABQ, QBCR dan RCDT
dikurangi jumlah luas trapesium SEDT dan PAES.
Luas =1/2(Ya+Yb)(Xb-Xa)+1/2(Yb+Yc)(Xc-Xb)+1/2(Yc+Yd)(Xd-Xc)
- 1/2(Ye+Yd)(Xd-Xe) - 1/2(Ya+Ye)(Xe-Xa)
Luas =1/2(Ya+Yb)(Xb-Xa)+1/2(Yb+Yc)(Xc-Xb)+1/2(Yc+Yd)(Xd-Xc)
+ 1/2(Ye+Yd)(Xe-Xd) + 1/2(Ya+Ye)(Xa-Xe)
Dasar Pemetaan
42
B
A
= (Ya+Yb)(Xb-Xa)+(Yb+Yc)(Xc-Xb)+(Yc+Yd)(Xd-Xc) +
(Ye+Yd)(Xe-Xd)+(Ya+Ye)(Xa-Xe)
43
STASION
ABSIS
ORDINAT
Xa
Ya
Xb
Yb
Xc
Yc
Xd
Yd
Xe
Ye
Xa
Ya
h1
h2
d
h3
d
hn
d
Luas
h h3
h hn
h1 h2
d 2
d ............. n1
d
2
2
2
d(
Dasar Pemetaan
h1 hn
h2 h3 ............... hn 1 )
2
44
Contoh:
Hitung luas daerah seperti tergambar dibawah ini, jika diukur ofsetnya tiap jarak
5 m:
OFSET
h1
h2
h3
h4
h5
JARAK ( M )
3,2
10,4
12,8
11,2
4,4
3,4 4,4
Luas 10
10,4 12,8 11,2 191m 2
2
b. Simson's rule
Pada gambar di bawah, AB adalah bagian dari sisi poligon, DFC
adalah batas luasan yang dianggap sebagai busur parabola, dan h1, h2, h3,
adalah garis yang tegak lurus sisi poligon ke garis batas dengan jarak tetap yaitu
d.
Luasan antara sisi poligon dan busur sama dengan luas trapesium
ABCD ditambah dengan segmen yang dibentuk busur parabola DFC dan
talibusur CD. Luas segmen dari busur parabola (DFC) sama dengan 2/3 luas
belah-ketupat yang dibentuknya (CDEFG). Dengan demikian luas antara sisi
poligon dan busur batas dengan jarak 2d adalah:
Luas1, 2
h1 h3
h h3 2
2d h2 1
2d
2
2 3
d
h1 4h2 h3
3
Dasar Pemetaan
45
G
C
D
h1
h2
h3
d
Luas 3,4 = --- ( h3 + 4h4 + h5 )
3
d
Luas = ---- h1+hn+2(h3+h5+...+h(n-2))+4(h3+h5+...+h(n-1))
3
Contoh:
Pada soal diatas apabila dihitung dengan rumus Simson's akan diperoleh hasil:
5
Luas = --- 3,2 + 4,4 + 2(12,8) + 4(10,4+11,2) = 199 m2.
3
Dasar Pemetaan
46
c. 'Counting square'
Pada garis batas yang tidak teratur bentuknya dibuat garis lurus sebagai garis
pendekatan yang diperkirakan akan memberikan tambahan dan pengurangan
luas yang sama. Pada gambar dibawah, luasan ABCD (CD garis tidak teratur)
didekati luasnya dengan membuat garis lurus EF sebagai 'give and take line',
sehingga luas bidang ABCD dianggap sama dengan luas bidang ABEF.
Perhitungan luas bidang ABEF dapat dilakukan dengan metode segitiga atau
yang lainnya.
Garis grid
Gambar 20. Metode 'Counting square' dan 'give and take line'
d. Planimeter
Dasar Pemetaan
47
L1 + L2
V = D. -----------2
D1(L1+L2)
D2(L2+LA3)
D3(L3+L4)
Dasar Pemetaan
48
A1+An
V = D ( --------- + A2+ A3 +.....+ An-1 )
2
c. Prismoidal formula
D
V = ---- ( L1 + 4M + L2 )
6
dimana L1 dan L2 adalah luas dua bidang yang berhadapan dan berjarak D,
M adalah luas potongan ditengah.
- prismoidal correction
Metode ini banyak dipakai pada proyek konstruksi yang memanjang misalnya:
jalan dan saluran. Penampang melintang dibuat tegak lurus sumbu jalan/
saluran, dan pada sumbu atau sejajar sumbu sering pula dibuat penampang
memanjangnya.
49
a. Level section
b. Two level section
c. Three level section
d. Side-hill two level section
e. Multi level section
Disini diperlukan peta topografi dengan data elevasi yang membentuk segi
empat atau segi tiga, dengan demikian benda yang akan dihitung volumenya
merupakan kumpulan dari beberapa prisma.
Gambar 21.
ha+hb+hc+hd
- volume prisma rektangular = L ( -------------------- )
4
Total volume dihitung dengan memperhatihan:
Dasar Pemetaan
50
h1 + 2 h2 + 3 h3 + 4 h4
V = L ( -------------------------------- )
4
- dengan bentuk dasar prisma segitiga=
h1 + 2 h2 + 3 h3 + 4 h4 + 5 h5 + 6 h6 + 7 h7 + 8 h8
V = L (------------------------------------------------------------------)
3
Contoh:
Pada gambar tampak daerah yang dibagi dalam 4 kotak dan terdapat 9 titik
sudut (A s/d J). Di setiap titik sudut akan digali dengan kedalaman hn, hitunglah
volume galiannya.
A
10 M
10 M
10 M
10 M
Gambar 22.
Dasar Pemetaan
51
Apabila
luasan
dasarnya
dianggap
berbentuk
persegiempat,
maka
perhitungannya sbb:
Station
Tinggi (m)
Jumlah segi 4
( ha )
(n)
3,15
3,15
3,70
7,40
4,33
4,33
3,94
7,88
4,80
19,20
4,97
9,94
5,17
5,17
6,10
12,20
4,67
4,67
Jumlah
hn x n
73,94
73,94
Volume = 15,0 x 12,5 x -------4
= 3.466 meter3
Dasar Pemetaan
52
Station
Tinggi (m)
Jumlah segi 3
( ha )
(n)
3,15
3,15
3,70
11,10
4,33
8,66
3,94
11,82
4,80
28,80
4,97
14,91
5,17
10,34
6,10
18,30
4,67
4,67
Jumlah
ha x n
111,75
111,75
Volume = 0,5 (15,0 x 12,5) x -----------3
= 3.492 meter3
Dasar Pemetaan
53
L1 + L2
= D ------------ , dimana D adalah interval kontur.
2
190
BENDUNG
186
182
Contoh:
Berapa volume air waduk yang dibatasi oleh kontur 182 m s/d 190 m, bila data
kontur dan luasnya seperti dibawah ini:
Contur ( m )
190
188
186
184
182
Luas ( m 2 )
3150
2460
1630
840
210
Dasar Pemetaan
54
2
V = --- 3150+2(2460+1630+840) + 210
2
= 13,220 m3
b. Dengan 'prismoidal formula':
4
V = --- 3150+4(2460+840)+2x1630+210
6
= 13,213 m3.
Dasar Pemetaan
55
MODUL 10
Jurusan Teknik Sipil FTSPUSAKTI
SURVEI KONSTRUKSI
56
2. perlengkapan pendukung
a. patok kayu (50 mm x 50 mm), panjang patok bervariasi tergantung kondisi
tanahnya dan keperluannya.
b. benang untuk membentuk tanda garis lurus.
c. papan kayu (profile boards/ bouwplank)
d. paku
Dasar Pemetaan
57
a. Pemindahan titik secara vertikal ke posisi yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Dasar Pemetaan
58
DAFTAR PUSTAKA
Jurusan Teknik Sipil FTSPUSAKTI
1.
2.
3.
Barry, B. Austin. Construction Measurements. New York: John Willey & Son,
Inc., 1973.
4.
Benton, Arthur R., and Philip J. Taetz. Elements of Plane Surveying. Singapore:
McGraw-Hill, Inc., 1991.
5.
Brinker, Russell C., and Paul R. Wolf. Elementary Surveying, 6thed. New
York: Harper & Row, Publisher, Inc., 1977.
6.
Clancy, John. Site Surveying and Levelling. London: Edward Arnold, 1991.
7.
8.
Liem Tumewu. Engineering Survey. ITB, 1981.Mueller, Ivan I., and Karl H.
Ramsayer. Introduction to Surveying. New York: Frederick Unar Publising Co.,
Inc., 1979.
9.
10. Roberts, J ack. Construction Surveying, Layout, and Dimention Control. Delmar
Publishers Inc., 1995
Dasar Pemetaan
59
MODUL
Disusun oleh:
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2008
Dasar Pemetaan
60
KATA PENGANTAR
Jurusan Teknik Sipil FTSPUSAKTI
April 2008
PENYUSUN
Dasar Pemetaan
61
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8. Materi
:
:
:
:
:
:
:
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Dasar Pemetaan
Pendahuluan
Pengetahuan alat ukur tanah
Pengukuran sudut dan jarak
Sistem koordinat dan penentuan asimut
Pengukuran takhimetri
Poligon
Levelling
Pemetaan topografi
Perhitungan luas dan volume
Survei konstruksi
62
DAFTAR ISI
Jurusan Teknik Sipil FTSPUSAKTI
Halaman
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR ISTILAH
iv
Modul 1
Pendahuluan
Modul 2
Modul 3
Modul 4
11
Modul 5
Pengukuran takhimetri
17
Modul 6
Poligon
24
Modul 7
Levelling
30
Modul 8
Pemetaan topografi
34
Modul 9
40
Modul 10
Survei konstruksi
55
DAFTAR PUSTAKA
58
LAMPIRAN
59
Dasar Pemetaan
63
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan
Definisi dan lingkup surveying; jenis survei; arti dan jenis peta
2. Pengetahuan peralatan ukur tanah
Teodolit; level, alat pengukur jarak; alat ukur tanah lain
3. Pengukuran jarak dan sudut
Pengertian jarak dan metode pengukuran; pengertian sudut
4. Sistem koordinat dan penentuan asimut
Posisi titik; pengertian arah utara dan asimut; perhitungan dengan koordinat
5. Pengukuran takhimetri
Prinsip takhimetri; rumus takhimetri; pengukuran beda tinggi dengan takhimetri
6. Poligon
Definisi dan maksud pengukuran poligon; macam poligon; persyaratan poligon;
cara pengukuran polygon; perhitungan poligon
7. Levelling
Pengertian dan prinsip levelling; macam dan kegunaan levelling
8. Pemetaan topografi
Datum pemetaan; skala peta dan garis kontur; pembuatan peta topografi;
penggambaran kontur; pengukuran diatas peta; manfaat peta topografi
9. Perhitungan luas
Luasan yang dibatasi garis lurus; luasan yang tidak teratur bentuknya
10. Survei konstruksi
Setting-out; perlengkapan dan metode; plan control; height control; verticalalignment control; exavation control.
Dasar Pemetaan
64