Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

HEPATITIS B

Pembimbing:
dr. Rachmad Aji Saksana, SpPD

Disusun oleh :
Celestia Wohingati

G4A014095

Eka Rizki Febriyanti

G4A014096

Brahma Putra Juliansyah

G4A015013

Yanestria Purnamasari

G4A015014

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS

HEPATITIS B

Disusun oleh :
Celestia Wohingati

G4A014095

Eka Rizki Febriyanti

G4A014096

Brahma Putra Juliansyah

G4A015013

Yanestria Purnamasari

G4A015014

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal :

September 2015

Dokter Pembimbing :

dr.Rachmad Aji Saksana, SpPD

BAB I
2

PENDAHULUAN
Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia dan
dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini
karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema
pasca akut bahkan dapat terjadi siroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler
primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan
20% penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan
mengalami

sirosis

hepatis

dan

karsinoma

hepatoselluler

(hepatoma).

Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita
dimana respon imun belum berkembang secara sempurna. Pada saat ini di dunia
diperkirakan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carier) HBsAg dan 220
juta (78%) diantaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan
pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi
Hepatitis B berkisar antara 2,50-36,17 % (Sulaiman, 1995). Selain itu di Indonesia
infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25-45%
pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia
termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang
dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi).
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah
produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen,
melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau
cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian
hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik,
sirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal akibat hepatoma.
Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan
sedini mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan penularan
penyakit penyakit hepatitis B melalui Health Promotion dan pencegahan penyakit
melalui pemberian vasinasi. Menurut WHO bahwa pemberian vaksin hepatitis B
tidak akan menyembuhkan pembawa kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini
95 % efektif mencegah berkembangnya penyakit menjadi carier.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny.K

Umur

: 35 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status perkawinan

: Menikah

Suku bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Raga Tunjung RT 2/3 Paguyangan

Tanggal masuk

: 14 September 2015

Tanggal Periksa

: 16 September 2015

B. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Mata kuning kurang lebih 2 minggu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Margono Soekarjo dengan keluhan mata
kuning sejak 2 minggu yang lalu, mual, perut terasa sebah, pasien
sedang hamil 5 bulan anak kedua, buang air kecil seperti teh, keluhan
dirasakan menetap dan mengganggu aktifitas.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa

: disangkal

b. Riwayat mondok

: diakui

c. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

d. Riwayat hipertensi

: disangkal

e. Riwayat kencing manis

: disangkal

f. Riwayat asma

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat keluhan serupa

: diakui

b. Riwayat mondok

: disangkal

c. Riwayat hipertensi

: disangkal
4

d. Riwayat kencing manis

: disangkal

e. Riwayat asma

: disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi


a. Community
Pasien tinggal di Paguyangan, dengan daerah padat penduduk.
Rumah satu dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien
dengan anggota keluarga yang lain, tetangga dan keluarga dekat
cukup baik. Pasien sudah menikah.
b. Home
Pasien tinggal di rumah dengan ukuran 20 x 10 m2 dan dihuni 4
orang, yaitu pasien,

suami dan anak pasien. Lantai rumah

beralaskan keramik, dan ada beberapa buah jendela serta ventilasi


yang kadang-kadang dibuka.
c. Personal habit
Pasien setiap harinya makan secara teratur 3 kali sehari. Pasien
tidak memiliki kesukaan khusus terhadap jenis makanan baik asin,
manis

ataupun

asam.

Pasien

tidak

merokok

dan

tidak

mengkonsumsi alkohol.

C. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
Vital sign
- Tekanan Darah
- Nadi

: sedang
: compos mentis, GCS = 15 (E4M6V5)
: 51 kg
: 156 cm
: 130/80 mmHg
: 80 x/menit
5

- RR
- Suhu

: 20 x/menit
: 36,0 oC

Status Generalis
a. Kepala
-

Bentuk

: mesochepal, simetris

Nyeri tekan : (-)

b. Mata
-

Palpebra

: edema (-/-), ptosis (-/-)

Konjungtiva

: anemis (-/-)

Sclera

: ikterik (+/+)

Pupil

: reflek cahaya (+/+), isokor

Exopthalmus

: (-/-)

Lapang pandang

: tidak ada kelainan

Lensa

: keruh (-/-)

Gerak mata

: normal

Tekanan bola mata

: nomal

Nistagmus

: (-/-)

c. Telinga
-

otore (-/-)

deformitas (-/-)

nyeri tekan (-/-)

d. Hidung
-

nafas cuping hidung (-/-)

deformitas (-/-)

discharge (-/-)

e. Mulut
-

bibir sianosis (-)

bibir kering (-)

lidah kotor (-)

f. Leher
6

Trakhea

: deviasi trakhea (-)

Kelenjar lymphoid

: tidak membesar, nyeri (-)

Kelenjar thyroid

: tidak membesar

JVP

: normal

g. Dada
1) Paru
-

Inspeksi

: bentuk dada simetris,ketinggalan gerak (-),

retraksi (-), jejas (-)


-

Palpasi

: vocal fremitus kanan =kiri


ketinggalan gerak kanan= kiri

Perkusi

: sonor pada lapang paru kiri dan kanan

Auskultasi : suara vesikuler sama kanan dan kiri, suara


tambahan tidak ditemukan.

2) Jantung
-

Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial


LMCS

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial


LMCS, tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD


Batas jantung kiri atas

: SIC II LPSS

Batas jantung kanan bawah : SICIV LPSD


Batas jantung kiri bawah
-

: SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)

h. Abdomen
-

Inspeksi

: cembung gravid

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani, tes pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

i. Ekstrimitas
-

Superior : deformitas (-), akral dingin(-/-), edema (-/-)

Inferior : deformitas (-), akral dingin (-/-) edema (+/+)

2. Pemeriksaan penunjang
7

a. Laboratorium tanggal 14 September 2015


Hb

: 10,4 gr/dl

Normal : 14 18 gr/dl

Leukosit

: 9250 /l

Normal : 4.800 10.800/l

Hematokrit

: 27 %

Normal : 35 %- 45 %

Eritrosit

: 3,3 juta/l

Normal : 4,0 - 5,2 juta/l

Trombosit

: 187000/l

Normal: 150.000-450.000/l

MCV

: 80,7 fL

Normal : 79 -99fL

MCH

: 31,3 pg

Normal : 27-31 pg

MCHC

: 38,8 gr/dl

Normal : 33 37gr/dl

RDW

: 20,6%

Normal : 11,5-14.5 %

MPV

: 10,8 fL

Normal : 7,2- 11,1 fL

Eosinofil

: 0,8 %

Normal : 2 4 %

Basofil

: 0,8 %

Normal : 0 1 %

Batang

: 5,5 %

Normal : 2 5 %

Segmen

: 72,7 %

Normal : 40 70%

Limfosit

: 11,9%

Normal : 25-40%

Monosit

: 8,3%

Normal : 2 8%

Total protein : 4,73

Normal : 6,40-8,20 g/dl

Albumin

: 2,04

Normal : 3,40-5,00 g/dl

Globulin

: 2,69

Normal : 2,70-3,20 g/dl

SGOT

: 112

Normal : 15 - 37 U/L

SGPT

: 61

Normal : 30 - 65 U/L

Bilirubin total : 18,3

Normal : 0,00-1,11 mg/dl

Bilirubin direct : 12,72

Normal : 0,00-0,30 mg/dl

Bilirubin indirect : 5,41

Normal : 0,00-1,10 mg/dl

Hitung Jenis

Kimia klinik

HbsAg

: Reaktif

Non Reaktif

Anti HCV

: Non Reaktif N

Non Reaktif

GDS

: 73

Normal : 200 mg/dL

b. USG Abdomen (24 Agustus 2015)

D. ASSESSMENT
1. Diagnosis Klinis:
G3P2AO
Hepatitis B Akut
Hipoalbumin
2. Diagnosis Banding
Cholelithiasis
E. PLANNING
1. Diagnosis Kerja:
9

Hepatitis B akut
2. Terapi
a. Farmakologi
-

Inf D5% aminofusin hepar 20 tpm

Inj ceftriaxone 2x1amp

Curcuma 3x1

Albumin uxdalrex

Inj metoclopramid 1amp/8jam

Inj SNML 1 amp/24 jam

Ranitidine 2x1

Cefixime 2x1
b. Non Farmakologi
-

Tirah baring.

Mengurangi makanan berlemak

3. Pemeriksaan Penunjang
USG Abdomen
4. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Pemeliharaan jalan nafas
d. Evaluasi klinis
5. Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan
peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati
atau kanker hati. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan
sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara

11

klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan
(Mustofa & Kurniawaty, 2013).
B Etiologi
Hepatitis B Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid)
DNA terkecil berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae
berdiameter 40-42 nm (Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15180 hari dengan rata-rata 60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari
virus ini adalah protein envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa
nukleokapsid atau core (Hardjoeno, 2007). 11 Genom VHB merupakan
molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan 3200 nukleotida (Kumar et
al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki empat Open Reading
Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial protein envelope
yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs (LHBs), medium
HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang merupakan target
utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam amino 100-160
(Hardjoeno, 2007). HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah subtipe
antigen spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg ini menyediakan
penanda epidemiologik tambahan (Asdie et al, 2012). Gen C yang mengkode
protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang mengkode enzim polimerase
yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir gen X yang mengkode
protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host secara langsung dan tidak
langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun host, dan belakangan ini
diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati (Hardjoeno, 2007).
C Patofisiologi
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus
Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus
melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat
VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes
12

dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah 17 DNA VHB
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus
Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati
yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi
(Mustofa & Kurniawaty, 2013). Proses replikasi virus tidak secara langsung
bersifat toksik terhadap sel, terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan
hanya menyebabkan kerusakan hati ringan. Respon imun host terhadap
antigen virus merupakan faktor penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan
proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens virus
dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi oleh
respon seluler terhadap epitop protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer
ke permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted
CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB setelah mengalami proses
intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major
Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan
penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+
(Hardjoeno, 2007).

D Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis infeksi virus hepatitis B pada wanita hamil tidak
berbeda dengan infeksi virus hepatitis B pada umumnya. Terdapat empat
macam gambaran klinik infeksi virus hepatitis B, yaitu (Sherlock, 1993):
1 Asimtomatik
Gambaran klinik pada penderita asimtomatik tidak menunjukkan gejala
klinik yang khas. Penderita tampak sehat hanya saja dalam darahnya
didapati HBsAg positif. Bila dalam tubuhnya terdapat HBeAg maka
penderita ini tergolong infeksius sebab HbeAg positif menggambarkan
proses replikasi yang masih aktif bekerja.
13

2 Hepatitis B Akut
Perjalanan klinis penyakit hepatitis akut dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
a

Masa inkubasi
Masa inkubasi adalah masa antara penularan infeksi dengan
terjadinya gejala yang lamanya berkisar antara 28-225 hari atau
rata-rata 75 hari. Lamanya masa inkubasi ini tergantung besar
kecilnya inokulum yang infektif.

Fase pra-ikterik
Fase pra-ikterik adalah waktu antara timbulnya gejala pertama
dengan timbulnya ikterus. Keluhan paling awal adalah lemas,
malas, anoreksia, mual, muntah, panas, dan rasa tidak enak daerah
perut kanan atas. Muntah pada kehamilan muda dapat dibedakan
dengan muntah pada hepatitis dari awal terjadinya. Pada hepatitis,
semakin sore hari muntah semakin berat sedangkan pada kehamilan
muda muntah paling sering dirasakan pada pagi hari. Pada akhir
masa inkubasi, beberapa individu berkembang gejala seperti
hipersensitivitas yang berupa atralgia, ruam kulit dan vaskulitis.
Keadaan ini terjadi karena kompleks antigen-antibodi yang ikut
dalam sirkulasi darah.

Fase ikterik
Ikterus akan timbul dan terjadinya berkisar antara 1-3 minggu tetapi
dapat pula terjadi beberapa hari atau bahkan sampai 6 bulan. Fase
ikterik berakhir antara 2-6 minggu. Ketika gejala ikterus tampak
maka demam dan malaise akan menghilang. Pada fase ini pada
pemeriksaan fisik teraba hepar dan lien membesar dan akan
menetap pada beberapa waktu setelah ikterus hilang. Bla ikterus ini
berlangsung dengan hebat maka akan terjadi hepatitis fulminan
yang dapat menyebabkan kematian. Pada hepatitis fulminan terjadi
kegagalan fungsi hati progresif yang ditandai dengan ensefalopati,
14

koagulopati dan koma. Hepatitis fulminan mempunyai resiko


kematian 70-95%. Selain itu, 50% penderita hepatitis fulminan
mengalami perdarahan gastrointestinal, 30% dengan sindroma gagal
nafas, 40% dengan aritmia kordis, dan 10-20% mengalami sepsis.
Pada

pemeriksaan

hiponatremia,

laboratorium

hipokalemia,

kurang

didapatkan
dari

10%

leukositosis,
mengalami

hipoglikemia serta peningkatan bilirubin dan transaminase serum.


d

Fase penyembuhan
Fase penyembuhan adalah fase antara hilangnya ikterus sampai
kesembuhan dari hepatitis. Pada pemeriksaan laboratorium terlihat
HBsAg, HBeAg, dan DNA virus hepatitis B menghilang. Anti-HBc
mulai timbul dengan disertai IgM anti-HBc meningkat sedangkan
IgG anti-HBc timbul kemudian dan menetap. Pada fase ini pula
sebelum HBsAg menghilang akan timbul anti-HBe yang berarti
terjadi pengurangan replikasi virus dan mulai terjadi resolusi.
Dalam waktu 6 bulan akan timbul anti-HBs setelah HBsAg
menghilang pada 30-50% penderita.

Hepatitis B Kronis
Gambaran klinis pada hepatitis B kronis dapat bermacam-macam, mulai
dari tanpa gejala sampai gejala yang khas. Gejala tersebut secara klinis
seringkali sulit dibedakan apakah seseorang menderita hepatitis kronis
persisten (HKP) atau hepatitis kronis aktif (HKA). Keluhan yang sering
terjadi pada HKA adalah mudah lelah, nafsu makan menurun dan berat
badan turun, kadang-kadang terdapat panas subfebril.
4

Karsinoma hepatoselular primer (KHP)


Gejala klinis KHP akan timbul dan perlu dicurigai bila penderita sirosis
memburuk. Keluhan umum berupa malaise, rasa penuh daerah perut,
anoreksia, berat badan menurun, dan panas subfebril. Pada pemeriksaan
terlihat perut yang membengkak karena asites dan hati yang membesar.
Gambaran yang mencurigakan ke arah kanker hati adalah bila hati
membesar ke atas dan ke bawah disertai benjolan keras tak teratur di

15

daerah kuadran kanan atas. Kadang-kadang teraba tidak nyeri atau


bahkan nyeri tekan dengan keadaan umum yang parah.
E Penegakkan Diagnosis
Diagnosis penyakit hepatitis B ditegakkan berdasarkan (Silverman, 1995):
1

Gejala klinis
Hepatitis kronis umumnya tidak menimbulkan gejala atau tidak
menunjukkan gejala yang khas berupa tidak ada nafsu makan, kelelahan,
mual, muntah, nyeri daerah perut sebelah kanan atas, dan ikterus.
Bagaimanapun juga anamnesis yang teliti seperti lahir dan hidup di daerah
endemis, keluarganya ada yang sakit hepatitis B dan sebagainya akan
2

membantu tegaknya diagnosis hepatitis B kronis.


Pemeriksaan laboratorium klinik
Pemeriksaan enzim transaminase seperti SGOT dan SGPT akan meningkat
dan menunjukkan terjadi kerusakan dan nekrosis hati. Pada kerusakan
hepatosit juga didapatkan gamma GT meningkat di samping peningkatan

bilirubin.
Pertanda serologis hepatitis B
Pertanda serum merupakan kunci dalam menegakkan diagnosis hepatitis
B.
a

Pertanda infeksi: HBsAg adalah sebagai tanda ada infeksi hepatitis B


dan bila dalam 6 bulan tidak hilang berarti menjadi kronis. IgM antiHBc adalah salah satu antibodi yang terlihat selama masa akut
sedangkan IgG anti-HBc tetap positif seumur hidup.

Pertanda replikasi: pertanda untuk mengetahui adanya replikasi virus


ialah dengan HBeAg dan DNA VHB.

Pertanda untuk mengetahui penyakit akut atau kronis, yaitu IgM antiHBc yang menunjukkan adanya kerusakan hati pada hepatitis akut.

Pemeriksaan penunjang USG


Pada pemeriksaan USG akan tampak pembesaran hati serta bertambah
densitas gema dari parenkim hati pada hepatitis akut-kronis.

F Penatalaksanaan

16

Penanganan untuk hepatitis B akut pada kehamilan adalah sama


dengan pada wanita tidak hamil yaitu cukup istirahat, diet tinggi protein dan
karbohidrat. Tetapi bila gejalanya berat maka jumlah protein harus dibatasi.
Sebagian besar dari mereka tidak memerlukan perawatan di rumah sakit
kecuali terjadi muntah yang hebat, tidak dapat makan atau menunjukkan
tanda-tanda ke arah hepatitis yang berat. Bila terjadi hepatitis fulminan maka
diperlukan perawatan di HCU (Soemohardjo, 1999).
Pada ibu hamil penderita virus hepatitis B tidak dilakukan penanganan
khusus, aktivitas fisik tidak terlalu dibatasi dan tidak diharuskan tirah baring.
Keadaan ini tidak memerlukan perawatan di rumah sakit tetapi perlu diberi
penjelasan tentang keadaannya, dimana seharusnya melahirkan dan adanya
penanganan khusus bagi ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Hal ini
penting ditekankan karena kehamilan dengan infeksi virus hepatitis B adalah
juga termasuk kehamilan resiko tinggi. Pada saat persalinannya, dibutuhkan
kerjasama dengan dokter anak agar penularan vertikal virus hepatitis B dapat
dicegah dengan pemberian vaksinasi yang efektif (Surya, 1999).
Centers for Disease Control (CDC) memberikan pedoman untuk
penanganan pasien dengan hepatitis virus yang dirawat di rumah sakit. Salah
satu hal yang penting adalah mencegah terpaparnya tenaga kesehatan
terhadap infeksi virus hepatitis B. Hal ini bisa dilakukan dengan mewaspadai
kontak dengan darah pasien dan menghindari kemungkinan timbulnya luka
misalnya tertusuk jarum. Selain itu, petugas kesehatan harus memakai sarung
tangan saat membersihkan semua instrumen yang telah kontak dengan darah
pasien, lokhia dan bekas pembalut (Angsar, 1999).
Saat ini belum ditemukan pengobatan yang spesifik terhadap infeksi
virus hepatitis B sehingga aspek pencegahan menjadi sangat penting.
Beberapa macam obat yang pernah digunakan untuk pengobatan infeksi virus
hepatitis B adalah interferon (IFN), Lamivudin, dan vaksinasi terapeutik.
Namun efektivitas dan keamanan obat-obat tersebut masih dipertanyakan
terutama pada wanita hamil (Soemohardjo, 1999).

17

KESIMPULAN
1. Diagnosis kasus pasien ini adalah hepatitis B.
2. Evaluasi pasien meliputi evaluasi keadaan umum, tanda vital dan evaluasi
klinis.
3. Terapi pada pasien ini cukup istirahat, diet tinggi protein dan karbohidrat.
4. Belum ditemukan pengobatan yang spesifik terhadap infeksi virus
hepatitis B sehingga aspek pencegahan menjadi sangat penting.

18

DAFTAR PUSTAKA
Angsar, I. 1999. Pelatihan pencegahan infeksi virus hepatitis B. Denpasar: SMF
Obstetri & Ginekologi FK UNUD.
Hardjoeno H dkk. 2007. Interprestasi hasil tes laboratorium diagnostik.
Makassar: Hasanuddin University Press (LEPHASS).
Mustofa S, Kurniawaty E. 2013. Manajemen gangguan saluran cerna: Panduan
bagi dokter umum. Bandar Lampung: Aura Printing & Publishing.
Silverman, A. 1995. Pediatric clinical gastroenterology 4th ed. Boston: MosbyYear Book Inc.
Sulaiman Ali, Yulitasari, 1995. Virus Hepatitis A sampai E di Indonesia. Jakarta:
Yayasan Penerbitan IDI.
Surya, IGP. 1999. Pencegahan penularan vertikal virus hepatitis B sebagai upaya
partisipatif meningkatkan kualitas hidup generasi yang akan datang.
Majalah Obstetri Ginekologi Indonesia; 23: 13 22.
Soemohardjo, S; Gunawan, S. 1999. Hepatitis virus B. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sherlock, S; Dooley, J. 1998. Diseases of the liver and biliary system 9th ed.
London: Blackwell Scientific Publications Inc.

LAMPIRAN
19

20

Anda mungkin juga menyukai