Anda di halaman 1dari 4

PELANGGARAN DAN SANKSI

PENGERTIAN UUGD ( UNDANG UNDANG GURU DAN DOSEN )


Guru dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi.
Undang-Undang Guru dan Dosen ( UUGD ) merupakan suatu ketetapan politik bahwa
pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus
kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada
profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD No 14 tahun 2005
ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
pendidik sebagai agen pembelajaran. Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi
pedagodik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
A. Pelanggaran Kode Etik
Pelanggaran kode etik adalah terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota
kelompok profesi dari kode etik profesi di mata masyarakat. Karena sanksinya yang
lemah, sebatas sanksi moral (atau sanksi administratif) maka kadang-kadang banyak
anggota suatu profesi yang melanggar etika profesi, yang telah dibuatnya. Beberapa
alasan yang menyebabkan pelangaran terhadap etika profesi tersebut, antara lain:
a. Lemah Iman.
Seseorang

yang

lemah

imannya,

menimbulkan

lemah

moralnya

yang

memungkinkan terjadinya pelanggaran rumusan moral yang sudah diyakini baiknya


dan yang sudah disepakati untuk mentaatinya.
b. Pengaruh kedekatan hubungan
Kedekatan hubungan antara seseorang baik karena faktor keluar (nasab) atau faktor
kedekatan lainnya bisa menimbulkan pelanggaran terhadap etika profesi.
c. Pengaruh sistem yang berlaku

Kadang-kadang ada suatu sistem yang memberi peluang untuk tidak mentaati etika
profesi yang berlaku. Umpama jabatan hakim. Ia sebagai pegawai negeri tunduk
pada hukum kepegawaian Pegawai Negeri Sipil (eksekutif). Padahal Hakim sebagai
unsur yudikatif ia harus melaksanakan fungsi yudikatif yang harus bebas dari
pengaruh siapapun.
d. Pengaruh materialisme dan konsumerisme
Karena tidak tahan terhadap pengaruh materialisme dan konsumerisme banyak
anggota profesi tertentu yang kadang-kadang mengabaikan dan melanggar etika
profesinya.
Langkah untuk mengatasi agar etika dipatuhi oleh setiap anggota profesi, antara
lain pertama: peningkatan kualitas iman, melalui pembinaan mental yang kontinyu
dan melaksanakan ajaran agama yang dianutnya secara benar dan sempurna, kedua:
perlu sanksi yang jelas, tegas, mengikat dan berat bagi pelanggar etika profesi. Sebab
pada dasarnya pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang berilmu seharusnya lebih
berat sanksinya dibanding pelanggaran yang dilakukan oleh orang bodoh.
Dalam rangka menegakkan etika bagi setiap profesi baik profesi pada umumnya
maupun profesi luhur, maka ditentukanlah prinsip-prinsip yang wajib ditaati. Prinsipprinsip ini umumnya dituangkan dalam kode etik profesi yang bersangkutan. Kode
etik disusun oleh mereka yang memiliki profesi tersebut. Hal itu biasanya disusun
oleh lembaga/institusi profesi tersebut. Umpamanya disebutkan Kode Etik Profesi
guru dan dosen ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap guru dan dosen
dalam melaksanakan tugas profesi sebagai guru dan dosen. Apabila salah satu anggota
kelompok profesi tersebut berbuat menyimpang dari kode etiknya atau melanggar
etika yang seharusnya ia taati, maka kelompok proefesi itu akan tercemar di mata
masyarakat, dan ia akan diberi sanksi sebagaimana yang disebutkan dalam kode
etiknya.
B. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Ketentuan tentang tanggung jawab guru dan dosen sebagaimana tersebut dalam
Pasal 77 dan 78 UU No. 14 Tahun 2005 ditetapkan sebagai berikut:
1. Sanksi bagi guru :
1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undang.
2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. Teguran.
b. Peringatan tertulis.
c. Penundaan pemberian hak guru.
d. Penurunan pangkat.
e. Pemberhentian dengan hormat, atau
f. Pemberhentian tidak dengan hormat.
3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang
tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan

oleh

masyarakat,

yang

tidak

menjalankan

kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian


kerja atau kesepakatan kerja bersama.
5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi
profesi.
6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
2. Sanksi bagi dosen:
1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.

Teguran.

b.

Peringatan tertulis.

c.

Penundaan pemberian hak dosen.

d.

Penurunan pangkat dan jabatan akademik.

e.

Pemberhentian dengan hormat, atau

f.

Pemberhentian tidak dengan hormat.

3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan


tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja sama.

4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang
tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.

Anda mungkin juga menyukai