Anda di halaman 1dari 14

ETIKA GURU DAN ETIKA PROFESI GURU DALAM PANDANGAN

ISLAM
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Guru
Dosen Pengampu : Kurnia Maulidi Noviantoro M.Pd

Disusun oleh : Kelompok 4


Ahmad Taufiq 20191201500021
Robitud Dinil Matin 20191201500030

SEMESTER IV
PRODI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (T.IPS)
FAKULTAS TADRIS UMUM
UNIVERSITAS ISLAM ZAINUL HASAN
KRAKSAAN-PROBOLINGGO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kesempatan serta kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang di tentukan.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Tidak lupa Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di dunia dan akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah
etika profesi guru dengan judul “etika guru dan etika profesi guru dalam pandangan islam”.

Kami selaku penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu, saya mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya bisa menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian, apabila ada kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum warhmatullahi wabarkatuh

Kraksaan, 16 Maret 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

Cover...................................................................................................................................
Kata Pengantar.....................................................................................................................
Daftar Isi..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan...............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika Dan Guru...............................................................................
B. Kedudukan Etika Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Agama Islam...........
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Etika Guru Dalam Proses Belajar...........
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru yang profesional sangat besar peranannya di dalam mempersiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Salah satu peningkatan profesional tersebut adalah
mendefinisikan kembeli kode etik guru Indonesia yang akan menjadi arah atau pedoman
bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Kode etik guru sebenarnya merupakan pedoman
bagi guru untuk tetap profesional. Penegakan etika jabatan atau profesi menjadi ukuran
atas tinggi rendahnya citra, martabat, wibawa, dan integritas profesi dalam dunia modern
atau global.
Adanya kode etik dan penegakkan kode etik guru merupakan salah satu kunci
utama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kode etik guru tersebut merupakan standar
perilaku guru dalam melaksanakan profesinya maupun tingkah laku kehidupan
pribadinya selama memegang jabatan profesinya. Implementasi kode etik guru adalah
suatu penerapan norma-norma dan asas-asas yang mengatur sikap dan tingkah laku
seorang guru.
Kode etik guru diartikan sebagai suatu aturan tata-susila keguruan yang mengatur
sikap dan perilaku sesorang guru baik sikap terhadap atasan, maupun masyarakat.
Maksudnya aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan guru) di lihat dari segi
susila. Kode etik ini merupakan kerangka bagi guru dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab yang diembannya.
Menurut penulis, jelaslah bahwa kode etik merupakan suatu pedoman yang harus
dipatuhi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana layaknya seorang guru.
Konsekuensinya, jika seorang guru tidak melaksanakan dan mengamalkan kode etik guru
maka mengakibatkan guru tersebut kehilangan pola umum sebagai guru. Bahkan yang
lebih ironisnya lagi keberhasilan pencapaian program pendidikan yang telah ditetapkan
akan sulit didapatkan, karena guru akan melaksanakan tugasnya tanpa berpijak pada
landasan yang seharusnya dijadikan tumpuan. Oleh karena itu tiada jalan lain bagi guru
selain mengamalkan hal demikian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan etika dan guru?
2. Bagaimana kedudukan etika guru dalam proses belajar mengajar agama islam?
3. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi etika guru dalam proses belajar?

C. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari etika dan guru
2. Untuk memahami kedudukan etika guru dalam proses belajar mengajar agama
islam
3. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi etika guru dalam proses
belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika dan Guru
Etika berasal dari bahasa Yunani “ethichos” berarti adat kebiasaan, disebut juga
dengan moral, dari kata tunggal mos, dan bentuk jamaknya mores yang berarti
kebiasaan, susila. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia etika berarti “ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban (moral)” Dalam
perkembangan selanjutnya kata etika lebih banyak berkaitan dengan ilmu filsafat.
Oleh karena itu standar baik dan buruknya adalah akal manusia
Menurut Raziel Abelson dalam Suparman Syukur Etika Religi menjelaskan
bahwa ”istilah etika juga sering digunakan dalam tiga perbedaan yang saling terkait,
pertama merupakan pola umum atau jalan hidup, kedua seperangkat aturan atau “kode
moral”, dan ketiga penyelidikan tentang jalan hidup dan aturan-aturan perilaku”.

Berbicara tentang etika dalam Islam tidak dapat lepas dari ilmu akhlak sebagai
salah satu cabang ilmu pengetahuan agama Islam. Oleh karena itu etika dalam Islam
dapat dikatakan identik dengan ilmu akhlak, yaitu ilmu tentang keutamaan-keutamaan
dan bagaimana cara mendapatkannya agar manusia berhias dengannya, dan ilmu
tentang hal-hal yang hina dan bagaimana cara menjauhinya agar manusia terbebas
darinya. Oleh karena itu etika dalam islam juga sering disebut sebagai falsafah
akhlaqiyyah. Selain kata akhlak, dalam Islam etika juga sering disebut dengan kata adab
yang berarti perilaku atau sopan santun, atau juga disebut “kehalusan dan kebaikan
budi pekerti atau kesopanan dan akhlak”. Adab sendiri juga berarti pengetahuan yang
mencegah manusia dari kesalahan-kesalahan penilaian.
Namun secara substantif sebenarnya apa yang disebut dengan etika, moral, akhlak
dan adab mempunyai arti dan makna yang sama, yaitu sebagai jiwa (ruh) suatu
tindakan, dengan tindakan itu perbuatan akan dinilai, karena setiap perbuatan pasti
dalam prakteknya akan diberi predikat- predikat sesuai dengan nilai yang terkandung
dalam perbuatan itu sendiri, baik predikat right (benar) dan predikat wrong (salah).
Adapun hal yang membedakan antara etika, moral, akhlak dan adab yaitu terletak pada
sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik buruk. Jika dalam etika
penilaian baik buruk berdasarkan akal pikiran, moral berdasarkan kebiasaan umum yang
berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak dan adab ukuran yang digunakan untuk
menentukan baik buruk adalah Al Qu’an dan Hadis.
Adapun berikut merupakan pengertian dari istilah guru atau pendidik dalam
bidang pendidikan:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “guru adalah orang yang pekerjaannya
(mata pencahariannya, profesinya) mengajar”.

Dalam pengertian yang sederhana, Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan “guru


adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Dalam
pandangan masyarakat, guru adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-
tempat tertentu, tidak harus di lembaga formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau
di mushalla, di rumah dan sebagainya”.
Asep Umar Fahruddin dalam bukunya menjadi guru favorit, memberi makna
“guru merupakan profesi atau jabatan yang memerlukan keahlian khusus”. Ini berarti
guru bertanggung jawab sesuai dengan profesi dan jabatan dalam membimbing anak
untuk mencapai kedewasaannya.
Menurut Undang-undang Guru dan Dosen, “guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini lajur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.
Dari beberapa uraian yang menjelaskan tentang pengertian guru atau pendidik
adalah seseorang yang menyampaikan ilmu atau pengetahuan kepada seseorang murid
atau pelajar seperti yang diketahui sebagian orang, adapun tugas seorang guru adalah
menambahkan kecerdasan anak, mengembangkan akhlak mereka. Melatih dalam
kemampuan dalam bekerja, menebar kasih sayang kepada seluruh alam, serta
mengenalkan kepada masyarakat untuk itu tugas adalah memberi penjelasan dan
petunjuk bagi para muridnya. Dan selanjutnya dari pengertian etika dan guru dapat
diketahui dan disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan etika guru adalah segala suatu
yang berkaitan dengan norma, perilaku, perbuatan, kepribadian guru, baik dalam
praktek kegiatan belajar mengajar maupun di lingkungan masyarakatnya.
1. Kode Etik dalam islam
Dalam sejarah pendidikan Islam, guru merupakan orang yang mempunyai
status yang terhormat dalam masyarakat, mempunyai wibawa sangat tinggi dan
dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya sebatas
pada mendidik anak didik di dalam kelas, tetapi juga mendidik masyarakat. Namun
status dan kewibawaan guru kini mulai memudar sejalan dengan kemajuan zaman,
perkembangan ilmu dan teknologi. Ironisnya memudarnya status dan kewibawaan
guru tersebut kurang lebihnya banyak ditimbulkan oleh pribadi guru sendiri, seperti
buruknya perilaku, etika dan kualitas kepribadian dan juga kurangnya kemampuan
guru dalam hal kompetensi yang dimilikinya.
Untuk menanggulangi agar tidak terjadi permasalahan yang kurang baik
terhadap guru dan profesi keguruan, maka untuk menjamin mutu dan kualitas guru
dalam melaksanakan profesinya harus terdapat kode etik, karena kode etik suatu
profesi merupakan norma-norma yang harus diindahkan dan dilaksanakan oleh guru
dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya dimasyarakat. Dalam
pendidikan Islam kode etik guru atau pendidik merupakan norma-norma yang
mengatur hubungan kemanusiaan antara pendidik dan anak didik, orang tua anak
didik, koleganya serta dengan atasannya. Sedangkan dalam Kode Etik Guru
Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru
Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi
sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara.
Berkaitan dengan kode etik guru, para ulama’ juga mengemukakan
pendapatnya, diantaranya adalah Al-Ghazali, beberapa batasan kode etik yang harus
dimiliki dan dilakukan seorang guru atau pendidik menurut beliau. Hal ini juga
sebagai landasan dasar etika-moral bagi para guru atau pendidik. Gagasan-gagasan
tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Seorang guru haruslah orang yang sayang kepada anak didik, serta menganggap
mereka seperti anak sendiri, jika ia ingin berhasil dalam menjalankan tugasnya.
2. Guru haruslah orang yang meneladani perilaku Nabi. Mengingat sosok guru
merupakan orang yang mewarisi Nabi. Baik mewarisi ilmu dan juga dalam
menjalankan tugasnya, guru atau pendidik harus memposisikan diri seperti para
Nabi, yakni mengajar dengan ikhlas mencari kedekatan diri kepada Allah SWT.
3. Guru sebagai Pembimbing bagi anak didik hendaklah dapat memberi nasihat
mengenai apa saja demi kepentingan masa depan muridnya.
4. Guru sebagai figur sentral bagi anak didik, hendaklah tidak henti- hentinya
memberi nasihat kepada anak didik untuk tulus, serta mencegah mereka dari etika
dan akhlak yang tercela.
Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut dalam bahasa yang berbeda,
Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi menerangkan kode etik sebagai berikut:
1. Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang guru atau pendidik,
sehingga ia menyayangi anak didiknya seperti anaknya sendiri.
2. Adanya komunikasi yang aktif antara guru atau pendidik dan anak didik dalam
interaksi belajar mengajar.
3. Memperhatikan kemampuan dan kondisi anak didiknya, dan
kemampuan.

Berkaitan dengan kode etik guru dalam menjalankan tugasnya, faktor yang
amat penting yang perlu dimiliki oleh pendidik adalah etika atau akhlaknya, diantara
dari etika atau akhlak itu adalah niat yang tulus karena Allah. Muhyiddin Al-Nawawi
menjelaskan “agar dalam kegiatan pengajarannya hanya dimaksudkan Wajhillah dan
tidak dimaksudkan untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, seperti memperoleh
harta, kedudukan, ketenaran dan semisalnya”. Jauh sebelum al-Nawawi, Khatib al-
Baghdadi telah menekankan pentingnya etika dan akhlak dengan menganjurkan agar
seorang yang ‘Alim (guru) selalu beretika dan berakhlak karimah, misalnya tidak
banyak berbicara (yang tidak berguna) dan “jika mendapatkan ucapan- ucapan yang
tidak senonoh dalam perdebatan dengan lawannya, hendaklah tidak membalasnya”.
B. Kedudukan Etika Guru dalam Proses Belajar Mengajar Agama Islam

Dunia pendidikan dalam beberapa aspeknya tidak dapat lepas dari adanya proses
belajar mengajar yang tidak mungkin bisa berjalan tanpa adanya relasi antara guru dan
murid. Pada saat ini pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya
telah mengalami krisis dan mengalami pergeseran dalam pelaksanaannya. Pola
pendidikan yang ada pada umumnya telah mengabaikan pendidikan yang banyak
bersentuhan dengan hati nurani yang mengarah pada pembentukan etika atau karakter
anak didik, sekarang ini pendidikan cenderung diarahkan pada pencapaian keunggulan
materi, kekayaan, kedudukan dan kesenangan dunia semata, sehingga apa yang
menjadi hakikat dari tujuan pendidikan itu sendiri telah terabaikan. Padahal menurut
Hasbi Ash-Shiddiqi sekurang-kurangnya pendidikan harus dapat mengembangkan tiga
hal pokok, yaitu tarbiyah jismiyah, tarbiyah aqliyah dan tarbiyah adabiyah.

Dalam pendidikan agama Islam nampaknya pokok tarbiyah adabiyah adalah


pokok yang harus mendapat perhatian lebih dari yang lainnya, karena pokok yang
ketiga ini berkaitan dengan masalah etika, akhlak atau budi pekerti yang juga akan
menjadi aplikasi nilai dari kedua pokok yang lain. Selain itu etika, akhlak atau budi
pekerti merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus diutamakan dalam
pendidikan untuk ditanamkan atau diajarkan kepada anak didik. Untuk menggapai itu
semua membutuhkan adanya peran seorang guru untuk mewujudkannya, karena
pendidikan akan dapat menghasilkan produk yang unggul dan berkualitas manakala
melalui proses yang baik dan ilmu-ilmu yang didalamnya mengutamakan kebajikan.
Sebab ilmu pada akhirnya bertujuan mewujudkan keutamaan dan kemuliaan. Peran
guru agama dalam hal ini tidak hanya terbatas pada saat hubungan proses belajar itu
sedang berlangsung dan berakhir. Juga tidak hanya sebatas pada kemampuan
profesional dalam mendidik atau tanggung jawabnya pada orang tua, kepala sekolah dan
sosial saja, melainkan peran pengabdiannya haruslah benar-benar sampai kepada Allah.
Karena apa yang dikerjakan dan diajarkan guru dalam konteks pendidikan nantinya juga
akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah di akhirat kelak.
Guru atau pendidik dalam Islam tidak hanya diposisikan sebagai orang yang
‘alim, wara’, shaleh dan uswah, tetapi guru juga diposisikan sebagai orang yang
mewarisi dan menggantikan para nabi dalam hal menjelaskan, menerangkan dan
mengaplikasikan nilai-nilai ajaran nabi (agama) dalam kehidupan bermasyarakat. Guru
yang di dalam undang-undang disebut sebagai orang yang memangku jabatan
profesional merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan etika
dan karakter anak didik. Oleh karena itu menurut Zakiah Daradjat, faktor terpenting
bagi seorang guru adalah kepribadiannya, karena kepribadian itulah yang akan
menentukan apakah guru itu akan menjadi pendidik yang baik bagi anak didiknya, atau
akan menjadikan anak didik menjadi sebaliknya. Untuk itu guru dituntut untuk memiliki
kepribadian, etika dan karakter yang baik, selain itu guru yang juga disebut sebagai
spiritual father merupakan orang yang berjasa dalam memberikan santapan jiwa anak
didik dengan ilmu.
Dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya proses pembelajaran, guru
memegang peran utama dan sangat penting. Oleh karenanya etika atau perilaku guru
yang merupakan bagian dari kepribadiannya dalam proses belajar mengajar, akan
memberikan pengaruh dan corak yang kuat bagi pembinaan perilaku dan kepribadian
anak didiknya.
Merujuk pada pola kependidikan dan keguruan Rasulullah SAW. Dalam
perspektif Islam, guru menjadi posisi kunci dalam membentuk kepribadian Muslim
sejati. Keberhasilan Rasulullah SAW dalam mengajar dan mendidik umatnya lebih
banyak menyentuh pada aspek perilaku. Secara sadar atau tidak, semua perilaku dalam
proses pendidikan dan bahkan diluar konteks proses pendidikan, perilaku guru akan
ditiru oleh siswanya.
Guru dan murid merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dalam kajian
ilmu pendidikan. Dimana dalam prakteknya aspek etika atau perilaku guru khususnya
dalam proses pendidikan baik di sekolah, madrasah atau diluar sekolah (masyarakat)
selalu menjadi sorotan. Beberapa aspek etika atau perilaku guru yang harus dipahami
antara lain berkenaan dengan peran dan tanggung jawab, kebutuhan anak didik, dan
motivasi serta kepribadian guru (termasuk ciri-ciri guru yang baik).
Guru yang baik dalam perspektif pendidikan agama Islam adalah guru yang
bertitik tolak dari panggilan jiwa, dapat dan mampu bertanggung jawab atas amanah
keilmuan yang dimiliki, bertanggung jawab atas anak didiknya, amanah orang tua anak
didik dan atas profesi yang dia sandang, baik tanggung jawab moral maupun sosial dan
dapat menjadi uswah bagi murid atau anak didiknya. Karena secara umum kinerja guru
atau pendidik adalah seluruh aktivitasnya dalam hal mendidik , mengajar, mengarahkan
dan memandu anak didik untuk mencapai tingkat kedewasaan dan kematangan. Untuk
itu sebagai dasar tuntutan keprofesionalan atas keilmuan diri yang didapatnya
hendaklah seorang guru atau pendidik melaksanakan tugas profesinya tidak hanya
sebatas pada tataran teoritis saja, tetapi juga dilakukan pada tataran praktis. Adapun
pada tataran prakteknya uraian berikut merupakan pemaparan beberapa prinsip yang
berlaku umum tentang etika guru dalam pembelajaran.
Pertama, memahami dan menghormati anak didik. Kedua menghormati bahan
pelajaran yang diberikannya, artinya guru dalam mengajar harus menguasai sepenuhnya
bahan pelajaran yang diajarkan. Ketiga menyesuaikan metode mengajar dengan bahan
pelajaran. Keempat menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu.
Kelima mengaktifkan siswa dalam konteks belajar. Keenam memberi pengertian bukan
hanya kata-kata belaka. Ketujuh menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa.
Kedelapan mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan.
Kesembilan jangan terikat dengan satu buku teks (teks book). Kesepuluh tidak hanya
mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada anak didik, melainkan
senantiasa mengembangkan kepribadiannya.
Dari semua yang dipaparkan mengenai etika, sikap, perilaku atau kepribadian
seorang guru diatas, terdapat relevansi dengan apa yang disampaikan K.H Hasyim
Asy’ari dalam Kitab Adabul Alim Wa Al Muta’llim, perbedaan hanya terletak pada
penyampaian bahasa yang digunakan, namun substansi yang dimaksudkan adalah sama
dalam hal pembelajaran, lebih-lebih lagi KH. Hasyim Asy’ari telah mengemukakan
pendapatnya dengan menambahkan dan memberi perhatian khususnya kepada perilaku
etika guru atau pendidik dengan menjelaskan etika yang harus dilakukan sebagai
guru atau pendidik yang mana hal ini tidak dapat dijumpai pada karangan ulama’ masa
sebelumnya seperti Az-Zarnuji, Al-Jauzy dan Abu Hanifah.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Etika Guru Dalam Proses Belajar
Dalam proses pembelajaran, etika guru dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi persepsi guru terhadap etika dan
latar belakang pendidikan, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan masyarakat
dan supervise sekolah.
a. Persepsi guru terhadap etika keguruan
Persepsi merupakan penafsiran dari pengamatan dan akan mempengaruhi aktifitas
seseorang individu. Jika dikaitkan dengan proses pembelajaran, maka guru yang
memiliki persepsi yang baik akan melaksanakan etika keguruan dalam mengajar. hal
ini disebabkan guru merasa bahwa etika keguruan merupakan bagaian dari proses
pembelajaran.
b. Latar belakang pendidikan
Dengan memiliki latar belakang pendidikan agama, otomatis guru telah memiliki dua
aspek sekaligus yakni pendidikan dan keagamaan. Pendidikan dan keagamaan
merupakan dua aspek yang tidak bisa dipisahkan.
c. Supervisi kepala sekolah
Supervisi kepala sekolah merupakan aspek yang sangat esensial, bukan hanya
menyangkut proses pembelajaran tetapi juga berkaitan dengan aspek etika keguruan.
Dengan dilaksanakannya supervisi oleh kepala sekolah baik secara langsung maupun
tidak langsung, dengan sendirinya dapat meningkatkan motivasi guru dalam
menerapkan etika keguruan.
d. Lingkungan masyarakat
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pendidikan.
Demikian juga halnya dengan pelaksanaan etika keguruan seseorang guru bisa
terpengaruhi oleh corak lingkungan sosialnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Etika merupakan suatu yang tak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari.
Apalagi dengan perkembangan kehidupan, ekonomi, budaya dan teknologi yang
mendorong munculnya gejala-gejala moral yang fenomenal. Etika dalam istilah filsafat
berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan yang
telah dianut secara turun temurun. Etika sebagai ilmu melanjutkan kecenderungan
perilaku kita dalam hidup sehari-hari.
Jadi etika profesi guru yaitu spesifikasi norma-norma yang bersifat nyata/konkrit
dan praktis bagi seseorang dalam ruang lingkup profesinya sebagai guru. Norma-norma
tersebut seperti; Kesadaran untuk mengembangkan diri agar menjadi narasumber yang
baik bagi murid, bertanggung jawab atau profesional dalam bertugas, senantiasa sabar
dan bijaksana dalam mentransfer ilmu, dan kemudian sebagai orang tua kedua disekolah
hendaknya memiliki sikap menyayangi dan menjaga anak didik sebaik-baiknya.    

B. Saran
Diakhir penulisan makalah ini diharapkan kepada pembaca agar lebih memahami
dan mengetahui mengenai etika guru dan profesi guru dalam pandangan islam.
DAFTAR PUSTAKA

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung Remaja


Rosdakarya. 1997).

Anda mungkin juga menyukai