Anda di halaman 1dari 14

2.

1 Definisi
Barotrauma adalah kerusakan jaringan dan sekuelenya yang terjadi akibat
perbedaan antara tekanan udara (tekanan barometrik) didalam rongga udara
fisiologis dalam tubuh dengan tekanan disekitarnya. Peningkatan tekanan udara
yang diikuti oleh perubahan volume gas didalam tubuh dapat mengakibatkan
trauma fisik berupa barotrauma aural, barotrauma pulmoner, penyakit dekompresi
(disbarisme) dan emboli udara.
Barotrauma adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan kerusakan
jaringan yang terjadi akibat ketidak seimbangan tekanan pada rongga udara dalam
tubuh dengan jaringan tubuh. Barotrauma paling sering terjadi pada penerbangan
dan penyelamann dengan scuba. Tubuh manusia mengandung gas dan udara
dalam jumlah yang signifikan. Beberapa diantaranya larut didalam cairan tubuh.
Udara sebagai gas bebas juga terdapat didalam saluran pencernaan, telinga tengah
dan rongga sinus yang volumenya akan bertambah dengan bertambahnya
ketinggian. Ekspansi gas yang terperangkap didalam sinus bisa menyebabkan
sakit kepala, ekspansi gas yang terperangkap dalam telingah tengah bisa
menyebabkan nyeri telinga dan ekspansi gas yang terjadi pada saluran pencernaan
menyebabkan perasaan kembung atau penuh pada perut. Ekspansi gas yang
terperangkap dalam usus halus bisa menyebabkan nyeri yang cukup hebat hingga
terkadang bisa menyebabkan penurunan kesadaran. Pada ketinggian 8000 kaki
gas-gas yang terperangkap dalam rongga tubuh volumenya bertambah 20 % dari
volume saat di darat. Semakin cepat kecepatan pendakian maka semakin tinggi
resiko mengalami ketidaknyamanan atau nyeri.
2.2 Epidemiologi
Data internasional tidak tersedia untuk insiden barotrauma pada penyelam.
Di Amerika rata-rata resiko terjadinya Decompresion sicknees (DCS) berat tipe 2
adalah 2,28 kasus dari 10 ribu penyelaman. Jumlah cedera tipe 1 tidak diketahui
karena banyak penyelam tidak melakukan pengobatan. Resiko DCS meningkat

pada penyelam dengan asma. Resiko DCS tipe 2 meningkat 2,5 kali pada pasien
dengan patensi foramen ovale.
Secara teoritis wanita lebih beresiko untuk barotrauma dibandingkan lakilaki karena presentasi lemak tubuh lebih besar, namun hal ini masih berupa
hipotesis dan belum ada data yang mendukung.
Tidak ada korelasi secara langsung antara umur dengan terjadinya
frekuensi barotrauma. Kebanyakan kelompok yang terkena berada pada usia 21
dan 40 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap insiden terjadi
barotrauma yang berhubungan ras.
2.3 Etiologi
Barotrauma paling sering terjadi pada perubahan tekanan yang besar
seperti pada penerbangan, penyelaman misalnya pada penyakit dekompresi yang
dapat menyebabkan kelainan pada telinga, paru-paru, sinus paranasalis, serta
emboli udara pada arteri yang dimana diakibatkan oleh perubahan tekanan yang
secara tiba-tiba misalkan pada telinga tengah sewaktu dipesawat yang
menyebabkan tuba eustachius gagal untuk membuka. Jika tuba eustachius
tersumbat tekanan udara didalam telinga tengah berbeda dari tekanan diluar
gendang telinga menyebabkan barotrauma.
Barotrauma dapat terjadi pada telinga tengah saat menyelam ataupun saat
terbang. Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki dibawah air setara dengan
perubahan tekanan pada ketinggian 18 ribu kaki diatas bumi. Dengan demikian,
perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada saat menyelam
dibandingkan pada saat terbang. Hal ini dapat menjelaskan tingginya insiden
barotrauma pada telinga tengah saat menyelam. Namun meskipun insdien relatif
lebih tinggi pada saat menyelam, masih lebih banyak orang bepergian dengan
pesawat.
2.4 Jenis-jenis barotrauma
2.4.1 Barotrauma aural

Barotrauma telinga adalah yang paling sering ditemukan pada


penyelam. dibagi menjadi 3 jenis yaitu barotrauma telinga luar, tengah dan
dalam , tergantung dari bagian telinga yang terkena. Barotrauma telinga ini
bisa terjadi secara bersamaan dan juga dapat berdiri sendiri.
Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka pada
waktu menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus eksternus.
Bila meatus akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara yang
terjebak. Pada waktu tekanan bertambah, mengecilnya volume udara tidak
mungkin dikompensasi dengan kolapsnya canalis acusticus externus, hal
ini berakibat terjadinya dekongesti, perdarahan dan tertariknya membrana
timpani ke lateral. Peristiwa ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan
tekanan air dan tekanan udara dalam rongga canalis acusticus externus
sebesar 150 mmHg atau lebih, yaitu sedalam 1,5 2 meter.

Telinga tengah merupakan suatu rongga tulang dengan hanya satu


penghubung ke dunia luar, yaitu melalui tuba eustachi. Tuba ini biasanya
selalu tertutup dan hanya akan membuka pada waktu menelan, menguap
dan Valsava maneuver. Valsava maneuver dilakukan dengan menutup

mulut dan hidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan demikian tekanan di
dalam pharynx akan meningkat sehingga muara dapat terbuka.
Barotrauma telinga tengah akibat adanya penyempitan, inflamasi
atau udema pada mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan
merupakan penyulit untuk menyeimbangkan tekanan telinga tengah
terhadap tekanan ambient yang terjadi pada saat ascent maupun descent,
baik penyelaman maupun penerbangan. Terjadinya barotrauma tergantung
pada kecepatan penurunan atau kecepatan peningkatan tekanan ambient
yang jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanan telinga tengah.
Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari
barotrauma telinga tengah pada waktu menyelam, disebabkan karena
malakukan maneuver valsava yang dipaksakan. Bila terjadi perubahan
dalam kavum timpani akibat barotrauma maka membran timpani akan
mengalami edema dan akan menekan stapes yang terletak pada foramen
ovale dan membran pada foramen rotunda, yang mengakibatkan
peningkatan tekanan di telinga dalam yang akan merangsang labirin
vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada pemeriksaan Stepping
Test. Dapat disimpulkan, gangguan pada telinga tengah dapat
berpengaruh pada labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan
laten pada tonus otot melalui refleks vestibulospinal.
Seperti yang dijelaskan di atas, tekanan yang meningkat perlu
diatasi untuk menyeimbangkan tekanan, sedangkan tekanan yang menurun
biasanya dapat diseimbangkan secara pasif. Dengan menurunnya tekanan
lingkungan, udara dalam telinga tengah akan mengembang dan secara
pasif akan keluar melalui tuba eustakius. Dengan meningkatnya tekanan
lingkungan, udara dalam telinga tengah dan dalam tuba eustakius menjadi
tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan penciutan tuba eustakius. Jika
perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan sekitar
menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai 100 mmHg), maka bagian

kartilaginosa diri tuba eustakius akan semakin menciut. Jika tidak


ditambahkan udara melalui tuba eustakius untuk memulihkan volume
telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan jaringan
didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan. Terjadi
rangkaian kerusakan yang dapat dipekirakan dengan berlanjutnya keaadan
vakum relatif dalam rongga telinga tengah. Mula-mula membrana timpani
tertarik kedalam. Retraksi menyebabkan membrana dan pecahnya
pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak gambaran injeksi dan
bula hemoragik pada gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang
telinga tengah juga mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan pecah,
menimbulkan hemotapimum. Kadang-kadang tekanan dapat menyebabkan
ruptur membrana timpani.
Gejala-gejala klinik barotrauma telinga:
1. Gejala descent barotrauma:
Nyeri (bervariasi) pada telinga yang terpapar.
Kadang ada bercak darah dihidung atau nasofaring.
Rasa tersumbat dalam telinga/tuli konduktif.
2. Gejala ascent barotrauma:
Rasa tertekan atau nyeri dalam telinga.
Vertigo.
Tinnitus/tuli ringan.
Barotrauma telinga dalam sebagai komplikasi.
Grading klinis kerusakan membrane timpani akibat barotrauma
adalah
Grade 0 : bergejala tanpa tanda-tanda kelainan.
Grade 1 : injeksi membrane timpani.
Grade 2 : injeksi, perdarahan ringan pada membrane timpani.
Grade 3 : perdarahan berat membrane timpani.
Grade 4 : perdarahan pada telinga tengah (membrane timpani
menonjoldan agak kebiruan.
Grade5 : perdarahan pada meatus eksternus + rupture
membrane timpani.
Kompikasi : Ruptur atau perforasi gendang telinga, infeksi telinga
akut, kehilangan pendengaran yang menetap, tinnitus yang
menetap, dan vertigo.

2.4.2

Barotrauma sinus

Rongga tubuh yang lain yang sering mendapat gangguan akibat


adanya perbedaan tekanan antara di dalam rongga dan sekitar tubuh adalah
sinus paranasalis. Dinding sinus ini dilapisi mukosa dan muaranya pada
cavum nasi. Ada 4 buah sinus pada tubuh kita, tapi yang sering terganggu
adalah 2 buah, yaitu sinus maxilaris dan sinus frontalis, sedang yang 2
buah lagi, yaitu sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis jarang terganggu.
Kelainan di sinus-sinus ini disebut : Barosinusitis. Presentase kejadiannya
kira-kira 1,17 1,5%.(1).

Sinus adalah kantung udara di tulang atau sekeliling hidung. Sinus


barotrauma terjadi ketika terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam
sinus dengan tekanan di luar. Penderita dapat merasakan nyeri di sekitar
tulang pipi atau di bagian atas mata, kadang juga dapat terjadi infeksi
sinus, perdarahan dari hidung, dan sakit kepala.
Sinus paranasalis bermuara di rongga hidung. Lubang muara
tersebut relatif sempit. Dinding rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa dan
selalu dalam keadaan basah, maka di dalam rongga sinus itu selalu ada uap
air yang jenuh. Karena cara terjadinya serangan pada semua sinus adalah
sama saja, maka akan diterangkan salah satunya saja, yaitu pada sinus
maxilaris. Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi pada saat pesawat naik.
Sewaktu di permukaan laut, tekanan udara di sinus maxilaris sama dengan
di rongga hidung/di udara luar sekitar tubuh, yaitu 760 mmHg. Bila
kemudian orang ini kita bawa ke ketinggian tertentu, misalnya 5,5 km,
dimana tekanan udara kira-kira 1/2 Atm, maka akan terjadi perbedaan
tekanan di dalam rongga sinus dan di rongga hidung. Bila kecepatan
naiknya secara perlahan-lahan, perbedaan tekanan tersebut akan dapat
diatasi dengan adanya aliran udara dari rongga sinus ke rongga hidung.
Tetapi bila kecepatan naik dari pesawat demikian besar, maka mengingat
sempitnya lubang muara sinus itu, aliran udara yang terjadi tidak akan

dapatmencapai keseimbangan tekanan, berarti tekanan di dalam rongga


sinus lebih tinggi daripada di rongga hidung, dengan akibat terjadinya
penekanan terhadap mukosa sinus. Inilah yang mengakibatkan timbulnya
rasa sakit dan inflamasi, yang disebut Barosinusitis. Hal yang sebaliknya
akan terjadi pada waktu pesawat menurun.
Dari penjelasan diatas ternyata bahwa besarnya lubang muara sinus
turut menentukan proses terjadinya barosinusitis. Semakin kecil muara
sinus itu, makin besar kemungkinan terjadinya barosinusitis. Jadi pada
seseorang yang menderita sakit di saluran pernafasan bagian atas,
pembengkakan/penebalan mukosa mengakibatkan penyempitan muara
sinus, sehingga akan mengalami kesulitan dalam mencapai keseimbangan
tekanan. Mengenai prosentase kejadian sewaktu naik/turun, Adler
berpendapat bahwa prosentase waktu turun lebih besar daripada waktu
naik. Sebenarnya hal ini tergantung pada bentuk mukosa di muara sinus
tersebut. Pada orang normal muara ini terbuka rata. Sedang pada beberapa
orang mukosa di muara sinus itu berbentuk seperti bibir, maka hal ini akan
mengakibatkan aliran udara cenderung untuk lebih mudah keluar daripada
memasuki

rongga

sinus.

Dalam

kondisi

seperti

ini

prosentase

barosinustitis akan lebih besar pada waktu pesawat menurun daripada


waktu naik.
2.4.3

Barotrauma pulmoner

Barotrauma pulmoner mengacu pada cedera terkait tekanan.


Barotrauma pulmoner dikenal dengan banyak nama seperti paru-paru overekspansi, burst lung dan exploded lung. Barotrauma pulmoner sering
terjadi hampir di tingkat mikroskopis. Barotrauma pulmoner adalah cedera
yang disebabkan ketika tekanan luar berbeda dari tekanan udara dalam
paru-paru. Barotrauma pulmoner dapat bermanifestasi dalam beberapa
jenis yaitu emboli udara, empisema dan pneumothorax.

Penyelam berenang dengan tabung kompresi udara untuk bernapas


di bawah air. Jika penyelam memiliki terlalu banyak kompresi udara dan
naik tanpa benar mengembuskan napas, paru-paru mungkin overinflate.
Salah satu komplikasi adalah terjadinya penyakit dekompresi.
Penyakit dekompresi memiliki nama lain seperti bends, penyakit
kompresi

udara,

penyakit

Caisson,

paralisis

penyelam

dan

disbarisme.Penyakit dekompresi terjadi ketika nitrogen, zat kimia terlarut


dalam darah dengan tekanan tinggi, membentuk gelembung sebagai
penurunan tekanan (seperti ketika berenang ke permukaan ketika
menyelam). Gelembung ini bisa bocor keluar ke dalam aliran darah
sebagai gelembung udara, yang disebut emboli udara. Emboli udara dapat
berjalan ke organ dalam tubuh dan menyumbat pembuluh darah seperti
jantung, paru-paru dan otak. Penyakit dekompresi diklasifikasikan sebagai
Tipe 1 atau Tipe 2. Tipe 1 adalah ketika gelembung mempengaruhi
jaringan di sekitar sendi. Lutut, siku dan bahu yang paling sering terkena.
Tipe 2 lebih serius dan melibatkan sistem saraf pusat (otak dan sumsum
tulang belakang) atau paru-paru dan jantung.
2.5 Patofisiologi
Bumi diselubungi oleh udara yang disebut atmosfer bumi. Atmosfer ini
terbentang mulai dari permukaan bumi sampai ketinggian 300 km. Udara tersebut
mempunyai masa dan berat lapisan udara ini akan menimbulkan suatu tekanan
yang disebut tekanan udara. Makin tinggi lokasi semakin renggang udaranya,
berarti semakin kecil tekanan udaranya. Sehingga pinggir atmosfer bumi tersebut
akan berakhir dengan suatu keadaan hampa udara. Trauma akibat perubahan
tekanan secara umum dijelaskan melalui hukum boyle. Hukum Boyle menyatakan
bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan atau P1 X V1 = P2 X V2 .
Ada bagian-bagian tubuh yang berbentuk seperti rongga, misalnya : cavum
tympani, sinus paranasalis, gigi yang rusak, traktus digestivus dan traktus
respiratorius. Pada penerbangan, sesuai dengan Hukum Boyle yang mengatakan

bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanannya, maka pada saat
tekanan udara di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadi perbedaan tekanan
udara

antara

di

rongga

tubuh

dengan

di

luar,

sehingga

terjadi

penekanan/penghisapan terhadap mukosa dinding rongga dengan segala


akibatnya.
Berdasarkan Hukum Boyle diatas dapat dijelaskan bahwa suatu penurunan
atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan
(secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam
struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi ataupun
kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh
(telinga tengah, paru-paru) menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya
jaras-jaras ventilasi normal.
2.6 Pemeriksaan penunjang
2.6.1 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap
Pada suatu penelitian pasien yang memiliki hematokrit 48 % atau
lebih memiliki kelainan neurologik yang persisten 1 bulan setelah
cedera, jumlah white blood cell dengan diferensiasi membantu untuk
menentukan penyebab infeksi.
Pemeriksaan ABG ( arterial blood gas )
Pemeriksaan ABG dilakukan untuk menentukan gradien alveolararterial pada pasien yang dicurigai terjadi emboli
Kadar serum kreatin phospokinase
Peningkatan

kreatin

phospokinase

mengindikasikan

adanya

kerusakan jaringan yang berhubungan dengan DCS . peningkatan


kadar serum kreatin phospokinase mengindikasikan kerusakan jaringan
yang menyebabkan mikro emboli
2.6.2

pemeriksaan radiologi
pemeriksaan foto thoraks

foto thoraks dilakukan pada pasien dengan keluhan adanya rasa


tidak nyaman pada dada atau kesulitan bernafas
pemeriksaan foto sendi atau ekstremitas
pemeriksaan radiografi sendi dan ekstremitas diindikasikan untuk
pasien dengan fraktur atau dislokasi
CT scan dan MRI
CT spiral adalah pemeriksaan yang paling sensitif untuk
mengevaluasi

pasien

dengan

pneumothoraks,

pemeriksaan

ini

dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami barotrauma yang


berhubungan dengan pneumotrhoraks ketika pemeriksaan radiografi
thoraks menunjukan hasil yang negatif
Echokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk deteksi jumlah dan ukuran
gelembung udara pada jantung. Pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk menentukan dignosis dan prognosis.
2.6.3

Pemeriksaan lainnya
ECG
ECG berguna untuk menentukan penyebab potensial jantung dari

status kesadaran mental atau syok.


2.7 Penanganan
2.7.1 Barotrauma aural
Obat-obatan yang direkomendasikan, termasuk dalam golongan:

Antihistamin
Dekongestan
Steroid

Obat-obatan tersebut bisa membantu melegakan hidung tersumbat


dan membiarkan terbukanya tuba eustasius. Antibiotik dapat membantu
mencegah infeksi telingan jika barotrauma cukup parah.
Namun jika obat-obatan tidak juga dapat membuka tuba, maka
pembedahan akan dibutuhkan. Sebuah operasi kecil untuk menyayat
gendang telinga (myringotomy) akan membantu menyeimbangkan tekanan
udara dan membiarkan cairan terdrainase. Namun operasi sangat jarang
sampai dibutuhkan Jika kegiatan anda mengharuskan Anda untuk sering
berada pada ketinggian yang berubah-ubah, atau Anda rentan terhadap
barotrauma, maka alternatifnya, sebuah tuba kecil bisa dipasangkan di
kedua gendang telingan anda melalui operasi.
2.7.2

Barotrauma sinus

Menggunakan sistemik dan topikal vasokonstriktor (pseudoefedrin,


phenylephrin dan oxymetazoline), analgetik, berhenti menyelam saat
gejala masih ada, dan antihistamin jika perlu. Kortikosteroid 3-5 hari
mempercepat penyembuhan. Pemberian antibiotik apabila terdapat mukus
purulen dan post nasal drip.
2.7.3

Barotrauma pulmoner
Penanganan untuk barotrauma pulmoner adalah oksigen 100%,

hidrasi dan dekompresi.

DAFTAR PUSTAKA
1

Guyton dan Hall, 2007, Buku Ajar Fisologi Kedokteran edisi 11. ECG,
Jakarta

Kaplan J, 2003, Barotrauma. Medscape (serial online) available from :


http://emedicine.medscape.com/article/768618-overview

Budianto, A. Dkk, 1997, Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian


Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai