Anda di halaman 1dari 63

REKOMENDASI

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA

Diagnosis, Tata Laksana


dan Pencegahan Obesitas
pada Anak dan Remaja

UKK NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK


2014

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia


Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas
pada Anak dan Remaja
Penyunting: Damayanti Rusli Sjarif; Lanny Christine Gultom;
Aryono Hendarto; Endang Dewi Lestari; I Gusti Lanang Sidiartha;
Maria Mexitalia
Ikatan Dokter Anak Indonesia
2014
Kedokteran Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas
pada Anak dan Remaja

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang


Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian
atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga
tanpa seiijin penulis dan penerbit.
Disusun oleh:
Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Diterbitkan pertama kali tahun 2014
Cetakan Pertama

ISBN

Tim Penyusun
Damayanti Rusli Sjarif
Lanny Christine Gultom
Aryono Hendarto
Endang Dewi Lestari
I Gusti Lanang Sidiartha
Maria Mexitalia

iii

Sambutan

Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia


Salam hormat dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) mengucapkan
selamat kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik
IDAI yang telah menerbitkan Rekomendasi Diagnosis, Tata Laksana,
dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja.Rekomendasi yang
dibuat oleh satu organisasi profesi bertujuan untuk memberi panduan
dan menyamakan persepsi kepada anggotanya dalam menangani
penyakit atau kondisi yang terlihat sangat lebar perbedaannya, sehingga
memberikan hasil tata laksana yang tidak optimal dan tentunya
merugikan pasien.
Obesitas merupakan masalah yang mulai banyak ditemukan, tidak saja di
daerah perkotaan dengan sosial ekonomi yang tinggi, tetapi tidak sedikit
pula ditemukan pada anak yang tinggal di daerah pedesaan bahkan dari
kelompok sosial ekonomi menengah ke bawah. Penanganan obesitas
memerlukan pendekatan tata laksana yang komprehensif, mencakup
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Penanganan obesitas dapat
sangat bervariasi, karena banyak faktor yang mempengaruhinya, tidak
saja genetik, tetapi juga faktor lingkungan dan kebiasaan yang salah.
Oleh karena itu, sangat tepat bila UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik
IDAI menerbitkanRekomendasi IDAI tentang Diagnosis, Tata Laksana,
dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. Rekomendasi ini
merupakan jawaban dari masalah tersebut danakan menjadi acuan bagi
anggota IDAI.
Semoga dengan memberikan pelayanan kesehatan secara profesional,
IDAI dapat lebih berperan dalam mewujudkan konsep child survival,
child health and child development dalam rangka menyiapkan anakanak yang sehat untuk Indonesia yang sehat.

Badriul Hegar
Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI 2011-2014
v

Kata Pengantar
Angka kejadian overweight dan obesitas anak secara global meningkat dari
4,2% pada tahun 1990 menjadi 6,7% pada tahun 2010. Kecenderungan
ini diperkirakan akan mencapai 9,1 % atau 60 juta ditahun 2020. Di
Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, secara
nasional menunjukkan bahwa masalah overweight dan obesitas pada
anak umur 5 sampai 12 tahun berturut-turut sebesar 10,8% dan 8,8%,
sudah mendekati perkiraan angka dunia di tahun 2020. Peningkatan
obesitas tersebut di sertai dengan peningkatan ko-morbiditas yang
berpotensi menjadi penyakit degeneratif di kemudian hari misalnya
penyakit jantung koroner, hipertensi, DM Tipe 2, dll.
Sulitnya tata laksana obesitas menyebabkan pencegahan menjadi
prioritas utama. Kompetensi dokter spesialis anak dalam mendeteksi
dini early adiposity rebound serta menata laksana segera dengan
pendekatan pola makan serta aktifitas yang sehat perlu dimiliki oleh
seluruh dokter spesialis anak di Indonesia.
Untuk mewujudkan hal tersebut, UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI
berinisiatif untuk membuat Rekomendasi Diagnosis,Tata laksana serta
Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja agar terdapat persamaan
persepsi dalam pelaksanaannya.
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membimbing
kami dalam menyelesaikan Rekomendasi ini. Kami menyadari bahwa
Rekomendasi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu diperlukan
masukan dari sejawat dokter spesialis anak yang mengamalkannya.
Akhir kata terima kasih pada PP IDAI atas dukungan moral dalam
penyelesaian Rekomendasi ini.

Tim Penyusun
vii

Daftar Isi
Tim Penyusun .............................................................................

iii

Sambutan ......................................................................................

Kata Pengantar .............................................................................

vii

Daftar isi ........................................................................................

ix

Pendahuluan .................................................................................

Rekomendasi 1 ............................................................................

Anamnesis .......................................................................

Etiologi dan manifestasi klinis ......................................

Pemeriksaan antropometris .........................................

Deteksi dini komordibitas ............................................ 13

Rekomendasi 2 ............................................................................ 22

............................................

Pola aktivitas yang benar ............................................

Modifikasi perilaku ........................................................
Rekomendasi 3 ............................................................................

Pola makan yang benar

22
24
28
29

Rekomendasi 4 ............................................................................ 30
Farmakoterapi ................................................................ 30

Terapi bedah ................................................................... 31

Rekomendasi 5 ............................................................................ 33

Pencegahan primer

Pencegahan sekunder

Pencegahan tersier

............................................ 33
............................................ 35
............................................ 36

Kesimpulan ................................................................................. 37

................................................................................. 38
Kepustakaan ................................................................................. 48
Lampiran

ix

1. Pendahuluan
Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin
sering ditemukan di berbagai negara. Prevalensi overweight dan
obes pada anak di dunia meningkat dari 4,2% di tahun 1990
menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai
9,1% di tahun 2020.1 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 20132 didapatkan prevalensi obesitas pada (1) anak
balita di tahun 2007, 2010, dan 2013 berdasarkan berat badan
menurut tinggi badan lebih dari Z score 2 menggunakan baku
antropometri anak balita WHO 2005 berturut-turut 12,2%,
14,0%, dan 11,9%, serta (2) anak berusia 5-12, 13-15, dan 16-18
tahun berturut-turut 8,8%, 2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks
massa tubuh menurut umur lebih dari Z score 2 menggunakan
baku antropometri WHO 2007 untuk anak berumur 5-18 tahun.
Beberapa penelitian mengenai prevalensi obesitas pada anak
dan remaja telah dilakukan di Jakarta, Bali, dan Semarang,
yaitu (1) Djer3 mendapatkan prevalensi anak obes di dua sekolah
dasar negeri di Jakarta Pusat 9,6% dari 488 anak, (2) Meilany4
mendapatkan prevalensi anak obes di tiga sekolah dasar swasta
di Jakarta Timur 27,5% dari 2292 anak, (3) Susanti5 mendapatkan
prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar usia 10-12 tahun
di lima wilayah DKI Jakarta 15,3% dari 600 anak, (4) Adhianto
dkk.6 mendapatkan prevalensi obesitas 11% dari 552 anak
berusia 11-17 tahun di kota Denpasar dan Badung, (5) Dewi dkk.7
mendapatkan prevalensi obesitas 15% dari 241 anak berusia
6-10 tahun di dua sekolah dasar negeri di Bali, dan (6) Mexitalia
dkk.8 mendapatkan prevalensi obesitas 10,6% dari 1157 anak
usia 6-7 tahun di kota Semarang. Penelitian Multisenter 10 PPDSA
di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak
usia sekolah dasar rata-rata 12,3%.9

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Peningkatan prevalensi obesitas juga diikuti dengan peningkatan


prevalensi komorbiditas, seperti peningkatan tekanan darah,
aterosklerosis, hipertrofi ventrikel kiri, sumbatan jalan napas saat
tidur (obstructive sleep apnea), asma, sindrom polikistik ovarium,
diabetes melitus tipe-2, perlemakan hati, abnormalitas kadar
lipid darah (dislipidemia), dan sindrom metabolik.10,11 Berbagai
penelitian yang telah dilakukan di Indonesia juga mendapatkan
hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu (1) anak dan remaja obes
sudah mengalami komorbiditas seperti hipertensi, dislipidemia,
peningkatan kadar SGOT dan SGPT, dan uji toleransi glukosa
yang terganggu4,12,13, (2) prevalensi dislipidemia sebesar 45%
ditemukan pada anak obes usia sekolah dasar di Surakarta14
dan anak obes berisiko lebih tinggi mengalami dislipidemia
dibandingkan anak tidak obes15, (3) kecepatan aliran ekspirasi
puncak (peak expiratory flow rate/PEFR) anak obes lebih rendah
dibandingkan anak tidak obes bahkan sebelum aktivitas fisis16,
(4) gangguan emosional dan perilaku berdasarkan Child Behavior
Checklist (CBCL) dan 17-item Pediatric Symptom Checklist (PSC17) berturut-turut ditemukan pada 28% dan 22% anak obes.
Masalah terbanyak yang ditemukan adalah gangguan internalisasi
seperti menarik diri, keluhan somatik, ansietas, ataupun depresi17,
(5) sebesar 32,5% anak obes mengalami ketidakmatangan
sosial18, (6) resistensi insulin ditemukan pada 47% anak laki-laki
superobes berusia 5-9 tahun19 dan 38% remaja obes20, (7) remaja
obes berisiko lebih tinggi mengalami defisiensi besi dibandingkan
remaja tidak obes21, (8) ketebalan tunika intima media arteri
karotis, kadar profil lipid, tekanan darah sistolik dan diastolik
remaja obes lebih tinggi dibandingkan dengan remaja tidak obes22,
dan (9) tiga penelitian yang dilakukan di Jakarta dan Manado
mendapatkan prevalensi sindrom metabolik pada remaja obes
berturut-turut 19,6%20, 34%23, dan 23%24, sedangkan prevalensi
sindrom metabolik pada anak laki-laki superobes sebesar 42%.19

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

Penelitian tersebut dilakukan pada kurun waktu yang berbeda dan


menggunakan kriteria sindrom metabolik yang berbeda.
Berdasarkan data yang ditemukan pada Riskesdas 20132,
beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai prevalensi
anak dan remaja obes serta komorbiditas yang menyertai di
Indonesia3-9,12-24, dan kecenderungan anak obes menjadi dewasa
obes yang diperberat dengan kejadian obesitas pada orangtua25-28,
maka Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganggap perlu dibuat
rekomendasi diagnosis, tata laksana, dan pencegahan obesitas
pada anak dan remaja. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan dokter spesialis anak dalam mendeteksi, mengelola,
serta mencegah obesitas dan komorbiditas yang menyertainya.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Rekomendasi 1
Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
antropometris, dan deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan
dengan pemeriksaan penunjang terkait.
Tahapan yang dilakukan dalam mengevaluasi anak dan remaja
obes dengan gizi lebih atau obesitas adalah sebagai berikut:29,30
Anamnesis terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala
yang dapat membantu menentukan apakah seorang anak
mengalami atau berisiko obesitas
Pemeriksaan fisis dan evaluasi antropometris
Pemeriksaan penunjang yang meliputi analisis diit,
pemeriksaan laboratorium, pencitraan, ekokardiografi, dan
respirometri atas indikasi
Penilaian komorbiditas

Anamnesis
Anamnesis faktor risiko medis dan perilaku yang harus diperoleh
pada saat evaluasi anak dan remaja overweight atau obesitas
tercantum pada Tabel 1.29-31

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

Etiologi dan manifestasi klinis


Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan
energi dengan keluaran energi (energy expenditures), sehingga
terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk
jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh
asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah.32
Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang
berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan
oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisis, dan efek
termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi makanan.
Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total
energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7%
dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25%
dari total energi yang dihasilkan protein).33
Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan
oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan
faktor endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional, yang
disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom, atau defek genetik)
hanya mencakup kurang dari 10% kasus.34 Secara klinis obesitas
idiopatik dan endogen dapat dibedakan sebagaimana yang
tercantum pada Tabel 2, sedangkan pemeriksaan fisis serta
dampak dan gejala yang harus dicari pada anak dan remaja
dengan obesitas ditampilkan pada Tabel 3.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

Temuan

Kelainan yang berkaitan

Evaluasi kemungkinan kerusakan hipotalamus yang disebabkan tumor otak, iradiasi, atau trauma

Riwayat kebiasaan hidup santai di dalam keluarga (sedentary life style)

Riwayat risiko kesehatan yang terkait obesitas di dalam keluarga, seperti penyakit kardiovaskular dini (< 55
tahun), peningkatan kolesterol, hipertensi, atau diabetes melitus tipe-2

Riwayat obesitas di dalam keluarga untuk mencari faktor genetik sebagai penyebab obesitas

Pola aktivitas fisis : frekuensi/minggu, durasi/hari, jenis (terstruktur/tidak terstruktur)

Pola makan : kebiasaan makan (apakah menerapkan food rules), perilaku abnormal terkait makanan, dsb

Tanda dan gejala risiko kesehatan yang terkait obesitas pada anak seperti mengorok, sering terbangun pada
saat tidur di malam hari, menstruasi dini, nyeri panggul, dsb

Evaluasi kemungkinan sindrom Cushing yang disebabkan pemberian steroid

Riwayat tumbuh-kembang untuk mencari obesitas yang disebabkan faktor endogen, sebagai contoh:

Remaja

Early adiposity rebound, yaitu indeks massa tubuh (IMT) terendah yang terjadi lebih dini dan cepat
(<5 tahun)

Prenatal

Periode mulai timbulnya obesitas:

Umum

Anamnesis

Tabel 1. Identifikasi faktor risiko medis dan perilaku yang berkaitan dengan obesitas

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Hipertiroidisme, sindrom Cushing, sindrom Prader-Willi


Pseudotumor serebri
Sleep apnea, obesity hyperventilation syndrome

Perawakan pendek

Nyeri kepala

Kesulitan bernafas di malam hari

Slipped capital femoral epiphysis


Polycystic ovary syndrome

Nyeri panggul atau lutut

Oligomenore atau amenore

(Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Sjarif DR. Hot topics in pediatrics II. 200229, Sjarif DR. Nutrition Growth-Development. 200630,
Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.31)

Depresi

Merokok

Riwayat sosial/psikologis

Penyakit kandung empedu

Dislipidemia

Hipertensi

Penyakit kardiovaskular

NIDDM

Obesitas

Riwayat keluarga

Penyakit kandung empedu

Nyeri perut

Somnolen di siang hari

Kelainan genetik

Delayed development

Khusus

Tabel 2. Karakteristik dan etiologi obesitas

(Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Williams CL, dkk. Ann N Y Acad Sci. 1997.32)

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

Pemeriksaan antropometris
Lemak tubuh yang berlebihan pada obesitas berhubungan
dengan peningkatan risiko kesehatan, khususnya faktor risiko
kardiovaskular. Indeks massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat
badan terhadap tinggi badan merupakan metode yang berguna
untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat badan
(dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam
meter).10,35 Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih
adalah berdasarkan grafik indeks massa tubuh (grafik IMT)
berdasarkan usia dan jenis kelamin. Saat ini ada tiga klasifikasi
yang digunakan untuk anak dan remaja yaitu CDC 2000 (Center
for Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International
Obesity Task Force), dan WHO 2006 (World Health Organization
2006).10,35,36 Berdasarkan hal tersebut dan untuk kepentingan klinis
praktis dalam menentukan klasifikasi mana yang dapat digunakan
sebagai uji tapis obesitas, maka data Riskesdas 2010 tersebut
dianalisis kembali dan selanjutnya diklasifikasi menggunakan
grafik IMT berdasarkan CDC 2000, IOTF, dan WHO 2006.37

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

10

Dada yang membusung dengan payudara membesar

Perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat

Tungkai umumnya berbentuk X

Penis tampak kecil

Dada

Perut

Ekstremitas

Genitalia

Sering ditemukan pada anak obes, yaitu kulit terlihat gelap


disebabkan peningkatan risiko resistensi insulin
Sindrom ovarium polikistik

Akantosis nigrikans

Jerawat berlebihan, hirsutism

Kulit

Hipertensi jika tekanan darah sistolik atau diastolik > P95 untuk
usia, jenis kelamin, dan tinggi badan pada 3 kali pemeriksaan

Kondisi genetik atau endokrin yang mendasari

Perawakan pendek

Peningkatan tekanan darah

Overweight atau obesitas

Persentil BMI yang tinggi

obesitas (BMI >P95)

: overweight (BMI >P85 P95)

Tanda vital

Antropometri

Khusus

Anak 2-18 tahun (IMT CDC 2000)

obesitas (z score > +3)

: overweight (z score > +2)

Leher relatif pendek

Berat dan tinggi Anak < 2 tahun (IMT WHO 2006)


badan, IMT

Wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap

Penjelasan

Leher

Gejala

Kepala

Umum

Sistem

Tabel 3. Pemeriksaan fisis serta dampak dan gejala yang perlu dicari pada anak dan remaja dengan obesitas

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

11

NAFLD*

Wheezing

Nyeri abdomen

Hepatomegali

Dada

Abdomen

Beberapa sindrom genetik

Tangan dan kaki yang kecil,

polidaktili

Blount disease

Bowing of tibia

Sindrom Prader-Willi

Undescended testis

Slipped Capital Femoral Epiphysis

Penis dengan ukuran normal yang terpendam dalam lemak


suprapubik

Mikropenis

Abnormal gait, gerakan panggul terbatas

Timbulnya perkembangan seks sekunder < 9 tahun pada anak


laki-laki atau < 8 tahun pada anak perempuan

Stadium Tanner

Asma, terkait dengan intoleransi latihan, sindrom hipoventilasi


obesitas

Hipotiroidism

Kondisi ini pada umumnya tidak bergejala; NAFLD: nonalcoholic fatty liver disease.
(Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Barlow SE and The Expert Committee Pediatrics. 200710,dan Standar Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia.31)

Ekstremitas

Sistem reproduksi

Gangguan refluks gastroesofagus, penyakit kandung empedu,


NAFLD*

Goiter

Leher

Obstructive sleep apnea

Hipertrofi tonsil

Tenggorokan

Pseudotumor serebri

Papiledema, paralisis n. VI
kranialis

Sindrom Cushing

Striae violaceous

Mata

Konsekuensi dari obesitas berat

Iritasi, inflamasi

Tabel 4. Perbandingan prevalensi gizi lebih dan obesitas pada balita Riskesdas
2010 berdasarkan grafik IMT CDC 2000, WHO 2006 dan IOTF

CDC, Center Disease for Control and Prevention; WHO, World Health organization; IOTF,
International Obesity Task Force.
(Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Sjarif dan Pustika. PIT 2012.37)

Tabel 4 di atas memperlihatkan bahwa untuk klasifikasi gizi lebih


pada anak di bawah dua tahun hanya dapat menggunakan grafik
IMT WHO 2006, sedangkan untuk usia 2-5 tahun prevalensi gizi
lebih hampir sama pada ketiga klasifikasi. Obesitas tertinggi
didapat berdasarkan klasifikasi CDC 2000 (19,9%), diikuti IOTF
(15,3%), dan WHO 2006 (12,8%). Hal ini terjadi karena klasifikasi
obesitas menurut WHO adalah IMT terletak pada Z score > +3
SD yang setara dengan persentil 99,8, sedangkan CDC 2000
menggunakan kriteria IMT di atas persentil 95 sebagai batasan
obesitas.36,38
Klasifikasi IMT adalah cara yang praktis untuk menjaring gizi
lebih di pelayanan kesehatan primer. Bila pada hasil pengukuran
didapatkan potensi gizi lebih (Z score > +1 SD) atau berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) > 110%, maka grafik IMT sesuai usia
dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan adanya obesitas.
Overweight dan obesitas pada anak usia < 2 tahun ditegakkan jika
Z score > +2 SD dan > +3 SD dengan menggunakan grafik IMT
WHO 2006, sedangkan pada anak usia 2-18 tahun menggunakan

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

12

grafik IMT CDC 2000 (Lampiran 1-2). Ambang batas yang


digunakan untuk overweight adalah di atas P85 P95, sedangkan
obesitas adalah lebih dari P95 grafik IMT CDC 2000.36

Deteksi dini komorbiditas


Dampak obesitas mempengaruhi hampir setiap sistem organ
di dalam tubuh. Tabel 5. menampilkan ringkasan deteksi dini
komorbiditas yang harus dilakukan pada anak dan remaja obes.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

13

Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes

Komorbiditas

Obstructive
sleep apnea

Prevalensi
dalam/luar
negeri (%)
38,2/79,9

Anamnesis

Pemeriksaan fisis
yang spesifik

Mengorok yang disertai

Pembesaran tonsil

Henti napas saat tidur

40-42

Sering
tidur

terbangun

saat

Mengantuk di siang hari


S i n d r o m
hipoventilasi
obesitas42

-/20,6

Nonalcoholic
fatty liver
disease
(NAFLD)43-44

-/48,1

Kolelitiasis/

Umumnya tidak bergejala


Nyeri perut kuadran
kanan atas

-/
6,1

Diabetes
melitus tipe220,46

0/0,4

Hepatomegali
ringan.

Nyeri kolik hebat dan


berulang pada kuadran
kanan atas perut

Kuadran kanan atas


perut teraba nyeri

Polidipsi, polivagi, atau


poliuria

Seringkali
gejala

tanpa

Berat badan menurun

-/-

Menstruasi yang jarang


(<9 siklus/tahun)

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

14

Sianosis pada bibir,


jari, kulit
Gejala gagal jantung
kanan, seperti
edema tungkai dan
napas pendek

Kolesistitis45

S i n d r o m
polikistik
ovarium47,48

Gejala sama seperti


obstructive sleep apnea

Hirsustism, jerawat
yang berlebihan,
dan akantosis
nigrikans

Pemeriksaan penunjang

Level of
Evidence39

Polisomnografi

IA

Pemeriksaan pencitraan adenoid


AHI (apnea hypopnea index) = 3,540
Konsul Respirologi

Peningkatan karbon dioksida pada polisomnografi

II B

Peningkatan kadar HCO3 > 27 mMol/L


Peningkatan hemoglobin dan hematokrit pada darah perifer
lengkap
Konsul Respirologi
Kadar SGOT atau SGPT meningkat > 2 kali nilai normal

IB

USG menunjukkan perubahan yang konsisten dengan


steatohepatitis nonalkoholik tetapi tidak dapat menunjukkan
derajat inflamasi atau fibrosis
Biopsi hati adalah gold standard untuk menegakkan diagnosis
Konsul Hepatologi
USG dapat menunjukkan kolelitiasis/kolesistitis

IV

Konsul Hepatologi
Kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL atau kadar glukosa
darah sewaktu 200 mg/dL

Kadar gula darah puasa 100 mg/dL disebut sebagai prediabetes, yang merupakan risiko diabetes di kemudian hari
Konsul Endokrinologi
Pemeriksaan TSH, prolaktin, testosteron total dan
bebas, DHEAS (dehydroepiandrosterone sulfate), 17-OH
progesteron, FSH, LH, estradiol

USG ovarium menunjukkan polikistik ovarium


Konsul Endokrinologi

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

15

Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes

Komorbiditas

Hipotiroid49

Prevalensi
dalam/luar
negeri (%)
-/8,33

Anamnesis

Kelelahan

Pemeriksaan fisis
yang spesifik
Goiter

Penurunan prestasi
akademik
Perlambatan
pertumbuhan linier
Benjolan di leher
Sindrom
Cushing
Primer50

-/-

Peningkatan berat badan

Moon facies

Penggunaan obat steroid


jangka panjang

Buffalo hump
Perawakan pendek,
dan
Striae violaceous
Hirsustism,
jerawat, hipertensi,
hiperpigmentasi

Pubertas
prekoks50

-/-

Bau badan seperti orang


dewasa

Timbulnya
perkembangan seks
sekunder < 9 tahun
Pertumbuhan rambut
pada anak laki-laki
pubis dan aksila
atau < 8 tahun pada
anak perempuan
Kulit wajah berminyak dan
berjerawat
Perkembangan
payudara pada
perempuan

Pembesaran testis
pada laki-laki
Pseudotumor
serebri51

-/0,02

Nyeri kepala hebat


Fotofobia
Penglihatan ganda jika
mengganggu N. VI kranial

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

16

Gambaran diskus
optikus kabur

Pemeriksaan penunjang

Level of
Evidence39

Pemeriksaan FT4 dan TSH

Konsul Endokrinologi

Pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab endogen


peningkatan ACTH (adrenocorticotropic hormone)

Pemeriksaan kortisol bebas urin 24 jam, serta kadar kortisol


plasma setelah tes supresi deksametason dosis tinggi, kadar
ACTH plasma
CT Scan/MRI abdomen atau MRI kepala
Konsul Endokrinologi
Pengukuran kadar hormon steroid seks (testosteron, estradiol,
DHEA-S, atau androstenedion)

Konsul Endokrinologi

Pemeriksaan funduskopi dengan opthalmoskop

Konsul Neurologi

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

17

Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes


Komorbiditas

Hipertensi22,52

Prevalensi
dalam/luar
negeri (%)
49/50

Anamnesis

Pusing, nyeri kepala


Terkadang tidak bergejala

Dislipidemia53,54

Depresi17,55

Blount disease/
tibia vara56

Tekanan darah
sistolik atau diastolik
>P95 menurut usia,
jenis kelamin, dan
persentil tinggi
badan pada 3
kali pemeriksaan
berdasarkan
National Heart,
Lung, and Blood
Institute

88,4/45,8

Umumnya tanpa gejala

Xanthelasma (jarang
ditemukan)

22/30

Cemas, ketidakpuasan
terhadap bentuk
tubuh, makan berlebih,
kelelahan, dan kesulitan
tidur.

Afek datar

Onset umumnya setelah


usia 8 tahun

Ekstremitas bawah
bengkok (kaki
pengkor)

-/2,5

Bengkok pada tungkai


yang tidak disertai nyeri

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

18

Pemeriksaan fisis
yang spesifik

Tanda-tanda
pelecehan fisik dan
seksual

Pemeriksaan penunjang

Level of
Evidence39

Ureum, kreatinin, asam urat

IV

Konsul Nefrologi

Pemeriksaan profil lipid darah (kolesterol total, trigliserida,


LDL, dan HDL)

IB

Nilai normal profil lipi darah menurut National Cholesterol


Education Program (NCEP)
o Kolesterol total < 170 mg/dL
o Trigliserida < 110 mg/dL
0 9 tahun

: < 75 mg/dL

10 19 tahun : < 90 mg/dL


o Kolesterol LDL < 110 mg/dL
o Kolesterol HDL > 45 mg/dL

17-item Pediatric Symptom Checklist (PSC-17)

IV

Konsul Pediatri Sosial

Foto lutut antero-posterior yang terkena pada saat pasien


berdiri tegak

Konsul Bedah Ortopedi

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

19

Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes


Komorbiditas

Prevalensi
dalam/luar
negeri (%)

Anamnesis

Slipped
capital femoral
epiphysis57

-/-

Lebih banyak ditemukan


pada anak laki-laki
dibandingkan perempuan
obes

Pemeriksaan fisis
yang spesifik
Panjang tungkai
yang berbeda

Nyeri panggul atau lutut


dan nyeri ketika berjalan
Pergerakan panggul
terganggu pada saat
berjalan
Akantosis
nigrikans20,58

71,4/55,4

Iritasi dan
infeksi kronik
pada lipatan
kulit59

-/50,42

Sindrom
Genetik10,35

-/-

Leher dan lipatan kulit


(ketiak, perut bawah, dan
selangkangan) berwarna
kehitaman
Bau yang tidak sedap
pada lipatan kulit

Laserasi dan
ulserasi pada lipatan
kulit

Gangguan belajar

Stigmata tertentu
sesuai sindrom
terkait

Perawakan pendek
Delayed development,
dsb

Tes IQ

Sindrom

19,6-42/

Gabungan gejala diabetes Obesitas sentral


melitus, hipertensi,
Pemeriksaan fisik
dislipidemia
lain sesuai dengan
diabetes melitus,
hipertensi, dan
dislipidemia

Defisiensi
besi21,60

55/38,8

Pucat, letih, lemah, lesu

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

20

Konjungtiva anemis

Pemeriksaan penunjang

Level of
Evidence39

Gambaran radiografi panggul bilateral pada posisi frog-leg

Konsul Bedah Ortopedi

Pemeriksaan resistensi insulin (HOMA-IR)

IV

Pengecatan KOH atau perwarnaan gram

Konsul Kulit & Kelamin


Pemeriksaan genetik yang sesuai dengan dugaan sindrom

Pemeriksaan kadar gula darah puasa atau sewaktu, kadar


trigliserida dan kolesterol HDL.

III B

Lihat Konsensus Sindrom Metabolik

SI, TIBC, Feritin,

III B

CRP

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

21

Rekomendasi 2
Prinsip tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak adalah
menerapkan pola makan yang benar, aktivitas fisis yang benar,
dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan.
Tujuan tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak harus
disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak, penurunan
berat badan mencapai 20% di atas berat badan ideal, serta
pola makan dan aktivitas fisis yang sehat dapat diterapkan
jangka panjang untuk mempertahankan berat badan tetapi tidak
menghambat pertumbuhan dan perkembangan.29
A. Pola makan yang benar
Pemberian diet seimbang sesuai requirement daily allowances
(RDA) merupakan prinsip pengaturan diet pada anak gemuk
karena anak masih bertumbuh dan berkembang dengan metode
food rules, yaitu:30,36,61,62
1. Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan camilan
2x/hari yang terjadwal (camilan diutamakan dalam bentuk
buah segar), diberikan air putih di antara jadwal makan
utama dan camilan, serta lama makan 30 menit/kali
2. Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak untuk
mengonsumsi makanan tertentu dan jumlah makanan
ditentukan oleh anak
3. Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai
dengan kebutuhan kalori yang diperoleh dari hasil perkalian
antara kebutuhan kalori berdasarkan RDA menurut height
age dengan berat badan ideal menurut tinggi badan
Langkah awal yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi anak
untuk ingin menurunkan berat badan setelah anak mengetahui
berat badan ideal yang disesuaikan dengan tinggi badannya,
diikuti dengan membuat kesepakatan bersama berapa target
penurunan berat badan yang dikehendaki.63
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

22

Sebagai alternatif pilihan jenis makanan dapat menggunakan the


traffic light diet dan satuan bahan makanan penukar (Lampiran
3-4). The traffic light diet64,65 terdiri dari green food yaitu makanan
rendah kalori (<20 kalori per porsi) dan lemak yang boleh
dikonsumsi bebas, yellow food artinya makanan rendah lemak
namun dengan kandungan kalori sedang yang boleh dimakan
namun terbatas, dan red food yaitu mengandung lemak dan kalori
tinggi agar tidak dimakan atau hanya sekali dalam seminggu.63,66
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kalori
dengan metode food rules, yaitu:29
Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal.
Pengurangan kalori berkisar 200500 kalori sehari dengan
target penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. Penurunan
berat badan ditargetkan sampai mencapai kira-kira 20% di
atas berat badan ideal atau cukup dipertahankan agar tidak
bertambah karena pertumbuhan linier masih berlangsung
Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak
30%, dan protein cukup untuk tumbuh kembang normal
(15-20%). Bentuk dan jenis makanan harus dapat diterima
anak, serta tidak dipaksa mengonsumsi makanan yang tidak
disukai
Diet tinggi serat dapat membantu pengaturan berat badan
melalui jalur intrinsik, hormonal dan colonic. Ketiga mekanisme
tersebut selain menurunkan asupan makanan akibat efek serat
yang cepat mengenyangkan (meskipun kandungan energinya
rendah) serta mengurangi rasa lapar, juga meningkatkan
oksidasi lemak sehingga mengurangi jumlah lemak yang
disimpan. Pada anak di atas 2 tahun dianjurkan pemberian
serat dengan rumus (umur dalam tahun + 5) g per hari.
(Lampiran 5.)

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

23

B. Pola aktivitas fisis yang benar


Pola aktivitas yang benar pada anak dan remaja obes dilakukan
dengan melakukan latihan dan meningkatkan aktivitas harian
karena aktivitas fisis berpengaruh terhadap penggunaan energi.67,68
Peningkatan aktivitas pada anak gemuk dapat menurunkan
napsu makan dan meningkatkan laju metabolisme. Latihan
aerobik teratur yang dikombinasikan dengan pengurangan energi
akan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar
dibandingkan hanya dengan diet saja.
Ilyas EI69 menyatakan bahwa latihan fisis yang diberikan pada
anak disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik,
kemampuan fisis, dan umurnya. Pada anak berusia 6-12 tahun
atau usia sekolah lebih tepat untuk memulai latihan fisis dengan
keterampilan otot seperti bersepeda, berenang, menari, karate,
senam, sepak bola, dan basket, sedangkan anak di atas usia 10
tahun lebih menyukai olahraga dalam bentuk kelompok. Aktivitas
sehari-hari dioptimalkan seperti berjalan kaki atau bersepeda ke
sekolah, menempati kamar tingkat agar naik dan turun tangga,
mengurangi lama menonton televisi atau bermain games
komputer, dan menganjurkan bermain di luar rumah.10
Penelitian di Semarang70 yang melakukan intervensi konseling
diet National Cholesterol Education Program (NCEP) step II dan
olahraga intensitas sedang sampai vigorous seperti lari 20 menit
ditambah bulu tangkis, senam, lempar tangkap bola, lari ABC
dengan frekuensi 3 kali seminggu dan durasi 40 menit/sesi selama
12 minggu pada remaja usia 12-14 tahun dapat menurunkan
berat badan sebesar 2,5 kg. Diet NCEP step II yang dianjurkan
di dalam penelitian tersebut terdiri dari lemak 30% total kalori,
asam lemak jenuh < 7% total kalori, dan kolesterol < 200 mg/
hari. Intervensi yang hampir sama dalam jangka waktu 8 minggu
berupa konseling diet NCEP step II dengan target 1700 kalori/hari
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

24

dan olahraga intensitas sedang sampai vigorous seperti lari dan


senam dengan frekuensi 3 kali seminggu dan durasi 45 menit/
sesi pada anak usia 9-10 tahun dapat menurunkan berat badan
sebesar 0,9 kg.71
Latihan fisis yang dianjurkan pada anak dan remaja berbeda di
beberapa negara. Pedoman Health Canada menganjurkan untuk
meningkatkan latihan fisis minimal 30 menit dengan 10 menit
latihan fisis bugar, dan menurunkan aktivitas fisis kurang gerak
dengan jumlah waktu yang sama setiap hari. Aktivitas fisis setiap
bulan, latihan fisis tersebut ditingkatkan dan aktivitas fisis kurang
gerak dikurangi sebanyak 15 menit sampai mencapai akumulasi
latihan fisis aktif dan aktivitas fisis kurang gerak selama 90 menit
setiap hari.72 Center for Disease Control and Prevention Amerika
Serikat menganjurkan anak dan remaja harus melakukan latihan
fisis setiap hari selama 60 menit atau lebih, yang terdiri dari
aktivitas aerobik, penguatan otot, dan penguatan tulang (Tabel
6).73,74
1. Aktivitas aerobik
Aktivitas aerobik merupakan latihan fisis yang dapat dilakukan
setiap hari selama 60 menit atau lebih. Aktivitas aerobik terdiri
dari aktivitas aerobik dengan intensitas sedang (misalnya jalan
cepat) atau aktivitas aerobik dengan intensitas bugar (misalnya
berlari). Aktivitas aerobik dengan intensitas bugar dilakukan
paling sedikit tiga kali dalam satu minggu.
2. Penguatan otot (muscle strengthening)
Aktivitas penguatan otot, seperti senam atau push-up,
dilakukan paling sedikit tiga kali dalam satu minggu sebagai
bagian dari total latihan fisis selama 60 menit atau lebih.
3. Penguatan tulang (bone strengthening)
Aktivitas penguatan tulang, seperti lompat tali atau berlari,
dilakukan paling sedikit tiga kali dalam satu minggu sebagai
bagian dari total latihan fisis selama 60 menit atau lebih.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

25

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

26

Rekreasi aktif, seperti


mendaki, bermain
skateboard atau sepatu roda

Bermain aktif, seperti berlari


dan mengejar
Bersepeda
Melompat tali
Bela diri, seperti karate
Berlari
Olahraga, seperti hoki es
atau lapangan, bola basket,
berenang, tenis, atau senam

Aerobik
dengan
intensitas
bugar

Anak

Aerobik
dengan
intensitas
sedang

Tipe
Latihan
fisis
Remaja

Bermain aktif berlari dan mengejar, seperti sepak bola


Bersepeda
Melompat tali
Bela diri, seperti karate
Berlari
Olahraga, seperti tenis, hoki es atau lapangan, bola
basket, berenang
Menari
Aerobik
Cheerleading atau senam

Rekreasi aktif, seperti bermain kano, mendaki, ski,


bermain skateboard atau sepatu roda
Jalan cepat
Bersepeda
Melakukan pekerjaan rumah atau halaman, seperti
menyapu atau mendorong mesin pemotong rumput
Bermain dengan gerakan melempar dan menangkap,
seperti baseball, softball, bola basket, dan bola voli

Kelompok Usia

Tabel 6. Contoh latihan fisis aerobik dengan intensitas sedang dan bugar serta aktivitas penguatan otot dan tulang untuk
anak dan remaja

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

27

Melompat, skipping
Melompat tali
Berlari
Olahraga, seperti senam,
bola basket, bola voli, tenis

Penguatan
tulang

Melompat, skipping
Melompat tali
Berlari
Olahraga, seperti senam, bola basket, bola voli, tenis

Bermain tarik tambang


Push-up
Olahraga resistans menggunakan exercise band, alat
beban, beban pada tangan
Panjat tebing
Sit-up
Cheerleading atau senam

Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Center for Disease Control and Prevention. www.cdc.gov.73, U.S. Department of Health & Human
Services. www.health.gov.74)

Bermain tarik tambang


Push-up dimodifikasi
(dengan lutut di lantai)
Olahraga resistans
menggunakan berat badan
atau resistance band
Memanjat tali atau pohon
Sit-up
Berayun pada peralatan
bermain atau palang
Senam

Penguatan
otot

Penelitian intervensi selama 28 hari yang meliputi kombinasi


konsumsi diet NCEP step II setiap hari dan latihan fisis yang
diberikan 3 kali seminggu menyebabkan rerata penurunan berat
berat badan sebesar 3 kg pada anak usia 10-19 tahun. Latihan
fisis yang diberikan mengacu pada latihan fisis yang dianjurkan
oleh CDC, berdurasi 60 menit/sesi, dan disupervisi oleh pelatih.53
Strategi yang digunakan untuk meningkatkan latihan fisis pada
anak dan remaja adalah dengan mengurangi aktivitas yang kurang
gerak (santai) seperti menonton televisi, bermain komputer atau
video game 2 jam/hari dan tidak meletakkan televisi di dalam
kamar tidur anak. Menonton televisi dapat menggantikan aktivitas
fisis dan bermain, serta berhubungan dengan peningkatan asupan
energi dan makanan karena anak menjadi sering mengonsumsi
camilan saat menonton atau dampak iklan di televisi.10,35

C. Modifikasi perilaku
Tata laksana diet dan latihan fisis merupakan komponen yang
efektif untuk pengobatan, serta menjadi perhatian paling besar
bagi ahli fisiologi untuk memperoleh perubahan makan dan
aktivitas perilakunya.75 Oleh karena prioritas utama adalah
perubahan perilaku, maka perlu menghadirkan peran orangtua
sebagai komponen intervensi.64
Beberapa cara pengubahan perilaku berdasarkan metode food
rules diantaranya adalah:29,61,62
a. Pengawasan sendiri terhadap berat badan, masukan makanan,
dan aktivitas fisis, serta mencatat perkembangannya
b. Kontrol terhadap rangsangan/stimulus, misalnya pada saat
menonton televisi diusahakan untuk tidak makan karena
menonton televisi dapat menjadi pencetus makan. Orangtua
diharapkan dapat meniadakan semua stimulus di sekitar anak
yang dapat merangsang keinginan untuk makan
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

28

c. Mengubah perilaku makan, misalnya belajar mengontrol


porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi, serta mengurangi
makanan camilan
d. Penghargaan, yaitu orangtua dianjurkan untuk memberikan
dorongan, pujian terhadap keberhasilan atau perilaku sehat
yang diperlihatkan anaknya, misalnya makan makanan menu
baru yang sesuai dengan program gizi yang diberikan, berat
badan turun, dan mau melakukan olahraga
e. Pengendalian diri, misalnya dapat mengatasi masalah apabila
menghadapi rencana bepergian atau pertemuan sosial yang
memberikan risiko untuk makan terlalu banyak, yaitu dengan
memilih makanan yang berkalori rendah atau mengimbanginya
dengan melakukan latihan tambahan untuk membakar energi

Rekomendasi 3
Orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru harus dilibatkan
dalam tata laksana obesitas
Peran orangtua dalam mengobati anak sangat efektif dalam
penurunan berat badan atau keberhasilan pengobatan. Orangtua
menyediakan nutrisi yang seimbang sesuai dengan metode food
rules. Seluruh anggota keluarga ikut berpartisipasi dalam program
diet, mengubah perilaku makan dan aktivitas yang mendukung
keberhasilan anak, serta menjadi bagian dari keseluruhan program
komprehensif tersebut.64 Guru dan teman sekolah juga diharapkan
ikut mendukung tata laksana obesitas, misalnya memberikan
pujian bila anak yang gemuk berhasil mengikuti program diet
atau menurunkan berat badannya, dan sebaliknya tidak mengejek
anak gemuk.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

29

Rekomendasi 4
Terapi intensif berupa farmakoterapi dan terapi bedah dapat
diterapkan dengan persyaratan pada anak dan remaja obes
yang mengalami penyakit penyerta dan tidak memberikan
respons pada terapi konvensional
Farmakoterapi dan terapi bedah dapat diterapkan dengan
persyaratan pada anak dan remaja obes yang mengalami
penyakit penyerta dan tidak memberikan respons pada terapi
konvensional. Diet sangat rendah kalori (600-800 kalori/hari) tidak
boleh diterapkan pada anak dan remaja obes karena berisiko
menyebabkan pembentukan batu empedu, hiperurisemia,
hipoproteinemia, hipotensi ortostatik, halitosis, dan diare.76,77
Farmakoterapi
Secara umum farmakoterapi untuk obesitas dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu penekan nafsu makan (sibutramin),
penghambat absorbsi zat-zat gizi (orlistat), dan rekombinan
leptin untuk obesitas karena defisiensi leptin bawaan, serta
kelompok obat untuk mengatasi komorbiditas (metformin).
Belum tuntasnya penelitian tentang efek jangka panjang
penggunaan farmakoterapi obesitas pada anak, menyebabkan
belum ada satupun farmakoterapi tersebut di atas yang
diijinkan pemakaiannya pada anak di bawah 12 tahun oleh
U.S. Food and Drug Administration sampai saat ini.77 Sejak
tahun 2003, Orlistat 120 mg dengan ekstra suplementasi
vitamin yang larut dalam lemak disetujui oleh U.S. Food and
Drug Administration untuk tata laksana obesitas pada remaja
di atas usia 12 tahun. Studi klinis menunjukkan bahwa orlistat
dapat membantu menurunkan berat badan dari 1,31 sampai
3,37 kg lebih banyak dibandingkan plasebo.78

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

30

Sibutramin berfungsi menimbulkan rasa kenyang dan


meningkatkan pengeluaran energi dengan menghambat
ambilan ulang (reuptake) noraderenalin dan serotonin.
Penggunaan obat tersebut diijinkan oleh U.S. Food and
Drug Administration pada remaja yang berusia 16
tahun.10,79 Sebagian besar studi, review, dan penelitian yang
menggunakan sibutramin pada remaja dan anak menunjukkan
manfaat jangka pendek yang terbatas.80 Efek penggunaan
sibutramin jangka panjang tidak dipelajari karena efek samping
obat yang berat, yaitu infark miokard dan stroke pada dewasa
sehingga obat tersebut ditarik dari pasaran di Amerika Serikat
dan Eropa.
Metformin merupakan obat yang digunakan pada diabetes
melitus tipe-2 tetapi sering disalahgunakan sebagai
farmakoterapi untuk obesitas. Review sistematik mengenai
penggunaan metformin untuk obesitas pada anak dan remaja
memperoleh hasil penggunaan metformin jangka pendek
memberikan efek penurunan IMT dan resistensi insulin pada
anak dan remaja obes dengan hiperinsulinemia81, tetapi belum
cukup bukti untuk menyatakan bahwa obat tersebut dapat
berperan dalam tata laksana overweight atau obesitas tanpa
hiperinsulinemia.82
Terapi bedah
Prinsip terapi bedah pada obesitas (bedah bariatrik) adalah (1)
mengurangi asupan makanan (restriksi) atau memperlambat
pengosongan lambung dengan cara gastric banding dan
vertical-banded gastroplasty, dan (2) mengurangi absorbsi
makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung
ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum cukup
banyak diteliti manfaat serta bahaya pembedahan jika
diterapkan pada anak.77

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

31

Bedah bariatrik dapat di pertimbangkan dilakukan pada:83


1. Remaja yang mengalami kegagalan menurunkan berat
badan setelah menjalani program yang terencana
6 bulan serta memenuhi persyaratan antropometri,
medis, dan psikologis
2. Superobes (sesuai dengan definisi World Health
Organization jika IMT 40)
3. Secara umum sudah mencapai maturitas tulang
(umumnya perempuan 13 tahun dan laki-laki 15
tahun), dan
4. Menderita komplikasi obesitas yang hanya dapat
diatasi dengan penurunan berat badan
Remaja yang terindikasi tindakan bedah bariatrik harus dirujuk
ke Pusat Rujukan Obesitas yang bersifat multidisipliner serta
mempunyai pengalaman dalam penanganan jangka panjang.83
Terapi bedah bariatrik tetap berpotensi menimbulkan
komplikasi yang serius walaupun menghasilkan penurunan
berat badan yang bermakna pada pasien pediatrik. Komplikasi
laparoscopic adjustable gastric banding (LAGB) yang paling
sering dilaporkan adalah band slippage dan defisiensi
mikronutrien, dengan beberapa kasus sporadik erosi band,
disfungsi lubang atau pipa, hiatal hernia, infeksi luka dan
dilatasi kantung. Komplikasi yang lebih berat dilaporkan setelah
Roux-en-Y gastric bypass (RYGB), seperti embolisme paru,
syok, obstruksi usus, perdarahan pasca bedah, kebocoran di
tempat jahitan, dan gizi buruk.84

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

32

Rekomendasi 5
Pencegahan terjadinya gizi lebih dan obesitas terdiri dari 3
tahap, pencegahan primer dengan menerapkan pola makan
dan aktivitas fisis yang benar sejak bayi, pencegahan sekunder
dengan mendeteksi early adiposity rebound, dan pencegahan
tersier dengan mencegah terjadinya komorbiditas
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi
pendekatan yaitu strategi pendekatan populasi untuk
mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan remaja
beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok
yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang berisiko
mengalami obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau
kedua orangtuanya menderita obesitas dan anak yang memiliki
kelebihan berat badan semenjak masa kanak-kanak. Usaha
pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan di Pusat Kesehatan Masyarakat.85
Dokter harus mendiskusikan risiko jangka panjang yang potensial
dan mendorong orangtua untuk menerapkan strategi pencegahan
obesitas. Pada bayi 0-12 bulan, peran dokter anak adalah:10
1. Mendorong pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai
usia 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai usia
12 bulan dan sesudahnya setelah pengenalan makan
padat dimulai
2. Mendorong orangtua untuk menawarkan makanan baru
secara berulang serta menghindari minuman manis dan
makanan selingan (french fries dan potato chips)
3. Tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak
4. Pengasuh selain orangtua harus menerapkan strategi yang
dianjurkan
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

33

Pada anak berusia 12-24 bulan, strategi pencegahan obesitas


yang dianjurkan adalah:10,86
1. Menghindari minuman manis, konsumsi jus dan susu
yang berlebih. Konsumsi susu >480-720 mL/hari dapat
menambah energi ekstra atau menggantikan nutrien
lainnya
2. Makan bersama di meja makan dengan anggota keluarga
lainnya sebanyak 3x/hari dan televisi dimatikan selama
proses makan bersama
3. Keluarga tidak membatasi jumlah makanan dan selingan
yang dikonsumsi anak, tetapi memastikan bahwa semua
makanan yang tersedia sehat serta cukup buah dan
sayuran
4. Selingan dapat diberikan sebanyak 2 kali, dan orangtua
hanya menawarkan air putih bila anak haus diantara
selingan dan makan padat
5. Anak harus mempunyai kesempatan bermain aktif,
membatasi menonton televisi atau DVD, serta tidak
meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak
6. Orangtua dapat menjadi model untuk membantu anak
belajar lebih selektif dan sehat terhadap makanan yang
dikonsumsi. Orangtua berperan aktif dalam pendidikan
media anak dengan menemani anak saat menonton
program televisi dan mendiskusikan acara tersebut
dengan anak
7. Membuat jadwal penggunaan media, membatasi waktu
menonton <1-2 jam/hari dan mengurangi pajanan media

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

34

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendeteksi early
adiposity rebound. Anak mengalami peningkatan IMT pada tahun
pertama kehidupan. Indeks massa tubuh menurun setelah usia
9-12 bulan dan mencapai nilai terendah pada usia 5-6 tahun,
dan selanjutnya meningkat kembali pada masa remaja dan
dewasa. Nilai IMT paling rendah adalah disebut sebagai adiposity
rebound. Waktu terjadinya adiposity rebound merupakan periode
kritis untuk perkembangan obesitas pada masa anak. Adiposity
rebound yang terjadi lebih dini dan cepat (<5 tahun) berhubungan
dengan peningkatan risiko obesitas dan sindrom metabolik di
kemudian hari dijelaskan
dalam Gambar
1.87-89
ADIPOSITY
REBOUND
22

95

BMI (Body Mass Index, kg/m2)

21
20

90

19

85

18

75

4.2

17

50

16

25

15

2.0

14

10
5

13
12

AGE (years)
Gambar 1. Adiposity rebound

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

35

Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah komorbiditas
yang dilakukan dengan menata laksana obesitas pada anak
dan remaja. Prinsip tata laksana obesitas pada anak berbeda
dengan orang dewasa karena faktor tumbuh kembang pada anak
harus dipertimbangkan. Tata laksana obesitas pada anak dan
remaja dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas
fisis, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan terutama
melibatkan keluarga dalam proses terapi.10,79 Sulitnya mengatasi
obesitas menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan jalan
pintas, yaitu diet rendah lemak dan kalori, diet golongan darah
atau diet lainnya serta berbagai macam obat. Penggunaan diet
rendah kalori dan lemak dapat menghambat tumbuh kembang
anak terutama di masa emas pertumbuhan otak, sedangkan diet
golongan darah ataupun diet lainnya tidak terbukti bermanfaat
untuk digunakan dalam tata laksana obesitas pada anak dan
remaja. Penggunaan obat dipertimbangkan pada anak dan remaja
obes dengan penyakit penyerta yang tidak memberikan respons
pada terapi konvensional.

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

36

Kesimpulan
Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia pada anak dan
remaja yang semakin sering ditemukan di berbagai negara. Ikatan
Dokter Anak Indonesia mengeluarkan rekomendasi diagnosis dan
tata laksana obesitas pada anak dan remaja, yaitu:
1. Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
antropometris, dan deteksi dini komorbiditas yang
dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang terkait
2. Prinsip tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak
adalah menerapkan perilaku makan, aktivitas yang benar,
dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan
3. Orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru harus
dilibatkan dalam tata laksana obesitas
4. Terapi intensif berupa farmakoterapi dan terapi bedah
dapat diterapkan dengan persyaratan pada anak dan
remaja obes yang mengalami penyakit penyerta dan tidak
memberikan respons pada terapi konvensional
5. Pencegahan terjadinya gizi lebih dan obesitas terdiri dari
3 tahap, pencegahan primer dengan menerapkan pola
makan dan aktivitas yang benar sejak bayi, pencegahan
sekunder dengan mendeteksi early adiposity rebound,
dan pencegahan tersier dengan mencegah terjadinya
komorbiditas

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

37

Lampiran 1. Grafik indeks massa tubuh (IMT) anak laki-laki


dan perempuan usia 0-2 tahun

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

38

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

39

Lampiran 2. Grafik indeks massa tubuh (IMT) anak laki-laki


dan perempuan usia 2-20 tahun

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

40

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

41

42

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

Makanan yang mengandung


tinggi vitamin, mineral dan serat,
tetapi rendah energi, lemak jenuh,
gula, dan garam

Buah-buahan dan sayursayuran


Daging tanpa lemak dan ikan
Kacang-kacangan, biji-bijian,
buncis, dan lentil
Roti gandum, sereal, beras, dan
pasta
Produk susu rendah lemak
Air dan susu

Yoghurt rendah lemak, sandwich


gandum, bubur, kacang
panggang, jus buah kalengan,
ikan tuna kalengan, buah dan
sayuran segar atau beku, daging
sapi, daging babi atau domba
tanpa lemak, ayam tanpa kulit

Komposisi

Jenis kelompok
makanan

Contoh

Daging babi, sereal olahan, roti,


keju, pancakes, atau biskuit manis

Daging olahan rendah lemak dan


garam
Roti dan sereal olahan
Produk susu tinggi lemak
Kue dan biskuit rendah
lemak/gula
Susu dan jus buah rendah lemak
tanpa tambahan gula

Makanan yang mengandung


vitamin, mineral, energi, lemak
jenuh, gula, dan garam dalam
jumlah sedang

Makanan yang boleh dikonsumsi


dalam porsi kecil, tetapi tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi setiap
hari

Yellow Food

Kentang goreng, sosis, salami, pie,


hot dogs, nuget ayam, keripik
kentang, makanan manis seperti kue
coklat, muffins, donat, soft drink

Makanan yang digoreng dan


kentang olahan
Daging olahan yang mengandung
tinggi lemak
Makanan penutup yang berbahan
dasar susu
Kue manis dan biskuit
Coklat dan minuman manis

Makanan yang mengandung rendah


vitamin dan mineral, tetapi tinggi
energi, lemak jenuh, gula, dan garam

Makanan yang boleh dimakan


1x/minggu

Red Food

(Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari www.thelunchboxclub.co.nz. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014)

Makanan yang boleh dimakan


setiap hari

Definisi

Green Food

LAMPIRAN 3. The traffic light diet

Lampiran 3. The Traffic Light Diet

Lampiran 4. Satuan bahan makanan penukar

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

43

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

44

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

45

LAMPIRAN 5. Daftar kandungan serat dalam buah


Satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 12 g karbohidrat

Kandungan Serat

Bahan Makanan

URT

Gram

Anggur

15 buah sedang

125

Apel Merah

1 buah kecil

85

Apel Malang

1 buah sedang

75

S+

Arbei

6 buah sedang

135

K+

Belimbing

1 buah besar

149

S++, K+

Blewah

1 potong sedang

70

S+

Cempedak

7 biji sedang

45

S++

Duku

9 buah sedang

80

K+

Durian

2 biji besar

35

Jambu Air

2 buah besar

110

S+

Jambu Biji

1 buah besar

100

K+

Jambu Bol

1 buah kecil

90

S+

Jambu Monyet

1 buah besar

80

Jeruk Bali

1 potong

105

S+, K+

Jeruk Garut

1 buah sedang

115

S+, K+

Jeruk Manis

2 buah sedang

110

K+

Jeruk Nipis

1 gelas

135

K+

Kedondong

2 buah sedang

120

S++

Kemang

1 buah besar

105

Kesemek

buah

65

S+

Kolang-kaling

5 biji sedang

25

S++

Kurma

3 buah

15

Kiwi

1 buah

110

S+

Lontar

16 buah

185

S++

Lychee

10 buah

75

& Kalium
S++, K+

Keterangan: S+ : Serat 3-6 g, S++ : Serat > 6 g, K+ : tinggi kalium

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

46

Satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 12 g karbohidrat

Kandungan Serat

Bahan Makanan

URT

Gram

Mangga

buah besar

90

Manggis

2 buah sedang

80

S++

Markisa

buah sedang

35

S++

Melon

1 potong besar

190

S+

Menteng

4 buah sedang

75

Nangka Masak

3 biji sedang

45

Nenas

buah sedang

95

Pala (daging)

4 buah sedang

120

S++

Peach

1 buah kecil

115

S++

Pear

buah sedang

85

S++

Pepaya

1 potong besar

110

S+, K+

Pisang Ambon

1 buah kecil

50

K+

Pisang Kepok

1 buah

45

K+

Pisang Mas

2 buah

40

S+, K+

Pisang Raja Sereh

2 buah kecil

40

K+

Plum

2 buah

140

S+

Rambutan

8 buah

75

Salak

2 buah sedang

65

Sawo

1 buah sedang

55

Semangka

2 potong sedang

180

Sirsak

gelas

60

S+

Srikaya

2 buah besar

50

S+

Strawberry

4 buah besar

215

S++

& Kalium

S++

S+

Keterangan: S+ : Serat 3-6 g, S++ : Serat > 6 g, K+ : tinggi kalium

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

47

KEPUSTAKAAN
1.

de Onis M, Blssner M, Borghi E. Global prevalence and trends of overweight and


obesity among preschool children. Am J Clin Nutr. 2010;92:1257-64.

2.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI Tahun


2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.

3.

Djer MM. Prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar di SD Kenari 7 dan 8
Jakarta dan faktor-faktor yang memengaruhi. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia;
1998.

4.

Meilany TA. Profil klinis, laboratoris serta sikap dan perilaku murid sekolah dasar
dengan obesitas. Studi kasus di SD Tarakanita 5, SDI Al Azhar Rawamangun dan SDI
Al Azhar Kelapa Gading Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2001.

5.

Susanti TE. Prevalens dan faktor risiko obesitas pada anak sekolah dasar usia 10-12
tahun di lima wilayah DKI Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2007.

6.

Adhianto G, Soetjiningsih. Prevalence and risk factors of overweight and obesity in


adolescent. Paediatr Indones. 2002;42:206-11.

7.

Dewi MR, Sidiartha IGL. Prevalensi dan faktor risiko obesitas anak sekolah dasar di
daerah urban dan rural. Medicina. 2013;44:15-21.

8.

Mexitalia M, Faizah Z, Hardian, Susanto JC. Hubungan pola makan dan aktivitas fisik
pada anak dengan obesitas usia 6-7 tahun di Semarang. M Med Indones. 2005;40:6270.

9.

Sjarif dkk. 2004. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia mengenai prevalensi


obesitas. Dipresentasikan pada KONIKA XIII, Bandung 4-7 Juli 2005.

10. Barlow SE and the Expert Committee. Expert committee recommendations regarding
the prevention, assessment, and treatment of child and adolescent overweight and
obesity: summary report. Pediatrics. 2007;120:S164-92.
11. Benson L, Baer HJ, Kaelber DC. Trends in the diagnosis of overweight and obesity in
children and adolescents: 1999-2007. Pediatrics. 2009;123:e153-8.
12. Pribadi A, Subardja D, Rustama DS, Fadil RMR. Relationship between the degree of
obesity and oral glucose tolerance in primary obese adolescents. Paediatr Indones.
2002;42:249-53.
13. Tangkilisan AH, Akune K. Some factors related to lipid profile in obese children at
junior high schools in Manado. Paediatr Indones. 2007;47:166-71.
14. Martuti S, Lestari ED, Soebagyo B. Prediktor penyakit kardiovaskular pada anak obes
usia sekolah dasar di Kotamadya Surakarta. Sari Pediatri 2008;10:18-23.

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

48

15. Himah R, Prawirohartono EP, Julia M. Association between obesity and lipid profile in
children 10-12 years of age. Paediatr Indones. 2008;48:257-60.
16. Siregar FZ, Panggabean G, Daulay RM, Lubis HM. Comparison of peak expiratory
flow rate (PEFR) before and after physical exercise in obese and non-obese children.
Paediatr Indones. 2009;49:20-4.
17. Harahap DF, Sjarif DR, Soedjatmiko, Widodo DP, Tedjasaputra MS. Identification of
emotional and behavior problems in obese children using Child Behavior Checklist
(CBCL) and 17-items Pediatric Symptom Checklist (PSC-17). Paediatr Indones.
2010;50:42-8.
18. Lestari ED, Hidayah D, Karini SM. Social maturity among obese children in Surakarta,
Indonesia. Paediatr Indones. 2006;46:174-178.
19. Hendarto A, Sastroasmoro S, Sjarif DR, Wijaya A. Hubungan antara leptin, adiponektin,
tumor necrosis factor-, C-reactive protein, asupan karbohidrat dan lemak terhadap
resistensi insulin pada anak lelaki superobese usia 5-9 tahun. Disertasi. Jakarta:
Universitas Indonesia; 2009.
20. Pulungan AB, Puspitadewi A, Sekartini R. Prevalence of insulin resistance in obese
adolescents. Paediatr Indones. 2013;53:167-72.
21. Febrianti Z, Oenzil F, Arbi F, Lubis G. Soluble transferrin receptor levels in obese and
non obese adolescents. Paediatr Indones. 2014;54:77-81.
22. Hariyanto D, Madiyono B, Sjarif DR, Sastroasmoro S. Hubungan ketebalan tunika
intima media arteri karotis dengan obesitas pada remaja. Sari Pediatri. 2009;11:15966.
23. Gultom LC, Sjarif DR, Ifran EKB, Trihono PP, Batubara JRL. Metabolic syndrome and
visceral fat thickness in obese adolescents. Paediatr Indones. 2007;47:124-9.
24. Malonda AA, Tangklilisan HA. Comparison of metabolic syndrome criteria in obese
and overweight children. Paediatr Indones. 2010;50:295-9.
25. Hill JO, Trowbridge FL. Childhood obesity: future directions and research priorities.
Pediatrics. 1998;101:570-4.
26. Guillaume M. Defining obesity in childhood: current practice. Am J Clin Nutr.
1999;70:S126-30.
27. Dietz WH. Health consequences of obesity in youth: childhood predictors of adult
disease. Pediatrics. 1998;101:518-25.
28. Whitaker RC, Wright JA, Pepe MS, Seidel KD, Dietz WH. Predicting obesity in young
adulthood from childhood and parental obesity. N Engl J Med. 1997;337:869-73.
29. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Trihono PP, Pujiarto
PS, Sjarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, Kadim M, penyunting. Naskah lengkap
PKB-IKA XLV. Hot topics in pediatrics II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.h.219-34.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

49

30. Sjarif DR. Pediatric nutritional care. Dalam: Pulungan AB, Hendarto A, Hegar B,
Oswari H, penyunting. Continuing Professional Development IDAI Jaya 2006.
Nutrition Growth-Development. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI
Jakarta; 2006.h.1-10.
31. Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
32. Rosenbaum M, Leibel RL. The physiology of body weight regulation: relevance to the
etiology of obesity in children. Pediatric. 1998:101:523-39.
33. Maffeis C, Schutz Y, Grezzani A, Provera S, Piancentini G, Tato L. Meal-induced
thermogenesis and obesity: Is a fat meal a risk factor for fat gain in children? J Clin
Endocrinol Metab. 2001;86:214-9.
34. Williams CL, Campanaro LA, Squillace M, Bollella M. Management of childhood
obesity in pediatric practice. Ann N Y Acad Sci. 1997;817:225-40.
35. Krebs NF, Himes JH, Jacobson D, Nicklas TA, Guilday P, Styne D. Assessment of
child and adolescent overweight and obesity. Pediatrics. 2007;120:S193-228.
36. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik. UKK Nutrisi
dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.
37. Sjarif DR, Pustika E. Stunting pada anak Indonesia usia 0-18 tahun. Perbandingan
antara kurva CDC 2000 dan WHO 2006 (Abstrak). Dipresentasikan pada PIT 2012,
Bandung.
38. Wang Y, Chen HJ. Use of percentiles and Z-scores in anthropometry. Dalam: Preedy
VR, penyunting. Handbook of Anthropometry: Physical Measures of Human Form in
Health and Disease. New York: Spinger Science+Business Media, LLC 2012.h.29-48.
39. Oxford Center for Evidence-based Medicine. Levels of Evidence (March 2009).
Diunduh dari www.cebm.net. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014.
40. Supriyatno B, Said M, Hermani B, Sjarif DR, Sastroasmoro S. Risk factors of
obstructive sleep apnea syndrome in obese early adolescents: A prediction model
using score system. Acta Med Indones. 2010;42:152-7.
41. Marcus CL, Brooks LJ, Draper KA, Gozal D, Halbower AC, Jones J, dkk. Diagnosis
and management of childhood obstructive sleep apnea syndrome. Pediatrics.
2012;130:576-84.
42. Macavei VM, Spurling KJ, Loft J, Makker HK. Diagnostic predictors of obesityhypoventilation syndrome in patients suspected of having sleep disordered breathing.
J Clin Sleep Med. 2013;9:879-84.
43. Boyraz M, Hatipolu, Sari E, Akay A, Takin N, Ulucan K. Non-alcoholic fatty liver
disease in obese children and the relationship between metabolic syndrome criteria.
Obes Res Clin Pract. 2014;8:e356-63.
44. Chalasani N, Younossi Z, Lavine JE, Diehl AM, Brunt EM, Cusi K, dkk. The

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

50

diagnosis and management of non-alcoholic fatty liver disease: Practice guideline


by the American Association for the Study of Liver Diseases, American College of
Gastroenterology, and the American Gastroenterological Association. Hepatology.
2012;55:2005-23.
45. de A. Nunes MM, Medeiros CCM, Silva LR. Cholelitiasis in obese adolescents treated
at an outpatient clinic. J Pediatr (Rio J). 2014;90:203-8.
46. Brufani C, Ciampalini P, Grossi A, Fiori R, Fintini D, Tozzi A, dkk. Glucose tolerance
status in 510 children and adolescents attending an obesity clinic in Central Italy.
Pediatr Diabetes 2010; 11:47-54.
47. Frank S. Polycystic ovary syndrome in adolescents. Int J Obesity. 2008;32:1035-41.
48. Bremer AA. Polycystic ovary syndrome in the pediatric population. Metabolic
Syndrome and Related Disorders. 2010;8:375-94.
49. Ramzan M, Ali I, Ramzan F, Ramzan F, Ramzan MH. Prevalence of sub clinical
hypothyroidism in school children (6-11 years) of Dera Ismail Khan. J Postgrad Med
Inst. 2012;26:22-8.
50. Jospe N. Endokrinologi. Dalam: Susanto R, Pulungan AB, penyunting. Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6. Singapura: Elsevier (Singapore) Pte Ltd;
2014.h.679-727.
51. Degnan AJ, Levy LM. Pseudotumor cerebri: Brief review of clinical syndrome and
imaging findings. Am J Neuroradiol. 2011;32:1986-93.
52. Sorof J, Daniels S. Obesity hypertension in children: A problem of epidemic
proportions. Hypertension. 2002;40:441-7.
53. Gultom LC, Sjarif DR, Sudoyo HA, Mansyur M, Hadinegoro SRS, Immanuel S, dkk.
Peran polimorfisme apolipoprotein E pada remaja obes dengan dislipidemia yang
mendapat intervensi latihan fisis dan diet National Cholesterol Education Program
Step II. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia; 2014.
54. Korsten-Reck U, Kromeyer-Hauschild K, Korsten K, Baumstark MW, Dickhuth HH,
Berg A. Frequency of secondary dyslipidemia in obese children. Vascular Health and
Risk Management. 2008;4:1089-94.
55. Nemiary D, Shim R, Mattox G, Holden K. The relationship berween obesity and
depression among adolescents. Psychiat Ann. 2012;42:305-8.
56. Wills M. Orthopedic complications of childhood obesity. Pediatr Phys Ther.
2004;16:230-5.
57. Peck D. Slipped Capital Femoral Epiphysis: Diagnosis and Management. Am Fam
Physician. 2010;82:258-62.
58. Hirschler V, Aranda C, Oneto A, Gonzalez C, Jadzinsky M. Is Acanthosis nigricans a
marker of insulin resistance in obese children? Diabetes Care. 2002;25:2353.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

51

59. Swiney J. The relationship between obesity and skin and soft tissue infections.
Capstone Project 2010.
60. Pinhas-Hamiel O, Newfield RS, Koren I, Agmon A, Lilos P, Phillip M. Greater
prevalence of iron deficiency in overweight and obese children and adolescents. Int
J Obesity. 2003;27:416-8.
61. D Arts-Rodas, D Benoit. Feeding problems in infancy and early child-hood:
Identification and management. Paediatr Child Health. 1998;3:21-7.
62. Bernard-Bonnin AC. Feeding problems of infants and toddlers. Can Fam Physician.
2006;52:1247-51.
63. Sjarif DR. Obesitas anak dan remaja. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar
SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi dan Penyakit Metabolik. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2011.h.230-44.
64. Weaver KA, Piatek A. Childhood obesity. Dalam: Samour PQ, Helm KK, Lang CE,
penyunting. Handbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. Maryland: Aspen Publishers
Inc; 1999.h.173-89.
65. Neumann CG, Jenks BH. Obesity. Dalam: Levine MD, Carey WB, Crocker AC,
penyunting. Developmental-behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Tokyo: WB Sanders
Co; 1992.h.354-63.
66. Pereira MA, Ludwig DS. Dietary fiber and body-weight regulation. Observations and
mechanisms. Pediatr Clin North Am. 2001;48:969-80.
67. Dietz WH, Bandini LG, Morelli JA, Ching PL. Effect of sedentary activity on resting
metabolic rate. Am J Clin Nutr. 1994;59:556-9.
68. Linder MC. Energy metabolism, intake, and expenditure. Dalam: Linder MC,
penyunting. Nutritional biochemistry and metabolism with clinical applications. Edisi
ke-2. London: Prentice-Hall International Inc; 1991.h.277-304.
69. Ilyas El. Aspek kebugaran pada obesitas anak. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sjarif
DR, penyunting. Naskah lengkap PKB-IKA XXXV. Masalah gizi gandan dan tumbuh
kembang anak. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995.h.89-102.
70. Adiwinanto W, Soetadji A, Mexitalia M. Pengaruh olah raga terhadap indeks massa
tubuh dan tingkat kesegaran jasmani pada remaja obesitas. Tesis. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2007.
71. Anam MS, Mexitalia M, Widjanarko B, Pramono A, Susanto H, Subagio HW. Pengaruh
intervensi diet dan olah raga terhadap IMT, lemak, dan kesegaran jasmani anak obes.
Sari Pediatri. 2010;12:36-41.
72. Council on Sports Medicine and Fitness and Council on School Helath. Pediatrics.
2006;117:1247-51.
73. Center for Disease Control and Prevention. Physical activity for everyone. Diunduh
dari www.cdc.gov. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014.

Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja

52

74. U.S. Department of Health & Human Services. Active children and adolescents.
Physical activity guidelines for americans. Diunduh dari www.health.gov. Diakses
pada tanggal 8 Agustus 2014.
75. Wing RR, Greeno CG. Behavioural and psychosocial aspects of obesity and its
treatment. Baillieres Clin Endocrinol Metab. 1994;8:689-703.
76. Beguin Y, Grek V, Weber G, Sautois B, Paquot N, Pereira M, dkk. Acute functional
iron deficiency in obese subject during a very-low-energy all-protein diet. Am J Clin
Nutr. 1997;66:75-9.
77. Yanovski JA. Intensive therapies for pediatric obesity. Pediatr Clin North Am.
2001;48:1041-53.
78. Dunican KC, Desilets AR, Montalbano JK. Pharmacotherapeutic options for
overweight adolescents. Ann Pharmacother. 2007;41:1445-55.
79. Spear BA, Barlow SE, Ervin C, Ludwig DS, Saelens BE, Schetzina KE, dkk.
Recommendations for treatment of child and adolescent overweight and obesity.
Pediatrics. 2007;120:S254-88.
80. Kanekar A, Sharma M. Pharmacological approaches for management of child and
adolescent obesity. J Clin Med Res. 2010;2:105-111.
81. Park MH, Kinra S, Ward KJ, White B, Viner RM. Metformin for obesity in children and
adolescents: A Systematic Review. Diabetes Care. 2009;32:1743-5.
82. Brufani C, Crin A, Fintini D, Patera PI, Cappa M, Manco M. Systematic review of
metformin use in obese nondiabetic children and adolescents. Horm Res Paediatr.
2013;80:78-85.
83. Inge TH, Krebs NF, Garcia VF, Skelton JA, Guice KS, Strauss RS, dkk. Bariatric
surgery for severely overweight adolescents: concerns and recommendations.
Pediatrics. 2004;114:217-23.
84. Treadwell JR, Sun F, Schoelles K. Systematic review and meta-analysis of bariatric
surgery for pediatric obesity. Ann Surg. 2008;248:763-76.
85. Schmitz MK, Jeffrey RW. Public health intervention for the prevention and treatment
of obesity. Med Clin North Am. 2000;84:491-512.
86. American Academy of Pediatrics. Policy Statement. Children, adolescents, and the
media. Pediatrics. 2013;132:958-61.
87. Koyama S, Ichikawa G, Kojima M, Shimura N, Sairenchi T, Arisaka O. Adiposity
rebound and the development of metabolic syndrome. Pediatrics. 2014;133:e114-9
88. Ohlsson C, Lorentzon M, Norjavaara E, Kindblom JM. Age at adiposity rebound
is associated with fat mass in young adult males-The Good study. Plos One.
2012;7:e49404-11.
89. Gill TP. Key issues in the prevention of obesity. Br Med Bull. 1997;53:359-88.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

53

Anda mungkin juga menyukai