Anda di halaman 1dari 55

W3

W2
S

T
Ptot=W1+W2+W3

LABORATORIUM
W1
SISTEM INSTRUMENTASI

TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS UDAYANA

PERCOBAAN IV
OSILOSKOP, TANG AMPERE, DAN EARTH
TESTER

NAMA

: MARIA GUSTI AGUNG AYU PERMATA

NIM

: 1404405084

KELOMPOK

: 19

TANGGAL `

: 26 September 2015

ASISTEN

: I MADE SASTRA DWIKIARTA

LABORATORIUM SISTEM INSTRUMENTASI


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA
2015

BAB IV
OSILOSKOP
IV.1

Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah pengenalan dan beberapa pemakaian

dan osiloskop.
IV.2

Alat-alat yang Dipergunakan


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut

dibawah ini.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

1 Osiloskop 2 channel
1 Audio Generator
1 Soket Panel
1 Resistor 100
1 Induktor 140 mH (Transformator)
1 Kapasitor 10 F
Beberapa Kabel

IV.3

Dasar Teori

IV.3.1

Osiloskop
Osiloskop adalah suatu peralatan elektronik yang dapat memberikan

gambar pada layarnya, dan sinyal listrik yang dihubungkan pada inputnya.
Dengan osiloskop memungkinkan untuk melihat bentuk dari persamaan
gelombang suatu sinyal listrik, dapat mengukur berapa frekuensi, periode,
tegangan dari sinyal, amplitudo, dan beda fase.

Gambar 4.1 Osiloskop

Osiloskop terdiri dari dua bagian, yaitu display dan panel control.
Display menyerupai tampilan layar pada televisi yang berfungsi sebgai tempat
tampilan sinyal uji. Pada display osiloskop terdapat garis-garis melintang secara
vertikal dan horizontal yang membentuk kotak-kotak yang disebut dengan div.

Arah horizontal mewakili sumbu waktu dan garis vertikal mewakili sumbu
tegangan.
Panel control berisi tombol-tombol yang bisa digunakan untuk
menyesuaikan tampilan di layar. Tombol-tombol pada panel osiloskop antara lain:
1. Tombol power on/off. Tombol ini digunakan untuk menghidupkan
osiloskop dan untuk mengatur intensitas. Dalam mengatur intensitas
jangan terlampau besar karena dapat merusak osiloskop.
2. Tombol Focus. Tombol ini digunakan untuk memperoleh gambar yang
tajam dan jelas.
3. Tombol Horizontal Position. Tombol ini berhubungan dengan
horizontal amplifier dan

dipergunakan untuk mengatur posisi dari

gambar dengan menggeser ke arah horizontal.


4. Tombol Vertical Position. Tombol ini digunakan pengaturan posisi
dengan menggeser ke arah vertikal.
5. Tombol Trigger Level. Tombol ini digunakan untuk mengatur kestabilan
gambar pada layar osiloskop.
6. Time/div. Untuk mengatur sweep time pada display. Dengan posisi
expander control pada callibrated maka time sweep seperti yang tertera
pada skala.
7. Volt/div. Dengan posisi vener expander pada posisi callibrated maka
skala division dan display sesuai dengan angka pada skala pengaturnya.
8. Intensity. Untuk mengatur kecerahan garis yang ditampilkan di layar.
9. Channel 1/2. Digunakan untuk memilih saluran atau kanal yang
digunakan.
Dalam penggunaan osiloskop digunakan probe. Probe adalah kabel
penghubung yang ujungnya diberi penjepit, dengan penghantar berkualitas, dapat
meredam sinyal-sinyal gangguan, seperti sinyal radio atau noise yang kuat.
Terdapat dua terminal penghubung pada probe, yaitu ujung probe dan kabel
ground yang biasanya dipasangi capit buaya. Pada prakteknya capit buaya
tersebut dihubungkan dengan bagian ground pada rangkaian, seperti chasis logam,
dan sentuhkan ujung probe pada titik yang dites pada rangkaian.

Gambar 4.2 Probe

Fase gelombang adalah lamanya waktu yang dilalui dimulai dari satu
loop hingga awal dari loop berikutnya, diukur dalam derajat. Phase shift
menjelaskan perbedaan dalam pewaktuan antara dua atau lebih sinyal periodik
yang identik. Salah satu cara mengukur beda fasa adalah menggunakan mode XY,
yaitu dengan memplot satu sinyal pada bagian vertikal (sumbu y) dan sinyal lain
pada sumbu horizontal (sumbu c). Metode ini akan bekerja efektif jika kedua
sinyal yang digunakan adalah sinyal sinusoidal. Bentuk gelombang yang
dihasilkan adalah berupa gambar yang disebut pola.

Gambar 4.3 Perubahan Fasa

Prinsip kerja osiloskop yaitu menggunakan layar katoda. Dalam


osiloskop terdapat tabung panjang yang disebut tabung sinar katode atau Cathode
Ray Tube (CRT). Secara prinsip kerja, terdapat dua tipe osiloskop, yakni tipe
analog dan tipe digital.
Osiloskop

analog

menggunakan

tegangan

yang

diukur

untuk

menggerakkan berkas elektron dalam tabung sesuai bentuk gambar yang diukur.

Pada layar osiloskop langsung ditampilkan bentuk dalam gelombang tersebut.


Osiloskop tipe analog ini menggambar bentuk-bentuk gelombang listrik dengan
melalui gerakan pancaran elektro dalam sebuah tabung sinar katoda dari kiri ke
kanan.
Osiloskop digital mencuplik bentuk gelombang yang diukur dan dengan
menggunakan ADC (Analog to Digital Converter) untuk mengubah besaran
tegangan yang dicuplik menjadi besaran digital. Gelombang yang akan
ditampilkan lebih dulu disampling dan didigitalisasikan. Osiloskop kemudian
menyimpan nilai-nilai tegangan ini bersama-sama dengan skala waktu
gelombangnya di memori. Osiloskop digital hanyal mencuplik dan menyimpan
demikian banyak nilai dan kemudian diberhentikan. Osiloskop digital
memberikan kemampuan ekstensif, kemudahan tugas-tugas akuisisi gelombang
dan pengukurannya.

IV.4

Langkah Percobaan

IV.4.1

Kompensasi Probe
1. Siapkan peralatan yang dibutuhkan.
2. Nyalakan alat audio generator dan osiloskop.
3. Hubungkan ujung probe 1 dan ujung probe 2 pada terminal alat
osiloskop yang sudah dinyalakan.
4. Probe terkompensasi 10x.
5. Tekan tombol auto-set.
6. Sambungkan ujung probe 2 lainnya dan jepitan buaya (aligator
clip) kebagian luar konektor BNC di kanal 2 dan ground.
7. Matikan channel 1 karena hanya channel 2 yang digunakan.
8. Atur kefokusan gambar sinyal dengan tombol fokus.
9. Putarlah sekrup pada probe channel 2 hingga bagian atas dan
bawah gelombang segi empat benar-benar rata.
10. Atur letak sinyal dengan tombol horizontal dan tombol vertikal.
11. Tekan tombol stop untuk menghentikan pergerakan gelombang.
12. Catat dan amati gelombang, frekuensi, T/div, V/div, tinggi
gelombang, dan lebar gelombang yang didapat.
13. Carilah 3 gelombang dengan hasil yang berbeda.

IV.4.2

RL dan RC Seri
1. Siapkan peralatan yang dibutuhkan.
2. Nyalakan alat audio generator dan osiloskop.
3. Hubungkang ujung probe 1 dan ujung probe 2 pada terminal alat
osiloskop yang sudah dinyalakan.
4. Probe terkompensasi 10x.
5. Tekan tombol auto-set.
6. Rangkai rangakaian menggunakan resistor 100 dan induktor 140
H seperti rangkaian dibawah ini.
Yin
Yo

R = 100
L = 140 H

XmaxR
L

Xin

Gambar 4.4 Ragkaian RL Seri

7. Sambungkan ujung probe ke rangkaian.


8. Atur frekuensi pada audio generator 90 Hz dan 180 Hz.

9. Catat dan amati tinggi gelombang, lebar gelombang, V/div, T/div,


frekuensi, resistor, induktor dalam bentuk gelombang dan
lissajouse.
10. Lakukan kembali

percobaan

tersebut

induktornya dengan kapasitor 4,7 F.

dengan

menggganti

IV.5

Data Hasil Percobaan

IV.5.1

Kompensasi Probe 1

Gambar 4.5 Kompensasi Probe 1

Tinggi Gelombang

: 5 kotak

V/div

: 10 V

Lebar Gelombang

: 2 kotak

T/div

: 250 s

: 10x

Frekuensi

: 50,0326 Hz

IV.5.2

Kompensasi Probe 2

Gambar 4.6 Kompensasi Probe 2

Tinggi Gelombang

: 2,5 kotak

V/div

: 20 V

Lebar Gelombang

: 2 kotak

T/div

: 250 s

: 10x

Frekuensi

: 50,078 Hz

IV.5.3

Kompensasi Probe 3

Gambar 4.7 Kompensasi Probe 2

Tinggi Gelombang

: 5 kotak

V/div

: 10 V

Lebar Gelombang

: 5 kotak

T/div

: 100 s

: 10x

Frekuensi

: 50,1406 Hz

IV.5.4

RC Seri 90 Hz

Gambar 4.8 RC Seri 90Hz

Tinggi Gelombang

: 3,4 kotak

T/div

: 2,50 ms

Lebar Gelombang

: 2,2 kotak

Frekuensi

: 90,5652 Hz

: 10x

: 100

V/div

: 20 V

: 4,7 F

IV.5.5

RC Seri 90Hz Lissajouse

Gambar 4.9 RC Seri 90 Hz Lissajouse

Tinggi Gelombang

: 0,4 cm

T/div

: 2,50 ms

Lebar Gelombang

: 0,4 cm

Frekuensi

: 90,5652 Hz

: 10x

: 100

V/div

: 20 V

: 4,7 F

IV.5.6

RC Seri 180 Hz

Gambar 4.10 RC Seri 180 Hz

Tinggi Gelombang

: 2,4 kotak

T/div

: 2,50 ms

Lebar Gelombang

: 1 kotak

Frekuensi

: 180,552 Hz

: 10x

: 100

V/div

: 20 V

: 4,7 F

IV.5.7

RC Seri 180 Hz Lissajouse

Gambar 4.11 RC Seri 180 Hz Lissajouse

Tinggi Gelombang

: 0,6 cm

T/div

: 2,50 ms

Lebar Gelombang

: 0,6 cm

Frekuensi

: 180,552 Hz

: 10x

: 100

V/div

: 20 V

: 4,7 F

IV.5.8

RL Seri 90 Hz

Gambar 4.12 RL Seri 90 Hz

Tinggi Gelombang

: 1,2 kotak

T/div

: 2,50 ms

Lebar Gelombang

: 2,2 kotak

Frekuensi

: 90,4125 Hz

: 10x

: 100

V/div

:1V

: 140 H

IV.5.9

RL Seri 90 Hz Lissajouse

Gambar 4.13 RL Seri 90 Hz Lissajouse

Tinggi Gelombang

: 0,2 cm

T/div

: 2,50 ms

Lebar Gelombang

: 0,2 cm

Frekuensi

: 90,4125 Hz

: 10x

: 100

V/div

:1V

: 140 H

IV.5.10

RL Seri 180 Hz

Gambar 4.14 RL Seri 180 Hz

Tinggi Gelombang

: 0,8 kotak

T/div

: 2,50 ms

Lebar Gelombang

: 1 kotak

Frekuensi

: 180,718 Hz

: 10x

: 100

V/div

:1V

: 140 H

IV.5.11

RL Seri 180 Hz Lissajouse

Gambar 4.15 RL Seri 180 Hz Lissajouse

Tinggi Gelombang

: 0,2 kotak

T/div

: 2,50 ms

Lebar Gelombang

: 0,2 kotak

Frekuensi

: 180,718 Hz

: 10x

: 100

V/div

:1V

: 140 H

IV.6

Analisa Data

IV.6.1

Kompensasi Probe

IV.6.1.1 Pengukuran amplitude, waktu, dan frekuensi


Amplitudo merupakan simpangan terjauh dari suatu gelombang. Untuk
menentukan amplitudo sebuah gelombang dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :
1
A= x (t) x probe x volt / ............................(4.1)
2
Keterangan :
A = Amplitudo
t = Tinggi gelombang
Periode merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat suatu
gelombang. Untuk menentukan waktu sebuah gelombang dapat menggunakan
rumus sebagai berikut :
T =(l) x Time/

...................................(4.2)

Keterangan :
T = Periode (s)
l = Lebar gelombang
Frekuensi merupakan banyaknya gelombang dalam tiap detik. Untuk
menentukan frekuensi sebuah gelombang dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :
f=

1
T

Keterangan :
f = Frekuensi (Hz)
a. Pengukuran kompensasi probe 1
Amplitude = x (t) x probe x volt/div
= x 5 x 10 x 10
= 250
Periode (T) = (l) x Time/div
= 2 x 250 x 10-6
= 500 x 10-6 s

....................................................(4.3)

Frekuensi

= 1/T
= 1/500 x 10-6
= 20 x 103 Hz
b. Pengukuran kompensasi probe 2
Amplitude = x (t) x probe x volt/div
= x 2,5 x 10 x 20
= 250
Periode (T) = (l) x Time/div
= 2 x 250 x 10-6
= 500 x 10-6 s
Frekuensi = 1/T
= 1/500 x 10-6
= 20 x 103 Hz
c. Pengukuran kompensasi probe 3
Amplitude = x (t) x probe x volt/div
= x 5 x 10 x 10
= 250
Periode (T) = (l) x Time/div
= 5 x 100 x 10-6
= 500 x 10-6 s
Frekuensi = 1/T
= 1/500 x 10-6
= 20 x 103 Hz

IV.6.2

Menghitung Beda Phase ( ), Amplitude, Periode, dan Frekuensi

IV.6.2.1 Menghitung beda phase ( )


Untuk menentukan beda fase dari sebuah rangkaian secara praktikum
adalah sebagai berikut:
=Arc . sin

Yo
Ym ..............................................(4.4)

Keterangan:
=Sudut fase
Yo = Tinggi gelombang
Ym = Lebar gelombang
Untuk menentukan beda fase dari sebuah rangkaian RC dan sebuah
rangkaian RL secara teori adalah sebagai berikut:
RC = Arc. tan

1
1
1
=tan
CR
2 fCR .............................(4.5)

RL= Arc . tan

L
2 fL
=tan 1
R
R ...............................(4.6)

Keterangan:
= Kecepatan sudut

C = Kapasitor
L = Induktor
R = Resistor
Secara teori perhitungan beda fase untuk rangkaian RC dengan
frekuensi 90 Hz dan 180 Hz dan untuk rangkaian RL dengan frekuensi 90 Hz dan
180 Hz adalah sebagai berikut :
Beda fase pada rangkaian RC seri dapat dihitung sesuai dengan persamaan 4.5.

Yin
V

100
4,7F

Xin

Gambar 4.16 Rangkaian RC Seri

Beda fase pada rangkaian RL seri dapat dihitung sesuai dengan persamaan 4.6.
Yin
V

100
140H

Xin

Gambar 4.17 Rangkaian RL Seri

IV.6.2.2 Menghitung amplitude, periode, frekuensi


Dari perhitungan kompensasi probe diatas dapat ditunjukan dalam suatu
tabel berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Amplitudo, Waktu, dan Frekuensi

Kompensas

Tinggi

Lebar

i Probe

Gelomban

Gelomban

5 kotak

2
3

2 kotak

250

500 x 10-6 s

20 x 103 Hz

2,5 kotak

2 kotak

250

500 x 10-6 s

20 x 103 Hz

5 kotak

5 kotak

250

500 x 10-6 s

20 x 103 Hz

Setiap gelombang memiliki tinggi gelombang dan lebar gelombang


yang berbeda, hal ini dikarenakan kompensasi probe, volt/div dan time/div yang
didapatkan. Kompensasi probe mempengaruhi tinggi gelombang, yaitu jika

kompensasi probe sebsar 10 kali, tinggi gelombang akan menjadi

1
10

dari

bentuk aslinya. Jika nilai volt/div 2 kali semula, maka tinggi gelombang akan
menjadi kali semula. Jika nilai volt/div kali semula, maka tinggi gelombang
akan menjadi 2 kali semula. Semakin besar nilai time/div yang didapat, maka
lebar gelombang akan semakin rapat. Sebaliknya, semakin kecil nilai time/div
yang didapat, maka lebar gelombang akan semakin lebar.
Dapat dilihat dari tabel 4.1, amplitudo, periode, dan frekuensi memiliki
besar yang antar gelombangnya sama besarnya. Periode dipengaruhi lebar
gelombang dan time/div. Dimana lebar gelombang berbanding lurus dengan
periode, sehingga semakin besar lebar gelombang atau semakin besar time/div
maka semakin besar nilai periodenya. Nilai frekuensi berbanding terbalik dengan
periode, sehingga semakin kecil nilai periode maka semakin besar nilai frekuensi
yang didapat. Nilai amplitudo dipengaruhi oleh tinggi gelombang tersebut.
Semakin besar tinggi gelombang tersebut, maka amplitudo akan semakin besar.
Sebaliknya, semakin kecil tinggi gelombang tersebut, maka amplitudo akan
semakin kecil.
IV.6.2.3 Perhitungan pada Rangkaian RC
a. Rangkaian RC seri 90 Hz

Gambar 4.18 RC Seri 90 Hz

Berdasarkan gambar 4.18 memiliki tinggi gelombang 3,4 kotak,


lebar gelombang 2,2 kotak, probe 10x, volt/div 20 V, T/div 2,50ms, frekuensi 90
Hz, resistor 100 , dan kapasitor 4,7 F.
Amplitude = x (t) x probe x volt/div
= x 3,4 x 10 x 20
= 340
Periode (T) = (l) x Time/div
= 2,2 x 2,5 x 10-3
= 5,5 x 10-3 s
Frekuensi = 1/T
= 1/5,5 x 10-3
= 181,82 Hz
b. Rangkaian RC seri 90 Hz lissajouse

Gambar 4.19 RC Seri 90 Hz Lissajouse

Berdasarkan gambar 4.19, sinyal tersebut memiliki :


Tinggi gelombang (Yo) = 0,4 cm
Lebar gelombang (Ym) = 0,4 cm
Probe = 10x
Volt/div = 20 V
Time/div = 2,5 ms
Frekuensi = 90 Hz
Resistor = 100
Kapasitor = 4,7 F
Perhitungan secara praktikum menggunakan persamaan 4.4:
Yo
0,4
=Arc . sin
=Arc . sin
= Arc. sin 1=90
Ym
0,4
Perhitungan secara teori menggunakan persamaan 4.5:
1
RC = Arc. tan
CR

tan1

1
2 fCR

tan1

1
2 ( 90 ) (100 ) ( 4,7 x 106 )

tan

1000
84,6

tan

1000
265,644

tan1 3,76

75,11

c. Rangkaian RC seri 180 Hz

Gambar 4.20 RC Seri 180 Hz

Berdasarkan gambar 4.20 memiliki tinggi gelombang 2,4 kotak,


lebar gelombang 1 kotak, probe 10x, volt/div 20 V, T/div 2,50 ms, frekuensi 180
Hz, resistor 100 , dan kapasitor 4,7 F.
Amplitude = x (t) x probe x volt/div
= x 2,4 x 10 x 20
= 240
Periode (T) = (l) x Time/div
= 1 x 2,5 x 10-3
= 2,5 x 10-3 s
Frekuensi = 1/T
= 1/2,5 x 10-3
= 400 Hz

d. Rangkaian RC seri 180 Hz lissajouse

Gambar 4.21 RC Seri 180 Hz Lissajouse

Berdasarkan gambar 4.21, sinyal tersebut memiliki :


Tinggi gelombang (Yo) = 0,6 cm
Lebar gelombang (Ym) = 0,6 cm
Probe = 10x
Volt/div = 20 V
Time/div = 2,5 ms
Frekuensi = 180 Hz
Resistor = 100
Kapasitor = 4,7 F
Perhitungan secara praktikum menggunakan persamaan 4.4:
Yo
0,6
=Arc . sin
=Arc . sin
=Arc . sin 1=90
Ym
0,6
Perhitungan secara teori menggunakan persamaan 4.5:
1
RC = Arc. tan
CR
tan

1
2 fCR

tan1

1
2 (180 )( 100 ) ( 4,7 x 106 )

tan 1

1000
169,2

tan

1000
531,288

tan 1,88

61,99

e. Persentase kesalahan phase pada RC


Dalam pengukuran beda fase dapat terjadi kesalahan, menghitung
persentase kesalahan dapat dicari dengan persamaan 4.7.
Kesalahan=

praktikum teori
x 100
teori

...................... (4.7)

Perhitungan persentase kesalahan untuk rangkaian RC dengan frekuensi


90Hz lissajouse ialah sebagai berikut :

Kesalahan=

9075,11
x 100 =19,82
75,11

Perhitungan persentase kesalahan untuk rangkaian RC dengan frekuensi


180Hz lissajouse ialah sebagai berikut :

Kesalahan=

9061,99
x 100 =45,18
61,99

Berikut adalah tabel hasil perhitungan persentase kesalahan.


Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Persentase Kesalahan

Rangkaian

Frekuensi

Praktikum

Teori

% Kesalahan

RC

90 Hz

90

75,11

19,82%

RC

180 Hz

90

61,99

45,18%

Besarnya kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengukuran


dapat disebabkan oleh adanya kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh
kurangnya ketelitian dalam pembacaan skala pengukuran ataupun pembulatan
angka-angka salah perhitungan kesalahan juga dapat terjadi akibat presisi alat
yang rendah ataupun kesalahan pada rangkaian.

IV.6.2.4

Perhitungan pada rangkaian RL


a. Rangkaian RL seri 90 Hz

Gambar 4.22 RL Seri 90 Hz

Berdasarkan gambar 4.22 memiliki tinggi gelombang 1,2 kotak,


lebar gelombang 2,2 kotak, probe 10x, volt/div 1 V, T/div 2,50ms, frekuensi
90Hz, resistor 100 , dan kapasitor 140 H.
Amplitude = x (t) x probe x volt/div
= x 1,2 x 10 x 1
=6
Periode (T) = (l) x Time/div
= 2,2 x 2,5 x 10-3
= 5,5 x 10-3 s
Frekuensi = 1/T
= 1/5,5 x 10-3
= 181,82 Hz

b. Rangkaian RL seri 90 Hz lissajouse

Gambar 4.23 RL Seri 90 Hz Lissajouse

Berdasarkan gambar 4.23, sinyal tersebut memiliki :


Tinggi gelombang (Yo) = 0,2cm
Lebar gelombang (Ym) = 0,2cm
Probe = 10x
Volt/div = 1 V
Time/div = 2,5 ms
Frekuensi = 90 Hz
Resistor = 100
Kapasitor =140 H
Perhitungan secara praktikum menggunakan persamaan 4.4:
Yo
0,2
=Arc . sin
=Arc . sin
= Arc . sin1=90
Ym
0,2
Perhitungan secara teori menggunakan persamaan 4.6:
L
RC = Arc. tan
R
tan 1

2 fL
R

2 (90)(140 x 106 )
tan
( 100 )
1

tan 1 252 x 106


tan 1 791,28 x 106

0,045

c. Rangkaian RL seri 180 Hz

Gambar 4.24 RL Seri 180 Hz

Berdasarkan gambar 4.24 memiliki tinggi gelombang 0,8 kotak,


lebar gelombang 1 kotak, probe 10x, volt/div 1 V, T/div 2,50 ms, frekuensi 180
Hz, resistor 100 , dan kapasitor 140 H.
Amplitude = x (t) x probe x volt/div
= x 0,8 x 10 x 1
=4
Periode (T) = (l) x Time/div
= 1 x 2,5 x 10-3
= 2,5 x 10-3 s
Frekuensi = 1/T
= 1/2,5 x 10-3
= 400 Hz

d. Rangkaian RL seri 180 Hz lissajouse

Gambar 4.25 RL Seri 180 Hz Lissajouse

Berdasarkan gambar 4.25, sinyal tersebut memiliki :


Tinggi gelombang (Yo) = 0,2cm
Lebar gelombang (Ym) = 0,2cm
Probe = 10x
Volt/div = 1V
Time/div = 2,5ms
Frekuensi = 180Hz
Resistor = 100
Kapasitor = 140H
Perhitungan secara praktikum menggunakan persamaan 4.4:
Yo
0,2
=Arc . sin
=Arc . sin
= Arc . sin1=90
Ym
0,2
Perhitungan secara teori menggunakan persamaan 4.5:
L
RC = Arc. tan
R
tan 1

2 fL
R

tan 1

2 (180 ) (140 x 106 )


( 100 )

tan 504

x 10

tan1 1582,56 x 106

0,091

e. Presentase kesalahan phase pada RL

Dalam pengukuran beda fase dapat terjadi kesalahan, menghitung


persentase kesalahan dapat dicari dengan persamaan 4.7. Perhitungan
persentase kesalahan untuk rangkaian RC dengan frekuensi 90 Hz lissajouse
ialah sebagai berikut :

Kesalahan=

900,045
x 100 =199900
0,045

Perhitungan persentase kesalahan untuk rangkaian RC dengan frekuensi


180Hz lissajouse ialah sebagai berikut :

Kesalahan=

900,091
x 100 =98801,1
0,091

Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan persentase kesalahan.


Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Persentase Kesalahan

Rangkaian

Frekuensi

Praktikum

Teori

% Kesalahan

RL

90Hz

90

0,045

199900%

RL

180Hz

90

0,091

98801,1%

Besarnya kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengukuran dapat


disebabkan oleh adanya kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh kurangnya
ketelitian dalam pembacaan skala pengukuran ataupun pembulatan angka-angka
salah perhitungan kesalahan juga dapat terjadi akibat presisi alat yang rendah
ataupun kesalahan pada rangkaian.

IV.7

Jawaban Pertanyaan
1. Sebutkan apakah tujuan kompensasi probe?
Jawaban :
Tujuan dari kompensasi probe adalah untuk membuat alat ukur atau
osiloskop menjadi presisi pada keadaan yang benar.

Hal ini dapat

dilakukan dengan cara mengatur kapasitor yang terdapat dalam probe


sehingga bagian atas dan bawah gelombang dapat berbentuk segiempat.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan :
a. Over-convensation
b. Under-convensation
Jawaban :
a

Over-convensation
Over convention adalah keadaan dimana ujung-ujung sinyal
menjauhi garis normal.
Under-convensation
Under convention adalah kedaan dimana ujung-ujung sinyal berada

dibawah garis normal.


3. Buktikan bahwa kompensasi saudara benar.
Jawaban :
Kompensasi yang dilakukan sudah benar karena hasil sinyal yang
didapatkan tidak mengalami under-convensation dan over-convensation.
4. Hitunglah Amplitudo, Waktu, dan Frekuensi gelombang yang
didapat.
Jawaban :
Pada kompensasi probe 1 :
V = 10V
A = 2,5 kotak

f = 50 Hz
t = 250 s

Pada kompensassi probe 3 :


V = 10V

f = 50 Hz

A = 2,5 kotak

t = 100 s

5. Jelaskan hasil perhitungan saudara.


Jawaban :
Terdapat rumus
V = . f

Pada kompensasi probe 2:


V = 20V
f = 50 Hz
A = 1,25 kotak t = 250 s

f=

n
t

Amplitudo merupakan tinggi gelombang.


6. Dari gambar gelombang yang diperoleh, hitunglah beda phasenya.
Kemudian bandingkan dengan hasil pengukuran beda phase pada
lissayous. Jelaskan jawaban saudara.
Jawaban :
a. Rangkaian RC seri 90Hz lissajouse
Berdasarkan gambar 4.9, sinyal tersebut memiliki :
Tinggi gelombang (Yo) = 0,4cm
Lebar gelombang (Ym) = 0,4cm
Probe = 10x
Volt/div = 20V
Time/div = 2,5ms
Frekuensi = 90Hz
Resistor = 100
Kapasitor = 4,7 F
Perhitungan secara praktikum menggunakan persamaan 4.4:
Yo
0,4
=Arc . sin
=Arc . sin
= Arc. sin 1=90
Ym
0,4
Perhitungan secara teori menggunakan persamaan 4.5:
1
RC = Arc. tan
CR
tan 1

1
2 fCR

tan 1

1
2 ( 90 ) (100 ) ( 4,7 x 106 )

tan 1

1000
84,6

tan 1

1000
265,644

tan 1 3,76

75,11

b. Rangkaian RC seri 180Hz lissajouse


Berdasarkan gambar 4.11, sinyal tersebut memiliki :

Tinggi gelombang (Yo) = 0,6cm


Lebar gelombang (Ym) = 0,6cm
Probe = 10x
Volt/div = 20V
Time/div = 2,5ms
Frekuensi = 180Hz
Resistor = 100
Kapasitor = 4,7 F
Perhitungan secara praktikum menggunakan persamaan 4.4:
Yo
0,6
=Arc . sin
=Arc . sin
=Arc . sin 1=90
Ym
0,6
Perhitungan secara teori menggunakan persamaan 4.5:
1
RC = Arc. tan
CR
tan 1
tan

tan

tan 1

1
2 fCR
1
2 (180 )( 100 ) ( 4,7 x 106 )
1000
169,2
1000
531,288

tan 1 1,88

61,99

c. Rangkaian RL seri 90Hz lissajouse


Berdasarkan gambar 4.13, sinyal tersebut memiliki :
Tinggi gelombang (Yo) = 0,2cm
Lebar gelombang (Ym) = 0,2cm
Probe = 10x
Volt/div = 1V
Time/div = 2,5ms
Frekuensi = 90Hz
Resistor = 100
Kapasitor =140 H
Perhitungan secara praktikum menggunakan persamaan 4.4:

=Arc . sin

Yo
0,2
=Arc . sin
= Arc . sin1=90
Ym
0,2

Perhitungan secara teori menggunakan persamaan 4.6:


L
RC = Arc. tan
R
tan 1

2 fL
R

tan 1

2 (90)(140 x 106 )
( 100 )

tan 252 x 10

tan 1 791,28 x 106

0,045

d. Rangkaian RL seri 180Hz lissajouse


Berdasarkan gambar 4.9, sinyal tersebut memiliki :
Tinggi gelombang (Yo) = 0,2cm
Lebar gelombang (Ym) = 0,2cm
Probe = 10x
Volt/div = 1V
Time/div = 2,5ms
Frekuensi = 180Hz
Resistor = 100
Kapasitor = 140H
Perhitungan secara praktikum menggunakan persamaan 4.4:
Yo
0,2
=Arc . sin
=Arc . sin
= Arc . sin1=90
Ym
0,2
Perhitungan secara teori menggunakan persamaan 4.5:
L
RC = Arc. tan
R
tan 1

2 fL
R

tan 1

2 (180 ) (140 x 106 )


( 100 )

tan 504

x 10

tan 1 1582,56 x 106

0,091

7. Apa yang dimaksud dengan kalibrasi dan apa tujuannya?


Jawaban :
Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan nilai kebenaran penunjukan
alat ukur konvensional dan mengukur bahan dengan membandingkannya
dengan standar pengukuran yang dapat dilacak ke nasional dan atau
internasional. Tujuan dari kalibrasi ini adalah untuk menentukan devisiasi
dan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat ukur dan pengukuran
hasil dijamin pencarian untuk standar nasional sebagai standar dan
internasional.

IV.8

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut dibawah ini.


1

Osiloskop adalah suatu peralatan elektronik yang dapat


memberikan gambar pada layarnya, dan sinyal listrik yang
dihubungkan pada inputnya. Dengan osiloskop memungkinkan
untuk melihat bentuk dari persamaan gelombang suatu sinyal
listrik, dapat mengukur berapa frekuensi, periode, tegangan dari

sinyal, amplitudo, dan beda fase.


Amplitudo merupakan simpangan terjauh dari suatu gelombang.
Amplitudo dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
1
Amplitudo= x tinggi gelombang x probe x volt /
2

Periode merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat datu


gelombang. Periode dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut:
T =lebar gelombang x Time /

Frekuensi merupakan banyaknya gelombang dalam tiap detik.


Frekuensi dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
1
frekuensi=
T

Besarnya nilai volt/div akan memperganda tinggi gelombang. Bila


volt/div dinaikkan 2 kali semula, maka tinggi gelombang akan
kali dari tinggi semula. Sedangkan time/div akan mempengaruhi

lebar gelombang.
Kompensasi probe bertujuan agar alat ukur menjadi presisi pada
keadaan yang benar. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur
kapasitor yang terdapat dalam probe agar bagian atas dan bawah

gelombang berbentuk segi empat.


Menentukan beda fase berdasarkan teori dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut:
Yo
=Arc . sin
Ym

Menentukan beda fase berdasarkan teori pada rangkaian RC dan


rangkaian RL dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut:

RC = Arc. tan

1
1
=tan 1
CR
2 fCR

RL= Arc . tan

L
2 fL
=tan 1
R
R

Besarnya kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengukuran


dapat disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam pembacaan
skala pengukuran ataupun pembulatan angka-angka pengukuran.
Kesalahan juga dapat terjadi karena presisi alat yang rendah dan
juga kesalahan pada rangkaian.

BAB IV
TANG AMPERE
IV.1

Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut dibawah ini.
1. Untuk mengetahui sistem pengukuran arus listrik dengan tang
ampere.
2. Untuk mengetahui cara kerja tang ampere dalam mengukur arus
listrik tiga fasa.

IV.2

Alat-alat yang Dipergunakan


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebuah tang

ampere.
IV.3

Dasar Teori

IV.3.1

Tang Ampere
Tang Ampere atau dapat disebut Clamp Meter merupakan sebuah alat

ukur yang sangat nyaman dipakai dan memberikan kemudahan pengukuran arus
listrik, tegangan, daya, dan tahanan tanpa mengganggu atau memutus sirkit.

Gambar 4.1Tang Ampere

Cara menggunakan alat ini ialah masukkan salah satu kabel yang ingin
diukur ke dalam mulut tang ampere. Kemudian pilih hold untuk memberhentikan
pengukuran dan lihat pada skala tang ampere tersebut hasil pengukuran yang
didapat.
Prinsip pengukuran AC/DC Clamp meter. Secara umum hall element
yang digunakan sebagai sensor adalah untuk mendeteksi arus DC karena tidak
mungkin untuk menggunakan metode induksi elektromagnetik seperti yang

digunakan untuk dedicated AC clamp meter. Hall element ditempatkan di celah


yang dibuat dengan memotong bagian dari rahang transformator. Ketika ada aliran
magnetik proporsional fluks untuk mengeluarkan output tegangan. Element Hall
adalah semikonduktor untuk menghasilkan tegangan sebanding dengan produk
arus biasa dan medan magnet pada terminal output ketika arus bisa diberikan pada
terminal masukkan.

Gambar 4.2 Prinsip Pengukuran Tang Ampere dan Pengoperasian Tang Ampere

i=

I
( A) ........................................................(4.1)
N

Dalam AC Clamp meter secara umum beroperasi dengan prinsip


transformator arus (CT), digunakan untuk mengambil fluks magnetik yang
dihasilkan dari arus yang mengalir melalui konduktor. Dengan asumsi arus yang
mengalir melalui konduktor menjadi arus utama, dapat diperoleh arus
proporsional untuk arus utama dengan induksi elektromagnetik dari sisi sekunder
(lilitan) dari trafo yang terhubung ke rangkaian pengukuran instrumen/ hal ini

memungkinkan untuk mengambil pembacaan arus AC pada layar digital seperti


gambar 4.2.
IV.3.2

Identifikasi Kabel dengan Warna


Peraturan warna selubung penghantar dan warna isolasi inti penghantar

harus diperhatikan pada saat pemasangan. Hal tersebut di atas diperlukan untuk
mendapatkan kesatuan pengertian mengenai penggunaan sesuatu warna atau
warna loreng yang digunakan untuk mengenal penghantar guna keseragaman dan
mempertinggi keamanan.

Penggunaan warna loreng Hijau-Kuning


Warna hijau-kuning hanya boleh digunakan untuk menandai penghantar
pembumian, pengamanan, dan penghantar yang menghubungkan ikatan

penyama tegangan ke bumi.


Penggunaan warna Biru
Warna biru digunakan untuk menandai penghantar netral atau kawat tengah,
pada instalasi listrik dengan penghantar netral. Untuk menghindarkan
kesalahan, warna biru tersebut tidak boleh digunakan untuk menandai
penghantar lainnya. Warna biru hanya dapat digunakan unntuk maksud lain,
jika pada instalasi tersebut tidak terdapat penghantar netral atau kawat tengah.

Warna biru tidak untuk kabel pentanahan.


Penggunaan warna kabel berinti tunggal
Untuk pengawatan di dalam perlengkapan listrik disarankan hanya
menggunakan kabel dengan satu warna, khususnya warna hitam. Jika
diperlukan warna lain untuk penandaan disarankan menggunakan warna

cokelat.
Pengenal untuk inti atau rel
Untuk kabel dengan isolasi dari bahan poly ethylene disingkat PE, poly vinyl
chloride disingkat dengan PVC, cross linked polyethylene disingkat dengan

XLPE.
Warna untuk kabel berselungung berinti tunggal
Kabel berselubung berinti tunggal boleh digunakan untuk fase, netral, kawat
tengah atau penghantar pembumian asalkan isolasi kedua ujung kabel yang
terlihat (bagian yang dikupas selubungnya) dibalut isolasi khusus yang
berwarna.

Untuk instalasi listrik


- Fase R merah
- Fase S kuning
- Fase T hitam
- Netral biru

Untuk pelengkapan listrik


- U/X merah
- V/Y kuning
- W/Z hitam
- Arde loreng hijau-kuning

Warna selubung kabel

Warna selubung kabel ditentukan sebagai berikut:


- Kabel berisolasi tegangan pengenal (500 V)
- Kabel udara berisolasi PE, PVC, XPLPE (600 1000 V)
- Kabel tanah berselubung PE dan PVC (600 1000 V)
- Kabel tanah berselubung PE, PVC > 1000 V

Putih
Hitam
Hitam
Merah

IV.3.3
Kabel RST
RST merupakan kesepakatan umum yang digunakan oleh

orang Indonesia sebagai istilah pemakaian untuk mennyatakan jumlah


keluaran (output) dari pembangkit listrik atau tenaga sumber yang akan
dihubungkan dengan beban muatan listrik (input).
Sebutan RST digunakan sebagai pengingat semata dan
berfungsi sebagai penanda untuk membedakannya dengan UVW atau
XYZ. Jika disambung akan menjadi RST-UVW-XYZ. UVW merupakan
penanda jumlah beban masuk (input) dan XYZ sebagai penanda beban
yang umumnya ditandai dengan hubungan Y (bintang) dan delta.
Sebagaimana istilah N yang berarti Netral (kapasitas nol) dan G yang
berarti Ground (pentanahan).

Warna standar kabel untuk listrik satu phase adalah hitam


menandakan phase, biru menandakan netral, kuning-hijau
menandakan ground, BC (kabel tanpa isolasi) GND yang
ditanam ke tanah. Warna standar kabel untuk listrik tiga phase
adalah merah menandakan phase 1 (R atau U), kuning
menandakan phase 2 (S atau V), hitam menandakan phase 3 (T
atau W), biru menandakan netral (N), kuning-hijau menandakan
ground (GND atau PE), dan BC (kabel tanpa isolasi)

menandakan GND yang ditanamkan ke tanah.


Karakteristik pada sistem 3 phase adalah apabila sistemnya
memiliki beban seimbang, maka besaran arus penghantar RST
akan sama dengan arus netral 0 Ampere. Pada praktiknya, listrik
yang digunakan oleh setiap orang tidak identik, sehingga
keseimbangan beban nyaris mustahil dicapai. Jika ternyata
beban tidak seimbang, arus netral pun akan semakin besar.

Untuk menetralkannya kembali, berdasarkan sifat listrik


yang tertutup agar bisa mengalir, maka kelebihan arus netral tadi
akan mengalir melewati instalasi listrik umum (pengguna),
sebelum akhirnya melewati grounding sistem di dalam tanah
yang dialirkan lagi ke trafo, lalu kembali lagi ke instalasi listrik
rumah hingga jumlahnya kembali netral, begitu seterusnya. Pada
instalasi listrik yang sudah terpasang terdapat empat kabel, yaitu

R, S, T dan N.

1.
2.
3.
4.

IV.4
IV.4.1

Langkah Percobaan
Tang Ampere

Siapkan peralatan yang dibutuhkan.


Nyalakan alat tang ampere.
Memutar switch ke arah ampere.
Buka mulut tang ampere dan masukkan kabel R ke mulut tang

amper.
5. Tekan tombol hold untuk mendapatkan hasil pengukurannya.
6. Catat hasil pengukuran arus tersebut.
7. Lakukan kembali percobaan tersebut dengan mengganti kabel yang
diukur dengan S dan T.

IV.5 Data Hasil Percobaan


Dari percobaan yang telah dilakukan hasil data didapatkan

adalah sebagai berikut dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Arus Menggunakan Tang Ampere

as

il

ru

Pe

ng

ab

el

ur

A
2,
32

an
9,
14

A
0,
08
A

IV.6 Analisa Data


RST merupakan kesepakatan umum yang digunakan oleh
orang Indonesia sebagai istilah pemakaian untuk menyatakan
jumlah keluaran (output) dari pembangkit listrik atau tenaga
sumber yang akan dihubungkan dengan beban muatan listrik

(input).
Sebutan RST digunakan sebagai pengingat semata dan
berfungsi sebagai penanda untuk membedakannya dengan UVW
atau XYZ. Jika disambung akan menjadi RST-UVW-XYZ.
UVW merupakan penanda jumlah beban masuk (input) dan
XYZ sebagai penanda beban yang umumnya ditandai dengan
hubungan Y (bintang) dan delta. Sebagaimana istilah N yang
berarti Netral (kapasitas nol) dan G yang berarti Ground

(pentanahan).
Warna standar kabel untuk listrik satu phase adalah hitam
menandakan phase, biru menandakan netral, kuning-hijau
menandakan ground, BC (kabel tanpa isolasi) GND yang
ditanam ke tanah. Warna standar kabel untuk listrik tiga phase
adalah merah menandakan phase 1 (R atau U), kuning
menandakan phase 2 (S atau V), hitam menandakan phase 3 (T
atau W), biru menandakan netral (N), kuning-hijau menandakan
ground (GND atau PE), dan BC (kabel tanpa isolasi) : GND

yang ditanamkan ke tanah.


Karakteristik pada sistem 3 phase adalah apabila sistemnya
memiliki beban seimbang, maka besaran arus penghantar RST
akan sama dengan arus netral 0 ampere. Pada praktiknya, listrik
yang digunakan oleh setiap orang tidak identik, sehingga
keseimbangan beban nyaris mustahil dicapai. Jika ternyata

beban tidak seimbang, arus netral pun akan semakin besar.


Untuk menetralkannya kembali, berdasarkan sifat listrik
yang tertutup agar bisa mengalir, maka kelebihan arus netral tadi
akan mengalir melewati instalasi listrik umum (pengguna),

sebelum akhirnya melewati grounding sistem di dalam tanah


yang dialirkan lagi ke trafo, lalu kembali lagi ke instalasi listrik
rumah hingga jumlahnya kembali netral, begitu seterusnya. Pada
instalasi listrik yang sudah terpasang terdapat empat kabel, yaitu
R, S, T dan N.

Gambar 4.3 Cara Penggunaan Tang Ampere

Dari percobaan yang telah dilakukan, hasil data yang didapatkan


sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Arus Menggunakan Tang Ampere

as

il

ru

Pe

ng

ab

el

ur

A
2,
32

an
9,
14

A
0,
08
A

IV.6.1
Pengukuran Arus pada Kabel Fasa R
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat, arus yang mengalir

pada kabel fasa R adalah 9,14 A. Arus yang mengalir pada kabel fasa R
lebih besar dari pada arus yang mengalir pada kabel fasa S dan kabel fasa
T. Perbedaan pengukuran arus yang mengalir pada setiap kabel tersebut
disebabkan oleh perbedaan besarnya beban yang tersambung pada kabel
fasa tersebut. Berdasarkan Hukum Ohm, besar arus berbanding terbalik
dengan besar beban atau tahanannya, tetapi besar arus berbanding lurus
dengan daya. Oleh karena itu, penyebab arus yang mengalir pada kabel
fasa R lebih besar dari pada arus yang mengalir pada kabel fasa S dan
kabel fasa T ialah tahanan yang terdapat pada kabel fasa R lebih kecil dari
pada tahanan pada kabel fasa S dan kabel fasa T.
IV.6.2
Pengukuran Arus pada Kabel Fasa S

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat, arus yang mengalir


pada kabel fasa S adalah 2,32 A. Arus yang mengalir pada kabel
fasa S lebih besar dari pada arus yang mengalir pada kabel fasa
T dan lebih kecil dari pada kabel fasa R. Perbedaan pengukuran
arus yang mengalir pada setiap kabel tersebut disebabkan oleh
perbedaan besarnya beban yang tersambung pada kabel fasa
tersebut. Berdasarkan Hukum Ohm, besar arus berbanding
terbalik dengan besar beban atau tahanannya, tetapi besar arus
berbanding lurus dengan daya. Oleh karena itu, penyebab arus
yang mengalir pada kabel fasa S lebih besar dari pada arus yang
mengalir pada kabel fasa T dan lebih kecil dari pada kabel fasa
R ialah tahanan yang terdapat pada kabel fasa S lebih kecil dari
pada tahanan pada kabel fasa T dan lebih besar dari pada kabel

fasa R.
IV.6.3
Pengukuran Arus pada Kabel Fasa T
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat, arus yang mengalir
pada kabel fasa T adalah 0,08 A. Arus yang mengalir pada kabel
fasa T lebih kecil dari pada arus yang mengalir pada kabel fasa
R dan kabel fasa S. Perbedaan pengukuran arus yang mengalir

pada setiap kabel tersebut disebabkan oleh perbedaan besarnya


beban yang tersambung pada kabel fasa tersebut. Berdasarkan
Hukum Ohm, besar arus berbanding terbalik dengan besar
beban atau tahanannya, tetapi besar arus berbanding lurus
dengan daya. Oleh karena itu, penyebab arus yang mengalir
pada kabel fasa T lebih kecil dari pada arus yang mengalir pada
kabel fasa R dan kabel fasa S ialah tahanan yang terdapat pada
kabel fasa T lebih besar dari pada tahanan pada kabel fasa R dan
kabel fasa S.

IV.7 Jawaban Pertanyaan

1. Jelaskan apa tang ampere dan cara penggunaannya!


Jawaban :
Tang ampere adalah suatu alat ukur yang dapat mengukur arus listrik,
tegangan listrik, tahanan listrik, dan daya listrik tanpa mengganggu atau
memutus arus listrik. Cara menggunakan alat ini ialah dengan
membuka mulut tang ampere, kemudian masukkan kabel yang akan
diukur ke dalam mulut tang ampere, maka akan keluar hasil
pengukurannya pada tang ampere tersebut

IV.8 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

1. Tang ampere adalah suatu alat ukur yang dapat mengukur arus
listrik, tegangan listrik, tahanan listrik, dan daya listrik tanpa
mengganggu atau memutus arus listrik.
2. Peraturan warna selubung penghantar dan warna isolasi inti
penghantar harus diperhatikan pada saat

pemasangan, seperti

penggunaan warna loreng hijau-kuning, penggunaan warna biru,


penggunaa warna kabel berinti tunggal, pengenal untuk inti atau rel,
warna untuk kabel berselubung berinti tunggal, dan warna selubung
kabel.
3. Kabel RST merupakan istilah pemakaian untuk menyatakan jumlah
keluaran (output) dari pembangkit listrik atau tenaga sumber yang
akan dihubungkan dengan beban muatan listrik (input).
4. Perbedaan pengukuran arus yang mengalir pada setiap kabel
tersebut

disebabkan

oleh

perbedaan

besarnya

beban

yang

tersambung pada kabel fasa tersebut. Berdasarkan Hukum Ohm,


besar arus berbanding terbalik dengan besar beban atau tahanannya,
tetapi besar arus berbanding lurus dengan daya.

PERCOBAAN 4
EARTH TESTER

IV.1
Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut dibawah

ini.
1. Untuk mengetahui pengukuran tahanan pentanahan.
2. Untuk mengetahui pengukuran pentanahan.

IV.2 Alat-alat yang Dipergunakan


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah

sebuah alat ukur Earth Tester.


IV.3 Dasar Teori
Earth Tester adalah alat pengukur resistansi grounding

(pembumian). Pada dasarnya grounding atau pembumian digunakan untuk


mengamankan alat listrik atau elektronika dari induksi listrik dengan jelas
di gedung-gedung bertingkat yang menggunakan sistem pembumian atau
grounding. Peralatan grounding menggunakan tembaga karena tembaga
merupakan konduktor yang paling efektif untuk dilalui arus listrik, tidak
mudah berkarat, cocok disemua kondisi, dan baik digunakan ditanah yang
kering atau tanah yang lembab atau berair, itulah kenapa semua perangkat
grounding menggunakan tembaga.

Gambar 4.6 Earth Tester

Pembumian atau grounding yang baik atau yang benar-

benar efektif mempunyai nilai dibawah 5 (PUIL 2000:68), namun


resistansi yang baik dipengaruhi dengan kadar air, mineral garam, derajat

kesamaan, dan tekstur tanah yang baik. Faktor yang mempengaruhi sistem
pembumian (Grounding System) ialah sebagai berikut :

Tabel 4.6 Faktor yang Mempengaruhi Grounding System

Untuk mencapai nilai tahanan tersebut, tidak semua area

bisa terpenuhi karena ada beberapa aspek yang mempengaruhinya, yaitu:


1. Kadar air. Bila air tanah dangkal/penghujan, maka nilai tahanan mudah
didapatkan sebab sela-sela tanah mengandung cukup air bahkan berlebih,
sehingga konduktivitas tanah akan semakin baik.
2. Mineral/garam. Kandungan mineral tanah sangat mempengaruhi tahanan
karena semakinn berlogam dan mbermineral tinggi, maka tanah semakin
mudah menghantarkan listrik. Daerah pantai kebanyakan memenuhi ciri khas

kandungan mineral dan garam yang tinggi, sehingga tanah sekitar pantai akan
jauh lebih baik mudah untuk mendapatkan tahanan tanah yang rendah.
3. Derajat keasaman. Semakin asam tanah, maka arus listrik semakin mudah
dihantarkan. Begitu sebaliknya, semakin basa tanah, maka arus listrik sulit
dihantarkan. Ciri tanah dengan PH tinggi biasanya berwarna terang, misalnya
bukit kapur.
4. Tekstur tanah. Untuk daerah yang bertekstur pasir dan berpori akan sulit
untuk mendapatkan tahanan yang baik karena jenis tanah seperti ini air dan
mineral akan mudah hanyut dan tanah mudah kering.
Earth tester mempunyai tiga kabel, diantaranya kabel berwarna
merah, kuning, dan hijau. Hubungkan kabel yang berwarna merah serta berwarna
kuning ke tanah dengan masing-masing jarak kurang lebih 5-10 meter dari
pentanahan atau grounding. Kemudian hubungkan kabel yang berwarna hijau ke
grounding yang sudah terpasang. Kemudian lakukan pengukuran grounding
dengan memilih tahanan yang dibutuhkan tergantung kondisi tanah pada area
setempat yang akan diukur. Kemudian tekan tombol tester untuk mengetahui
resistansi grounding, biasanya berwarna kuning atau merah pada display alat ukur
akan muncul nilai tahanan pentanahan. Kemudian amati hasil nilai resistansi
grounding yang sudah didapatkan.

IV.4 Langkah Percobaan


IV.4.1
Earth Tester

1. Siapkan peralatan yang dibutuhkan.


2. Nyalakan alat Earth Tester.
3. Hubungkan kabel yang berwarna merah serta berwarna kuning ke
tanah dengan masing-masing jarak kurang lebih 5-10 meter dari
pentanahan atau grounding.
4. Hubungkan kabel yang berwarna hijau ke grounding yang sudah
terpasang.
5. Lakukan pengukuran grounding

dengan memilih tahanan yang

dibutuhkan tergantung kondisi tanah pada area setempat yang akan


diukur.
6. Tekan tombol tester untuk mengetahui resistansi grounding,
biasanya berwarna kuning atau merah pada display alat ukur akan
muncul nilai tahanan pentanahan.
7. Catat dan amati hasil nilai resistansi grounding yang sudah
didapatkan.

IV.5 Data Hasil Percobaan


Dari percobaan yang telah dilakukan hasil data didapatkan
adalah sebagai berikut dibawah ini.

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Resistansi Menggunakan Earth Tester

Metod
e
Pengu

kuran
Meas
Simplif
ied
Meas

IV.6

Analisa Data
Earth Tester adalah alat pengukur resistansi grounding

(pembumian). Pada dasarnya grounding atau pembumian


digunakan untuk mengamankan alat listrik atau elektronika dari
induksi listrik dengan jelas di gedung-gedung bertingkat yang
menggunakan sistem pembumian atau grounding.
Percobaan dilakukan di kampus Teknik Elektro Bukit-

Jimbaran Fakultas Teknik Universitas Udayana. Berdasarkan

percobaan yang dilakukan didapatkan hasil data sebagai berikut:


Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Resistansi Menggunakan Earth Tester

Metod
e
Pengu

kuran
Meas
Simplif
ield

Meas

IV.6.1
Pengukuran Metode Meas
Berdasarkan hasil data yang didapat, pada saat pengukuran
menggunakan metode meas, hasil yang diperoleh resistansinya
tidak terbaca, hal ini disebabkan karena jenis tanah dibukit ialah
jenis batu karang, maka resistansi yang ideal adalah < 10.000
dm-n. Berdasarkan tabel 4.6, jenis tanah batu karang memiliki
tahanan jenis tanah (RE) sebesar 107 dm-n, maka dari itu jenis
tanah di bukit jimbaran termasuk tanah yang tidak ideal.
Dikarenakan kondisi tanah pada saat melakukan pengukuran
kondisi tanah yang akan mau diukur harus dalam keadaan baik
dan bukan jenis tanah berbatu karang atau berbatu yang tidak

bagus untuk sistem pentanahan.


IV.6.2
Pengukuran Metode Simpified Meas

Berdasarkan hasil data yang didapat, pada saat pengukuran


menggunakan metode simplified meas, hasil yang diperoleh
resistansinya tidak terbaca, hal ini disebabkan karena jenis tanah
dibukit ialah jenis batu karang, maka resistansi yang ideal
adalah < 10.000 dm-n dan saat pengukuran jarum penunjuk
bergerak cepat atau melebihi pada skala yang terbesar, sehingga
nilai dari tahananan pentanahan tidak dapat ditentukan.
Berdasarkan tabel 4.6, jenis tanah batu karang memiliki tahanan
jenis tanah (RE) sebesar 107 dm-n, maka dari itu jenis tanah di
bukit jimbaran termasuk tanah yang tidak ideal. Dikarenakan
kondisi tanah pada saat melakukan pengukuran kondisi tanah
yang akan mau diukur harus dalam keadaan baik dan bukan
jenis tanah berbatu karang atau berbatu yang tidak bagus untuk

sistem pentanahan.
IV.7
Jawaban Pertanyaan

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan earth tester dan cara

penggunaannya!
Jawaban :
Earth tester adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

resistansi grounding atau pembumian. Cara penggunaannya ialah


hubungkan kabel yang berwarna merah serta berwarna kuning ke tanah
dengan masing-masing jarak kurang lebih 5-10 meter dari pentanahan
atau grounding. Kemudian hubungkan kabel yang berwarna hijau ke
grounding yang sudah terpasang. Kemudian lakukan pengukuran
grounding

dengan memilih tahanan yang dibutuhkan tergantung

kondisi tanah pada area setempat yang akan diukur. Kemudian tekan
tombol tester untuk mengetahui resistansi grounding, biasanya
berwarna kuning atau merah pada display alat ukur akan muncul nilai
tahanan pentanahan. Kemudian amati hasil nilai resistansi grounding
yang sudah didapatkan.

IV.8 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

1. Earth tester adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur


resistansi grounding atau pembumian.
2. Faktor yang mempengaruhi sistem pembumian ialah jenis tanah,
kadar air, mineral/ garam dalam tanah, derajat keasaman, dan
tekstur tanah.
3. Earth tester memiliki tiga kabel , yaitu berwarna merah, kuning,
dan hijau. Warna merah dan kuning dihubungkan ke tanah dengan
jarak kurang lebih 5-10 meter. Warna hijau dihubungkan ke
grounding yang sudah terpasang.
4. Tanah ideal memiliki resistansi tanah < 10.000dm-n, jika lebih
tanah tersebut tidak termasuk tanah ideal.
5. Tanah batu karang memiiki resistansi 107 dm-n.

Anda mungkin juga menyukai