Anda di halaman 1dari 21

II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Pisang, (2) Jenis-jenis Pisang (3)
Tepung Pisang, (4) Tapioka, (5) Kerupuk, (6) Bahan Penunjang, dan
(7)
Penggorengan.
2.1. Pisang (Musa Paradisiacal L.)
Pisang (Musa Paradisiacal L.) merupakan tanaman buah tropis beriklim
basah dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Tanaman ini cukup
populer dikalangan masyarakat kita dan hampir setiap orang memakannya.
Tanaman pisang dapat tumbuh dengan baik didataran rendah maupun dataran
tinggi sampai 1300 m dari permukaan laut. Oleh karena itu , produksi pisang
menduduki peringkat pertama di Indonesia dibandingkan dengan buah-buahan
lainnya. Mengingat kandungan karbohidratnya yang tinggi, maka buah pisang
diharapkan dapat dipergunakan sebagai subsitusi beras atau penganekaragaman
makanan berkarbohidrat (BPTP, 2007).
Pisang (Musa Paradisiacal L.) tergolong famili Musaseae. Famili
Musaseae terdiri beberapa marga, meliputi sekitar 60 spesies. Marga Musa
merupakan marga terpenting, karena di antaranya terdapat spesies penghasil
buah. Sedangkan marga lain, kebanyakan dimanfaatkan sebagai tanaman hias
(Sri Nuryani dan Soejono, 2001).
Pisang berasal dari Asia Tenggara, Brasil, dan India. Di Asia Tenggara,
pisang diyakini berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Pisang telah
lama berkembang di India, yaitu sejak 500 tahun sebelum Masehi dan menyebar
sampai ke daerah Pasifik. Pisang berkembang subur pada daerah tropis yang
lembab, terutama di dataran rendah. Karena itu, di daerah hujan turun merata

12

sepanjang tahun, produksi pisang dapat berlangsung tanpa mengenal musim.


Tidak heran, Indonesia, Kepulauan Pasifik, dan Brasil terkenal sebagai negara
pengekspor pisang. Namun, Indonesia tidak termasuk dalam 15 negara terbesar di
dunia yang mengonsumsi pisang. Masyarakat di negara-negara Afrika dan
Amerika Latin dikenal sangat tinggi mengonsumsi pisang setiap tahunnya.
Di Indonesia sendiri, produksi pisang cukup besar. Di Asia, Indonesia
termasuk penghasil pisang terbesar, karena 50 % dari produksi pisang Asia
dihasilkan oleh Indonesia, Dan setiap tahun produksinya makin meningkat.
Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang. Hal ini
karena iklim di Indonesia cocok untuk pertumbuhan buah pisang. Walau demikian
tidak semua wilayah itu merupakan sentra produksi tanaman pisang. Selain iklim
yang sesuai, budidaya yang dilakukan oleh masyarakat di daerah itu menjadi
penentu sentra tanaman pisang (Sunarjono, 2002).
Buah pisang sangat tinggi kandungan vitamin A-nya, yaitu sekitar 0,003-1,0
mg/100 gram, terutama pada pisang tanduk. Pisang juga merupakan sumber
vitamin C; kandungan vitamin C pada pisang meja adalah sekitar 10 mg/100
gram sedangkan pisang olahan sekitar 20-25 mg/100 g.
Pisang juga mengandung asam-asam yaitu meliputi asam malat, asam sitrat
dan asam oksalat. Sewaktu pisang masih mentah asam organik utamanya adalah
asam oksalat, tetapi setelah tua dan matang asam organik yang utama adalah asam
malat. Sementara itu pH menurun dari 5,4 (mentah) menjadi 4,5 ketika pisang
menjadi matang. Selain berbagai vitamin tersebut diatas, dalam pisang juga
terdapat senyawa amin yang bersifat fisiologis aktif dalam jumlah yang relatif

besar yaitu seretonin 50 mikrogram/100 gram dan norepinephrine 100


mikrogram/100g. Secretonin dan norepinephrine merupakan dua jenis amin yang
aktif sebagai neurotransmitter yang berpengaruh dalam kelancaran fungsi otak
(Soedjono, 2001).
Kandungan mineral pada pisang adalah kalium. Sebuah pisang kira-kira
dapat menyumbang kalium sebesar 440 mg. Kalium berfungsi antara lain untuk
menjaga keseimbangan air dalam tubuh, kesehatan jantung, menurunkan tekanan
darah dan membantu pengiriman oksigen kedalam otak.
Buah

pisang

yang

belum

matang

mempunyai

kandungan

serat

hemiselulosa yang cukup tinggi sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol


darah dan melindungi jantung, hal ini tidak berlaku bagi pisang yang telah
matang. Pisang mentah yang dikeringkan cukup baik untuk mengobati penyakit
luka lambung (www.warintek.com , 2006).
2.2. Jenis-jenis Pisang
2.2.1 Jenis Umum
Sebenarnya tanaman pisang yang dibudidayakan untuk diambil
manfaatnya bagi kesejahteraan hidup manusia ini berasal dari jenis herba
berumpun yang hidupnya menahun. Jenis-jenis tanaman pisang di Indonesia
jumlahnya mencapai ratusan. Secara garis besar jenis itu dapat
dikelompokkan menjadi empat sebagai berikut.

1.

Pisang Serat (Musa Texstiles)

Pisang serat adalah tanaman pisang yang tidak diambil buahnya, tetapi
seratnya. Pada awal abad ke 16, pigattota menerangkan penduduk asli
daerah cebu, Filipina, memanfaatkan serat pisang manila ini untuk bahan
pakaian. Karenanya pisang ini dinamakan Musa textiles.
Batangnya merupakan batang semu yang terbentuk dari upih-upih
daun yang saling menutupi. Tingginya mencapai 7 meter dengan daun
berbentuk lanset warna hijau. Bunganya seperti pisang berbentuk buah
jorong yang berkulit tebal, tetapi tidak dapat dimakan. Biji buah hitam bulat
kecil keras seperti biji randu.
Tanaman ini siap dipanen bila kuncup bunga telah keluar. Artinya siap
dipotong untuk diambil seratnya. Serat yang diperoleh adalah serat yang
kuat , tahan terhadap air (air tawar maupun air laut). Serat ini cocok
dipakai sebagai tali di kapal laut, tali tambang, dan tali untuk kail. Juga bisa
dipintal atau dibuat anyaman untuk ayunan, sandal, dll.
2.

Pisang Hias (Heliconia indica Lamk)


Pisang hias juga tidak diambil buahnya. Pisang hias dibagi dua, yaitu

pisang kipas dan pisang-pisangan. Disebut pisang kipas, karena bentuknya


persis seperti kipas. Nama lain pisang kipas adalah pisang Madagaskar.
Sedangkan pisang-pisangan berbatang semu yang kecil-kecil dan tumbuh
bertumpun indah ditanam di muka rumah karena bentuknya yang kecil.
3.

Pisang Buah (Musa Paradisiaca L)

Pisang jenis ini sudah tidak asing lagi , karena banyak ditemui, dan
dapat dibedakan menjadi 4 golongan. Golongan pertama adalah yang dapat
dimakan langsung setelah masak (pisang kepok, pisang susu, pisang hijau,
pisang mas, pisang raja, dll). Golongan kedua dapat dimakan setelah diolah
terlebih dahulu (pisang tanduk, pisang muli, pisang kapas, pisang
bangkahulu, dll). Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan
langsung setelah masak maupun diolah lebih dahulu (pisang kepok dan
pisang raja). Sedangkan golongan ke empat adalah pisang yang dapat
dimakan sewaktu masih mentah (pisang klutuk/batu) (Satuhu, 2003).
2.2.2 Jenis Pisang Komersil
Pengertian komersial disini adalah banyak terdapat di pasaran, baik di
pasar umum maupun di supermarket. Jenis-jenis pisang ini banyak digemari
masyarakat karena keistimewaannya.
1. Pisang Raja
Pisang jenis ini tangkai buahnya terdiri atas 6 sisir yang masing-masing
terdiri dari 15 buah. Berat satu buah pisang sekitar 92 gramdengan panjang
12 sampai 18 cm, dan diameter 3,2 cm. Bentuk buahnya melengkung dengan
bagian pangkalnya bulat. Warna daging buahnnya kuning kemerahan tanpa
biji. Empelur buahnya nyata dengan tekstur kasar. Rasanya manis, lamanya
berbunga sejak anakan adalah 14 bulan. Sedangkan buah masak setelah 164
hari sesudah muncul bunga.
2. Pisang Raja sere

Pisang raja sere dikenal sebagai pisang meja. Ukurannya kecil dengan
panjang buah 10 sampai 15 cm dan diameter 3 sampai 4 cm. Berat per
tandan 10 sampai 14 kg. Jumlah sisir 5 sampai 9, dan tiap sisir terdiri dari 12
sampai 16 buah. Pada waktu matang warna kulitnya kuning kecoklatan
dengan bintik-bintiknya coklat kehitaman. Kulit buahnya tipis, dan warna
daging buahnya putih, rasanya manis, dan aromanya harum.
3. Pisang Raja Bulu
Pisang raja bulu termasuk buah yang dapat digunakan sebagai buah
meja dan buah olahan. Daging buahnya agak tebal, rasanya manis dan
aromanya kuat. Pada waktu matang, warna kulitnya kuning berbintik-bintik
coklat. Warna daging buahnya kuning kemerahan. Berat setiap tandannya 7
sampai 10 kg terdiri dari 6 sampai 7 sisir dan tiap sisirnya 10 sampai 15
buah. Panjang buahnya 23 sampai 35 cm dan diameternya 6 sampai 6,5 cm.
4. Pisang Kepok
Pisang kepok di Filipina dikenal dengan nama pisang saba, sedang di
Malaysia dikenal dengan nama pisang nipah. Buahnya enak dimakan setelah
diolah terlebih dahulu. Bentuk buahnya agak pipih, sehingga kadang disebut
pisang gepeng. Beratnya pertandan dapat mencapai 14 sampai 22 kg dengan
jumlah sisir 10 sampai 16. Setiap sisir terdiri dari 12 sampai 20 buah. Bila
matang warna kulit buahnya kuning penuh.

Gambar 1. Pisang Kepok


Pisang kepok banyak jenisnya, yang terkenal antara lain pisang kepok
kuning dan putih. Pisang kepok putih warna dagingnya putih, dan pisang
kepok kuning warna dagingnya kuning. Pisang kepok kuning mempunyai
rasa yang lebih enak dibandingkan dengan pisang kepok putih, karenanya
pisang kepok kuning lebih disukai.
5. Pisang Tanduk
Pisang tanduk ukuran buahnya besar dan bentuknya menyerupai
tanduk. Oleh karenanya dikenal dengan nama pisang tanduk. Bila matang
warna kulit buahnya coklat kemerahan dan berbintik-bintik. Warna daging
buahnya putih kemerahan. Pisang jenis ini cocok untuk olahan. Berat setiap
tandannya 7 sampai 10 Kg terdiri dari tiga sisir dan setiap sisirnya terdiri
dari 10 buah.
6. Pisang Ambon Lumut
Warna kulit buah pisang ambon lumut pada waktu matang hijau atau
hijau kekuningan dengan bintik colat kehitaman. Warna daging buahnya
putih kemerahan dan lunak. Rasanya manis dan enak, aromanya juga kuat.

Berat setiap tandannya 15 sampai 18 Kg terdiri dari 8 sampai 12 sisir dan


setiap sisirnya terdiri dari 20 buah. Ukuran buah 15 sampai 20 cm dengan
diameter 3 sampai 3,5 cm.
7. Pisang Nangka
Warna kulit buah pisang nangka pada waktu matang adalah hijau.
Rasanya asam manis. Berat setiap tandannya 11 sampai 14 Kg terdiri dari 6
sampai 8 sisir dan setiap sisirnya terdiri dari 14 sampai 24 buah. Ukuran
buah 24 sampai 28 cm dengan diameter 3,5 sampai 4 cm (Satuhu, 2003).

2.3. Tepung Pisang


Ketergantungan terhadap salah satu pangan pokok khususnya terigu,
menuntut masyarakat untuk menggali potensi pangan lokal yang ada
disetiap daerah. Pisang (Musa paradisiaca) sebagai salah satu tanaman buahbuahan mempunyai potensi besar diolah menjadi tepung sebagai substitusi
tepung terigu. Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup
prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup
sesuai untuk diproses menjadi tepung mengingat bahwa komponen utama
penyusunnya adalah karbohidrat (17,2-38%) (BPTP, 2007).
Membuat tepung dari buah pisang masih belum banyak dikenal,
padahal cara ini merupakan salah satu cara pengolahan dan pengawetan
buah pisang yang mudah serta murah. Tepung pisang dibuat dari buah
pisang yang masih mentah namun yang sudah cukup tua. Tepung pisang

banyak dimanfaatkan sebagai campuran pada pembuatan roti, cake, kue


kering, campuran tepung terigu, dan campuran makanan bayi. Pada
dasarnya semua jenis buah pisang mentah dapat diolah menjadi tepung, tapi
warna tepung yang dihasilkan bervariasi, karena dipengaruhi oleh tingkat
ketuaan buah, jenis buah dan cara pengolahan. Baik pisang muda, pisang
tua atau yang masak bisa dijadikan tepung, tetapi buah yang muda atau tua
lebih gampang dan cepat pembuatannya. Sedangkan yang masak agak lama,
karena kadar patinya sudah berkurang. Biasanya buah yang masak
keadaanya basah oleh kadar gula yang tinggi, sehingga memerlukan
pengeringan yang lebih lama (Soedjono, 2001).
Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung antara lain ; Lebih tahan
disimpan, lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk
diversifikasi produk olahan, mampu memberikan nilai tambah buah pisang dan
mampu meningkatkan nilai gizi buah
Sebagai bahan makanan, tepung pisang mengandung zat-zat yang berguna
seperti: vitamin A, B1-2, C, protein dan bahan pelengkap berupa zat tepung yang
dapat menghasilkan kalori. Komposisi gizi tepung pisang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Pisang
Komponen
Kadar air (%)
Kadar pati (%)
Kadar total gula (%)
Kadar serat kasar (%)
Kadar protein (%)
Kadar vitamin C (%)
Kadar total asam (%)
Sumber: Antarlina et al., 2004

Tepung Pisang
5,0-11,6
64,69-67,31
18,24-21,04
1,96-2,51
3,36-4,12
0,0325-0,0326
0,36-0,71

10

2.4. Tapioka
Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah diantaranya adalah ketela pohon,
singkong, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin, telo jenderal
(Jawa), sampeu, huwi dangdeur, huwi jenderal (Sunda), kasbek (ambon), dan ubi
prancis (Padang).
Tanaman ubi kayu dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dilkasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Manihot

Spesies

: Manihot esculenta Crantz

Batang tanaman ubi kayu berkayu, beruas-ruas, dan penjang yang


ketinggiannya dapat mencapai 3 meter atau lebih. Warna batang bervariasi,
tergantung kulit luar, tetapi batang yang masih muda pada umumnya berwarna,
lunak, dan strukturnya empuk seperti

gabus. Ubi kayu mempunyai susunan

berurutan menjari dengan canggap 5 sampai 6 helai, daun ubi kayu bias
mengandung racun asam sianida atau asam biru, terutama daun yang masih muda
(pucuk) (Rukmana, 1997).
Kadar pati tertinggi dihasilkan setelah umur 12 bulan. Pati terdapat dalam
jumlah 64 sampai 72% dari total karbohidrat, sedangkan amilosa sejumlah 17
sampai 20% dari pati. Pati merupakan karbohidrat yang tersedia dalam jumlah

11

besar sebagai makanan cadangan dalam tanaman, terdapat sebagai granula dalam
plastisida sel dan terpisah dari sitoplasma (Wijandi, 1976) .
Tapioka merupakan hasil ekstraksi pati ubi kayu (Manihot utilissima
POHL.) yang mengalami pencucian sempurna dan dilanjutkan dengan
pengeringan. Di Indonesia ubi kayu merupakan hasil pertanian pangan kedua
terbesar setelah padi. Ubi kayu merupakan hasil produk pertanian yang potensinya
tinggi

sebagai

sumber

karbohidrat

untuk

bahan

pangan

dan

industri

(Rukmana, 1997).
Pati merupakan komponen tapioka dan merupakan senyawa yang tidak
mempunyai rasa atau bau sehingga modifikasi rasa tepung mudah dilakukan. Pati
merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -(1,4)-D glukosa sedangkan
amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan -(1,6)-D glukosa sebanyak 4 %
sampai 5 % dari berat total (Winarno, 1997).
Menurut Gaman dan Sherington (1992), gelatinisasi terjadi jika suspensi
pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini
mulai menggelembung. Keadaan ini terjadi saat temperatur meningkat dari
60 oC sampai 85oC. Granula-granula dapat menggelembung hingga volumenya
lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar,
campurannya menjadi kental. Pada suhu kira-kira 85 oC granula pati pecah dan
isinya terdispersi merata ke seluruh air di sekelilingnya. Molekul berantai panjang
mulai membuka atau terurai dan campuran pati atau air menjadi makin kental,
membentuk sol. Pada pendinginan jika perbandingan pati dan air cukup besar,

12

molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air terkurung di dalamnya


sehingga terbentuk gel.
Gelatinisasi adalah peristiwa pembengkakan granula pati sedemikian rupa
sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula. Suhu
pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Gelatinisasi dapat
dilakukan dengan penambahan air panas. Bila suspensi pati dalam air dipanaskan,
beberapa suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-tiba mulai menjadi jernih pada
suhu tertentu, tergantung dari jenis pati yang digunakan (Winarno, 1997).
Menurut Winarno (1997), suhu gelatinisasi tergantung juga pada konsentrasi
pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu
tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun jika pemanasan
dilanjutkan di atas suhu gelatinisasi maka akan tercapai hidratasi maksimum dan
granula saling melepas membentuk dispersi kumpalan pati.
Tapioka mempunyai sifat yang sangat mirip dengan amilopektin karena
tapioka sebagian besar terdiri dari amilopektin. Sifat-sifat amilopektin antara lain :
Dalam bentuk pasta, amilopektin menunjukkan penampakan yang sangat jernih
sehingga dapat meningkatkan penampakan produk akhir. Pada suhu normal pasta
dari amilopektin tidak mudah menggumpal dan kembali menjadi keras.
Mempunyai daya rekat yang tinggi Kisaran suhu gelatinisasi tapioka adalah
58,5oC sampai 70oC. Tapioka mempunyai mekanisme gelatinisasi yang mirip
dengan pati biji-bijian. Jenis-jenis tersebut rata-rata menghasilkan gel yang cukup
stabil untuk mempertahankan konsistensinya (Tjakroadikusoemo, 1986). Syarat
mutu tapioka dapat dilihat pada Tabel 5.

13

Tabel 5. Syarat Mutu Tapioka


Karakteristik

I
Kadar air, (% b/b), maks
17
Kadar abu, (% b/b), maks
0,6
Serat kotor dan kotoran (% b/b), maks
0,6
Derajat putih (BaSO4), min
94,5
Kekentalan (oEngler)
3-4
Kadar HCN (% b/b)
Negatif
Derajat asam (ml 1 N NaOH/100 g)
< 4 ml
Sumber : Badan Standar Nasional Indonesia, 2004

Syarat
II
17
0,6
0,6
92,0
2,5 - 3
Negatif
< 4 ml

III
17
0,6
0,6
< 92,0
< 25
Negatif
< 4 ml

Tapioka kandungan utamanya adalah karbohidrat dan memiliki sedikit


protein dan lemak. Komposisi kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Kimia Tapioka dalam 100 gram Bahan


Komponen
Jumlah (gram)
Air
12,00
Karbohidrat
86,00
Protein
0,50
Lemak
0,30
Abu
0,30
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI., 2004
2.5. Kerupuk
Kerupuk merupakan makanan tradisional khas Indonesia yang juga terkenal
dinegara-negara ASEAN lainnya. Jenis makanan ini hampir digemari oleh hampir
semua lapisan masyarakat, karena selain dikonsumsi sebagai makanan cemilan
(snack) juga dapat digunakan sebagai variasi lauk pauk.
Definisi kerupuk dalam Standar Industri Indonesia (SII) nomor 0292-90,
adalah produk makanan kering yang dibuat dari tapioka atau tepung
sagu dengan

atau tanpa

penambahan

bahan

makanan

lain

yang

14

diijinkan, yang harus disiapkan dengan cara menggoreng sebelum disajikan


(Suarman, 1996).
Kerupuk merupakan jenis makanan kering yang terbuat dari bahan yang
mengandung pati cukup tinggi. Penggunaan pati bertujuan untuk proses glatinisasi
yang berpengaruh terhadap volume pengembangan yang merupakan salah satu
kriteria mutu kerupuk (Wiriano, 1984).
Kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan
volume, membentuk produk yang berongga dan mempunyai densitas rendah
selama penggorengan.
Bahan tambahan adalah bahan yang diperlukan untuk melengkapi bahan
baku dalam proses pembuatan kerupuk. Bahan tambahan dari kerupuk adalah
garam, MSG, bumbu dan air. Kadang-kadang juga digunakan bahan pengembang
seperti soda kue. Ikan, udang, serta telur dapat dikatagorikan sebagai bahan baku
tambahan

karena

jumlah

yang

dipakai

dalam

adonan

cukup

banyak

(Novriyanti, 2003). Selain itu kerupuk dapat ditambahkan gula dengan tujuan
untuk memberi rasa manis dan warna pada produk akhir (Wiriano, 1984).
Formulasi adonan kerupuk tergantung pada jenis kerupuk yang akan dibuat.
Menurut Wiriano (1984), untuk kerupuk nomor 1, perbandingan tapioka dan ikan
adalah 1 : 1 sedangkan untuk kerupuk nomor 2 dan nomor 3 masing masing
adalah 2 : 1 dan 3 : 1.
Formulasi kerupuk sangat bervariasi, tergantung jenis kerupuk yang akan
dibuat. Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kerupuk terdiri dari bahan

15

baku, yaitu tapioka dan ditambah dengan bumbu-bumbu serta sumber protein
pada kerupuk halus.
Pengendalian mutu bahan baku, bahan tambahan, proses produksi,
peralatan dan pengemasan dilakukan agar dapat dihasilkan produk yang
memenuhi SII. Syarat mutu kerupuk mentah dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Syarat Mutu Kerupuk menurut SII 0272 1990


Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
Persyaratan
kerupuk non
kerupuk protein
protein
Bau, rasa, warna
Normal
Normal
Benda asing
%b/b
Tidak ternyata
Tidak ternyata
Abu
%b/b
Maks 2
Maks 2
Air
%b/b
Maks 12
Maks 12
protein
%b/b
Min 5
Keutuhan
% b/b
Bahan tambahan
Sesuai SNI 0222-MSesuai SNI 0222-M
makanan
dan peraturan Mendan peraturan Men
- Pewarna
Kes
NoKes
No
722/MenKes/Per/ 722/MenKes/Per/
IX/88
IX/88
- Boraks
Tidak ternyata
Tidak ternyata
Cemaran logam
- Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 1,0
Maks 1,0
- Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks 10,0
Maks 10,0
- Seng (Zn)
mg/kg
Maks 40,0
Maks 40,0
- Raksa (Hg)
mg/kg
Maks 0,05
Maks 0,2

16

Arsen (As)
Cemaran mikroba
- Angka lempeng
total
- E. Coli
- Kapang
Sumber : SII 1990.

Maks 0,5

Maks 0,5

koloni/g

Maks 1,0x106

Maks 1,0x106

APM/g
Koloni/g

<3
maks 1,0x104

<3
maks 1,0x104

2.6. Bahan Penunjang


Pembuatan kerupuk pisang menggunakan bahan penunjang berupa bumbubumbu yang terdiri dari bawang putih, ketumbar, garam dan air yang berfungsi
sebagai penambah citarasa.
2.6.1. Bawang Putih
Bawang putih adalah yang berbentuk rumput berdaun panjang, kecil pipih
(tidak berlubang) seperti daun perai dan kelopak daunnya panjang.
Kegunaan bawang putih antara lain untuk bumbu masak, dan antibiotik.
Bawang putih mengandung lemak, protein, karbohidrat, vitamin B dan C serta
beberapa enzim (Sri, 1992) komposisi zat gizi bawang putih dapat di lihat pada
tabel 8.
Tabel 8. Komposisi Zat Gizi Bawang Putih Per 100 gram
Komponen
Nilai Gizi
Kalori (kal)
95
Protein (g)
4,5
Lemak (g)
0,2
Karbohidrat (g)
23,1
Kalsium (mg)
42
Fosfor (mg)
134
Besi (mg)
1,0
Vitamin B1 (mg)
0,22
Vitamin C (mg)
15
Air (g)
71,0
Sumber : Direktorat Gizi Dep. Kes RI, (2004)

17

2.6.2. Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum), konon berasal dari Eropa selatan. Bentuk
berupa biji-biji kecil sebesar 1 sampai 2 milimeter, mirip dengan biji lada tetapi
lebih kecil dan lebih gelap. Selain itu terasa tidak berisi dan lebih ringan dari lada.
Berbagai jenis masakan tradisional Indonesia kerap menggunakan bumbu
berupa biji berbentuk butiran beraroma keras yang dinamakan ketumbar. Dengan
tambahan bumbu tersebut, aroma masakan akan lebih nyata.
Ketumbar tidak hanya bijinya saja yang sering digunakan dalam masakan
tetapi daunnya juga yang seperti daun seledri itu sering diiris tipis dan dijadikan
taburan dalam masakan seperti sup dan salad khas Thailand. Di negara itu,
ketumbar di beri nama phak chee. Sama dengan bijinya daun ketumbar beraroma
tajam. Daunnya hijau dengan tepian bergerigi. Sedangkan, untuk bunga
majemuknya berbentuk payung bersusun berwarna putih dan merah muda. Untuk
buah, bentuknya bulat berwarna kuning bersusun, kalau matang buahnya mudah
di rontokan, setelah itu buahnya dikeringkan.
Biasanya, tumbuhan ini di tanam di kebun-kebun daerah dataran rendah dan
pegunungan. Seperti halnya seledri, tumbuhan ini hanya mencapai ketinggian satu
meter dari tanah (wikipedia, 2007).
2.6.3. Garam (NaCl)
Garam biasanya digunakan untuk bumbu dengan nama kimia natrium
klorida (NaCl). Penambahan garam pada kerupuk pisang ini berfungsi sebagai
menambah cita rasa pada kerupuk pisang.

18

Natrium klorida adalah komponen bahan pangan yang tak dapat diabaikan.
Pada konsentrasi yang rendah, zat ini memberikan sumbangan besar pada cita
rasa. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, garam menunjukkan kerja bakteriostatik
yang penting. Garam terdapat dimana-mana dan harganya murah. Garam yang
digunakan lebih baik adalah garam konsumsi beryodium (Desroiser., 1997).
Garam biasanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Jumlah garam yang
digunakan tergantung pada berbagai faktor, tetapi tergantung pada jenis tepung
yang dipakai. Tepung yang berkadar protein rendah biasanya banyak
membutuhkan garam. Sebab garam berpengaruh untuk memperkuat protein.
Faktor lain yang menentukan jumlah garam adalah resep atau formula yang
dipakai.
Garam adalah komponen bahan pangan yang penting, pada konsentrasi yang
rendah, garam memberikan cita rasa. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (A w)
dari bahan jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan satuan
metode yang bebas dari pengaruh racunnya.
Sifat garam adalah berbentuk kristal putih, stabil, mudah larut dalam air dan
terasa asin. Fungsi garam untuk menambah cita rasa, memperkuat aroma,
memperkuat adonan, dan memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir
(Bukcle, 1987).
Pengolahan bahan makanan yang dilakukan dengan pemberian garam NaCl
pada konsentrasi tinggi, dapat mencegah kerusakan bahan. Pada konsentrasi NaCl
sebesar 2 sampai 5% yang dikombinasikan pada suhu rendah atau suhu tinggi,
cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikofilik.
Mekanisme pengawetan NaCl adalah dengan memecahkan (plasmolisis)
membran sel mikroba, karena NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Di
samping itu, NaCl bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan
yang mengakibatkan aw dari bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat

19

mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah


pertumbuhannya (Furia, 1972).
Syarat mutu garam konsumsi beryodium menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-3556-2000) sesuai dengan Tabel 9.

Tabel 9. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium


No
Kriteria Uji
Satuan
1. Kadar Air (H2O)
% (b/b)
2.

Kadar NaCl (natrium klorida)

Persyaratan Mutu
Maks. 7

% (b/b) adbk

Min. 94,7

mg/kg

Min. 30

4.1 Timbal (Pb)

mg/kg

Maks. 10

4.2 Tembaga (Cu)

mg/kg

Maks. 10

4.3 Raksa (Hg)

mg/kg

Maks. 0,1

dihitung dari jumlah klorida (Cl-)


3.

Yodium dihitung sebagai Kalium


Yodat (KIO3)

4.

Cemaran logam :

5 Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,1
Sumber: Departemen Perindustrian, (1984)
Keterangan : b/b
= bobot/bobot
adbk = atas dasar bahan kering
2.6.4. Air
Air merupakan bahan yang paling penting karena air mempunyai proporsi
yang paling besar dan berpengaruh dalam penilaian mutu suatu produk. Kualitas
air untuk berbagai keperluan ditentukan berdasarkan sifat fisik, sifat kimiawi dan
sifat mikrobiologi. Sifat fisik yaitu tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
tidak keruh. Sifat kimiawi yaitu padatan dan gas yang terlarut, pH serta

20

kesadahan. Sedangkan untuk sifat mikrobiologi yaitu tidak mengandung


mikroorganisme terutama mikroorganisme pathogen (Sudarmadji, 1996).
Air merupakan bahan tambahan yang sangat penting bagi kehidupan umat
manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga
merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan (Winarno, 1997).
Kerupuk pisang dalam proses pembuatannya menggunakan air, air
mempunyai peranan yang sangat penting yaitu membantu terbentuknya proses
gelatinisasi, mengontrol kepadatan tekstur adonan, mengatur pemanasan atau
pendinginan adonan. Selain itu air juga berfungsi untuk melarutkan gula dan
garam.
2.7. Penggorengan
Proses penggorengan merupakan proses untuk memasak bahan pangan
denagan menggunakan lemak atau minyak pangan dalam wajan penggorengan.
Dalam proses penggorengan minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas,
penambah rasa gurih, penambah nilai kalori dan nilai gizi bahan pangan. Minyak
dalam proses penggorengan berfungsi sebagai medium penghantar panas,
penambah rasa gurih, dan menambah nilai gizi (kalori) dalam bahan pangan.
Minyak yang digunakan dalam penggorengan kerupuk menggunakan minyak
kelapa sawit (Winarno, 1984).
Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng yang
mengembang dan renyah. Pada proses penggorengan kerupuk, kerupuk mentah
terendam dalam minyak goreng. Kerupuk mentah mengalami pemanasan pada
suhu yang sangat tinggi, sehingga molekul air yang masih terperangkap pada

21

struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap yang mengembangkan


struktur tersebut. Pada proses penggorengan juga terjadi penyerapan minyak
kedalam kerupuk (Wiriano, 1984).

Menurut Kateren (1986), ada dua macam proses penggorengan yaitu :


1. Pan frying (proses gangsa), merupakan suatu cara menggoreng dimana bahan
pangan tidak sampai terendam dalam minyak. Suhu pemanasan umumnya lebih
rendah dari suhu pemanasan pada deep frying.
2. Deep frying (menggoreng merendam), merupakan suatu cara menggoreng
dimana bahan pangan terendam dalam minyak. Pada proses ini suhu minyak dapat
mencapai 200-250 C. Tetapi secara komersial biasanya bahan di goreng dengan
deep frying, pada suhu 163 sampai 178 C baik digunakan untuk menggoreng
kacang berbagai jenis keripik.
Selain penggorengan menggunakan minyak, beberapa jenis kerupuk
dimatangkan dengan cara penyangraian dalam pasir dan pemanggangan. Kerupuk
kemplang dimatangkan dengan cara penyangraian dengan menggunakan pasir
yang dicampur sedikit minyak goreng, penambahan minyak ditujukan agar pasir
tidak lengket dengan kerupuk dan kerupuk terlihat lebih mengkilat selain itu tidak
terasa kering ketika dikomsumsi. Pemanggangan dengan oven atau microwave
tidak memerlukan minyak goreng, sehingga dimanfaatkan oleh orang-orang yang
menghindari makanan yang berminyak, tetapi memerlukan biaya operasional yang
tinggi.

Anda mungkin juga menyukai