Anda di halaman 1dari 32

Anatomi Rambut

Rambut meupakan salah satu adneksa kulit yang terdapat pada seluruh tubuh kecuali telapak
tangan,telapak kaki,kuku,dan bibir. Jenis rambut pda manusia pada garis besarnya dapat
digolongkan dua jenis yaitu:
1. Rambut terminal, rambut kasar yang mengandung banyak pigmen. Terdapat dikepala,
alis,bulu mata,ketiak,dan genitalis eksterna.
2. Rambut velus, rambut halus sedikit mengandung pigmen,terdapat hampir diseluruh
tubuh.

Mulai dari sebelah luar, penampang rambut dapat dibagi atas:


1. Kutikula, yang terdiri atas lapisan keratin yang berguna untuk perlindungan terhadap
kekeringan dan pengaruh lain dari luar
1

2. Korteks, terdiri atas serabut polipeptida yang memanjang dan saling berdekatan.
Lapisan ini yang mengandung pigmen.
3. Medula, terdiri atas 3-4 lapis sel kubus yang berisi keratohialin, badan lemak, dan
rongga udara. Rambut velus tidak mempunyai medula.
Fisiologi pertumbuhan rambut
siklus pertumbuhan rambut

Siklus pertumbuhan folikel rambut adalah demikian. Sejak pertama kali terbentuk folikel
rambut mengalami siklus pertumbuhan yang berulang. Tidak seperti pada biri-biri folikel
rambut tersebut tidak aktif terus menerus, tetapi bergantian mengalami fase istirahat. Fase
pertumbuhan dan fase istirahat bervariasi berdasarkan umur dan regio tempat rambut tersebut
tumbuh dan juga dipengaruhi faktor fisiologis maupun patologis.
Siklus pertumbuhan yang normal adalah sebagai berikut:
1. Masa anagen
Adalah sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru mendorong sel-sel
yang lebih tua ke atas. Aktivitas ini lamanya antara 2-6 tahun.
2. Masa katagen
Adalah masa peralihan yang didahului oleh penebalan jaringan ikat disekitar folikel
rambut. Bagian tengah akar rambut menyempit dan bagian dibawahnya melebar dan
mengalami pertandukan sehingga terbentuk gada (club). Masa peralihan ini
berlangsung 2-3 minggu.
3. Masa telogen
Adalah masa telogen atau masa istirahat dimulai dengan memendeknya sel epitel dan
berbentuk tunas kecil yang membuat rambut baru sehingga rambut gada akan
terdorong keluar.
2

Lama masa anagen adalah berkisar 1000 hari, sedang masa telogen sekitar 100 hari sehingga
perbandingan rambut anagen dan telogen berkisar antara 9:1. Jumlah folikel rambut pada
kepala manusia sekitar 100.000, rambut pirang dan merh jumlahnya lebih sedikit dari rambut
hitam. Jumlah rambut yang rontok perhari 100 helai. Densitas folikel rambut pada bayi
1135/cm pada umur 30 puluhan, karena meluasnya permukaan kulit. Pada umur 50 tahunan
ada pengurangan/kerusakan beberapa folikel sehingga jumlah menjadi 485/cm. Untuk
mengetahui jumlah rambut anagen dan telogen diperiksa ratio rambut anagen terhadap
telogen yang disebut trikogram, sedikitnya 50 helai rambut harus dicabut dan diperiksa untuk
menghindari deviasi standar yang tinggi. Jumlah rambut anagen pada wanita + 85% dan lakilaki 83% dan jumlah rambut telogen pada wanita + 11% sedang pada laki-laki 15%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rambut
I.

II.

Keadaan fisiologik
1. Hormon
Hormon yang berperan adalah androgen,estrogen,tiroksin,dan kortikosteroid.
Masa pertumbuhan rambut 0,35 mm/hari, lebih cepat pada wanita daripada
pria. Hormon androgen dapat mempercepat pertumbuhan dan menebalkan
rambut di daerah janggut, tetapi pada kulit kepala penderita alopesia
androgenetik hormon androgen bahkan memperkecil diameter batang rambut
serta memperkecil waktu pertumbuhan rambut anagen. Pada wanita aktivitas
hormon androgen akan menyebabkan hirsutisme, sebaliknya hormon estrogen
dapat memperlambat pertumbuhan rambut, tetapi memperpanjang rambut.
2. Metabolisme
3. Nutrisi
Malnutrisi berpengaruh pada pertumbuhan rambut terutama malnutrisi protein
dan kalori. Pada keadaan ini rambut menjadi kering dan suram. Adanya
kehilangan pigmen setempat sehingga rambut tampak berbagai warna.
Kekurangan vitamin B12,asam folat, dan zat besi juga dapat menyebabkan
kerontokan rambut.
4. Vaskularisasi
Keadaan patologik
1. Peradangan sistemik atau setempat
Kuman lepra yang menyerang kulit akan menyebabkan kulit menjadi atrofi
dan folikel rambut rusak, akan terjadi kerontokan rambut pada alis mata dan
bulu mata (madarosis). Pada penyakit eritematosis sifilis stadium II dapat
menyebabkan rambut menipis secara tidak rata sehingga disebut moth eaten
appearance. Infeksi jamur di kulit kepala dan rambut akan menyebabkan
kerontokan, maupun kerusakan batang rambut.
2. Obat
Setiap obat menghalangi pembentukan batang rambut dapat menyebabkan
kerontokan, umumnya obat antineoplasma misalnya, bleomisin, endoksan,
vinkristin, dan obat antimitotik, misalnya kolkisin. Logam berat yang akan
terikat pada group sulfhidril dalam keratin antara lain talium, merkuri, dan
arsen.

I. Kelainan kebotakan Rambut


Alopesia
Anonimnya kebotakan.
Alopesia salah satu penyakit kulit yang masih merupakan masalah didalam
menentukan penyebab maupun cara mengobatinya. Alopesia dapat memberikan dampak
negatif terhadap penderita, baik secara fisik, psikologik maupun kosmetik.
Menurut mekanisme terjadinya, Alopesia dapat terjadi dengan atau tanpa disertai
pembentukan jaringan parut (sikatrikal dan non sikatrikal). Kelompok alopesia non sikatrikal
antara lain meliputi alopesia androgenik, alopesia areata, alopesia yang berhubungan dengan
proses sistemik, serta alopesia traumatik. Diantara alopesia-alopesia tersebut, alopesia areata
merupakan jenis yang sering dijumpai.
Tipe alopesia

Alopesia universalis adalah kebotakan yang mengenai seluruh rambut yang ada pada
tubuh.
Alopesia totalis adalah kebotakan yang mengenai seluruh rambut kepala .
Alopesia areata adalah kebotakan yang terjadi stempat-setempat dan bertbatas tegas,
umumnya terdapat pada kulit kepala, tetapi dapat juga mengenai daerah berambut
lainnya.
ALOPESIA AREATA
Alopesia areata adalah peradangan yang kronis, berulang dari rambut terminal, yang
ditandai oleh timbulnya satu atau lebih bercak kerontokan rambut pada scalp dan atau kulit
yang berambut terminal lainnya. Lesi pada umumnya berbentuk bulat atau lonjong dengan
batas tegas, permukaan licin tanpa adanya tanda-tanda atropi, skuamasi maupun sikatriks.

Gambar. Alopesia areata


4

Insidens
Prevalensi pada masyarakat umum di Amerika Serikat 0,1 0,2 %. Pada beberapa
laporan perbandingan insidens alopesia areata sama banyak antara pria dan wanita. Di Unit
Penyakit Kulit dan Ketamin RSCM Jakarta, dalam pengamatan selama 3 tahun (1983
1985) penderita rata-rata sebanyak 20 orang pertahun dengan perbandingan pria dan wanita
6 : 4. Umur termuda yang pernah dicatat adalah 6 tahun, dan yang tertua 59 tahun.22) Resiko
untuk terkena alopesia areata selama masa hidup adalah 1,7 %.
Etiologi
Belum diketahui , sering dihubungkan dengan adanya infeksi fokal, kelainan
endokrin, dan stres emosional. Alopsia areata telah dikenal sejak 20 abad yang lalu, namun
sampai saat ini penyebabnya yang pasti belum diketahui meskipun ada dugaan merupakan
respon auto imun.
Patogenesis
Pada alopesia areata masa fase telogen menjadi lebih pendek dan diganti dengan
pertumbuhan ramnbut anagen yang distrofik. Berbagai faktor dianggap mempengaruhi
terjadinya kelainan ini antara lain:
a. Genetik
Alopesia reata dapat diturunkan secara dominan autosomal pada 25% penderita.
Frekuensi alopesia areata yang diturunkan secara genetik adalah 10 50 %. Insidens tinggi
pada alopesia areata dengan onset dini 37 % pada umur 30 tahun dan 7,1 % pada onset lebih
dari 30 tahun. Dilaporkan terjadi pada kembar identik sebesar lebih dari 55 %. Beberapa gen
terangkai erat misalnya sistem genetik HLA (Human Leucocyte Antigen) yang berlokasi di
lengan pendek kromosom-6 membentuk MHC (Major Histocompatibility Complex).
Tiap gen pada sistem genetik HLA memiliki banyak varian (alel) yang berbeda satu
dengan yang lain. Kompleks HLA pada penderita alopesia areata diteliti karena banyaknya
hubungan penyakit-penyakit autoimun dengan peningkatan frekwensi antigen HLA. Pernah
diteliti hubungan alopesia areata kelas I (HLA-A, -B, -C0) dan HLA kelas ll (HLA-DR, -DQ,
-DP). Penelitian terbaru, ada hubungan alopesia areata dengan beberapa antigen kelas I
(HLA-A9, -B7, -B8, -B13, -B27) tapi belum dipastikan.
Beberapa tahun ini banyak terbukti hubungan alopesia areata dengan HLA kelas ll
(HLA-DR4, -DR5 subtipe DR4 dan DR11, -DQ3 subtipe DQ7 dan DQ8) alopesia areata
HLA-DRS berhubungan dengan bentuk alopesia areata onset dini dan alopesia areata dengan
hilangnya rambut yang luas. Pada alopesia areata terjadi peningkatan alel HLA- DQB1*0301
(DQ7), HLA-DQB*03 (DQ3 dan HLA-DRB1*110 4 (DR11). HLA-DBR1*03 (DQ3)
tampaknya merupakan marker HLA untuk semua bentuk alopesia areata.Alel HLADRB1*0401 (DR4) dan HLA-DRB1*0301 (DQ7) adalah marker untuk alopesia areata
5

totalis/universalis yang lebih berat. Pada Sindroma Down insiden alopesia areata sebanyak
60 dibandingkan dengan 1 pada populasi normal. Diduga ada keterlibatan gen pada
kromosom 21 yang menentukan kerentanan terhadap alopesia areata.
b.Stigmata atopi (faktor alergi)
Beberapa penelitian adanya hubungan antara alopesia areata dengan atopi, terutama
alopesia areata berat.Frekuensi penderita alopesia areata yang mempunyai stigmata atopis
ebesar 10 52 %. Kelainan yang sering dijumpai berupa asma bronkhial, rhinitis dan atau
dermatitis atopik.
c.Gangguan neurofisiologik dan emosional.
Pada alopesia areata telah dibuktikan dapat terjadi vasokonstriksi yang disebabkan
oleh gangguan saraf autonom, atau setelah tindakan ortodontik. Beberapa penelitian
mendapatkan bahwa stres mungkin merupakan faktor presipikasi pada beberapa kasus pada
alopesia areata.Pernah dilaporkan sebelum onset alopesia areata terjadi psikotrauma, stres
karena suatu peristiwa 6 bulan sebelum rambut gugur, prevalensi yang tinggi terjadinya
kelainan psikiatrif,a ktor psikologis, faktor situasi dalam rumah tangga. Sebaliknya ada
laporan bahwa stres tidak memegang peranan penting dalam patogenesis alopesia areata.
d. Gangguan organ ektodermal
Kerusakan kuku distropik dianggap berasosiasi dengan alopesia areata, demikian pula
timbulnya katarak tipe subkapsular posterior.
e.Kelainan endokrin
Beberapa penyakit endokrin antara lain gangguan fungsi kelenjar dan diabetes
melitus banyak dihubungan dengan alopesia areata. Tiroid, kelenjar yang paling sering
dijumpai kelainannya pada penderita alopesia areata, memberikan gambaran penyakit goiter.
Gangguan endokrin lainnya dapat berupa vitiligo dan kelainan gonad.
f.Faktor infeksi
Adanya laporan mengenai kemungkinan adanya infeksi Cytomegato virus (CMV)
pada alopesia areata.Infeksi HIVjuga berpotensi sebagai faktor pencetus terjadinya alopesia
areata. Tapi ada penyelidikan lain yang menyebutkan tidak ada hubungan bukti keterlibatan
virus / bakteri belum dapat disimpulkan.
g.Faktor nuerologi
Perubahan lokal pada sistem saraf perifer pada level papila dermis mungkin
memegang peranan pada evolusi alopesia areata karena sistem saraf perifer dapat
menyalurkan neuropeptida yang memodulasi proses inflamasi dan proliferasi. Teori ini
didukung oleh Hlordinsk dkk : ada penurunan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP) dan
Substansi P (SP) pada pasien alopesia areata. Neuro CGRP bekerja sebagai antiinflamasi
poten.Neuropeptida SP mampu menginduksi pertumbuhan rambut pada tikus.Pemberian
6

Capsaicin (yang dapat menyebabkan inflamasi neurogenik dan pelepasan SP) pada seluruh
kulit kepala pada 2 pasien alopesia areata dapat meningkatkan adanya SP pada saraf
perifolikular pasien alopesia areata dan menginduksi pertumbuhan rambut velus.
h.Faktor hormonal / kehamilan
Ketidakseimbangan hormonal pada kehamilan kadang-kadang dapat mencetuskan
terjadi alopesia areata (Sabaroud 1896, Sabaroud 1913).Banyak dilaporkan kasus alopesia
areata terjadi selama masa kehamilan.Alopesia areata pada keadaan ini pada umumnya
besifat sementara. Masa pubertas dan menopause juga berpotensi untuk kembalinya alopesia
areata.
i.Bahan kimia
Bahan-bahan kimia yang berpotensi untuk terjadinya alopesia areata adalah
acrylamide (Roselino, 1996), formaldehyde dan beberapa pestisida.
j.Perubahan musim
Tercatat beberapa orang dijumpai alopesia areata selama terjadi perubahan musim
yaitu selama musim winter dan bersifat sementara dan akan tumbuh kembali dalam musim
summer.
k.Trauma fisik.
l.Local skin injury.
m. Kelainan Imunologis (Lihat berbagai aspek imunologis)
alopesia areta merupakan penyakit autoimun. Pengaruh imunitas humoral ditunjukkan dengan
pemeriksaan imunofouresensi yang memperlihatkan adanya endapan C3, kadang-kadang ada
IgG dan IgM sepanjang membrana basalis.
Mekanisme Terjadinya Alopesia Areata
Kelainan yang terjadi pada alopesia areata dimulai oleh adanya rangsangan yang
menyebabkan folikel rambut setempat memasuki fase telogen lebih awal sehingga terjadi
pemendekan siklus rambut. Proses ini meluas, sedangkan sebagian rambut menetap di dalam
fase telogen. Rambut yang melanjutkan siklus akan membentuk rambut anagen baru yang
lebih pendek, lebih kurus, terletak lebih superfisial pada middermis dan berkembang hanya
sampai fase anagen lV. Selanjutnya sisa folikel anagen yang hipoplastik ini akan membentuk
jaringan sarung akar dalam, dan mempunyai struktur keratin seperti rambutyang rudimenter.
Beberapa ciri khas alopesia areata dapat dijumpai, misalnya berupa batang rambut
tidak berpigmen dengan diameter bervariasi, dan kadang-kadang tumbuh lebih menonjol ke
atas (rambut-rambut pendekyang bagian proksimalnya lebih tipis dibanding bagian distal
sehingga mudah dicabut), disebut exclamation-mark hairs atau exclamation point hal ini

merupakan tanda patognomonis pada alopesia areata. Bentuk lain berupa rambut kurus,
pendek dan berpigmen yang disebut black dots.
Lesi yang telah lama tidak mengakibatkan pengurangan jumlah folikel.Folikel anagen
terdapat di semua tempat walaupun terjadi perubahan rasio anagen : telogen. Folikel anagen
akan mengecil dengan sarung akar yang meruncing tetapi tetap terjadi diferensiasi korteks,
walaupun tanpa tanda keratinisasi. Rambut yang tumbuh lagi pada lesi biasanya didahului
oleh rambut velus yang kurang berpigmen.
Gambaran Klinis
Lesi alopesia areata stadium awal, paling sering ditandai oleh bercak kebotakan yang
bulat atau lonjong, berbatas tegas. Permukaan lesi tampak halus, licin, tanpa tanda-tanda
sikatriks, atrofi maupun skuamasi. Pada tepi lesi kadang- kadang tampak exclamation-mark
hairs yang mudah dicabut.Pada awalnya gambaran klinis alopesia areata berupa bercak
atipikal, kemudian menjadi bercak berbentuk bulat atau lonjong yang terbentuk karena
rontoknya rambut, kulit kepala tampak berwarna merah muda mengkilat, licin dan halus,
tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi maupun skuamasi. Kadang-kadang dapat disertai dengan
eritem ringan dan edema.Bila lesi telah mengenai seluruh atau hampir seluruh scalp disebut
alopesia totatis. Apabila alopesia totalis ditambah pula dengan alopesia dibagian badan lain
yang dalam keadaan normal berambut erminal disebut alopesia universalis.
Gambaran klinis spesifik lainnya adalah bentuk ophiasis yang biasanya terjadi pada
anak, berupa kerontokan rambut pada daerah occipital yang dapat meluas ke anterior dan
bilateral 1 2 inci di atas telinga, dan prognosisnya buruk. Gejala subjektif biasanya pasien
mengeluh gatal, nyeri, rasa terbakar atau parastesi seiring timbulnya lesi.

Ikeda (1965), setelah meneliti 1989 kasus, mengemukakan klasifikasi alopesia areata sebagai
berikut :
1. Tipe umum, meliput 83 % kasus diantara umur 20 40 tahun, dengan gambaran lesi
berupa bercak bercak bulat selama masa perjalanan penyakit. Penderita tidak
mempunyai riwayat stigmata atopi ataupun penyakit endokrin autonomik, lama sakit
biasanya kurang dari 3 tahun.
2. Tipe atopik, meliputi 10 % kasus, yang umumnya mempunyai stigmata atopi, atau
penyakitnya telah berlangsung lebih dari 10 tahun. Tipe ini dapat menetap atau
mengalami rekurensi pada musim-musim tertentu (perubahan musim).
3. Tipe kombinasi, meliput 5 % kasus, pada umur > 40 tahun dengan gambaran lesi-lesi
bulat, atau retikular. Penyakit endokrin autonomik yang terdapat pada penderita antara
lain berupa diabetes melitus dan kelainan tiroid.
4. Tipe prehipertensif, meliputi 4 % kasus, dengan riwayat hipertensi pada penderita
maupun keluarganya. Bentuk lesi biasanya retikular.1 Klasifikasi tersebut sangat
berguna untuk menjelaskan patogenesis dan meramalkan prognosis penyakit.

Pada beberapa penderita terjadi perubahan pigmentasi pada rambut di daerah yang akan
berkembang menjadi lesi, atau terjadi pertumbuhan rambut baru pada lesi atau pada rambut
terminal di sekitar lesi. Hal ini disebabkan oleh kerusakan keratinosit pada korteks yang
menimbulkan perubahan pada rambut fase anagen lll/IV dengan akibat kerusakan mekanisme
pigmentasi pada bulbus rambut.

Berbagai Aspek lmunologis Alopesia Areata


Ada laporan hubungan alopesia areata dengan kelainan autoimun yang klasik
terutama pada penyakit tiroid dan vitiligo. Penyakit tiroid pada alopesia areata 811,8%.
Pada populasi normal, hanya 2% ada peningkatan prevalensi antitiroid dan antibodi
mikrosomal tiroid pada pasien alopesia areata. Penderita alopesia areata memiliki insidens
vitiligo 4 kali lebih besar.Ada peningkatan antibodi sel parietal gastrik, antibodi antinuklear
dan antibodi anti otot polos pada serum penderita alopesia areata. Ada hubungan alopesia
areata dengan Anemia pernisiosa, Diabetes mellitus, Lupus ertitematosus, Myastenia gravis,
Reumatoid artritis, Rheumatik polimialgia, Kolitisu lseratif, Liken planus, Sindroma
endokrinopati Candida.

1. Aspek imunitas humoral


Penelitian terdahulu, gagal menunjukkan adanya antibodi khusus terhadap sel
epidermal atau folikel rambut pada pasien alopesia areata.Penelitian tranfer pasif serum
penderita alopesia areata tikus gagal menginhibisi pertumbuhan rambut graft. Tobin dkk
melaporkan bisa mendeteksi antibodi terhadap folikel rambut berpigmen melalui cara
Western blot pada serum seluruh penderita alopesia areata (100 %) dibanding hanya 44 %
pada kontrol. Juga terdapat level autoantibodi yang tinggi terhadap struktur folikel rambut
anagen penderita alopesia areata.
Respon antibodi terhadap folikel rambut pada alopesia areata terlihat heterogen
karena pasien yang berbeda akan membentuk pola pengembangan antibodi yang berbeda
pula. Struktur target yang paling sering adalah; lapisan luar akar rambut, matriks, lapisan
dalam akar rambut dan batang rambut.
Pada alopesia areata, dengan perkecualian terdapatnya autoantibodi organ spesifik di
dalam sirkulasi, tampaknya kelainan pada respons imunitas humoral tidak terlalu menonjol.
Nilai imunoglobulin (Ig) pada umumnya normal walaupun ada yang menjumpai sedikit di
bawah normal. Tetapi Safai dkk (1979) melaporkan peningkatan kadar IgM disertai
penurunan jumlah nilai komplemen hemolitit total. Peneliti lainnya menjumpai nilai
komponen-komponen komplemen (C3 dan C4) dalam batas-batas normal.
Pemeriksaan imunofluoreseni langsung pada lesi-lesi scalp yang dilakukan oleh
Bystryn dkk (1979) menunjukkan endapan C3 dan kadang kadang lgG dan lgM sepanjang
zona membran basalis folikel rambut pada 92 % kasus alopesia areata, dibandingkan hanya
21 % pada kasus male pattern alopecia. Pada 66,6 % kasus, endapan - endapan lgM dan C3
dijumpai pada ruang interselular sarung akar luar. Peneliti lain menjumpai endapan
9

endapan IgC, IgM dan C3 baik di zona membran basalis maupun di ruang interselular sarung
akar dalam. Data-data di atas menunjang peranan faktor imun di dalam patogenesis alopesia
areata. Tetapi beberapa peneliti tidak berhasil menjumpai endapan-endapan komplemen
maupun imunoglobulin.
Autoantibodi terhadap organ spesifik di dalam sirkulasi, dijumpai meningkat
fekuensinya pada 5 25 % penderita alopesia areata. Antibodi-antibodi tersebut adalah
terhadap tiroid, sel parietal gaster dan otot polos serta antinuklear.1 Tetapi beberapa penulis
tidak dapat membuktikan hubungan antara alopesia areata dengan autoantibodi organ
spesifik. Freidmen (1981) mengemukan tentang pentingnya umur, jenis kelamin dan beratnya
penyakit di dalam mengevaluasi frekuensi autoantibodi.Prevalensi antibodi antitiroid di
jumpai lebih tinggi pada wanita muda, dan wanita dengan antitiroid. Antibodi terhadap sel
parietal gaster meningkat bermakna hanya pada pria.
2. Aspek imunilas selular (Cell Mediated Irnunity)
Beberapa penelitian masih memberikan hasil yang di perdebatkan.Pada alopesia
areata jumlah T limfositnya berkurang atau normal, menurut Friedman : jumlah sel T
berkurang pada alopesia areata (dimana penurunnya berhubungan dengan keparahan
penyakit), terjadi kegagalan fungsi sel T helper dan perubahan jumlah sel T supresor. Sedikit
peningkatan sel T helper (CD4) dan penurunan jumlah sel supresor (CD8) menyebabkan
peningkatan rasio sel helper / sel supresor berhubungan dengan jumlah rambut yang gugur.
(1) Terapi yang berhasil dengan bahan-bahan imunomodulator seperti siklosporin oral dan
steroid sistemik juga mendukung patogenesis imun-mediated pada alopesia areata.
Gilhar dkk ; alopesia areata dapat diinduksi pada kulit kepala manusia yang
ditransplantasi dari tikus yang menderita imunodefisiensi kombinasi yang berat melalui
transfer autologus T limfosit terjadi gugurnya rambut, infiltrasi sel T perifolikuler serta
ekspresi HLA-DR dan ICAM-1 (lnter Cellular Adhesion Molecule-1) pada epitelium
folikular. Sel T yang tidak pernah dikultur dengan homogen folikular, tidak akan pernah
menginduksi alopesia areata. Induksi alopesia areata terjadi setelah diinjeksi dengan sel
CD8+ yang dikultur dengan homogen folikular, bukan oleh sel CD4+. Bukti yang
mendukung hipotesis bahwa alopesia areata merupakan penyakit autoimun organ spesifik
adalah bahwa alopesia areata ; memiliki kerentanan herediter, meningkatkan antibodi organ
spesifik, meningkatkan antibodi terhadap folikel rambut berpigmen, tingginya level
autoantibodi terhadap struktur multipel folikel rambut anagen pada pasien alopesia areata,
peningkatan rasio T helper / sel supresor, induksi alopesia areata melalui transfer T Iimfosit
terkultur dengan homogenitas folikuler.
Folikel rambut memiliki sistem imun yang berbeda dengan kulit sekitarnya yaitu
sistem imunnya terdiri dari T limfosit intrafolikular dan sel Langerhans dilapisan luar akar
bagian distal dan sel mast perifolikuler dan makrofag. Juga khas adanya ekspresi MHC
folikuler kelas Ia / Ib dan ICAM-1. Folikel rambut manusia bahkan bisa jadi reservoir sel
Langerhans. Epitel folikel rambut anagen proksimal memiliki kemampuan imun karena
lapisan dalam akar rambut dan matriks rambu tidak mengekspresikan molekul MHC kelas l
yaitu imun ini bisa hilang pada penderita alopesi areata.
10

Teori Paus ; ada keterlibatan regulasi antigen MHC yang meningkat dan atau yang
menurun dari imunosupresan yang diproduksi secara lokal (hormon melanosit stimulating,
adenocorticotropin dan transforming growth factor) akan menyebabkan sistem imun dapat
mengenali antigen di folikel rambut yang menyebabkan terjadinya onset alopesia areata.
Pengukuran sub populasi limfosit di dalam sirkulasi dilakukan melalui 2 tehnik yang
berbeda. Dengan menghitung proporsi sel T yang mempunyai reseptor Fc untuk lgG (sel Tg)
dan untuk lgM (sel Tm), Gu dkk (1981) melaporkan peningkatan prosentase sel T suppressor
(sel Tg) pada penderita alopesia areata. Sebaliknya, peneliti lain menjumpai penurunan sel Tg
itu. Hasil hasil yang berheda ini tergantung kepada perbedaan aktivitas penyakit, sebab
terbukti bahwa penuruan fungsi sel T suppressor hanya terjadi pada penderota yang secara
klinis penyakitnya masih aktif.
Dengan mempergunakan tekhnik antibodi monoklonal, aktivitas T suppressor pada alopesis
areata dapat dijumpai meningkat, menurun, atau normal. Untuk memperbandingkan
penelitian-penelitian dengan mempergunakan antibodi monoklonal dengan yang
mempergunakan perhitungan reseptor Fc ternyata sulit, karena terdapat disosiasi antara
subset-subset sel T yang dijelaskan oleh kedua metode di atas. Usaha untuk membuktikan
adanya respons limfosit terhadap antigen yang berkaitan dengan rambut juga belum berhasil.
Bukti lain yang menunjang peranan sistem imunitas selular terhadap patogenesis
alopesia areata, yaitu penemuan histopatologik berupa infiltrat limfositik (sel T) di sekeliling
folikel rambut penderita.
Gambaran Histopatologis
Gambaran spesifik pada alopesia areata berupa miniaturisasi struktur rambut, baik
pada fase awal rambut anagen maupun pada rambut telogen yang distrofik.Struktur fase awal
rambut anagen biasanya dominan pada lesi baru, sedangkan struktur rambut telogen yang
distrofik di jumpai pada stadium lanjut. Struktur fase awal rambut anagen tampak mengecil,
bulbusnya terletak hanya sekitar 2 mm di bawah permukaan kulit.
Proses keratinisasi rambut tersebut di dalam folikel berlangsung tidak sempurna.
Sarung akar dalam rambut biasanya tetap ada.Struktur rambut telogen distrofik tidak
mengandung batang rambut atau hanya berupa rambut distrofik yang kecil. Folikel rambut
akan berpindah ke dermis bagian atas. Kelenjar sebasea dapat tetap normal atau mengalami
atrofi. Terjadi infiltrasi limfosit pada dermis di sekeliling struktu rambut miniatur.Pada kasus
kronik jumlah infiltrat peradangan berkurang, dapat terjadi invasi sel radang ke matriks
bulbus dan sarung akar luar fase awal rambut anagen. Infiltrat peradangan tampak tersusun
longgar menyerupai gambaran sarang lebah.
Diagnosis
Diagnosis Alopesia areata berdasarkan gambaran insfeksi klinis atas pola mosaik
alopesia atau alopesia yang secara klinis berkembang progresisf.Didukung adanya
trikodistrofi, efluvium anagen, atau telogen yang luas, dan perubahan pada gambaran
histopatologi. Pada stadium akut ditemukan distrofi rambut anagen yang disertai rambut
11

tanda seru (exclamation mark hair) pada bagian proksimal, sedangkan pada stadium kronik
akan didapatkan peningkatan jumlah rambut telogen. Perubahan lain meliputi berkurangnya
diameter serabut rambut, miniaturisasi, pigmentasi yang tidak teratur. Tes menarik rambut
pada bagian tepi lesi yang positif menunjukkan keaktifan penyakit.

Gambar. Akar rambut yang bentuknya seperti tanda seru (exclamation point hair)
Biopsi pada tempat yang terserang menunjukkan peradangan limfostik peribulbar
pada sekitar folikel anagen atau katagen disertai meningkatnya eosinofil atau sel mast.
Diagnosis Banding
Gambaran klinis alopesia areata yang berbentuk khas, bulat berbatas tegas, biasanya
tidak memberikan kesulitan untuk menegakkan diagnosisnya. Secara mikroskopi, hal tersebut
diperkuat oleh adanya rambut distrofik dan exclamation-mark hairs. Pada keadaan tertentu
gambaran seperti alopesia areata dapat dijumpai pada lupus eritematosus diskoid,
dermatofitosis, trikotilomania atau sifilis stadium ll, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang lebih lanjut.Masa awitan alopesia areata yang cepat dan difus sulit dibedakan
secara klinis dari alopesia pasca febris dan gangguan siklus rambut lainnya, kecuali bila
dijumpai rambut distrofik. Sikatriks pada lesi alopesia areata yang kronik dapat pula terjadi
oleh karena berbagai manipulasi sehingga perlu dilakukan pemeriksaan biopsi kulit.

12

Terapi
Perjalanan penyakit alopesia areata dan rekurensi tidak dapat diramalkan yang
mengalamri emisis pontan sebelumnya, sehingga evaluasi pengobatan menjadi sulit.Pada
umumnya sulit untuk mengobati alopesia areata yang berat, sehingga masih tetap dicari jenis
dan sistem pengobatan baru yang diharapkan memberi hasil yang lebih baik.
Jenis - Jenis Terapi Topikal
Formula Helsinki
Merupakan penemuan Dr. Screck Purola dkk, yang kemudian dibuat formulasi berupa
pengobatan topikal yang terdiri dari sampo, kondisioner, dan tablet vitamin dikenal dengan
nama formula Helsinki. Kondisionet terdiri atas air yang telah dimurnikan ; polysorbate
60, biotin, niasin, metil-paraben, dan pewangi natural. Sampo terdiri atas bahan-bahan yang
telah disebutkan tadi ditambah dengan wheat germ oil, vitamin, protein, dan bahan pembersih
lainnya. Menurut Dr. Schreck Purola cara kerja formula Helsinki bagi kerontokan rambut
terdapat pada bahan polysorbate yang dapat menghapus kolestero berlebihan dari membran
sel di kepala dan membantu pembelahan sehingga memberi kemungkinan rambut tumbuh
kembali. Namun data-data dari penelitian mengenai formula ini tidak lengkap.
Pilo Genic's Biotin Products
Berupa krim yang menurut Dr. Settel berisi bahan yang unik (secret ingredient) yang
dapat membuat krim berpenetrasi kedalam sel sel darifolikel rambut secara langsung
sehingga dapat mengurangi kerontokan. Anita Young, presiden dari Pilo-Genic Research
Associafes lnc , menyatakan bahwa produk- produk ini diformulasi untuk mengontrol
kerontokan rambut yang berlebihan dan merangsang rambut yang tumbuh yang folikelnya
mengalami miniaturisasi ke mbali. Data-data penelitian berkaitan dengan ini masih
dipertanyakan.
Larutan berisi progesteron
Menurut Dr. Orentreich progesteron dalam bentuk larutan dengan kadar 2 4 %. Pada
pria hanya 1 cc 2 x sehari pada daerah kebotakan, untuk menghindari efek feminisasi. Bagi
wanita diberi dosis yang lebih kecil (< 2 %) untuk mencegah gangguan menstruasi.
Pemakaian progesteron bagi kerontokan rambut selain secara topikal dapat juga dilakukan
dengan suntikan ke dalam kulit kepala. Terdapat kemungkinan progesteron bersaing dengan
5-alfareduktase, yang dapat menurunkan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan mengubah
keseimbangan hormonal dalam folikel, sehingga mengakibatkan berkurangnya rambut yang
rontok.

Kortikosteroid topikaI
Merupakan imunosupresor yang nonspesifik yaitu kortikosteroid kelas ll (Clobatasol
propionate) dalam bentuk larutan dengan cara pemakaian: 2 x 1 ml/hari dioles pada seluruh
kepala. Lama pengobatan 3 4 bulan. Terapi dikurangi secara bertahap bila alopesia
membaik. Pada Triple therapy digunakan kortikosteroid potensi tinggi dalam bentuk krim,
13

yang dipakai 30 menit sesudah pengolesan dengan larutan minoxidil, disertai dengan
penyuntikan kortikosteroid 1 x sebulan. Bila tidak ada perbaikan maka dapat dialihkan pada
Shorf contact anthralin therapy. Dalam suatu penelitian digunakan flucinolone acetonide
cream 0,2 % dua kali sehari, 61 % menunjukkan hasil adanya respon. Pada penelitian
selanjutnya dengan menggunakan topikal desoximetasone (Topicort) cream dua kali sehari
selama 12 minggu, secara statistik pertumbuhan rambut tidak bermakna dibandingkan dengan
placebo. Pada penggunaan topikal korticosteroid potensi tinggi selama 3 bulan berlurut-turut
memberikan hasil yang lebih baik. Topikal betametasone dipropionactere cream 0,05 % dua
kali sehari dapat digunakan.
Oleh karena alopesia areata, salah satu diantara penyebab kerontokan rambut
dianggap diperantarai oleh reaksi imun, maka secara khusus kita dapat memakai steroid
secara topikal maupun intralesi. Kortikosteroiid ini dapat juga dikombinasi dengan antralin
atau minoxidil.Kontra indikasi adalah hipersensitivitas bahan tersebut, infeksi kulit oleh
virus atau jamur. Efek samping dari obat ini adalah untuk terapi jangka panjang akan
menekan fungsi adrenal, folikulitis, telangiektasi dan atropi lokal, pruritus, kulit kering dan
rasa terbakar. Tidak pernah dilaporkan efek sistemik.

Terapi topikal dengan bahan- bahan iritan


Antralin
Pada dasarnya suatu irritant treatment bagi alopesia areata bekerja dengan ;
memutuskan pertumbuhan sel yang normal dan diferensiasi sel-sel didalam kulit yang
mengakibatkan kerusakan fisis dan akan merangsang sistem imun untuk bereaksi dan
membatasan kerusakan kulit. Suatu kontak dermatitis induser adalah bahan kimia yang mana
sistem imun alergik terhadapnya.Tidak punya kerja langsung pada sel sel kulit.Dipercaya
bahwa iritan dan kontak dermatitisinduser y ang bekerja sebagai suatu kompetisi antigenik
(persaingan /konkurensi).Antralin merangsang pertumbuhan rambut kembali oleh sifat-sifat
iritannya. Kemungkinan bahrwa mediator-mediator yang berlainan memegang peranan yang
dominan pada dermatitis yang dicetuskan oleh antralin.
Sitokin yang terlibat pada perbaian dari pertumbuhan rambut adalah lL1b yang
menunjukkan duksi yang luar biasa sesudah pengobatan antralin dan Tumor Necrosis Factor
lnterferon , akan menurun sesudah pengobatan dengan antralin.
Antralin merupakan bahan topikal yang paling banyak dipakai di antara bahah-bahan
iritan lainnya untuk pengobatan alopesia areata. Dengan short contact anthralin therapy
digunakan krim antralin 1-3 %, dioleskan pada daerah kebotakan hanya untuk beberapa jam
sampai terjadi iritasi kulit kemudian dicuci dengan air dan sabun, pemakaian ini dilakukan
selama 6 bulan. Dikombinasikan dengan pengolesan larutan minoxidil 5 % 2 x
sehari.Efektivitas minoxidil bisa dipercepat dengan antralin.
Antralin secara topikal dapat merangsang pertumbuhan kembali rambut oleh sifat
sifat iritannya. Terdapat kemungkinan bahwa berbagai mediator yang berlainan dapat
memegang peranan dominan pada dermatitis yang dicetuskan oleh folikuler langsung oleh
ada bukti mengenai efek stimulasi menyebabkan suatu dermatitis iritatif yang ringan
14

mengubah fungsi imun kulit setempat yang terlibat. Terapi kombinasi dengan antralin 0.5 %
dan minoxidil 5 % memberi respons kosmetik sebesar 11 % dalam waktu 6 bulan. Respons
ini dipertahankan setelah terapi diteruskan selama 84 minggu. Pertumbuhan kembali rambut
terjadi pada minggu ke-12. Hasil yang diperoleh dengan terapi kombinasi lebih baik daripada
pemakaian obat secara tunggal. Jadi terapi kombinasi dengan memakai obat-obat dengan
mekanisme kerja yang berlainan dapat menghasilkan suatu efek sinergistik dan dengan
demikian menghasilkan efektivitas kosmetik yang lebih tinggi.
Obat topikal yang bekerja langsung pada folikel rambut.
Minoxidil (2,4-diamino 6 piperidinopyrimidine-3-oxide) Mekanisme kerja minoxidil
untuk merangsang pertumbuhan rambut tidak diketahui, meskipunbukti-bukti yang muncul
menunjukkan adanya kemungkinan efek folikuler yang langsung (mitogenic effect) dan
periferal vasolidator yang poten. Minoxidil mempunyai efek mitosis secara langsung pada sel
epidermis dan memperpanjang kemampuan hidup keratinosid.Juga diduga bahwa mekanisme
kerja dihubungkan dengan hambatan masuknya kalsium ke dalam sel. Masuknya kalsium
dalam sel secara normal dapat meningkatkan faktor pertumbuhan epidermis (EGFs), yang
menghambat pertumbuhan rambut.
Alergi terhadap minoxidil dapat dipastikan dengan melakukan uji tempel dengan larutan
minoxidil komersil dan propilen glikol yang diencerkan. Apabila hasil kedua uji tempel
adalah positif (+), maka propilen glikol merupakan penyebab utama dermatitis kontak
alergika (DKA) ini. Dengan demikian dapat dipakai campuran larutan minoxidil yang bebas
propilen glikol, dengan efektivitas sebaik larutan terdahulu. Minoxidil 5 % harus dioleskan 2
x sehari untuk jangka waktu 2-3 bulan sebelum terjadi peningkatan jumlah rambut.Apabila
obat dihentikan maka rambut kembali hilang dalam waktu 6 bulan.Pertumbuhan rambut dapat
dilihat paling cepat 2 bulan sampai 1 tahun sesudah terapi dengan 5 % minoxidil. Pemberian
topikal tidak efektif pada alopesia totalis tau alopesia universalis. Kombinasi minoxidil 5 %
dengan antralin dioleskan dua kali sehari dapat mempercepat efektifitasnya.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa kombinasi minoxidil dengan asam retinoat topikal
dapat meningkatkan absorpsi minoxidil perkutan sehingga jumlah minoxidil yang mencapai
folikel juga meningkat, dapat meningkatkan diferensiasi folikel dan pembentukan dermal
vessel, meningkatkan kecepatan pertumbuhan rambut, memperpanjang fase anagen, merubah
rambut velus menjadi rambut terminal, dengan cara bekerja secara sinergis dengan minoxidil.
Iritasi pada pemakaian tretinoin secara topikal merupakan efek samping yang dapat dikontrol
pada banyak subyek dan suatu true contact alergy terhadap tertinoin topikal jarang
terjadi.Kebanyakan pasien tidak menganggap iritasi sebagai suatu masalah.
Kombinasi minoxidil 5 %, asam azelaik dan betametason (Xandrox) dikenal dengan
formulasi Dr. Lee. Pasien-pasien yang memakai Xandrox dianjurkan diperiksa secara
periodik bagi kemungkinan adanya HPA (Hipotalamus Pituitary Adrenal axis) axis
suppression dengan urinary free cortisol test dan ACTH StimuIarion test .
Pemakaian bahan sensitisers topikal

15

Adanya mekanisme auto-imun tidak perlu berarti adanya suatu penyakit


autoimun.Disekitar lesi dari folikel rambut pada alopesia areata adalah CD4+ dan CDs+
limfosit. Sel-sel ini kemungkinan kandidat alternatif untuk menjadi pencetus dari alopesia
areata. Apabila penyakit auto-imun terjadi pada organ Iain, jaringan sepenuhnya rusak.Tetapi
hal ini tidak terjadi pada alopesia areata. Secara klinis efek-efek dari iritan hampir sama
dengan
contact sensitizing chemical dengan induksi dari suatu inflamatory dermatitis yang
merupakan gejala kunci.
lmuno terapi topikal berkaitan dengan induksi dan maintenance dari dermatitis
kontak alergi pada daerah kebotakan untuk merangsang pertumbuhan rambut rambut
kembali. Perubahan dalam respon imun setempat berperan besar. Alergi kontak sensitisasi
akan merubah perbandingan peribulbar T4 : T8 dari 4 : 1 menjadi 1 : 1 (kompetisi antigenik
yang menghambat reaksi auto imun).6 Pada awalnya dipakai dinitroklorobenzen (DNCB),
terapi kemudian dihentikan setelah diketahui bahwa bahan ini bersifat mutagenik dalam test
Ames. Squaric acid dibutyl esfer (SADBE) yang negatif pada test Ames (non mutagenic
tetapi larutannya tidak stabil). Sensitiser yang kini paling banyak dipakai adalah
diphencyprone (DCPC) yang non-mutagenik, tetapi sensitif terhadap degradasi sinar ultra
ungu.
Sensitiser topikal ini dipakai pada terapi atopesia areata.Diphencyprone dioleskan1 x
seminggu selama 20 24 minggu.Apabila tidak ada respons hingga 24 minggu maka
imunoterapi topikal ini dihentikan.Aplikasi berulang - ulang bahan sensitisers secara topikal
dapat mencetuskan pertumbuhan kembali rambut di kepala pada 50 % - 90 % pasien yang
diterapi. Sensitisasi
kontak alergik dapat menyebabkan persaingan antigenik yang
menghambat berbagai reaksi auto-imun. Terapi dengan allergic contactants memerlukan
waktu yang lama (berbulan bulan) menyebabkan efek samping seperti pruritis, adenopati,
eritema multiforme, vitiligo, dan kemungkinan terjadinya reaksi autosensitisasi yang dapat
membahayakan pasien.
Kontra indikasi pada yang hipersensitivitas, anafilaksis, ibu hamil dan menyusui. Sedangkan
efek samping dapat limfadenopati servikal, perubahan-perubahan pigmentasi, erupsi mirip
eritema multiforme dan urtikaria.

Lmunosupresor / imunomodulator yang spesfik


Siklosporin

Topikal dapat bermanfaat pada beberapa pasien dengan alopesia areata akan tetapi daya
induksi dari suatu kelainan limfoproliferatif dan kanker kulit membatasi cara pemakaian ini.
Pada suatu penelitian digunakan siklosporin 5 % dan 10 % solution 2 kali seharis elama 4
12 bulan tidak menunjukkan pertumbuhan (24 pasien) sedangkan 3 pasien menunjukkan
pertumbuhan rambut velus dengan larutan 10 %.
Siklosporin menghambat aktivasi sel T penolong (T4 limfosit) yang dapat patogenik pada
alopesia areata. Suatu percobaan dengan siklosporin 6 mg/kg/hari peroral selama 3 bulan
16

menyebabkan pertumbuhan rambut kembali pada 50 % pasien, namun kerontokan rambut


terjadi lagi setelah obat dihentikan. Tidak terdapat respons yang menguntungkan dengan
pemakaian siklosporin topikal.
Kontra indikasi hipersensitivitas, hipertensi, karsinoma. Jangan diberikan bersama PUVA
atau UVB pada psoriasis karena akan dapat rneningkatkan karsinoma. Rifampicin,
fenobarbital, isoniasid, karbamasepin, fenitoin dapat menurunkan konsentrasi siklosporin.
Azithromycin, itraconazole, ketoconazole, fluconazole, erithromycin, acyclovir, amphotericin
B dan grape fruit juice dapat meningkatkan toksisitas siklosporin.

Foto kemo terapi


Inflammatory cells didalam kulit mudah rusak oleh sinar UV. Psoralen membantu
memperbaiki efektivitas dari sinar UV dalam menghancurkan sel sel peradangan kulit.
Dengan psoralen misalnya metoksalen, trioksalen dan sinar ultra ungu-A (PUVA),
menyebabkan rambut tumbuh kembali. Diberi 3 hari dalam seminggu dengan dosis 0,6 0,8
ml/kg p.o, 1 2 jam sebelum dipapar dengan UVA. Dapat diberi secara topikal. Namun cara
ini dapat meningkatkan risiko terjadinya photodamaged dan kanker kulit, sehingga
pemakaiannya dibatasi.
Photochemotherapy (PUVA) dalam jangka waktu lama dapat mencetuskan pertumbuhan
rambut kepala dan tubuh pada 70 % pasien yang diterapi.Pertumbuhan kembali nampaknya
berkaitan dengan jumlah energi yang dihasilkan. Respons awal dilihat setelah pemakaian 85
120 J/m2/hari.
Khusus bagi pasien pasien dengan alopesia areata, University of British Columbia
Hair Research and Treatment Centre, 1998, membuat protokol pengobatan pada orang
dewasa, sebagai berikut :
- Kerontokan rambut < 50 %
a. Tanpa terapi
b. Penyuntikan triamisinolon asetonid intralesi
c. Larutan minoxidil 5 %
d. Kombinasi larutan minoxidil 5 % dengan kortikosteroid topikal potensi tinggi.
e. Kombinasi larutan minoxidin 5 % dan antralin.
f. lmunoterapsie cara topikal apabila berbagai cara tersebut di atas tidak menolong.
- Kerontokan rambut 50 %
a. Lmunoterapi secara topikal dengan diphencyprone (DPCP)
b. Larutan minoxidil 5 % dan kortikosteroid topikal potensi tinggi.
17

c. Larutan minoxidil 5 % dan antralin.


d. PUVA.
e. Kortikosteroid sistemik.
Pengobatan alternatif

Aloe vera Punya daya menyejukkan dan anti peradangan


Daun seledri (apium graviolen-L)
Kelapa hijau (cocos nucifera-L)
Poison Ivy Suatu potentcontact sensitizing chemical.
Melatonin Suatu neuro-hormon yang bersifat imunosupresif.
Sinar ,atahari Menurunkan sel sel imun didalam kulit
Heat treatment
Asprin poultice
Mustard seed (capsicum poutice)
Dimethyl sulfoxide (DMSO)
Evening primrose oil (EPO), omega 6 essential fatty acid (EFA)
Flax seed oil, lin seed oil, fish oil (omega 3 fatty acid) 6,14,20
Aroma therapy 6

Massase dengan minyak esensial setiap hari untuk waktu 7 bulan.


Pengobatan experimental
- Tacrolimus (FK 506)
Suatu imunosupressive agen untuk menstimullasi pertumbuhan rambut pada CD1

Jenis Jenis Terapi Sistemik

Penggunaan obat sistemik untuk mengobati kerontokan rambut biasanya digunakan untuk
alopesia areata adalah :Golongan imunomodulator ; kortikoteroid, isoprinosin dan siklosporin

Kortikosteroid
Penggunaan sterois sistemik pada pengobatan alopesia areata masih kontroversial.Angka
pertumbuhamn rambut besarnta bervariasi (27 89%) dan hal ini sulit untuk dibandingkan
karena dosis pemberian yang digunakan dalam beberapa penelitian berbeda.Tidak ada
kesepatan resmi berkaitan dengan pemakaian dosis steroid sistemik.Kortikosteroid yang
sering digunakan adalah prednison dengan dosis dan lama pemberian selang sehari dengan
dosis 80 120 mg/hari selama antara 8 42 bulan atau dosis denyut 300 mg yang diberikan
sebanyak 4 kali dengan interval 4 minggu.
Kekambuhan dapat terjadi dan waktunya bervariasi antara 6 - 15 bulan sesudah prednison
dihentikan.Triamsinolon asetat 40 - 80 mg/hari IM, 1 - 6 kali/minggu selama 4,5 - 18 bulan
dilaporkan memberikan hasil baik pada 11 pasien, relaps terjadi 4 - 9 minggu setelah
18

penghentin obat. Friedli, dkk melaporkan pemakaian metil prednisolon yang diberikan s cara
intravena dalam dosis denyut 250 mg/hari, selama 3 hari pada bulan ke 1,3,6 dan ke 12.
Kekambuhan terjadi pada sebagian pasien, waktunya antara 3 -12 bulan seteIah obat
dihentikan .

lsoprinosin
lsoprinosin berfungsi meningkatkan jumlah dan fungsi limfosit T, serta meningkatkan
fungsi fagositosis, juga menurunkan kadar autoantibody yang sering didapatkan pada
alopesia areata, alopesia totalis atau alopesia universalis, yaitu nuclear antibody, smooth
muscle antibody, striated muscle antibody, serta epidermal dan atau gastric parietal cell
antibody. Dosis yang digunakan adalah 50 mg/kgBB/hari, dengan dosis maksimal antara 3 - 5
g sehari. Lama pemberian bervariasi, berkisar antara 20 minggu sampai 6 bulan. Dosis yang
diberikan biasanya tidak menetap, tetapi diturunkan setelah minggu ke 3 sampai minggu ke8.
Tidak semua pasien memberi respon memuaskan dan pada alopesia totalis dan universalis
kekambuhan terjadi antara 2 minggu sampai 5 bulan setelah obat dihentikan, sementara pada
alopesia areata lebih dari 1 tahun. Sabardi, dkk melaporkan kasus alopesia areata pada anak
yang diobati isoprinosin dengan dosis masing- masing 2 x 400 mg/hari dan 4 x 250
mg/hari.Dosis diturunkan setelah 2 bulan menjadi 2 kali / minggu dan dilanjutkan sampai 6
bulan. Efek samping penggunaan isoprinosin yang paling sering adalah peningkatan ringan
asam urat serum, nausea, dan skin rash. Sedangkan kontra indikasinya adalah penderita gout,
urolitiasis, dan disfungi ginjal.
Siklosporin
Siklosporin memiliki efek menghambat infiltrasi imunitas ke dalam dan sekitar folikel
rambut, menghambat ekspresi HLA DR di epitel folikel, ekspresi ICAM-1, sel T CD4, CD8,
dan sel Langerhans di folikel rambut, serta menurunkan rasio CD4/CD8. Gupta,dkk
(melaporkan pemberian siklosporin dengan dosis 6 mg/kg/hari selama12
minggu.
Pertumbuhan rambut mulai terjadi antara minggu ke 2 - 4, sedangkan kesembuhan
didapatkan tiga bulan setelah obat dihentikan. Penulis lain melaporkan pemberian
siklosporin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari dan prednison 5 mg/hari. Dosis siklosporin
diturunkan 1mg/gBB/hari setelah 10 minggu dan setelah itu 0,5 mg/kgBB/hari tiap 6 minggu.
Total lama pemberian siklosporin 24 minggu dan prednison dihentikan 1 bulan sesudah
siklosporin dihentikan. Efek samping sillosporin adalah sakit kepala, fatigue, diare,
hiperplasia ginggiva, flushing dan myalgia serta peningkatan ureum dan kreatinin serum.
Golongan fototerapi PUVA dan Psoralen
Foto terapi untuk alopesia areata, totalis, dan universalis dengan menggunakan psoralen
+ UVA (PUVA).PUVA dapat mempengaruhi populasi limfosit di kulit dan dalam
sirkulasi.Pada alopesia areata diduga menyebabkan perubahan respon imun melalui
mekanisme yang kompleks yang menyebabkan bulbus rambut terbebas dari serangan reaksi
imun.Secara umum, PUVA mempunyai peran sebagai imunosupresif pada kulit. PUVA
19

dapat menunkan jumlah sel - T, kebanyakan seI CD3+, CD4+ dan CD8+.Juga menurunkan
jumlah reseptor interleukin (IL-2). Walaupun tidak menurunkan jumlah sel Langerhans,
PUVA menurunkan ekspresi pembentukan imumnojistokemia, jadi dapat menurunkan
presentasi antigen. Claudy,dkk melaporkan pemberian metoksalen dengan dosis 10 mg untuk
yang berat badannya 25 kg sampai 60 mg untuk yang berat badannya > 90 kg, diberikan 2
jam sebelum radiasi PUVA ke seluruh badan. Frekuensi radiasi 3 x/minggu dengan energi 88,5 J/cm2 setiap beberapa kali penyinaran5. Dosis radiasi ditingkatkan 1 J/cm2 setiap
beberapa kali penyinaran dan rerata radiasi keseluruhan adalah 505 J/cm2.
Kekambuhan terjadi antara 8 bulan sampai 2 tahun setelah penghentian terjadi. Para
peneliti lain menggunakan dosis metosalen yang bervariasi, misalnya 10 mg/hari untuk yang
berberat badan < 30 kg sampai 60 mg/haru intuk yang berat badannya > 90 kg atau 0,6m
g/kgBB, semua diberikan 2 jam sebelum radiasi. Dosis awal radiasi 1J/cm2 dan ditingkatkan
sampai dengan 9 J/cm2.
Golongan vitamin dan mineral
Vitamin
terutama
digunakan
pada
keadaan
defisiensi
vitamin
yang
bersangkutan.Kerontokan r mbut dan alopesia dapat merupakan salah satu gejala defisiensi
beberapa jenis vitamin, misalnya B-12, biotin, dan vitamin D. untuk keadaan tersebut
suplemen vitamin yang bersangkutan dapat menghilangkan semua gejala defisiensi, termasuk
gejala kerontokan rambut dan alopesia. Vitamin B12 diberikan dengan dosis1 mg/minggu lM
pada bulan pertama, yang dilanjutkandengan 1 mg/bulan, perbaikan terjadi setelah1 tahun.
Sedangkan biotin diberikan dengan dosis 150 mg/hari yang memberikan perbaikan setelah 1
minggu, dan vitamin D dengan dosis 00 400 lU/hari.
Vitamin B6 yang diberikan secara lM setiap hari selama 20-30 hari memberikan
perbaikan pada wanita dengan alopesia difusa atau efluvium telogen, dosis pemberian
tersebut dapat diulangi dengan interval 6 bulan.Pemberian vitamin E dosis tinggi padapasien
keganasan yang mendapat sitostatik doksorubsin ternyata tidak dapat mencegah terjadinya
kerontokan rambut pada pasien- asien tersebut.2l
Beberapa analisa dilaporkan konsentrasi Zinc pada serum darah pasien alopesia areata
menurun. Zinc sulfat dapat digunakan pada beberapa pengobatan alopesia areata.

lnterferon

Interferon 2 (1,5 million lU) 3 kali seminggu selama 3 minggu.

Dapsone

Dosis 50 mg 2 kali sehari digunakan selama 6 bulan.

Jenis - Jenis Terapi Lain


Cryothterapy

20

Bekerja menstimulasi pertumbuhan rambut pada alopesia areata. Pada satu penelitian
pada anak dan dewasa terjadi pertumbuhan rambut kembali pada lebih dari 60 % dari area
alopesia areata pada 70 dari 72 pasien yang diteliti.
Dermatography
Pada 1986 oleh Van Der Vender telah dimulai penelitian dengan Japanese tattoing
Technique
untuk aplikasinya. Metode ini terus berkembang dan sejak 1990 disebut
dermatography.
Prognosis
Progresivitas alopesia areata tidak dapat diprediksi.Beberapa pasien hanya menderita
kehilangan rambut sedikit, tetapi ada juga yang banyak. Umumnya pertumbuhan akan normal
kembali dalam 1 tahun tanpa pengobatan, tetapi bila tidak terjadi perbaikan dapat terjadi
kebotakan yang lebih luas.
Male Pattern Alopecia (Alopesia androgenika)
Sinonim
Male pattern baldness,common baldness.
Gejala klinis
Timbul pada akhir umur 20 atau 30tahun, rambut rontok secara bertahap dimulai dari bagian
verteks dan frontal. Garis rambut anterior menjadi mundur dan dahi menjadi terlihat lebar.
Puncak kepala menjadi botak. Beberapa varian bentuk kerontokan rambut dapat terjadi, tetapi
yang tersering adalah resesi bagian frontoparietal dan verteks menjadi botak.
Folikel membentuk rambut yang lebih halus dan berwarna lebih muda sampai
akhirnya sama sekali tidak terbentuk rambut terminal. Rambut velus tetap terbentuk
menggantika rambut terminal. Bagian parietal dan oksipital menipis. Penyebabnya ialah
berbagai faktor herediter yang dominan dan naiknya konsentrasi androgen ekstra gonadal di
kulit kepala.
Bila pasangan suami istri sama-sama menderita , maka semua anak laki-laki dan
setengah jumlah anak wanita akan mengalami hal yang sama.
Hamilton membaginya menjadi 8 tipe:

Tipe I
: rambut masih penuh
Tipe II
: tampak pengurangan rambut pada kedua bagian temporal ; pada tipe I
belum terlihat alopesia
Tipe III
: border line
Tipe IV
: pengurangan rambut daerah frontotemporal, disertai pengurangan
rambut bagian midfrontal.
Tipe V: tipe IV yang menjadi lebih berat
21

Tipe VI
Tipe VII
Tipe VIII

: seluruh kelainan menjadi satu.


: alopesia luas dibatasi pita rambut jarang.
: alopesia frontotemporal menjadi satu dengan bagian verteks.

Pada wanita tidak dijumpai tipe VI sampai dengan VIII, kebotakan pada wanita tampak
tipis dan disebut female pattern baldness.
Alopesia prematur
Sering terjadi pada laki-laki muda umur duapuluhan. Sering disertai dermatitis seboroika
yang berat. Umumnya prognosisnya buruk.
Etiologi
Tidak diketahui. Umumnya merupakan penyakit keturunan dan hormonal, sering
bergantung pada rangsangan hormon androgen. Pada sida-sida (eunuchs) tidak pernah
timbul alopesia ini, bila dilakukan kastrasi sebelum atau semasa adolesens. Bila kepada
mereka diberikan pengobatan dengan androgen, maka kebotakan akan timbul. Ada
korelasi antara herediter, androgen, dan faktor usia.
Patogenesis
Terpusat pada fase telogen yang bertambah panjang dan fase anagen yang memendek.
Makin pendek fase anagen makin pendek pertumbuhan rambut.

22

Pengobatan
Sampai saat ini tidak ada pengobatan untuk mempertahankan pertumbuhan rambut .
pengobatan untuk dermatitis seboroika dapat diberikan. Trasplantasi rambut dapat
diberikan. Transplantasi rambut dari bagian oksipital kebagian garis rambut anterior
pernah dilakukan dan memberikan penyembuhan sementara.
Male pattern Alopecia pada wanita( alopesia androgenika pada wanita)
Pada wanita perjalanan penyakitnya sama, kerontokan rambut wanita temporal lebih
sedikit daripada pria dan lebih banyak pada daerah verteks. Diduga bila kedua orangtua
mempunyai alopesia androgenika, maka seluruh anak laki-laki dan sebagian
anakperempuan akan mengalami nasib yang sama. Pada wanita yang demikian jangan
diberikan obat kontrasepsi yang mengandung progesteron dominan. Menurut SMITH dan
WELIS, male pattern alopecia dapat terjadi pada wanita homozigot dan pria heterozigot.
Kerontokan rambut juga dapat terjadi secara difus mulai dari puncak kepala.
Rambutnya menjadi tipis dan suram. Sering disertai rasa terbakar dan gatal. Keadaan ini
berlangsung dalam jangka lama. Etiologinya diangap sebagai kelebihan androgen,
meskipun demikian umumnya kadar testosteron yang beredar tidak meninggi. Kerontokan
ini disebut female pattern baldness.
Pengobatan secara empiris. Pemberianestrogen-ekuin (premarin) dalam bentuk losio
secara topikalmenurunkan jumlah rambut yag rontok. Aplikasi ini sedikit mungkin jangan
sampai menyebabkan reaksi sistemik. Losio yang mengandung kortikosteroid juga
berguna. Sebaiknya keadaan umum penderita diperbaiki.
Bentuk Alopesia Yang Lain
Kerontokan rambut yang sempurna maupun sebagian, dapat bervariasi dan disebabkan
oleh banyak faktor.
Alopesia liminaris (alopesia marginalis)
Kerontokan rambut di sekeliling tepi kulit kepala yang berambut. Sering pada wanita
negro yang mengikat rambutnya erat-erat atau karena alat pengering rambut yang
merusak batang rambut.
Trikotilomania
Karena radiasi yang berlebihan (radiodermatitis kronik) atau epilasi dengan menggunakan
sinar X pada pengobatan tinea kapitis; alopesia karena tekanan, misalnya pada bayi yang
berbaring pada satu sikap.
Alopesia karena sisir panas
Pad wanita negro yang ingin meluruskan rambutnya.
23

Alopesia karena tarikan (alopesia traksi)


Pada model rambut yang memerlukan tarikan atau kebiasaan memilim-milin rambut
dengan jari. Alat pengeriting dan pita rambut dapat menimbulkan alopesia.
Ofiasis
Bentuk alopesia areta yang berkonfluensi, kebotakan terjadi pada pelipis, oksipital dan
parietal.
Alopesia perinevi
Dinyatakan oleh QUIROGA dan PECOPARO, alopesia areta disekitar nevus pigmentosus
di kepala.
Alopesia sifilitika
Pada sifilis stadium II dapat terjadi kerontokan rambut. Disebut sebagai alopesia difusa,
bersifat difus dan tak khas, terjadi pada sifilis stadium II dini. Bentuk yang lain ialah
alopesia areolaris yang terjadi pada sifilis stadium II lanjut. Kerontokan terjadi stempatsetempat, tampak sebagai bercak-bercak yang ditumbuhi oleh rambut-rambut tipis,
seolah-olah seperti digigingengat (moth eaten appearance). Penyebabnya dalah adanya
roseola atau papul, akar rambut dirusak oleh traponema, yang dapat juga terjadi pada alis
mata lateral dan janggut.
Alopesia seboroik
Merupakan terminologi lama yang berarti kerontokan rambut disertai ketombe, kulit
kepala yang berminyak, dan dermatitis seboroik. Pengobatan langsung terhadap
dermatitis seboroik.
Alopesi musinosa
Terdapat pada kulit kepala dan daerah dagu karena perubahan musim sel epitel folikel
sebasea. Sering disertai limfoma.
Alopesia akibat radang
Sering terlihat pada liken simpleks kronik, lupus eritematosus diskoid, liken planus, dan
keroin.
Tinea kapitis
Sering terdapat k alopesia yang multiple. Rambut putus tepat diatas kulit kepala. Infeksi
M.canis dan M.audouini menimbulkan fluoresensi pada lampu Wood, sedang infeksi
dengan Ttonsurans tidak.
Alopesia karena kelainan endokrin

24

Pada hipotiroid ranbut menjadi kasar, kering dan jarang. Pada hipertiroid rambut menjadi
sangat halus dan jarang. Rambut rontok juga terdapat pada hipoparatiroid dan diabetes
melitus.
Sering kerontokan rambut dihubungkan dengan pemakaian pil antihamil. CORMIa
melaporkan lima kasus alopesia setelah pemakaian pil antihamil,terdapat male pattern
alopecia selama makan pil dan efuvium telogen setelah pil dihentikan. Estrogen dapat
merangsang pertumbuhan rambut, sebaliknya androgen menghambat.
Alopesia karena obat
Bantuan ini sering tampak karena penggunaan kemoterapetika pada kanker, misalnya
antimetabolit (azatioprin, metotreksat), zat-zat alkil (siklofosfamid, klorambusil), dan
obat penghambat mitosis, juga bahan kimia yang lain seperti talium dan asam borat.
Alopesia karena stres
Setelah stres emosional yang berat atau penyakit akut dapat timbul alopesia.
Alopesia kongenital
Dapat total atau sebagian. Biasanya disertai defek ektodermal lainnya, misalnya pada
gigi,tulang, dan kukui. Rambut tumbuh lambat, jarang, dan berwarna muda.
Pseudopelade Brocq
Sinonim
Alopesia sikatrisata
Etiologi
Belum diketahui, rupanya karena radang.
Gejala klimis
Adanya kebotakan disertai kerusakan folikel rambut, sehingga tampak sebagai bercak
parut multiple yang bulat, lonjong, atau tak teratur. Ukurannya numular dan berwarna
merah muda dengan permukaan yang berkilat sperti permukaan kulit bawah. Alopesia ini
bersifat m dan progresif.
Histopatologi
Reaksi inflamasi disekitar folikel dan perivaskuler, atrofi epidermis, dan fibrosis tampak
pada dermis.
Diagnosis banding
Penyakit ini sukar dibedakan dngan alopesia karena folikulitis supuratif, lupus
eritematosus, dan skleroderma.
25

Pengobatan
Iniltrasi triamsinolon asetonoid 2,5 mg/ml Dengan interval 6-8 minggu.
II. Kerontoka rambut (efluvium)
Definisi
Kerontokan rambut adalah kehilangan rambut yang berkisar lebih kurang 120 helai
perhari. Dapat terjadi difus atau setempat(lokal). Kelainan setempat dapat berupa unifokal
atau multifokal. Bila kerontokan ini berlanjut dapat terjadi kebotakan (alopesia).
Gejala klinis
Dikaji atas adanya kerusakan dari folikel rambut (permanen) atau hanya karena gangguan
pertumbuhan rambut sementara (nonpormanen).
Kerontokan rambut
1. difus
a. Efluvium telogen
b. Efluvium anagen
c. Efluvium androgenika pada wanita
d. kelainan batang rambut
2. setempat (fokal)
a. karena infeksi
b. karena trauma
c. kerusakan batang rambut
d. alopesia androgenika pada pria
Efluvium Telogen
Adanya kerontokan rambut yang terlalu cepat dan terlalu banyak pada folikel rambut
yang normal. Rambut rontok ini umumnya karena adanya rangsangan yang mempercepat
fase anagen menjadi fase telogen, dan biasanya memakan waktu lama sehinga mengenai
50% jumlah rambut seluruhnya. Kerontokan rambut ini disadari oleh penderita sebelum
terjadi gejala kebotakan. Kerontokan rambut diberi istilah efluvium.
Normal hitung telogen ialah 5 sampai 23 % dan untuk mendiagnosis efluvium telogen
maka htung telogen harus diatas 25%.

26

Kerontokan rambut sehari-hari yang normal dipengaruhi faktor usia, ras,seks dan faktor
genetika.. kerontokan rambut normal biasanya berkisar 120 helai rambut dan pada
efluvium telogen antara 120 sampai lebih dari 400. Terbentuk rambut baru dalam fase
anagen yang mendorong rambut lama.
Perubahan histipatologik tidak ada. Folikel kebanyakn dalam fase anagen. Ada
beberapa bentuk efluvium telogen menurut penyebabnya.
Efluvium telogen pascapartum
Biasanya ditemukan 2-5 bulan setelah melahirkan, terlihat pada sepertiga anterior kulit
kepala, walaupun ada yang difus. Hitung telogen berkisar antara 24-46% dan kerontokan
ini akan berlangsung 2-6 bulan kemudian. Pertumbuhan rambut yang normal akan
berlangsung kembali.
Efluvium telogen pascanatal
Biasanya pada bayi sejak lahir berumur empat bulan dan akan tumbuh kembali pada umur
6 bulan. Alopesia yang terbentuk mengikuti distribusi male pattern alopecia. Hitung
telogen berkisar 64-87%.
Efluvium telogen psikik
Kerontokan rambut secara tiba-tiba dapat terjadi setelah syok psikis/stres mental, dan
menetap lama dan sering berulang.
Efluvium pascafebris akut
Biasanya setelah penyakit yang disertai panas yang tinggi, diatas 39 derajat celcius,
misalnya pneumonia, atau tifus, dan kerontokan terjadi 2-3 bulan setelah sakit. Hitung
telogen diatas 50%. Penyebab lain efluvium telogen ialah seteleh pengobatan dengan
heparin dan penyakit kronik., seperti leukemia, limfoma maligna,tuberkulosis, dan
malnutrisi.
Efluvium Anagen
Efluvium anagen umumnya terjadi setelah pengobatan kemoterapi untuk karsinoma,
misalnya antimetabolik, alkylating agents dan obat penghambat mitosis. Bila diberikan
dalam dosis tinggi akan terjadi kerontokan rambut anagen dalam 1-2 minggu.
Pemeriksaan histopatologik memperlihatkan folikel yang menipis dan berkerut sehingga
rambut terpisah.
Bila pengobatan dihentikan, maka aktivitas folikel kembali normal dalam beberapa
minggu. Obat penghambat mitosis hanya menghentikan reproduksi sel matriks.
III. Kelainan Bentuk dan Warna Rambut
Kelainan rambut juga dapat menyebabkan kerontokan rambut.

27

a. Trikoreksis Nodosa
sinonim
penyakit mutiara.
Etiologi
Kerusakan ini dapat terjadi karena sebab mekanis, misalnya sikat rambut yang berujung
keras atau termis yaitu suhu panas kimiawi. Kelainan ini juga didapat pada orang neurosis
yang sering menggosok-gosok rambut.
Gejala klinis
Di rambut pada jarak-jarak tertentu terlihat bintik-bintik putih. Ditempat tersebut korteks
rambut hancur dan terbelah, pada pemeriksaan mikroskopik terlihat seperti dua ujung
sapu bersambung. Rambut pada tempat tersebut mudah terputus.
Pengobatan
Dengan pengguntingan rambut dan menghilangkan kausanya.
b. Moniletriks
sinonim
Beaded hair, moniliform hair.
Etiologi
Herediter, dominan autosomal.
Gejala klinis
Kelainan kongenital ini tampak pada anak berusia beberapa bulan. Pada rambut terdapat
bagian yang melebar dan bagian yang lebih tipis seperti kumparan yang diselingi segmensegmen yang atrofi. Medula pada bagian yang melebar banyak berisi udara sehingga
rambut mudah patah, akibatnya kepala tertutup rambut-rambut yang pendek. Penyakit ini
biasanya disertai keratosis pilaris.
c. Trikoptilosis
sinonim
Fragilitus cianum
Gejala klinis
Ujung-ujung rambut terbelah secara memanjang. Terjadi karena gangguan gizi, akibat
suhu panas, bahan kimia, atau rangsang mekanis.

28

d. Trikolasia
pada keadaan ini rambut mudah patah karena zat tanduk mengalami kemunduran dalam
kualitas.
e. Pili anulati
sinonim
Ringed hair,leukotrikia anularis.
Etiologi
Herediter
Gejala klinis
Rambut berwarna gelap dan pucat berselang-seling yang disebakan karena refleks cahaya
yang berbeda dari ruang berudara dalam korteks dan medula. Pertumbuhan rambut
normal.
f. Pili torti (twisted hair)
rambut terpilin sepanjang poros panjang rambut, batang rambut dapat berputar 90 derajat,
180 derajat,dan 360 derajat sehingga terlihat seperti spiral. Biasanya pada bayi dan anakanak. Batang rambut terlihat menipis dan menebal berwarna pucat atau tua. Penyakit ini
diturunkan secara dominan autosomal.
g. Trikoreksi invaginata
Dikenal sebagai bamboo hair. Kelianan rambut yang ditandai dengan intususepsi batang
rambut.
h. Kinking Hair
Adanya kelainan rambut yang abnormal, yakni kinking (berlekuk) dan twisting
(berputar) terutama pada daerah temporal dan meluas kearah parietal dan frontal, rambut
tampak seperti wol.
i. Trikonodosis
sinonim
Hair Knots.
Gejala klinis
Pada rambut terdapat simpul-simpul terutama pada rambut keriting, diduga simpul terjadi
karena gesekan kepala dengan bantal.
Diagnosis banding
29

Dibedakan dengan trikoreksia nodosa dan pedikulosis kapitis


j. Kanitis
sinonim
Gray hair,poliosis,perubahan warna rambut menjadi puih (uban)
Etiologi
Berkurang atau menghilangnya pigmen melanin dalam korteks rambut, ad penyakit yang
mempercepat tumbuhnya uban, yaitu anemia pernisiosa dan penyakit addison. Terlalu
cepat tumbuhnya uban yang biasanya terjadi disekitar umur empatpuluhan dapat
merupakan kelainan herediter. Rambut kumis dan janggut biasanya berubah warna
sebelum rambut dahi, badan, dan kaki. Perubahan ini ireversibel. Ada dua bentuk kanitis.
1. kanitis bawaan
Timbul sejak lahir, sering hanya meliputi seikat rambut saja. Pada penderita albino
dapat mengenai seluruh rambut kepala. Sering mengenai penyakit vitiligo.
2. kanitis didapat , dapat dibagi :
a. kanitis senilis
berubahnya warna rambut karena usia lanjut, pada usia lanjut seluruh proses
biologik menurun termasuk aktivitas melanosis dalam korteks rambut.
b. kanitis prematur
perubahan warna rambut yang dimulai pada usia muda, sering merupakan
penyakit herediter.

c. kanitis areata
perubahan rambut menjadi uban hanya pada satu daerah saja, sering menyertai
alopesia areta.
IV. Kelainan kelebatan rambut
a. Hipertrikosis
penambahan jumalah rambut pada tempat-tempat yang biasanya juga
ditumbuhi rambut. Dapat merupakan kelainan bawaan, dapat juga karena obat-obat.
Hipertrikosis setempat dapat terjadi setelah pemakaian salap kortikosteroid atau
adanya tekanan setempat yang terus menerus.
b. Hirsuisme
30

pertumbuhan rambut yang berlebihan pada wanita dan anak-anak pada tempat
yang merupakan tanda seks sekunder, misalnya: kumis, janggut dan cambang. Dapat
disebabkan oleh obat yang mengandung hormon dan kelainan endokrin.
c. Hipotrikosis dan atrikosis kongenital
bayi lahir dengan rambut velus yang normal,tetapi setelah rontok ternyata
rambut terminal tidak tumbuh dan tetap berupa rambut velus. Bila seluruh tubuh sama
sekali tidak ditumbuhi rambut, memang tidak berbentuk folikel rambut sejak lahir.

31

Daftar Pustaka

1.

Dawber RPR, Berker, D,Wojnarowska. F, Disorders of Hair, In


Champion RH et al eds. Rook, Wilkinsons, Ebling Textbook of
Dermatology : in form volumes 6th

ed oxford, Black Well Science

Ltd,1998, 2869- 931.


2. Rook, A;Dawber,R. Discase of the hair and scalp. (Black Well
Scientific Publication,Oxford,Melborne,1982)
3. Olsen,E.A: Disorders of hair growth. Diagnosis and treatment. Olsen
E.A, (Mc Graw-Hill nc,1994)
4. Sawaya ME, Biochemistry and Control ofHair Growth, ln Arndt KA et
al eds, Cutaneus Medicine and Surgery an Integrated Program in
Dermatology

; in

two

volumes, Philadelphia

WB Saunders

Company,1996, 1245 - 67.


5. Skin and Hair Biology ; www.keratin.com
6. Olgen A.E. Hair Disorders. in. Fitzpatrick TB, et al eds. Dermatology in
General Medicine 5th ed. New York : MC Graw Hill lnc,' l999 : 729
46

32

Anda mungkin juga menyukai