Anda di halaman 1dari 64

I.

Dasar umum Farmakologi


Perkembangan sejarah Obat.
Obat adalah semua zat baik kimiawi, hewani
maupun nabati yang dalam dosis layak
dapat menyembuhkan, meringankan atau
mencegah penyakit atau gejalagejalanya.
Obat nabati digunakan sebagai rebusan atau
ekstrak dengan aktivitas dan efek yang
berbeda tergntung dari asalnya tanaman
dan cara pembuatannya.

Definisi-definisi
Farmakologi atau ilmu khasiat Obat,
adalah ilmu yang mempelajari
pengetahuan Obat dalam seluruh
aspeknya, yaitu sifat-sifat kimiawi dan
fisikanya, kegiatan fisiologinya , resorpsi
dan nasibnya dalam organisme hidup
Farmakologi klinik menyelidiki semua
interaksi ini antara obat dan khususnya
tubuh manusia, serta penggunaannya
pada pengobatan penyakit.

Ilmu khasiat Obat mencakup


beberapa bagian ilmu lainnya yaitu
:

Farmakognosi, mempelajari pengetahuan Obatobatan yang berasal


dari tumbuh-tumbuhan dan
zat aktifnya bagitu juga yang berasal dari mineral dan
hewan
Bio Farmasi menyelidiki pengaruh formulasi terhadap
efek terapi yang optimal atau dalam bentuk sediaan
apa obat harus dibuat agar mendapatkan efek yang
optimal.
Farmakokinetika menyelidiki nasib Obat mulai dari
saat pemberiannya , bagaiman absorpsi dari usus,
transport dalam darah dan istribusinya ke tempat
kerjanya dan kejaringan-jaringan lain.

Farmakodinamik mempelajari kegiatan obat


terhadap organisme hidup, terutama cara dan
mekanismekerjanya , reaksi fisiologis dan efek
terpetiknya singkat nya Farmakodinamik
adalah efek yang diberikan oleh obat terhadap
tubuh.
efek terpetiknya singkat nya Farmakodinamik
adalah efek yang diberikan oleh obat terhadap
tubuh.
Farmakoterapi, mempelajari penggunaan
obat untuk mengobati penyakit. Penggunan ini
didasarkan atas pengetahuan tentang
hubungan antara khasiat obat dan sifat-sifat
fisiologi atai mikrobiologi dari penyakit.

Obat yang digunakan dalam terapi


dapat dibagi dalam 4 (empat)
golongan besar yaitu :

Obat Farmakodinamik, yang bekerja


terhadap tuan rumah dengan jalan
mempercepat atau memperlambat
proses-proses fisiologi atau fungsi-fungsi
biokimiawi dalam tubuh. Misalnya
hormon-hormon, diuretika, hipnotika dan
obat-obat otonom.

Obat kemoterapetik, Obat ini dpat


membunuh parasit dan kuman didalam
tubuh tuan rumah , misalnya Antibiotika,
Obat malaria, Obat cacing dan Kanker
Obat Diagnostik, Obat pembantu untuk
menegakkan dianosa suatu penyakit
misalnya untuk saluran lambung usus
(barium sulfat) saluran empedu asam iod
organik.
Obat tradisional, obat yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan atau hewan yang
diolah secara sederhana.

Farmakope dan Nama Obat


Farmakope Indonesia adalah buku resmi yang
ditetapkan hukum dan memuat standarisasi
Obat-obat penting serta persyaratanya tentang
identitas kadar kemurnian begitu pula metoda
analisanya.. Farmakope Indonsia yang terbaru
adalah Farmakope indonesia edisi IV (1996)
Nama Obat terdiri dari 3 (tiga) macam yaitu
nama paten atau spesialite adalah nama yang
sudah mendapat hak paten untuk perusahaan
yang memproduksinya , yang kedua nama
generik dan ketiga nama kimia .

N-(5-Sulfonil-1,3,4 tiadiazol 2-il)Diasetamide = Asetazolamide = Diamox


Asam N-2,3-xililantranilat = Asam
mefenamat = Ponstan = Mefinal
9-[(2-Hidroksietoksi)metil] metil guanina =
asiklovir = Zovirax = Scannovir
Etil p-aminobenzoat = benzokain
1H-Pirazolol[3,4 d)pirimidin-4-ol =
Alopurinol = Zyloric
8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolol4,3-
[1,4] benzodiazepin = Alprazolam

Undang-undang dibidang
Farmasi
Undang-undang pokok kesehatan No. 23 tahun 1990
mengatur tentang Pokok-pokok Kesehatan , sedangkan
khusus tetang obat-obatan diatur dalam beberapa UU,
yairu, Ordonansi Obat bius,
Obat Keras ditandai dengan lingkaran berwarna merah
dengan logo K yaitu Obat-obatan yang hanya bisa
dibeli dengan resep dokter di Apotik
Obat bebas ditandai dengan lingkaran hijau boleh dibeli
secara bebas dan dijual secara bebas di toko apapun.
Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkatan biru
hanya dapat dibeli di toko Obat berijin.

BAB. 2. ASPEK ASPEK


BIOFARMASI
Sebelum obat yang diberikan pada pasien
tiba pada tujuannya dalam tubuh , yaitu
tempat kerjanya , Obat harus mengalami
banyak proses.
Dalam garis besarnya Proses-proses ini
dibagi dalam 3 (tiga) tingkat yaitu Fase
Biofarmasi, fase Farmkokinetik dan fase
Farmakodinamik

Efek obat tidak tergantung semata-mata pada


fator farmakologi melainkan juga pada bentuk
sediaan dan terutama formulasinya.
Faktor-faktor formulas yang dapat merubh efek
obat dalam tubuh adalah
bentuk fisik zat aktif ( amorf atau kristal dan
kehalusannya)
keadaan kimiawi (ester, garam kompleks )
zat-zat pembantu dalam proses pembuatan (zat
pengisi, pelekat, pelicin, pelindung )
proses teknik yang digunakan untuk membuat sediaan

Farmaceutical availability
Farmaceutical availability (FA) merupakan
ukuran untuk bagian obat yang dilepaskan
dari bentuk pemberiannya dan tersedia
untuk prosess resorpsi. Misalnya tablet,
kapsul serbuk, suppossitoria dan
sebagainya.
Tablet pecah granul zat aktif larut

jelaslah dari uraian diatas bahwa obat tersebut


bila diberikan sebagai larutan (cairan atau sirop)
akan mencapai keadaan FA dalam waktu yang
jauh lebih pendek, karena tidak usah melalui fase
desintegrasi dari tablet, granul serta fase melarut.
Kehalusan serbuk , obat yang bebentuk kristal
harus digiling sehalus mungkin agar
mempercepat melarutnya dalam getah usus
untuk dapat diresorpsi secara cepat, telah
dibuktikan bahwa obat yang sangat halus dengan
ukuran 1 5 mikron menghasilkan kadar darah 2
-3 kali lebih tinggi.

Zat-zat pembantu, zat pengikat (pada tablet) dan


zat pengental (suapensi) seperti gom, gelatin
dan tajin memperlambat terlarutnya obat
sedangkan zat-zat desintegrasi (berbagai jenis
tepung) justru mempercepatnya.
Keadaan kimiawi, telah dibuktikan bahwa zat-zat
hidrat yang mengandung air kristal dalam
molekulnya lebih lambat diresorpsi daripada zatzat yang tanpa air kristal, misalnya Ampisilin
trihidrat (penbritin) dibandingkan denga Ampisilin
anhidrat (Amfipen) Hormon kelmin yang terurai
oleh getah lambung diberikan peroral dalam
bentuk esternya.

Suppossitoria, pengaruh zat pembantu


oleum cacao sebaiknya digunakan untuk
suppositria Aminofilin, Obat rematik
Indometasin dan Obat tidur Kloral hidrat
sebaiknya menggunakan basis carbowax

Biological availability.
Adalah prosentase obat yang diresorpsi tubuh
dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia
untuk melakukan efek terapinya . Biasanya efek
ini baru mulai terlihat sesudah obat melalui
sistem pembuluh darah (sistemis).
Pada tahun-tahunterakhir telah dilakukan
percobaan-percobaan untuk menentukan kadar
obat dalam air liur lebih mudah dan sederhana
daripada dalam plasma darah. Ternyata
sejumlah obat terdapat korelasi antara kadar
dalam air liur dan kadar dalam plasma darah.

Sebaliknya FA (Farmaceutical Availability)


dapat dilakukan in vitro di laboratorium
dengan mengukur kecepatan larutnya zat
aktif dengan menggunakan dissolution
tester. Farmakope Indonesia mensyaratkan
waktu hancur tablet tidak boleh lebih dari
15 menit sedangkan kapsul tidak boleh
lebih dari 20menit.

Cara-cara pemberian.
Disamping faktor formulasi juga cara
pemberian obat turut menentukan cepat
atau lambatnya resorpsi obat , tergantung
dari efek yang diinginkan yaitu efek
sistemis (diseluruh tubuh) atau efek lokal
( stempat). Dari keadaan pasien dan sifatsifat fisiko-kimia obat dapat dipilih
berbagai cara pemberin :

A. Efek sistemis.

Oral, pemberian obat melalui mulut


(secara per oral) adalah cara yang paling
lazim, karena sangat praktis, mudah dan
aman, namun tidak semua obat dapat
diberikan per oral, misalnya obat yang
bersifat merangsang (emetin) atau yang
mudah teruarai oleh getah lambung
(insulin,Oksitosin,pepsin).

Sublingual, Obat dikunyah halus kemudin di


taruh dibawah lidah,resorpsi oleh selaput lendir
setempat ke vena-vena dibawah lidah yang
sangat banyak. Keuntungan dengan cara ini
obat langsung masuk kedalam peredaran
darah besar tanpa melalui hati lebih dahulu.
Contoh obat-obat jantung nitrogliserin, iso
prenalin (asma), ergotamin (migrain)
Injeksi, pemberian obat secara parenteral
( berarti diluar usus) biasanya dipilih bila efek
yang cepat kuat yang dikehendaki, begitu pula
bila pasien tidak sadar atau tidak dapat diajak
bekerja sama. Keberatannya adalah lebih
mahal dan nyeri

Ada beberapa macam pemberian secara


parenteral yaitu , Sub cutan
(hipodermal), Intra muskular (i.m) , Intra
vena (i.v) , Intra arteri (i.a), Intra cutan
(i.c), Intra lumbal (kedalam ruang
pinggang).
Implantasi sub cutan, obat dalam bentuk
pelet steril dimasukkan dibawah kulit
dengan suatu alat khusus (Trocar),
terutama digunakan untuk efek sistemis
yang lama ( Obat KB ).

Rektal, pemberian obat melalui rektum


(dubur) biasanya dalam bentuk
suppositoria, kadang-kadang sebagai
cairan (klisma)

B. Efek lokal.
Intra nasal, melalui hidung , digunakan tetes
hidung pada selesma untuk menciutkn
mukosa hidung yng bengkak.
Inhalasi, larutan obat yang isemprotkan
kedalam mulut dengan alat aerosol, resorpsi
terjadi oleh mukosa mulu, tenggorokan dan
saluran napas.
Mukosa mata dan telinga, Obat mata dalam
bentuk tetes mata atau salep mata atau
tetes telinga.

Intra vaginal, untuk mengobati scara lokal


gangguan vagina, tersedi dalam bentuk
tablet (ovula) dimasukkan kedalam vagina
dan melarut disitu.
Kulit (topikal), pada penyakit-penyakit kulit
obat disediakan dalam bentuk salep, krim
atau lotio (cairan) juga digunakan sebagai
obat untuk menghilangkan nyeri, pegal-pegal
dsb.nya.

PRINSIP-PRINSIP
FARMAKOKINETIKA
Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu
ruangan besar yang terdiri dari beberapa
kompartemen yang berisi cairan , satu
dengan yang lain terpisah oleh membran
membran sel, kompartemen yang
terpenting adalah saluran lambng usus,
sistem peredaran darah , ruang ekstra sel
( diluar sel, antar jaringan), ruang intra sel
(didalam sel) , ruang serebrospinal (sekitar
otak dan sumsum tulang belakang).

Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu


ruangan besar yang terdiri dari beberapa
kompartemen yang berisi cairan , satu
dengan yang lain terpisah oleh membran
membran sel, kompartemen yang
terpenting adalah saluran lambung usus,
sistem peredaran darah , ruang ekstra sel
( diluar sel, antar jaringan), ruang intra sel
(didalam sel) , ruang serebrospinal (sekitar
otak dan sumsum tulang belakang).

Sistem-sistem transport.
Secara pasif, artinya tanpa menggunakan enersi.
Filtrasi,

Melalui pori-pori dari membran sel yang di filtrasi adalah


air dan zat-zat hidrofil yang molekulnya lebih kecil dari
diameter pori, seperti misalnya alkohol dan urea.
difusi,

Pada mana zat melarut dalam lapisan lemak dari dinding


sel, dengan sendirinya zat-zat lipofil (mudah larut dalam
lemak) lebih lancar penerusannya daripada zat hidrofil
seperti ion anorganik .Difusi merupakan cara transport
yang paling lazim.

Secara aktif, artinya memerlukan enersi,


transportasi dilakukan dengan mengikat zat
hidrofil ( molekulnya lebih besar daripada
diameter pori atau ion ) pada enzim
pengangkut spesifik (carrier) , Setelah
membran dilalui obat dilepaskan kembali.
Kebanyakan zat alamiah di transportasi
dengan cara ini misalnya glukosa, asam amino,
asam lemak dan zat-zat gizi lain, garam-garam
besi, vitamin B1, B2 dan B12 , garam-garam
empedu, berlainan dengan difusi transport aktif
tidak tergantung dari konsentrasi obat

Resorpsi.
Sebagaimana telah diuraikan resorpsi obat
berlangsung cepat bila diberikan dengan cara
injeksi intra vena (iv) lebih perlahan dengan
injeksi im dan lebih lambat lagi dengan sc (sub
cutan) karena obat harus melintasi banyak
membran sel sebelum tiba di peredaran darah.
Kecepatan resorpsi, dibatasi oleh cepatnya larut
partikel-partikel obat , semakin halus semakin
cepat resorpsinya

Lambung-usus, obat setelah pemberian


oral akan diabsorbsi dari saluran lambung
usus dengan melintasi membran-membran
sel dari mukosa dinding organ-organ ini.
Kebanyakan obat bersifat asam atau basa
organik lemah yang dalam air akan
terdissosiasi menjadi ion, sedangkan
molekul yang tak terurai menjadi ion
bersifat lipofil lebih mudah larut dalam
lemak.

Lambung, obat seperti asetosal dan


barbital bersifat asam lemah , hanya
sedikit terurai menjadi ion dalam
lingkungan asam kuat oleh karenanya
obat-obat tersebut diresorpsi sangat baik
di lambung. Sebaliknya amfetamin dan
alkaloid bersifat basa lemah terurai
menjadi ion sehingga hanya sedikit
diresorpsi di lambung.

Usus halus, disini berlaku kebalikan nya


daripada lambung , yang bersifat basa
lemah diresorpsi lebih lancar sedangkan
yang bersifat asam lemah di resorpsi
hanya sedikit.
Usus besar, mengandung terlalu sedikit air
untuk melarutkan obat yang belum terlarut
dalam usus halus, mekanisme transport
aktif tidak ada, begitu pula difusi obat
sangat sulit, inilah sebabnya mengapa obat
yang diresorpsi secara aktif tidak layak
diberikan perrektal

Biotransformasi.
Pada dasarnya obat adalah zat asing yang tidak
diingini, karena merusak sel dan mengganggu
fungsinya. Maka tubuh akan berusaha
merombak zat asing ini menjadi metabolit yang
tidak aktif lagi dan sekaligus bersifat lebih
hidrofil agar ekskresinya oleh ginjal lebih lancar.
Disamping hati sebagai organ tempat
dilakukannya proses biotransformasi juga paruparu, dinding usus juga didalam darah.

Reaksi perombakan
oksidasi, alkohol, aldehida, asam dan zat
hidrokarbon dioksidasi menjadi CO2 dan
oksigen.
reduksi, kloral hidrat direduksi menjadi
triklor etanol.
hidrolisa, molekul obat yang mengikat
molekul air terurai dan melepaskan
molekul airnya.

Reaksi penggabungan (konjugasi)


asam cuka (asetilasi) mengikat gugus amino dari
sufonamida.
Asam sulfat, mengikat gugus OH fenolik menjadi
ester.
Asam glukoronat, membentuk glukoronid dengan
mengikat gugus OH
Metilasi, molekul obat bergabung dengan gugus CH3
(metil) misalnya nikotinamida, adrenalin.

Kecepatan biotransformasi bertambah bila


konsentrasi obat meninggi

Distribusi.
Khususnya melalui peredaran darah, obat yang
telah melalui hati bersama dengan metabolitnya
disebarkan secara merta ke seluruh jaringan
tubuh, melalui kapiler dan cairan ekstra sel
(yang mengelilingi jaringan) obat di transport ke
tempat kerjanya didalam sel ( intra sel), yaitu
organ atau otot yang sakit. Tempat kerja ini
hendaknya memiliki penyaluran darah yang
baik, karena obat hanya dapat melakukan
aktifitasnya jika konsentrasi obat di tempat itu
cukup besar selama waktu yang cukup lama.

Seringkali distribusi obat tidak


merata
Cairan cerebro spinal, yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang terpisah dari darah oleh
suatu membran (dinding) semipermeabel yaitu
dinding kapiler otak. Ternyata rintangan darah otak ini
tidak dapat ditembus oleh banyak zat hidrofil.
Pengikatan oleh protein plasma darah, sebagian obat
didalam darah diikat secara reversibel pada protein
plasma darah terutama albumin. Bagian obat yang
terikat demikian , hilang aktifitas farmakologinya dan
menjadi in aktif dan tidak mengalami biotransformasi
dan ekskresi.

Prosentase pengikatan protein plasma darah


tergantung dari konsentrasi obat yang bebas
dalam darah, antara molekul yang bebas dan
terikat terdapat perbandingan tetap. Contoh
PP rata-rata dari beberapa obat, Ampisilin
25%, sulfadiazin 50%, fenilbutazon 90%.

Kumulasi, beberapa obat memperlihatkan


affinitas (daya) gabung terhadap jaringan
tertentu dan ditimbun di jaringan tersebut.
Karena konsentrasi obat dalam jaringan
atau organ menjadi sangat tinggi . Sifat
kumulasi bermanfaat sekali untuk
mengobati penyakit

Ekskresi.
kulit, bersama keringat, misalnya paraldehide
dan bromide
paru-paru, dengan pernafasan keluar,
biasanya zat-zat terbang, alkohol, anestetika
(klorofo, haotan)
empedu, obat dikeluarkan secara aktif oleh
hati dengan empedu di usus obat tersebut
tidak diresorpsi kembali sehingga dikeluarkan
melalui faeses (tinja) contoh, penisilin,
eritromisin dan rifampisisn.

Air Susu Ibu, cara ekskresi ini hanya penting


diperhatikan untuk bayi, karena
dpatmnimbulkan keracunan, misal alkohol,
obat-tidur, nikotin. Sangat berbahaya adalah
obat yang diekskresi daalam jumlah agak
besar melalui ASI yaitu Penisilin,
kloramfenikol, Inh, ergotamin.
Ginjal, Kebanyakan obat dikeluarkan dengan
air seni sebagai metabolit dan hanya
sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh
misalnya penisilin, tetrasiklin dan salisilat.

Konsentrasi plasma
Besarnya efek obat tergantung pada
konsentrasinya ditempat kerja dan ini
berhubungan erat dengan konsentrasi
plasma. Pada obat yang resorpsinya baik,
kadar obat didalam plasma meninggi bila
dosis nya diperbesar. Konsentrasi obat
dalam plasma yang nilainya lebih kurang
sama dengan konsentrasi dalam darah
dapat diukur dengan alat-alat modern.

Plasma half life


Telah kita lihat bahwa turunnya kadar obat
dalam plasma dan lamanya efek obat
tergantung pada cepatnya metabolisme
dan ekskresi. Kedua fator ini menentukan
cepatnya eliminasi obat yang dinyatakan
dengan pengertian plasma half life yaitu
waktu pada mana konsentrasi obat dalam
plasma menurun sampai separuhnya.

Dosis dan skema pentakaran


Plasma half life merupakan ukuran untuk
lamanya efek obat, maka T penting sekali
sebagai dasar untuk menentukan dosis dan
frekwensi pemberian obat yang rasional. Dosis
yang terlalu tinggi atau terlalu sering diberikan
dapat menimbulkan efek toksis sebaliknya dosis
terlalu rendah atau pemberian terlalu jarang
tidak menimbulkan efek, bahkan pada
kemoterapetika dapat menimbulkan resistensi
kuman.

Pada umumnya pentakaran ditujukan pada


efek terapetik yang cepat agar kadar
plasma meningkat ke konsentrasi
terapetik penghambatan minimum
(minimum inhibitory concntration) untuk
kemoterapi sedangkan obat lain adlah
MEC (minimum ffective concentration).
Obat dengan half life cukup panjang cukup
diberikan dosis sehari sekali sedangkan
sebaliknya dengn plasma half life pendek
perlu diberikan 3 s/d 6 kali sehari.

. PRINSIP-PRINSIP
FARMAKODINAMIKA

secara fisika, misalnya anestetka


terbang, laksantia dan diuretika osmotik ,
obat dianggap melarut dalam lapisan
lemak dari membran sel sehingga
transport normat zat-zat gizi terganggu
sehingga aktifitas sel terhambat
akibatnya hilang kesadaran. Laksantia
(magnesium sulfat) menarik air
disekitarnya faeses lebih encer sehingga
memudahkan buang air besar.

Secara kimiawi, misalnya antasida


lambung Natrium bikarbonat , Aluminium
dan magnesium hidroksida mengikat asam
lambung yang berlebihan dengan reaksi
netralisasi kimiawi.
Proses metabolisme misalnya anibiotika,
mengganggu pembentukan dinding sel
kuman, sintesis protein atau metabolisme
asam nukleat.
Reseptor Zat-zat teresebut ada yang
bersifat menghambat (Reseptor blokers)
dan ada yang merangsang

untuk mencegah terbentuknya produk akhir,


- Allopurinol, menduduki tempat xantin di enzim
xantin oksidase akibatnya sintesis asama urat
sangat dihambat (obat rematik karena kadar
asam urat tinggi).
- metil dopa, menyaingi dopa hingga enzim
dekarboksilase tidak dapat membentuk
Noradrenalin yang dapat meningkatkan tekanan
darah (obat hipertensi)
- asetazolamide, merintangi enzim karbon
anhidrase sehingga pembentukan asam
karbonat terhenti yang berakibat diuresis (untuk
mengobati glaukoma)

Efek terapetik
terapi kausal, pada mana penyebab penyakit ditiadakan ,
khususnya pemusnahan kuman atau parasit (contoh
kemoterapeutika, antibiotika, anti malaria, sulfonamida).
Terapi simptomatis hanya gejala penyakit yang
diringankan, penyebab yang sebenarnya tidak diatasi
misalnya kerusakan pada suatu organ atau syaraf seperti
analgetik, obat hipertensi dan jantung.

Terapi substitusi, obat menggantikan zat yang


lazimnya dibuat oleh organ yang sakit, misalnya
Insulin pada diabetes

Plasebo
Suatu faktor penting yang turut menentukan
efek terapetik obat adalah kepercayaan atas
obat yang diberikan oleh dokter. Berdasarkan
kepercayaan ini kadang-kadang diberikan obat
plasebo (saya ingin menyenangkan) yang sama
sekali tidak mengandung zat berkhasiat,
biasanya obat ini diberikan kepada penderita
yang tidak mungkin sembuh lagi, atau pada
orang yang ketagihan obat tertentu (misalnya
narkoba).

Efek-efek obat yang tidak


diinginkan
Efek samping, menurut definisi WHO efek
samping suatu obat adalah segala sesuatu
khasiat obat tersebut yang tidak diinginkan
untuk tujuan terapi yang dimaksud pada
dosis yang dianjurkan. Kerja utama dan
efek samping obat adalah pengertian yang
tidak mutlak karena kebanyakan obat
memiliki lebih dari satu khasiat
farmakologi, tergatung dari maksud
pemakaiannya

Idiosinkrasi, adalah peristiwa dimana


suatu obat memberikan efek yang secara
kualitatif total berlainan dari efek
normalnya. Umumnya hal ini disebabkan
oleh kelainan genetika pada pasien
bersangkutan, sebagai contoh anemia
hemolitik (kurang darah karena terurainya
sel-sel darah merah) setelah pengobatan
malaria dengan Primaquin

Alergi, bilamana seseorang diberikan


penisilin secara lokal, sebagain kecil akan
diresorpsi oleh kulit dan didalam darah
bergabung dengan

salah satu protein yang disebut antigen,


yang mendorong tubuh untuk
membentuk zat-zat penangkis tertentu
yaitu antibodies keadaan ini
menyebabkan yang bersangkutan
menjadi sangat peka terhadap penisilin
(hipersensitif)

Efek toksis.
Efek teratogen , obat pada dosis terapeutik
untuk ibu hamil, mengakibatkan cacat pada
janin, misalnya focomelia (kaki tangan seperti
singa laut) atau terjadi kerusakan pada mata,
telinga , jantung , saluran pencernaan dan
saluran kemih.
Kerusakan yang terhebat terjadi pada
kehamilan muda (12 minggu pertama) karena
pada masa inilah kaki, tangan dan organ-organ
penting dari bayi terbentuk.

Toleransi, habituasi dan adiksi


Toleransi, adalah peristiwa pada mana dosis obat harus
dinaikkan terus menerus untuk mencapai efek terapeutik
yang sama.
Tachypilaxis, adalah toleransi yang timbul sangat pesat
sekali (dalam waktu beberapa jam saja)
Habituasi, adalah kebiasaan karena menggunakan obat
terus menerus yang berkibat timbul gejala tertentu apabila
tidak menggunakannya misal kebiasan minum kopi.

Adiksi atau ketagihan, berbeda dengan


habituasi dalam dua hal yaitu adanya
ketergantungan jasmaniah dan rohaniah dan
kedua penghentian pengobatan menimbulkan
efek hebat secara fisik dan mental (gejala-gejala
abstinensia

Resistensi bakteri
Resistensi bawaan primer, yang secara
alamiah sudah terdapat pada kuman , misalnya
adanya enzim yang menguraikan antibiotika
(penisilinase yang menguraikan penisilin dan
sefalosforin).
Resistensi sekunder, adalah akibat kontak
kuman dengan kemoterapeutika terjadi kuman
bentuk lain (mutan), atau kuman menyesuaikan
metabolismenya guna melawan efek obat,
antara lain dengan merobah pola enzimnya.

Dosis.
Dosis obat yang diberikan pada pasien untuk
menghasilkan efek yang diharapkan tergantung
dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan,
kelamin, besarnya permukaan badan, beratnya
penyakit, dan keadaan sisakit.
Takaran pemakaian yang dimuat didalam
Farmakope Indonesia dan farmakope negaranegara lain hanya dimaksudkan sebagai
pedoman saja . Begitu pula dosis maksimal
(MD) yang bila dilampaui dapat mengakibatkan
efek toksis.

Waktu menelan obat


Analgetika (kecuali asetosal dan fenil butazon)
sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong ( 1
jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan)
Antibiotika, penisilin, sefalosforin, eritromisin,
linkomisin, klindamisin, rifampisin dan tetrasiklin
diberikan 2 jam sesudah makan
Asetosal, fenilbutazon, anti diabetika oral, garamgaram besi (fero), kalium, Obat cacing, antasida
dll, digunakan pada waktu atau setelah makan.

Indeks terapi
Hampir semua obat pada dosis yang cu-kup
besar dapat menimbulkan efek toksis (TD) yang
pada akhirnya dapat menimbulkan kematian
(LD)
Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat
adalah perbandingan antara LD 50 dengan ED
50 (indeks terapi)
Dosis yg mematikan 50% hewan percoba-an
(LD50),dosis yang menimbulkan efek 50% dari
hewan percobaan (ED50).
Semakin besar indeks terapi semakin aman obat
tersebut.

Kombinasi Obat.
Antagonisme, kegiatan obat pertama dikurangi atau
ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki
khasiat farmakoli bertentangan, misal barbital dengan
strychnin, adrenalin dan asetilkholin.
Sinergisme, adalah kerjasama antara lebih dari satu macam
obat .
Adisi, sumasi, efek kombinasi adalah sama dengan jumlah
kegiatan masing-masing obat misalnya kombinasi asetosal
parasetamol.
Potensiasi (memper tinggi potensi) kegiatan obat
diperkuat oleh obat kedua, yang memiliki kegiatan yang
sama misalnya estrogen dan progesteron, sulfa metoksazol
dan trimetoprim (kotrimoksazol).

Interaksi obat

Bila seorang pasien diberikan dua atau


lebih obat, kemungkinan besar adalah
akan terjadi interaksi antara obat-obat
tersebut didalam tubuhnya contoh ;
1. Asetosal + dikumarol perdarahan
2. Barbital + antikoagulantia, fenil butazon
+ hipnotika .Interaksi yang terpenting
diantaranya adalah sebagai berikut

a. Interaksi kimia : obat bereaksi dengan


obat lain secara kimiawi, pengikatan
fenitoin oleh kalsium, tetrasiklin oleh
logam bervalensi dua, Arsen oleh air
raksa, penisilinamin oleh Cu,Pb atau Au.
b. Kompetisi untuk protein plasma, analgetik
(salisilat, fenilbutazon, indometasin,)
klofibrat dan kinidin mendesak obat lain
dari ikatan protein plasma memperkuat khasiat nya, misal kumarin + fenil
butazon, Sulfonamida + tolbutamid atau
metotreksat.

c. Induksi enzim, obat yang menstimulir


pembentukan enzim hati mempercepat
perombakan obat lain (barbital glutetimid kecuali
nitrazepam) akan mempercepat pe rambakan
(biotransformasi) antikoagulan, imipramin,
amitriptilin. Obat hipnotika dan obat rematik
mengurangi kegiatan fenitoin.
d. Inhibisi enzim, obat yang menghambat fungsi
hati dan enzim-enzimnya, misalnya metabolisme
alkohol diblokir oleh disulfi-ram, sulfonilurea,
metronidazol kadar asetaldehide tinggi
efek toksis

Contoh dosis lazim


Adrenalin, sk,0,3-1 cc larutan 1/oo
Alopurinol, 2-3 sehari 50 mg
Aminofilin,oral dan rektal 3xsehari 250-500
mg,anak-anak 1-3x sehari 5 mg/kg bb.
Amoxicilin,3-4x sehari 250-500mg.
Bisakodil, 5-10mg sebelum tidur, supp.
10mg pagi hari
Bromheksin,3-4x sehari 4-8mg injeksi 2-3
kali sehari 4mg.

Diazepam,iv.5-10mg,oral 6-30mh / hari


Digitoksin, digitalisasi 0,1-0,3 mg kemu-dian
setiap 6-8 jam 0,2mg sampai 1-2 mg /hari.
Pemeliharaan 0,05-0,2 mg sehari.
Doksisiklin , loading dose 200 mg, kemudian single dose 100 mg sehari.
Eritromisin, 4 kali sehari 250-500 mg, anakanak 20-40 mg/kg bb.
Fenobarbital, dosis tidur 100-200 mg, dosis
sedative 15 50mg.

Anda mungkin juga menyukai