Biofarmasi adalah ilmu yang bertujuan menyelidiki pengaruh pembuatan sediaan obat
atas kegiatan terapetiknya. Faktor formulasi yang dapat mengubah efek obat dalam
tubuh adalah:
• Telah terbukti bahwa obat yang dihaluskan sampai ukuran partikel 1-5 mikron (microfine)
menghasilkan kadar darah 2-3 kali lebih tinggi sehingga dosisnya dapat diturunkan 2-3
pelambatan dari ketersediaan biologisnya (BA, bio-availability-nya), hal ganjil ini belum
• Pada pembuatan suspensi harus dipilih metode tertentu supaya zat aktif tetap berbentuk
amorf. Misalnya, pada pembuatan suspensi sefalosporin atau suspense kering yang lain.
• Syarat kehalusan dengan sendirinya tidak berlaku bagi sediaan yang bekerja lokal dalam
usus dan justru tidak boleh diserap, misalnya obat cacing (pirantel pamoat) atau
• Telah dibuktikan bahwa zat hidrat yang mengandung air kristal dalam
ampisilin.0Aq (Amfipen).
• Hormon kelamin yang diuraikan getah lambung dapat diberikan per oral
• Pada tahun 1971 di Australia terjadi peristiwa difantoin (=fenitoin), yaitu ketika pasien yang menelan
tablet antiepilepsi ini menunjukkan gejala keracunan. Ternyata kadar fenitoin dari tablet tersebut
sangat tepat, tetapi zat pengisi kalsium sulfat telah diganti dengan laktosa pada proses pembuatannya.
Akibat perubahan ini BA fenitoin ditingkatkan yang mengakibatkan kenaikan resorpsinya dengan efek
toksis.
• Zat-zat dengan kegiatan permukaan (tween, span) atau zat hidrofil yang mudah larut dalam air
• Sebaliknya zat-zat hidrofob (= tidak suka air) digunakan pada produksi tablet sebagai pelicin untuk
mempermudah mengalirnya campuran tablet ke dalam cetakan (dies) dan mencegah melekatnya pada
stempel. Zat-zat ini (asam/magnesium stearate dan lain-lain) dapat menghambat melarutnya zat aktif.
Kini sering digunakan aerosol (asam silikat koloidal) sebagai zat pelican dan anti lekat karena tidak
• Zat pengikat pada tablet dan zat pengental suspensi, seperti gom, gelatin dan tajin umumnya juga
memperlambat larutnya obat. Zat desintegrasi (berbagai jenis tepung) justru mempercepatnya.
Proses teknis pembuatan sediaan (tekanan mesin tablet)
• Begitu pula tablet yang disimpan seringkali mengeras dan lebih sukar
melarut.
c) kesetaraan teurapeutis;
d) bioassay; dan
• Bentuk tablet
– Setelah ditelan tablet akan pecah (desintegrasi) di lambung menjadi banyak
granul kecil yang terdiri dari zat aktif tercampur zat-zat pembantu (gom, gelatin,
tajin). Baru setelah granul ini pecah, zat aktif dibebaskan.
– Bila daya larutnya cukup besar, zat aktif akan melarut dalam lambung atau usus,
tergantung dimana saat itu obat berada.
– Hal ini ditentukan oleh waktu pengosongan lambung yang berkisar antara 2
sampai 3 jam setelah makan.
– Setelah melarut, obat tersedia dan proses resorpsi oleh usus dimulai.
• Ukuran melarut.
– Untuk obat yang tahan getah lambung, kecepatan melarut
dari berbagai bentuk sediaan menurun dengan urutan sebagai
berikut.
Larutan – suspensi – serbuk – kapsul – tablet – tablet salut
selaput – dragees (tablet salut gula) – tablet e.c. – tablet kerja
panjang (retard, sustained release)
Formulasi Obat dan Pharmaceutical Availability (FA)
deksametason.
Bioassay dan Standardisasi
• Kebanyakan obat dapat diukur kadarnya yang kemungkinan setara dengan aktivitasnya secara
cepat dan teliti dengan metode kimiawi atau fisika, menggunakan alat, misalnya spektrofotometer
ultraviolet/infrared dan polarograf. (Untuk obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk
sediaan tak murni atau campuran dari beberapa zat aktif, metode ini tidak dapat dilakukan)
• Obat-obat ini diukur dengan metode biologis, yaitu melalui bio-assay, dimana aktivitas ditentukan
oleh organisme hidup (hewan, kuman) dengan membandingkan efek obat tersebut dengan efek
• Penentuan biologis dilakukan pada hewan, misalnya insulin pada kelinci (pengukuran daya
menurunkan kadar glukosa darah), ACTH pada tikus dan digitalis terhadap jantung katak.
• Kesatuan Internasional atau IU (International Unit) digunakan untuk menyatakan kekuatan obat
yang telah dipublikasikan oleh WHO bersama dengan Standar Internasional Biologis. Standar ini