Anda di halaman 1dari 68

1

SEKOLAH TINGGI TEKNIK PLN

PEMELIHARAAN PERANGKAT SISTEM EKSITASI UNTUK


MENINGKATKAN KEHANDALAN PADA PLTGU GRESIK

PROYEK AKHIR
Disusun Oleh :

BILAL JOKO SURATNO


NIM : 2012-71-097

PROGRAM PENDIDIKAN AHLI MADYA DIPLOMA TIGA


TEKNIK ELEKTRO
JAKARTA,
2015

PENGESAHAN

Proyek Akhir Dengan Judul

PEMELIHARAAN PERANGKAT SISTEM EKSITASI UNTUK


MENINGKATKAN KEHANDALAN PADA PLTGU GRESIK
Disusun oleh :
BILAL JOKO SURATNO
NIM : 2012-71-097
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pada Kurikulum
Pendidikan Ahli Madya Diploma Tiga Pada
SEKOLAH TINGGI TEKNIK PLN
TEKNIK ELEKTRO

Mengetahui,

Jakarta, Juli 2015


Disetujui,
Ir. Suwarno, MT
Dosen Pembimbing

Nurmiati Pasra ST., MT.


Ketua Program Studi Diploma Tiga
Teknik Elektro

Hari suwondo

PERNYATAAN KEASLIAN PROYEK AKHIR

Dengan ini saya menyatakan bahwa Proyek Akhir dengan Judul :

PEMELIHARAAN PERANGKAT SISTEM EKSITASI UNTUK MENINGKATKAN


KEHANDALAN PADA PLTGU GRESIK

ini merupakan karya tulis saya sendiri dan bukan merupakan tiruan, salinan atau
duplikat dari Proyek Akhir atau Skripsi yang telah dipergunakan untuk
mendapatkan gelah Ahli Madya, atau Sarjana Teknik, baik di lingkungan STT-PLN
maupun di Perguruan Tinggi lain, serta belum pernah di publikasikan.
Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab serta
bersedia memikul segala resiko jika ternyata pernyataan di atas tidak benar.

Gresik,

Juli 2015

BILAL JOKO SURATNO


NIM : 2012-71-097

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan ini saya menyampaikan banyak terima kasih kepada :


Bapak Ir. Suwarno, MT selaku Pembimbing (I)
yang dengan kesabarannya telah memberikan petunjuk, saran-saran serta
bimbingannya sehingga Proyek Akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih yang sama, saya sampaikan kepada Bapak Hari Suwondo selaku
Pembimbing (II) yang telah mengizinkan melakukan pengambilan data di tempat
kerjanya.

Gresik,

Juli 2015

BILAL JOKO SURATNO


NIM : 2012-71-097

DAFTAR ISI

Lembar Judul .................................................................................................. i

Lembar Pengesahan ...................................................................................... ii


Lembar Pernyataan Keaslian Proyek Akhir ................................................... iii
Lembar Ucapan Terima Kasih ........................................................................ iv
Daftar Isi ......................................................................................................... v
Daftar Gambar ................................................................................................ viii
Abstrak ........................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah.................................................................................1

1.2

Tujuan Proyek Akhir........................................................................................2

1.3

Manfaat Proyek Akhir......................................................................................2

1.4

Rumusan masalah..........................................................................................3

1.5

Batasan masalah............................................................................................3

1.6

Sistematika Penulisan....................................................................................4

BAB II LANDASAN TEORI


2.1

Prinsip Kerja Generator..................................................................................5

2.2

Sistem Eksitasi..............................................................................................12

2.2.1

Sistem Eksitasi Dengan Sikat................................................................13

2.2.2

Sistem Eksitasi Tanpa Sikat...................................................................14

2.2

Sistem Proteksi.............................................................................................16

2.3.1

Proteksi Excitation Failure atau Kegagalan Eksitasi.............................20

2.3.2

Loss Of field Protection atau proteksi Kehilangan Medan Penguat......22

2.3.2.1. Gangguan Hilang Tanpa Disertai Adanya Slip Pada.......................24

2.3.2.2. Gangguan Disertai Dengan Adanya Slip Pada Rotor......................25


2.3.2.3. Relay Proteksi Hilang Penguat Generator.......................................27

BAB III KEGAGALAN SISTEM EKSITASI


3.1

Pengertian Umum Pemeliharaan.................................................................30

3.1.1

Fungsi dan Tujuan Pemeliharaan..........................................................31

3.1.2

Jenis-Jenis Pemeliharaan......................................................................33

3.1.3

Prosedur Dalam Pelaksanaan Pemeliharaan........................................35

3.2

Faktor Penyebab Kegagalan Sistem............................................................36

3.3

Prinsip Kerja Proteksi Sistem eksitasi..........................................................37

3.3.1

Prinsip Kerja Proteksi Eksitasi Failure...................................................38

3.3.2

Prinsip Kerja Loss Of Field Protectio Relay (Mho Relay)......................38

3.4

Permasalahan Sistem eksitasi di PLTGU Gresik.........................................41

3.5

Metode Penanganan Gangguan..................................................................44

BAB

IV

Pemeliharaan

Korektif

Sistem

Eksitasi

Untuk

Mengidentifikasi Lokasi Gangguan


4.1

Menentukan Lokasi Gangguan.....................................................................47

4.2

Hasil Pemasangan Rangkaian Identifikasi gangguan..................................55

4.3

Analisa..........................................................................................................56

BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Prinsip Kerja Generator................................................. 6

Gambar 2.2 Diagram Generator AC 3 Fasa.................................................. 8


Gambar 2.3 Hubungan Bintang..................................................................... 10
Gambar 2.4 Hubungan Segitiga..................................................................... 11
Gambar 2.5 Sistem Eksitasi Dengan Sikat.................................................... 14
Gambar 2.6 Sistem Eksitasi Tanpa sikat........................................................ 16
Gambar 2.7 Proteksi Penguat Generator ..................................................... 19
Gambar 2.8 Logic Excitation Failure ............................................................ 21
Gambar 2.9 Karakteristik impedansi hilang penguat generator ................... 27
Gambar 2.10 Proteksi hilang penguat dengan relay arus kurang ................ 28
Gambar 2.11 Proteksi Hilang Penguat Dengan Relay Mho ......................... 29
Gambar 3.1 Diagram karakteristik offset mho relay....................................... 39
Gambar 3.2 Respon Generator saat terjadi gangguan tanpa slip................. 40
Gambar 3.3 Respon Generator saat terjadi gangguan disertai slip.............. 40
Gambar 3.4 kondisi PLC Saat Terjadi Gangguan.......................................... 41
Gambar 3.5 Kondisi Tripping Matrik saat terjadi gangguan........................... 42
Gambar 4.1 Rangkaian Pengirim Sinyal Trip................................................. 49
Gambar 4.2 Relay pengirim perintah trip....................................................... 50
Gambar 4.3 Rangkaian identifikasi gangguan............................................... 52
Gambar 4.4 Rangkaian Identifikasi Gangguan Dengan Timer...................... 53
Gambar 4.5 Bentuk Fisik rangkaian Identifikasi gangguan........................... 55

ABSTRAK
Judul :

Pemeliharaan Perangkat Sistem Eksitasi Untuk Meningkatkan


Kehandalan Pada PLTGU Gresik

Sistem eksitasi adalah sistem pasokan listrik DC sebagai penguatan pada


generator listrik atau sebagai pembangkit medan magnet, sehingga suatu
generator dapat menghasilkan energi listrik dengan besar tegangan keluaran
generator bergantung pada besarnya arus eksitasinya. Sistem ini merupakan
sistem yang vital dan sangat berpengaruh pada proses pembangkitan listrik
sehingga sangat perlu dijaga kehandalan sistemnya. Di PLTGU gresik untuk
menjaga kehandalan sistem eksitasi selalu dilakukan inspeksi secara berkala
pada sistem eksitasinya. Namun mengingat umur dari sistem eksitasi itu sendiri
sudah lebih dari 20 tahun meskipun dilakukan inspeksi secara berkala tidak
menutup kemungkinan terjadi gangguan-gangguan yang mengakibatkan unit trip.
Kadang gangguan yang terjadi sangat sulit untuk ditemukan karena sinyal yang
muncul hanya sesaat karena bukan dari kejadian yang sebenarnya tetapi karena
dari peralatan-peralatan sistem eksitasi yang sudah tidak bekerja secara optimal..
Hal ini tentu sangat merugikan bagi pembangkit karena menyebabkan penurunan
kehandalan pembangkit tersebut. Untuk menangani permasalahan ini dilakukan
suatu tindakan Pemeliharaan korektif dengan cara membuat suatu identifikasi
gangguan yang di tujukan untuk mengetahui terletak dari gangguan tersebut dan
hal ini terbukti sangat efektif sehingga bisa dilakukan tindakan perbaikan pada
peralatan yang bermasalah dan juga bisa megembalikan kehandalan pada unit
pembangkit.
Kata kunci: eksitasi, gangguan, trip, identifikasi gangguan, kehandalan.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pada PLTGU Gresik selalu dilakukan pemeliharaan secara berkala
untuk mempertahankan kehandalan pada unit pembangkitnya. Hal ni
memang cukup efektif dan dapat meminimalisir terjadinya gannguan yang
dapat

menyebabkan

kehandalan

pembangkit

menurun.

Akan

tetapi

mengingat umur dari peralatan-peralatan pada pembangkit yang sudah lebih


dari

20

tahun

menyebabkan

terjadinya

gangguan-gangguan

yang

disebabkan dari kurang optimalnya kinerja dari komponen-komponen


peralatan tersebut. Terkadang gangguan yang muncul tidak diketahui
letaknya karena sinyal yang muncul hanyalah sinyal palsu seperti yang telah
terjadi pada sistem eksitasi disalah satu unit PLTGU Gresik. Sinyal palsu itu
sendiri adalah sinyal yang muncul hanya sesaat dan bukan dari kejadian
sebenarnya. Penyebab terjadinya sinyal palsu ini biasanya karena kinerja
dari komponen pengirim sinyal yang sudah tidak optimal karena masalah
umur seperti yang sudah dijelaskan diatas. Jika gangguan yang mucul
karena adanya sinyal palsu maka hampir tidak mungkin untuk menemukan
letak dari gangguan itu sendiri. Jika tidak dapat menemukan letak gangguan
maka kemungkinan gangguan itu muncul kembali sangat besar karena
belum ada tindakan perbaikan.

Hal ini sudah pasti menyebabkan

kehandalan pembangkit menurun dan terganggunya pasokan listrik ke


konsumen. Sebenarnya hal ini dapat diantisipasi dengan melakukan

pengamatan yang kontinyu terhadap komponen peralatan tersebut untuk


menemukan letak gangguan, akan tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan
karena disamping kapan datangnya gangguan yang tidak dapat diprediksi
juga untuk melakukan pengamatan secara kontinyu juga tidak efektif karena
akan mengabaikan pekerjaan lainnya. Maka dari itu untuk dapat memetakan
letak gangguan yang muncul karena sinyal palsu tersebut dibuat suatu
identifikasi gangguan elektrik dengan membuat suatu rangkaian identifikasi
gangguan yang dipasang pada peralatan tersebut dan hal ini terbukti sangat
efektif untuk menemukan letak gangguan.

1.2 Tujuan Proyek Akhir


Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisa
diantaranya :
1. Menentukan metode yang digunakan untuk menangani gangguan pada
sistem eksitasi.
2. Menganalisa penyebab terjadinya gangguan tersebut.
3. Melakukan antisipasi agar gangguan tersebut tidak terjadi lagi.

1.3

Manfaat Proyek Akhir


Manfaat dan hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Proses untuk memetakan letak gangguan yang terjadi karena sinyal
palsu dapat lebih menghemat waktu.
2. Meminimalisir terjadinya gangguan yang sama karena telah dilakukan
perbaikan pada komponen yang bermasalah.

3. Kehandalan dari unit pembangkit lebih terjaga karena proses


identifikasi gangguan lebih efektif dan efisien.
1.4

Rumusan masalah
Berdasarkan permasalahan diatas maka yang kami bahas berkaitan
dengan alat tersebut diantara lain :
1. Bagaimana cara kerja komponen sistem eksitasi.
2. Bagaimana prinsip kerja sistem proteksi eksitasi yang mengalami
gangguan.
3. Bagaimana cara pembuatan rangkaian identifikasi gangguan.
4. Mengetahui bagaimana pengaruh pemasangan rangkaian identifikasi
gangguan pada sistem eksitasi.

1.5

Batasan masalah
Untuk lebih memfokuskan pembahasan proyek akhir ini, masalah yang
di tekankan dari tugas akhir ini dibatasi pada beberapa rincian sebagai
berikut :
1. Pemeliharaan korektif sistem eksitasi dengan melakukan pemasangan
rangkaian

identifikasi

gangguan

untuk

mengidentifikasi

sumber

gangguan.
2. Bagian sistem eksitasi yang akan dibuatkan rangkaian identifikasi
gangguan.
3. Model perancangan rangkain identifikasi gangguan pada sistem eksitasi
4. Fungsi dari rangkaian identifikasi gangguan dan hal-hal yang dapat
menyebabkan sinyal palsu dapat terjadi.

1.6

Sistematika Penulisan

Proyek Akhir ini terbagi dalam lima bab. Bab satu membahas
mengenai

pendahuluan

yang

berisi

latar

belakang

masalah,

serta

permasalahan apa saja yang ingin dibahas, bab dua membahas teori dasar
mengenai materi penunjang yang mewakili isi proyek akhir ini, bab tiga
membahas metode yang dipakai dalam mengimplementasikan teori dan
konsep ke dalam penyelesaian masalah, bab empat membahas mengenai
hasil analisa dan penyelesaian masalah yang dibahas, dan bab terakhir yaitu
bab lima membahas kesimpulan yang ditarik dari hasil pengkajian seluruh
bab.

BAB II
LANDASAN TEORI

Eksitasi adalah bagian dari sistem dari generator yang berfungsi


membentuk/menghasilkan

fluks

yang

berubah

terhadap

waktu,

sehingga

dihasilkan satu GGL induksi. Setelah generator AC mencapai kecepatan nominal,


medannya dieksitasi dari catu DC. Ketika kutub lewat di bawah konduktor jangkar,
fluks medan yang memotong konduktor menginduksikan GGL pada konduktor
jangkar. Besarnya GGL yang dibangkitkan tergantung pada laju pemotongan garis
gaya (kecepatan rotor) dan kuat medan. Karena generator kebanyakan berkerja
pada kecepatan konstan, maka besarnya GGL yang dibangkitkan menjadi
bergantung pada eksitasi medan.

2.1 Prinsip Kerja Generator


Generator bekerja berdasarkan hukum faraday yakni apabila suatu
penghantar diputarkan didalam sebuah medan magnet sehingga memotong
garis-garis gaya magnet maka pada ujung penghantar tersebut akan timbul
ggl (garis gaya listrik) yang mempunyai satuan volt.
Tegangan yang dihasilkan terdapat pada kumparan jangkar dan
tergantung dari kuat medan pada rotor dan kecepatannya. Besar kecilnya
fluks tergantung dari arus yang diberikan pada kumparan medan rotor. Jika
dalam pelaksanaannya putaran generator dibuat tetap, maka tegangan
generator tergantung pada kuat lemahnya arus pada kumparan medan rotor.

Gambar 2.1 Skema Prinsip Kerja Generator


Adapun prinsip kerja dari generator secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Kumparan medan yang terdapat pada rotor dihubungkan dengan sumber
eksitasi tertentu yang akan mensuplai arus searah terhadap kumparan
medan. Dengan adanya arus searah yang mengalir melalui kumparan
medan maka akan menimbulkan fluks yang besarnya terhadap waktu
adalah tetap.
2. Penggerak mula (Prime Mover) yang sudah terkopel dengan rotor segera
dioperasikan sehingga rotor akan berputar pada kecepatan nominalnya.
3. Perputaran rotor tersebut sekaligus akan memutar medan magnet yang
dihasilkan oleh kumparan medan. Medan putar yang dihasilkan pada
rotor, akan diinduksikan pada kumparan jangkar sehingga pada kumparan
jangkar yang terletak di stator akan dihasilkan fluks magnetik yang
berubah-ubah besarnya terhadap waktu. Adanya perubahan fluks

magnetik yang melingkupi suatu kumparan akan menimbulkan ggl induksi


pada ujung-ujung kumparan tersebut, hal tersebut sesuai dengan
Persamaan 2.1 dan Persamaan 2.2 berikut :
e=N

d
dt

e=N

d max sint
dt

........................................................................... 2.1

N max cost

( =2 f )

N ( 2 f ) max cost

f=

np
120 )

np
cost
120 max

N 2

N 2.3,14

Em =N 2.3,14

Eeff =

E max
=
2

np

120 max

np

120 max
2

N 2.3,14

4,44 Npn max


120

Eeff =Cn max


dimana :
Em
Eeff

np
cost
120 max

4,44 Np
=C
120

.........................................................................2.2

= ggl induksi maksimum (Volt)

= ggl induksi efektif (Nilai yang terbaca pada alat ukur)

= jumlah lilitan

= ggl induksi dalam keadaan transient (Volt)

= konstanta

= frekuensi (Hertz)

= putaran rotor (rpm)

max

= fluks magnetik maksimum (Weber)

Untuk generator sinkron tiga fasa, harus ada tiga belitan yang
masing-masing terpisah sebesar 120 derajat listrik dalam ruang sekitar
keliling celah udara seperti diperlihatkan pada kumparan a a, b b dan c
c pada gambar 2.2. Masing-masing lilitan akan menghasilkan gelombang
Fluks sinusoida satu dengan lainnya berbeda 120 derajat listrik. Dalam
keadaan seimbang besarnya fluks sesaat :
A = max . cos t
B = max . cos (t120 )
t

C = max .cos

Gambar 2.2. Diagram Generator AC Tiga Fasa


Besarnya fluks resultan adalah jumlah vektor ketiga fluks tersebut adalah:
T = A + B + C

2.3

yang merupakan fungsi tempat ( ) dan waktu ( t ), maka besar- besarnya


fluks total adalah:
T ( , t )= max . cos t max . cos ( t 240 ) . cos ( 240 )

Dengan memakai transformasi trigonometri dari :


1
1
cos . cos = . cos ( + )+ . cos ( )
2
2

maka dari persamaan diatas diperoleh :

1
1
1
1
( t + ) + . max . cos ( t ) + . max . cos ( t +240 ) + . max . cos ( t ) + . max . cos
2
2
2
2
1
T = . max . cos
2

Dari persamaan diatas, bila diuraikan maka suku kesatu, ketiga, dan kelima
akan silang menghilangkan. Dengan demikian dari persamaan akan didapat
fluks total sebesar,
3
T = max . cos ( t)
weber2.4
2

10

Pada sistem tenaga listrik 3 fasa, idealnya daya listrik yang dibangkitkan
disalurkan dan diserap oleh beban semuanya seimbang, P pembangkitan = P
pemakain dan juga pada tegangan yang seimbang. Pada tegangan yang
seimbang terdiri dari tegangan 1 fasa yang mempunyai magnitude dan
frekuensi yang sama tetapi antara 1 fasa dengan yang lainnya mempunyai
beda fasa sebesar 120listrik dan dapat dihubungkan secara bintang (Y) atau
segitiga (delta).

Gambar 2.3 Hubungan Bintang


Pada hubungan bintang (Y), ujung-ujung tiap fasa dihubungkan menjadi
satu dan menjadi titik netral atau titik bintang. Tegangan antara dua terminal
dari tiga terminal R-S-T mempunyai besar magnitude dan beda fasa yang
berbeda dengan tegangan tiap terminal terhadap titik netral. Tegangan antar

fasa dengan netral disebut dengan tegangan Fasa (

Vp

) dan tegangan

antara ujung terminal dengan terminal lainnya disebut dengan tegangan line (

11

VL

). Dengan adanya titik netral maka besaran tegangan fasa di ukur

terhadap titik netralnya dan juga membentuk sistem tegangan 3 fasa yang
seimbang dengan magnitudenya (akar 3 dikali magnitude dari tegangan fasa).
V L = 3 .V P

.2.5

Sedangkan arus yang mengalir pada tiap fasanya mempunyai nilai yang sama
I L =I P

Gambar 2.4 Hubungan Segitiga


Pada hubungan segitiga ketiga fasa saling dihubungkan sehingga
membentuk hubungan segitiga 3 fasa. Dengan tidak adanya titik netral, maka
besarnya tegangan saluran di ukur antar fasa, karena tegangan saluran dan
tegangan fasa mempunyai besar magnitude yang sama, maka:
V L =V P

12

Tetapi arus saluran dan arus fasa tidak sama dan hubungan antara kedua arus
tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan hukum kirchoff, sehingga:
I L = 3. I P .2.6

Pada PLTGU Gresik generator yang digunakan adalah generator


sinkron kutub silindris (non salient pole) dengan dua buah kutub dan dijaga
pada putaran 3000 rpm.
Tabel Spesifikasi teknis generator pada PLTGU Gresik

SIEMENS
GENERATOR

127526

TLR 108/36
3~

50
YY

10500 V 5%
153750 kVA
EXTERNAL EXCITATION
CLASS. OF INSUL. MAT. : F
AIR COOLING

LEFT

8454 A

S1

Cos = 0.8
390 V

880 A

IM 7215

IP44

COOLING AIR:

ROTOR TRANSPORT WEIGHT : 37 Mg


Sistem Eksitasi

WVU

STATOR TRANSPORT WEIGHT : 168 Mg

2.2

1991

40 C

VDE
0530/IEC
34T.7

13

Sistem eksitasi adalah sistem mengalirnya pasokan listrik arus searah


sebagai penguatan pada generator listrik, sehingga menghasilkan tenaga
listrik dan besar tegangan keluaran bergantung pada besarnya arus eksitasi.
Sistem eksitasi pada generator listrik terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Sistem eksitasi dengan sikat (brush ).
2. Sistem eksitasi tanpa sikat (brushless ).
2.2.1 Sistem Eksitasi Dengan Sikat
Sistem eksitasi menggunakan sikat, sumber tenaga listrik
berasal dari sumber listrik yang berasal dari generator arus searah
(DC) atau generator arus bolak balik (AC) yang disearahkan terlebih
dahulu dengan menggunakan rectifier. Jika menggunakan sumber
listrik yang berasal dari generator AC atau menggunakan Permanent
Magnet Generator (PMG) medan magnetnya adalah magnet
permanen. Dalam panel penyearah, tegangan listrik arus bolak balik
diubah atau di searahkan menjadi tegangan arus searah untuk
mengontrol kumparan medan eksiter utama (main exciter). Untuk
mengalirkan arus eksitasi dari main eksiter ke rotor generator
menggunakan slip ring dan sikat arang, demikian juga penyaluran
arus yang berasal dari pilot exciter ke main exciter.
Keuntungan menggunakan sistem eksitasi dengan sikat
(brush ) antara lain:
1. Mempunyai respon yang cepat seiring kemampuan governor
turbine.
2. Memiliki batasan arus eksitasi yang tinggi.

.2.2

14

3. Sumber tegangan eksitasi diambil langsung dari keluaran


generator.
Untuk arus eksitasi yang masuk ke rotor generator harus
diatur sedemikian rupa sehingga:
1. Menimbulkan tegangan stator pada waktu yang singkat menuju
sinkronisasi.
2. Menstabilkan supply daya listrik MW dan MVAR ke sistem.
3. Menjaga tegangan generator agar tetap berada dalam batasan
nominal yang diijinkan (5% Tegangan nominal generator)

Gambar 2.5. Sistem eksitasi dengan sikat (Brush )


Sistem Eksitasi Tanpa Sikat

15

Penggunaan sikat atau slip ring untuk menyalurkan arus


eksitasi ke rotor generator mempunyai kelemahan karena besarnya
arus yang mampu dialirkan pada sikat arang relatif kecil. Untuk
mengatasi keterbatasan sikat arang, pada generator pembangkit
menggunakan sistem eksitasi tanpa menggunakan sikat (brushless).
Keuntungan sistem eksitasi tanpa menggunakan sikat
(brushless ), antara lain adalah:
1. Energi yang diperlukan untuk eksitasi diperoleh dari poros
utama (main shaft), sehingga keandalannya tinggi.
2. Biaya perawatan berkurang karena pada sistem eksitasi tanpa
sikat (brushless ) tidak terdapat sikat, komutator dan slip ring.
3. Pada sistem eksitasi tanpa sikat (brushless ) tidak terjadi
kerusakan isolasi karena melekatnya debu karbon pada farnish
akibat sikat arang.
4. Mengurangi kerusakan (trouble) akibat udara buruk (bad
atmosphere) sebab semua peralatan ditempatkan pada ruang
tertutup.
5. Selama operasi tidak diperlukan pengganti sikat, sehingga
meningkatkan keandalan operasi dapat berlangsung kontinu
pada waktu yang lama.
6. Pemutus medan generator (Generator field breaker), field
generator dan bus exciter atau kabel tidak diperlukan lagi.

16

7. Biaya pondasi berkurang, sebab aliran udara dan bus exciter


atau kabel tidak memerlukan pondasi.

Gambar 2.6 Sistem eksitasi tanpa sikat (Brushless )

2.2 Sistem Proteksi Eksitasi


Suatu sistem eksitasi harus selalu dilengkapi dengan suatu sistem
proteksi, hal ini bertujuan untuk sarana pengaman sistem eksitasi bila terjadi
gangguan yang dapat menyebabkan kerusakan sistem eksitasi sehingga bisa
meminimalisir kerusakan pada sistem eksitasi dan sistem-sistem lainnya
yang berhubungan dengan sistem eksitasi.

17

Dalam pengoperasian sistem eksitasi juga perlu diperhatikan


gangguan-gangguan yang dapat menyebabkan alarm dan trip pada sistem
aksitasi. Sinyal-sinyal yang menyebabkan alarm dan trip pada sistem eksitasi
antara lain:
1.

Transformator eksitasi over heating


Gangguan ini bisa disebabkan karena sistem pendingin pada
transformator eksitasi tidak bekerja secara normal. Selain itu juga bisa
terjadi karena transformator eksitasi mengalami overload dan terjadinya
hubung singkat antar belitan. Hal ini mengakibatkan proses catu daya
sistem eksitasi bermasalah sehingga aliran eksitasi ke rotor generator
menjadi tidak normal.

2.

Sensor tegangan pada VT generator mengalami gangguan


Gangguan ini mengakibatkan proses monitoring tegangan dan
proteksi pada sistem eksitasi mengalami kakacauan. Hal ini sangat
berbahaya bagi generator karena jika proteksi menjadi tidak normal
maka pada saat terjadi gangguan pada generator, sistem proteksi
generator tidak dapat bekerja secara normal.

3.

Gangguan AC overvoltage
Gangguan ini mengakibatakan ketidaknormalan supply arus
eksitasi

pada

rotor

generator.

Karena

supply

tegangan

yang

disearahkan melebihi batasan normal maka arus eksitasi yang


dihasilkan menjadi tidak normal juga.

18

4.

Rotor overvoltage
Gangguan ini terjadi karena terjadinya kenaikan tegangan
eksitasi pada rotor generator, eksitasi yang lebih pada generator dapat
menaikkan temperatur pada belitan stator akibat arus yang besar
sehingga dapat merusak belitan rotor.

5.

MCB trip
MCB trip mengakibatkan terputusnya catu daya pada sistem
eksitasi generator.

6.

Thyrstor fuse putus


Gangguan ini menyebabkan terputusnya catu daya menuju
thyrstor

sehingga

menyebabkan

tidak

adanya

tegangan

yang

disearahkan.

7.

Fan thyrstor bermasalah (sensor air flow bekerja)


Saat
temperature,

beroperasi
untuk

thyrstor

mengontrol

akan

temperature

mengalami
pada

kenaikan

thyrstor

saat

beroperasi digunakan fan. Jika terjadi masalah pada fan maka


temperature pada thyrstor akan terus naik sehingga terjadi over heating,
hal ini dapat menyebabkan ketidak normalan pada thyrstor sehingga
arus eksitasi yang dialirkan pada rotor akan menjadi tidak normal.

19

8.

Limiter AVR tercapai


Limiter AVR tercapai mengakibatkan trip pada sistem eksitasi
sehingga aliran arus eksitasi pada rotor generator menjadi terputus.

9.

AVR mengalami gangguan


Jika terjadi gangguan pada sistem AVR menyebabkan proses
kontrol pada sistem eksitasi menjadi terganggu sehingga aliran arus
eksitasi pada rotor generator menjadi tidak normal dan dapat juga
mengakibatkan generator kehilangan medan penguat.

10.

Field breaker mengalami gangguan


Jika

field

breaker

mengalami

gangguan

menyebabkan

teruputusnya aliran arus eksitasi pada generator dan mengakibatkan


generator kehilangan medan penguat.

11.

Ground Fault
Gangguan ground fault terjadi karena hubung singkat antara
rangkaian sistem eksitasi dengan bodi panel eksitasi. Hal ini bisa terjadi
karena kegagalan isolasi pada konduktor.

Dalam penerapan dilapangan untuk memproteksi sistem eksitasi dari


gangguan-gangguan, sistem eksitasi dilengkapi dengan sistem proteksi.

20

Gambar 2.8 merupakan sistem proteksi eksitasi generator pada PLTGU


Gresik.

Gambar 2.7 Sistem Proteksi Penguat Generator pada PLTGU Gresik.


Keterangan Gambar:
+CJN

: Sistem Eksitasi

F16

: Tripping Matrik

PT

: Potensial Transformer

52G

: Generator Circuit Breaker

40G

: Loss Of Field Protection relay

MKC

: Trafo Eksitasi

: Generator

CT

: Current Transformer

41E

: Circuit Breaker Eksitasi

21

Dari gambar 2.7 diatas ada 2 masukan yang mengirim sinyal trip ke
tripping matrik yaitu dari internal sistem eksitasi dan Loss of field protection
relay (40G). Hal ini menunjukan bahwa sistem proteksi penguat generator
ada 2 macam, yaitu:
1. Proteksi excitation faiure atau kegagalan eksitasi.
2. Loss Of field Protection atau proteksi kehilangan medan penguat.
2.3.1 Proteksi Excitation Failure atau Kegagalan Eksitasi
Sistem proteksi excitation Failure ini merupakan proteksi
eksitasi yang mengamankan peralatan dari gangguan internal sistem
eksitasi itu sendiri. Gambar 2.8 merupakan logic diagram excitation
Failure Pada PLTGU Gresik.

22

Gambar 2.8 Logic excitation Failure.


2.3.2 Loss Of field Protection atau Kehilangan Medan Penguat

23

Gangguan hilang penguat generator adalah kondisi abnormal


operasi sistem tenaga dimana generator tidak mendapatkan suplai
arus dc sebagai arus eksitasi agar dihasilkan tegangan keluaran
pada terminal stator. Kegagalan dalam sistem eksitasi ini dapat
disebabkan oleh :
1. Breaker medan mengalami trip.
2. Hubung buka belitan medan.
3. Hubung singkat belitan medan (percikan api pada slip ring).
4. Kegagalan pada sistem Automatic Voltage Regulator (AVR)
5. Hilangnya suplai daya ke sistem eksitasi.
Akibat dari gangguan ini adalah kopling magnetik (magnetic
coupling) antara rotor dan stator melemah, sehingga putaran rotor
bertambah cepat sehingga bisa terjadi kehilangan keserempakan
(loss of synchronism) dan mengakibatkan generator bekerja sebagai
generator induksi, yang akan menyebabkan :
1. Terjadinya pengambilan daya reaktif dari sistem oleh generator
untuk digunakan sebagai eksitasi. Besarnya daya reaktif yang
diambil ini berkisar antara 2 4 kali rating generator yang dapat
menimbulkan ketidakstabilan pada sistem.
2. Naiknya temperatur rotor yang disebabkan karena pengaliran
arus induksi yang besar, sehingga menyebabkan perubahan sifat
mekanis peralatan-peralatan pada rotor.
3. Penurunan tegangan terminal generator dengan cepat (10 - 15
detik), terutama pada generator tanpa AVR.
4. Kenaikan temperatur pada stator akibat naiknya arus stator ( 2

4x

In

).

24

Pada saat generator mengalami hubung singkat secara tibatiba, maka untuk sesaat putaran generator akan mengalami
perubahan. Perubahan putaran generator yang berarti perubahan
slip putaran generator terhadap sistem akan mengakibatkan
perubahan pula pada nilai impedansi generator. Perubahan nilai
impedansi generator ini tergantung pada nilai slip yang terjadi seperti
terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel Impedansi generator terhadap slip

Slip (%)

Reaktansi Generator

Xd

0.065

0.8 x Xd

0.1
0.33

0.7 x Xd
2 x Xd

50

Xd

100

Xd

Untuk nilai slip lainnya, nilai impedansi generator didapatkan dari


interpolasi data yang ada.
Untuk analisa gangguan hilang penguat generator digunakan
perumusan kondisi perubahan tegangan dan arus generator saat
terjadi gangguan hilang penguat generator sebagai berikut :
1. Gangguan hilang penguat berupa penurunan GGL generator
tanpa disertai dengan terjadinya slip pada rotor generator.

25

2. Gangguan hilang penguat berupa penurunan GGL generator


disertai dengan terjadinya slip pada rotor generator..
2.3.2.1.

Gangguan Hilang Tanpa Disertai Adanya Slip Pada


Rotor
Pada gangguan hilang penguat kondisi tanpa slip,
maka

tegangan

GGL

generator

akan

mengalami

penurunan dari kondisi normalnya dan putaran generator


masih sinkron atau tidak terjadi slip atau nilai slip adalah 0
%. Sesuai tabel impedansi generator terhadap slip diatas,

maka nilai impedansi generator (

dengan reaktansi sinkronnya (

Xd

Zg

) adalah sama

).

gambar 3.2, bentuk lintasan impedansi generator


saat terjadi gangguan berupa lingkaran yang linier. Hal ini
dikarenakan

perumusan

gangguan

yang

digunakan

menganggap penurunan arus eksitasi yang terjadi adalah


linier. Lintasan impedansi akan berakhir di titik yang
nilainya sama dengan reaktansi sinkron sumbu direct

generator (

Xd

). Lintasan impedansi generator yang

dilihat relay saat terjadi gangguan telah memasuki daerah


kerja relay. Dengan demikian relay akan mengalami trip
dan memisahkan generator dari sistem.

26

2.3.2.2.

Gangguan Disertai Dengan Adanya Slip Pada Rotor


Generator
Penurunan arus eksitasi yang mengakibatkan
terjadinya slip baru akan terjadi jika penurunan arus
eksitasi tidak dapat diatasi oleh pembatas arus eksitasi
kurang (Under Exciter Limiter = UEL) dan batas stabilitas
pada

keadaan

generator (

Zg

mantap

dilampaui.

Nilai

impedansi

) akan mengalami perubahan dengan nilai

sesuai tabel impedansi generator terhadap slip diatas.


Dari

gambar

3.3

terlihat

lintasan

impedansi

generator saat mengalami gangguan hilang penguat


berupa lingkaran yang berhenti disumbu X negatif. Saat
terjadi gangguan maka lintasan impedansinya lebih kecil
jika dibandingkan dengan saat terjadi gangguan tanpa
disertai slip dan memasuki daerah kerja relay. Hal ini
karena

saat

terjadi

gangguan,

maka

akan

terjadi

perubahan sudut rotor generator terhadap sistem yang


nilainya tergantung pada besar slip yang terjadi, dengan
adanya perubahan sudut rotor maka akan berpengaruh
terhadap nilai arus generator saat terjadi gangguan.
Lintasan impedansi kemudian berhenti pada nilai diantara

reaktansi sinkron sumbu direct generator (

Xd

) dan

27

reaktansi transien sumbu direct generator (

X ' d /2

).

Lintasan impedansi generator yang dilihat relay saat


terjadi gangguan telah memasuki daerah kerja relay.
Dengan

demikian

relay

akan

mengalami

trip

dan

memisahkan generator dari sistem.


Untuk kedua kondisi 2.3.2.1 dan 2.3.2.2 di atas,
perubahan impedansi sebagai akibat dari berkurangnya
arus eksitasi generator diperoleh dengan menganggap
perubahan arus eksitasi linier dan nilai slip yang tetap.
Karakteristik impedansi pada terminal keluaran generator
dalam diagram R-X pada saat terjadi hilang penguat pada
berbagai tingkat beban (100%, 50% dan 30%) ditunjukkan
seperti pada gambar 2.10 :

Gambar 2.9 Karakteristik impedansi hilang penguat generator

28

(1) keluaran
(2) keluaran
(3) keluaran
2.3.2.3.

= 100 %,
= 50 %,
= 30 %

Relay Proteksi Hilang Penguat Generator


Untuk memberikan proteksi terhadap generator dari
gangguan hilang penguat generator, dapat digunakan
relay arus kurang (under current relay) atau relay jarak
(distance relay) dalam hal ini Mho relay. Rangkaian yang
digunakan diperlihatkan seperti gambar 2.10 dan 2.11
berikut.

29

Gambar 2.10 Proteksi hilang penguat generator menggunakan relay


arus kurang

Gambar 2.11 Proteksi terhadap gangguan hilang penguat generator


menggunakan relay Mho

30

BAB III
KEGAGALAN SISTEM EKSITASI

Pada semua sistem kelistrikan pasti pernah terjadi sebuah gangguan yang
mengakibatkan menurunnya kehandalan sistem atau bahkan menyebabkan
kegagalan sistem tersebut. Gangguan merupakan hal yang tidak bisa diprediksi
datangnya dan dibagian sistem mana gangguan itu terjadi. Gangguan yang terjadi
mengakibatkan terjadinya trip unit pembangkit sehingga pasokan listrik ke sistem
berkurang. Hal ini tentunya sangat merugikan bagi suatu unit pembangkit karena
unit pembangkit dituntut handal untuk menyuplai kebutuhan listrik dalam sistem.
Dalam kondisi unit pembangkit seperti ini maka kehandalan dari pembangkit
tersebut pasti berkurang. Dengan keadaan unit pembangkit seperti ini bisa
mengurangi daya jual unit pembangkit sehingga dalam proses bisnis unit
pembangkit akan sangat merugikan. Untuk meminimalkan terjadinya kegagalan
pada sistem perlu dilakukan suatu pemeliharaan yang dilakukan rutin dan
pemeliharaan pada saat terjadi gangguan.

3.1

Pengertian Umum Pemeliharaan


Pemeliharaan adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk
mempertahankan kondisi peralatan agar tetap dalam kondisi baik, dengan
demikian diharapkan menghasilkan suatu output sesuai dengan standar yang
ditetapkan.

31

Menurut Dhillon (1985), Pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari


berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang, atau
memperbaiki suatu kondisi yang bisa diterima. Sedangkan menurut British
Standard Institute (BS 3811,1974). Pemeliharaan adalah kombinasi dari
beberapa tindakan yang ditujukan untuk mempertahankan kinerja fasilitas
atau mesin.
Dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeliharaan
mempunyai

kaitan

yang

erat

dengan

tindakan

pencegahan

dan

pembaharuan. Dalam pemeliharaan, tindakan-tindakan yang dapat dilakukan


antara lain :
1 Pemeriksaan, yaitu tindakan yang ditujukan terhadap sistem untuk
mengetahui apakah sistem masih berada dalam keadaan yang memenuhi
persyaratan yang diinginkan.
2 Penggantian Komponen, yaitu tindakan penggantian komponen sistem
yang sudah tidak berfungsi dimana tindakan penggantian komponen
sistem dilakukan dapat bersifat terencana dan tidak terencana.
3 Repair dan overhaul, yaitu melakukan pemeriksaan secara cermat serta
melakukan perbaikan dimana dilakukan set-up ulang.
4 Penggantian sistem, yaitu tindakan yang diambil apabila tindakantindakan yang lain sudah tidak memungkinkan lagi.

3.1.1 Fungsi dan Tujuan Pemeliharaan


Fungsi pemeliharaan adalah memperbaiki mesin atau peralatan
(Equipment) yang rusak dan menjaga agar selalu dalam kondisi siap
dioperasikan.

32

Menurut Patner (1995), pemeliharaan adalah meliputi seluruh


kegiatan yang diambil untuk menjaga kondisi mesin yang bisa
diterima.
Pemeliharaan mempunyai tujuan utama sebagai berikut :
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset mesin produksi yang
ada di pabrik (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja,
bangunan dan isinya).
2. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan
rencana produksi.
3. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa
yang dibutuhkan oleh produksi itu sendiri dan kegiatan produksi
tidak terganggu.
4. Untuk membantu pengurangan pemakaian dan penyimpanan
diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam
perusahaan selama waktu yang ditetapkan sesuai dengan
kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi tersebut.
5. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin,
dengan melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan
efisien.
6. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan
keselamatan kerja.
7. Mengadakan kerjasama yang erat dari perusahaan dengan
fungsi-fungsi utama yang lain dari perusahaan dan dalam rangka
mencapai tujuan utama perusahaan tersebut yaitu memperoleh
keuntungan yang sebanyak mungkin dengan total biaya yang
rendah.

33

Bagian pemeliharaan berkaitan erat dengan proses produksi


karena

kegagalan kegiatan

pemeliharaan

sangat mengganggu

kelancaran proses produksi. Dengan adanya kegiatan pemeliharaan


yang

baik dan

efektif, akan mencegah

timbulnya

kerusakan

(breakdown) pada waktu yang telah diperkirakan terlebih dahulu.


3.1.2 Jenis-Jenis Pemeliharaan
Aktivitas pemeliharaan suatu fasilitas atau mesin produksi yang
dilakukan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1.

Pemeliharaan Tidak Terencana (Unplanned Maintenance)


Merupakan pemeliharaan yang tidak direncanakan terlebih
dahulu, disebabkan peralatan dan fasilitas produksi tidak memiliki
rencana serta jadwal pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan ini
disebut juga pemeliharaan darurat (breakdown maintenance atau
emergency

maintenance)

yang

didefinisikan

sebagai

pemeliharaan yang perlu dilaksanakan tindakan untuk mencegah


akibat yang fatal seperti : kerusakan besar pada peralatan,
hilangnya produksi dan keselamatan kerja.
2.

Pemeliharaan Terencana (Planned Maintenance)


Merupakan kegiatan pemeliharaan yang mengacu pada
rencana

3.

yang

telah

disusun

dan

dilaksanakan

serta

didokumentasikan. Pemeliharaan ini terbagi 2 yaitu :


Pemeliharaan Pencegahan (Preventive maintenance)
Kegiatan

pemeliharaan

untuk

mencegah

timbulnya

kerusakan-kerusakan tidak terduga dan menemukan kondisi atau

34

keadaan

yang

kerusakan

menyebabkan

pada

waktu

fasilitas

proses

produksi

produksi

mengalami

dan

mencegah

menurunnya fungsi peralatan dan fasilitas.


Pemeliharaan ini dibagi 2, yaitu:
a) Pemeliharaan rutin
Pemeliharaan rutin adalah kegiatan pemeliharaan yang
dilakukan secara rutin setiap hari yaitu dengan pembersihan
peralatan, pelumasan, identifikasi oli, identifikasi bahan bakar.
b) Pemeliharaan periodik
Pemeliharaan periodik adalah kegiatan pemeliharaan
yang dilakukan secara periodik atau jangka waktu tertentu
seperti memeriksa komponen-komponen peralatan.
4.

Pemeliharaan Perbaikan (Corrective Maintenance)


Pemeliharaan

Perbaikan

(Corrective

Maintenance)

merupakan tindakan perawatan untuk mengembalikan fungsi


sebuah peralatan produksi yang mengalami kerusakan, baik
ringan, sedang maupun parah, agar bisa melakukan fungsinya
dalam mendukung proses produksi dalam sebuah plant atau
pabrik. CM juga ada yang menyebutnya dengan istilah repair
atau service.
3.1.3 Prosedur Dalam Pelaksanaan Pemeliharaan

35

Dalam setiap kegiatan tidak dapat terlepas dari prosedur untuk


melakukan kegiatan tersebut. prosedur yang harus dilakukan dalam
kegiatan pemeliharaan antara lain :
1.

Inspeksi
Kegiatan ini meliputi kegiatan pemeriksaan secara berkala
untuk semua peralatan yang dimiliki sesuai dengan rencana
beserta

kegiatan

mengalami

pengecekkan

kerusakan

dan

terhadap

membuat

peralatan

laporan

dari

yang
hasil

pengecekkan tersebut. Adapun maksud dari kegiatan ini adalah


untuk mengetahui kondisi peralatan yang dimiliki perusahaan,
karena peralatan dalam kondisi baik akan memperlancar proses
produksi.

Laporan-laporan

inspeksi

berguna

bagi

bagian

pemeliharaan untuk mengadakan perbaikan yang tepat pada


sasaran, selain itu berguna bagi pengambil keputusan untuk
memutuskan antara mengganti atau memperbaiki mesin atau
peralatan yang rusak.
2.

Kegiatan Teknik
Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan peralatan baru,
dan pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang
baru diganti, serta melakukan penelitian terhadap kemungkinan
pengembangannya. Dalam kegiatan ini diperlukan kemampuan
untuk melakukan perubahan maupun perbaikan bagi kemajuan
peralatan pabrik tersebut.

36

3.

Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan
yang sebenarnya, yaitu memperbaiki mesin dan peralatan.
Melaksanakan kegiatan yang disarankan dalam kegiatan inspeksi
dan teknik. Adapun maksud dari kegiatan ini adalah agar kegiatan
proses produksi dapat berjalan dengan lancar kembali, diperlukan
suatu usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada
peralatan.

4.

Pekerjaan Administrasi
Pekerjaan administrasi merupakan kegiatan yang meliputi
pencatatan biaya pengeluaran untuk kegiatan pemeliharaan,
kebutuhan komponen, laporan kegiatan yang telah dikerjakan,
waktu inspeksi dan perbaikan, lamanya perbaikan dilakukan dan
jumlah komponen yang tersedia dibagian pemeliharaan. Jadi
dalam

kegiatan

pencatatan

ini

termasuk

penyusunan

perencanaan dan jadwal yaitu rencana waktu suatu mesin harus


diperiksa, diservis dan direparasi.

3.2

Faktor Penyebab Kegagalan Sistem Eksitasi


Kegagalan sistem eksitasi dapat disebabkan karena beberapa faktor,
faktor tersebut antara lain:

1.

Faktor Manusia

37

Faktor ini terutama menyangkut kesalahan atau kelalaian dalam


memberikan

perlakuan

pada

sistem

eksitasi.

Misalnya

salah

menyambung rangkaian, keliru dalam mengkalibrasi suatu piranti


pengaman, kurang kencang dalam melakukan koneksi rangkaian dan
sebagainya.
2.

Faktor Internal
Faktor ini menyangkut gangguan-gangguan yang berasal dari sistem
eksitasi itu sendiri. Misalnya usia pakai (life time), keausan, dan
sebagainya. Hal ini bisa sangat berpengaruh karena dapat mengurangi
sensitifitas relai dan juga mengurangi daya isolasi peralatan listrik lainnya.

3.

Faktor Eksternal
Faktor ini meliputi gangguan-gangguan yang berasal dari lingkungan
di sekitar sistem eksitasi. Misalnya cuaca, gempa bumi, temperature
lingkungan yang berubah-ubah.

3.3

Prinsip Kerja Proteksi Sistem eksitasi


Dalam proses penanganan gangguan yang terjadi kita harus
mengetahui prinsip kerja dari Proteksi sistem eksitasi yang terpasang pada
sistem, dengan begitu bisa menjadi lebih mudah dalam menangani
gangguan yang terjadi. Berikut ini merupakan prinsip kerja proteksi pada
sistem eksitasi.
3.3.1 Prinsip Kerja Proteksi Eksitasi Failure

38

Dalam Gambar 2.9 pada Bab 2 sinyal yang mengirim


excitation failure berasal dari banyak inputan seperti yang tertera
pada gambar. Misal terjadi suatu gangguan yang termasuk dalam
logic maka akan mengirim sinyal ke PLC. Dalam PLC sinyal tersebut
diolah dan selanjutnya digunakan untuk mengerjakan salah satu relay
yang selanjutnya akan mengirimkan sinyal trip ke panel proteksi
generator. Pada PLC sinyal-sinyal tersebut berlogic OR sehingga jika
terjadi salah satu gangguan dalam inputan excitation failure maka
akan langsung mengerjakan relay dan mengirimkan sinyal trip ke
panel proteksi. Selain dari sinyal yang berasal dari inputan PLC,
excitation failure juga bisa berasal dari kegagalan power supply
control sistem eksitasi.

3.3.2 Prinsip Kerja Loss Of Field Protection Relay (Mho Relay)


Prinsip mho relay adalah mendeteksi gangguan berdasarkan
besaran admitansi yang terukur. Jika admitansi terukur (I/V) melebihi
batas setting maka relay mendeteksi adanya gangguan. Jenis mho
relay yang digunakan pada proteksi hilang eksitasi adalah jenis offset
mho relay dengan karakteristik berdasarkan diagram R-X berikut :

39

Gambar 3.1. Diagram karakteristik offset mho relay


Relay hanya boleh beroperasi pada saat gangguan hilang eksitasi.
Pemberian sifat offset pada relay bertujuan memberikan selektivitas &
sensitivitas proteksi hilang eksitasi terhadap kondisi abnormal lain
yang sifatnya sementara seperti ayunan daya (power swing). Pada
saat terjadi power swing offset mho relay tidak boleh mendeteksi
sebagai gangguan hilang eksitasi. Pertimbangan besar offset
berdasarkan kemungkinan nilai lokus impedansi terbesar sebelum
eksitasi hilang yaitu sebanding dengan nilai reaktansi subtransient
rata-rata (Xd/2). Offset mho relay elektromekanis membutuhkan dua
macam setting yaitu setting offset tap dan setting diameter lingkaran.

40

Gambar 3.2 Respon Generator saat gangguan tanpa slip

Gambar 3.3 Respon Generator saat gangguan disertai slip


3.4

Permasalahan Sistem eksitasi di PLTGU Gresik


Pada PLTGU Gresik tepatnya di Gas Turbine 2.3 pernah terjadi
gangguan pada sistem eksitasi yang menyebabkan unit tersebut trip. Setelah

41

dilakukan identifikasi oleh pihak pemeliharaan listrik tidak ditemukan suatu


indikasi gangguan pada panel eksitasi. Pada panel eksitasi terdapat sebuah
PLC yang berperan sebagai sequncer dan juga sebagai indikator jika terjadi
suatu gangguan pada sistem eksitasi. Setelah dilakukan identifikasi pada
PLC sistem eksitasi tidak ditemukan adanya suatu indikasi gangguan
sehingga hanya dilakukan pemeliharaan dengan melakukan cleaning pada
soket-soket modul input dan output, cleaning pada AVR dan relay-relay
kontrol sistem eksitasi. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan kalau kondisi
sistem eksitasi sudah normal. Setelah dipastikan normal unit kembali distart.

Gambar 3.4 Kondisi PLC pada saat terjadi gangguan


Keterangan Gambar:

42

1. Indikator gangguan Rotor over voltage, pada kondisi normal lampu LED
Indikator tidak menyala dan pada saat terjadi gangguan Rotor over
voltage lampu LED indicator menyala.
2. Indikator Gangguan Internal fault, emergency shutdown, pada kondisi
normal lampu LED indicator tidak menyala dan pada saat terjadi
gangguan yang berasal dari internal fault emergency shutdown lampu
LED indicator akan menyala
3. Indikator CPU PLC dalam keadaan normal, pada kondisi normal lampu
LED indicator menyala dan pada saat terjadi gangguan dari CPU PLC
lampu indicator LED tidak menyala.

Gambar 3.5 tripping matrik pada saat terjadi gangguan


Keterangan Gambar:

43

1. Indikator gangguan Loss of field atau kehilangan medan penguat pada


generator, pada posisi normal lampu LED indicator tidak menyala dan
pada saat terjadi gangguan lampu LED indicator menyala.
2. Indikator Gangguan excitation failure atau kegagalan eksitasi, pada
kondisi normal lampu LED indicator tidak menyala dan pada saat terjadi
gangguan excitation failure lampu LED indicator menyala.
Dari Gambar 3.4 dan 3.5 diatas menunjukan kondisi PLC dan Tripping
matrik setelah terjadi gangguan. Normalnya jika terjadi gangguan terdapat
indikator gangguan pada PLC dan Tripping matrik, akan tetapi hal yang
terjadi pada sistem eksitasi PLTGU Gresik berbeda karena pada saat terjadi
gangguan tidak ada indikasi terjadi gangguan pada PLC sistem eksitasi
seperti ditunjukan pada gambar 3.4 sedangkan pada tripping matrik ada
indikasi gangguan seperti ditunjukan pada gambar 3.5. Selang beberapa hari
terjadi kejadian yang sama dengan kondisi yang sama dan diunit yang sama
(Auto Reset). Dengan kata lain penyebab gangguan ini belum ditemukan.
Sehingga jika sumber masalah belum diperbaiki maka kejadian ini akan terus
berulang, akan tetapi untuk menemukan sumber masalah diperlukan waktu
yang lama sedangkan dari pihak operator menginginkan unit tersebut segera
operasi. Karena tidak ada indikasi alarm di panel eksitasi maka unit tersebut
start kembali. Kejadian seperti ini berulang sebanyak 3 kali dengan rentang
waktu yang tidak lama. Dari pihak pemeliharaan listrik juga tidak dapat
menyimpulkan peralatan dari sistem eksitasi mana yang mengalami masalah.
Jika tidak dilakukan penanganan pada masalah ini maka kejadian ini pasti
akan terus berulang. Gangguan seperti ini biasa disebut dengan sinyal palsu.

44

3.5

Metode Penanganan Gangguan


Dalam menangani gangguan sebuah sistem yang bersifat critical
dapat dilakukan dengan 3 cara atau 3 metode, yaitu:
1. Pengelompokan
Dalam sebuah sistem pasti terdapat beberapa bagian yang saling
berhubungan. Untuk mengetahui bagian mana yang bermasalah maka
perlu dilakukan pengelompokan operasi per bagian. Sehingga diketahui
bagian mana yang berfungsi dengan benar dan bagian mana yang
mengalami kerusakan. Hal ini sangat efektif dan bisa menghemat waktu
dalam proses penanganan gangguan.
2. Menyamakan
Jika disebuah lokasi terdapat sistem yang sama, untuk
menemukan letak gangguan bisa dilakukan dengan cara menyamakan
sistem yang bermasalah dengan sistem yang normal sehingga dapat
dengan mudah diketahui bagian mana yang mengalami masalah.
3. Trial And Error
Trial and error merupakan salah satu cara untuk mengetahui
sumber gangguan. Trial memiliki arti mencoba dan Error memiliki arti
salah. Jadi kita mencoba mengganti atau memperbaiki tiap-tiap peralatan
sampai didapatkan peralatan yang menyebabkan sistem tersebut
error/gagal. Kecepatan dan ketepatan merupakan hal yang sangat
penting dalam proses mengidentifikasi gangguan.

45

BAB IV

46

Pemeliharaan Korektif Sistem Eksitasi Untuk


Mengidentifikasi Lokasi Gangguan

Seperti yang sudah di bahas di bab 3 bahwa sumber masalah yang


menyebabkan gangguan di sistem eksitasi belum ditemukan. Hal ini tentu sangat
merugikan bagi pembangkit karena akan menyebabkan kerugian yang besar jika
pembangkit terus mengalami trip. Karena pembangkit beroperasi secara combine
cycle yaitu gas buang sisa pembakaran untuk memutar gas turbine di manfaatkan
kembali untuk memproduksi uap di Heat Recovery Steam Generator (HRSG) yang
selanjutnya digunakan untuk memutar Steam turbine maka disaat gas turbine
mengalami trip, Steam Turbine juga akan mengalami derating. Derating adalah
kondisi dimana pembangkit tidak dapat memenuhi daya mampu netto (DMN) yang
telah disepakati dalam kontrak antara pembangkit dan P3B. Steam turbine
mengalami derating pada saat gas turbine mengalami trip karena operasi pada
PLTGU Gresik menggunakan sistem 3.3.1 yaitu 3 gas turbine 3 (Heat Recovery
Steam Generator) HRSG dan 1 steam turbine. Hal ini berarti steam turbine
mampu untuk memenuhi daya mampu netto harus beroperasi dengan Steam yang
diproduksi dari 3 HRSG (Heat Recovery Steam Generator) dan HRSG beropersi
jika gas turbine juga beroperasi. Jadi pada saat salah satu gas turbine mengalami
trip maka otomatis HRSG juga berhenti beropersi dan produksi uap untuk
memutar steam turbine akan berkurang sehingga daya yang dihasilkan generator
steam turbine menjadi dibawah DMN pembangkit.
Kerugian yang dialami selain dari segi finasial, pembangkit juga
mengalami kerugian dari segi penilaian kinerja pembangkit. Jika pembangkit

47

sering mengalami trip dan derating maka kinerja pembangkit tidak dapat
memenuhi nilai yang telah disepakati dalam kontrak antara Pembangkit dan P3B.
Jika terjadi suatu masalah pada unit pembangkit harus segera dilakukan
penanganan untuk menormalkan kembali unit pembangkit sehingga kerugian yang
dialami pembangkit dapat di minimalisir.

1 Menentukan Lokasi Gangguan


Jika lokasi gangguan belum ditemukan maka kita tidak bisa
melakukan perbaikan pada sistem eksitasi. Untuk menemukan lokasi
gangguan yang terjadi kita menggunakan metode seperti yang dibahas pada
bab 3 sebelumnya. Pertama-tama kita harus menentukan dari mana
gangguan ini berasal, mengelompokan bagian-bagian yang mengalami
masalah dan bagian yang normal. Hal ini bertujuan agar proses pencarian
gangguan lebih terfokus. Jika proses identifikasi gangguan tidak terfokus
maka waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penormalan pada sistem
yang mengalami gangguan akan semakin banyak dan pekerjaan yang
dilakukan menjadi tidak efektif, selain itu kerugian yang dialami pembangkit
juga akan semakin besar. Pada masalah yang terjadi pada sistem eksitasi
PLTGU Gresik kita harus menentukan gangguan berasal dari sistem internal
eksitasi atau dari loss of field protection relay. Hal ini bisa dilihat dari kondisi
tripping matrik saat mengalami gangguan. Seperti yang telah dijelaskan
gambar 3.2 pada bab 3, jika gangguan berasal dari loss of field protection
relay maka tripping matrik yang bekerja adalah matrik no 5 dan jika berasal
dari sistem internal eksitasi (excitation failure) maka tripping matrik yang
bekerja adalah matrik no 16. Karena pada saat terjadi gangguan tripping

48

matrik yang bekerja adalah matrik 16 maka bisa disimpulkan bahwa


gangguan berasal dari sistem internal eksitasi (excitation failure).
Setelah menentukan gangguan berasal dari sistem internal eksitasi
maka pencarian gangguan fokus pada panel sistem eksitasi. Pada PLTGU
Gresik terdapat 9 panel eksitasi yang sama sehingga untuk mempercepat
proses identifikasi gangguan dilakukan cara menyamakan panel eksitasi
yang bermasalah dengan panel eksitasi yang normal. Selain menyamakan
dengan panel eksitasi yang lain metode menyamakan juga bisa dilakukan
dengan menyamakan paramater-parameter pada panel eksitasi dengan
dasar histori data-data pengukuran dari panel eksitasi pada saat kondisi
normal. Setelah dilakukan metode menyamakan dengan panel eksitasi lain
dan histori data-data pengukuran panel eksitasi pada kondisi normal tidak
ditemukan adanya perbedaan antara panel yang bermasalah dengan panel
yang normal.
Pada panel eksitasi sinyal yang mengirim perintah trip ke panel
proteksi dan tripping matrik berasal dari tiga relay. Relay-relay ini bekerja
dengan masukan yang berbeda-beda. Berikut gambar 4.1 rangkaian
pengirim sinyal trip ke panel proteksi dan tripping matrik.

49

Gambar 4.1 Rangkaian Pengirim Sinyal Trip


Dari gambar 4.1 dijelaskan bahwa sinyal pengirim perintah trip ke
panel proteksi berasal relay yaitu relay K1, relay K10 dan relay K21. Untuk
K1 berfungsi mengirimkan sinyal jika terjadi gangguan pada power supply
Kontrol 24 Vdc. K10 berfungsi mengirimkan sinyal-sinyal sesuai yang telah
dijelaskan dalam gambar 2.5 pada bab 2 dan K21 berfungsi untuk
mengirimkan sinyal jika telah terjadi gangguan pada CPU PLC.
Langkah selanjutnya adalah mengelompokan relay mana yang
mengalami gangguan apakah dari K1, K10 atau K21. Hal ini dapat dilakukan

50

dengan identifikasi secara visual pada relay-relay tersebut. Karena relayrelay tersebut dilengkapi dengan lampu indicator maka identifikasi dapat
dilakukan dengan mengamati secara langsung relay-relay tersebut. Jika relay
tersebut bekerja maka lampu indikator akan menyala. Gambar 4.2
merupakan relay-relay pengirim perintah trip.

Gambar 4.2 Relay-Relay Pengirim Perintah Trip


Selain melakukan pengamatan pada relay juga bisa melakukan
pengamatan pada PLC seperti yang telah dijelaskan pada gambar 3.1 pada

51

bab 3. Setelah dilakukan identifikasi pada panel eksitasi tidak ditemukan


adanya indikasi gangguan sehingga relay mana yang bekerja pada saat
terjadi gangguan tidak dapat terdeteksi. Setelah dilakukan analisa oleh pihakpihak yang terkait diambil sebuah kesimpulan jika gangguan ini terjadi karena
sinyal palsu (malfunction signal). Sinyal palsu (malfunction signal) ini
merupakan sinyal yang terjadi hanya sesaat atau bersifat one pulse. karena
relay-relay tersebut diatas tidak dilengkapi dengan fasilitas pengunci
sehingga jika gangguan yang terjadi hanya bersifat sesaat atau one pulse
maka relay-relay tersebut diatas akan kembali reset ke kondisi normal saat
gangguan itu sudah hilang.
Untuk menemukan letak gangguan karena sinyal palsu (malfunction
signal) ini dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan pada ketiga relay
tersebut akan tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan karena proses
pengamatan harus dilakukan secara terus-menerus akan tetapi gangguan
tersebut tidak dapat diprediksi kapan terjadi lagi sehingga cara yang bisa
dilakukan adalah dengan melakukan modifikasi pada rangkaian pengirim
sinyal trip dengan menambahkan suatu rangkaian yaitu rangkaian identifikasi
gangguan. Rangkaian ini bertujuan agar sinyal palsu (malfunction signal)
yang terjadi pada sistem eksitasi dapat terdeteksi. Gambar 4.3 merupakan
rangkaian identifikasi gangguan.

52

Gambar 4.3 Rangkaian Identifikasi Gangguan

Cara kerja dari rangkaian identifikasi gangguan pada gambar 4.3 itu
adalah pada saat terjadi gangguan relay-relay exciting tadi tidak lagi
mengirimkan sinyal ke panel proteksi akan tetapi mengerjakan relay-relay
tambahan AX1, AX2 dan AX3. Jika saat terjadi gangguan yang sama kita
dapat mengetahui dibagian mana yang mengalami masalah karena
rangkaian ini dilengkapi dengan sistem pengunci. Jika salah satu relay ada
yang bekerja kita dapat mengetahuinya karena walaupun sinyal yang

53

mengerjakan relay tersebut bersifat sesaat, relay-relay tadi akan terus


bekerja. Relay AX1, AX2 dan AX3 juga berfungsi untuk mengirimkan sinyal
ke panel proteksi sehingga tidak mengubah sistem proteksi excitation failure.
Dalam

proses

pembuatan

rangkaian

identifikasi

gangguan

ini

didapatkan dua buah pilihan rangkaian, mengingat dari kondisi unit yang
sudah sering mengalami trip maka dilakukan penambahan timer pada
rangkaian

identifikasi

gangguan.

Gambar

4.4

merupakan

identifikasi gangguan menggunakan timer.

Gambar 4.4 Rangkaian Identifikasi Gangguan Dengan Timer

rangkaian

54

Tujuan dari ditambahkannya timer dalam rangkaian adalah untuk dapat


membedakan gangguan yang bersifat actual dan gangguan yang bersifat
sesaat. Jadi jika gangguan yang muncul bersifat sesaat dan tidak memenuhi
tunda waktu timer yang telah diatur maka tidak akan mengetripkan unit
pembangkit. Hal ini karena sinyal gangguan yang muncul tidak langsung
mengerjakan relay pengganti sehingga tidak ada sinyal yang dikirim ke panel
proteksi sebelum tunda waktu terpenuhi. Untuk masalah indikasi jika telah
terjadi gangguan tetap bisa terdeteksi, karena selain ditambahkan timer
dalam rangkaian juga ditambahkan relay RT (lihat gambar 4.4) yang
berfungsi hanya sebagai indikator jika telah terjadi gangguan.
Dari segi bisnis rangkaian identifikasi gangguan dengan menggunakan
timer lebih efektif karena bisa mencegah unit trip karena sinyal palsu.
Kelemahan dari rangkaian ini adalah dari segi keamanan peralatan karena
jika terjadi gangguan yang bersifat actual tidak bisa langsung mengirimkan
sinyal trip ke panel proteksi sehingga lebih berbahaya bagi peralatanperalatan dalam sistem.
Setelah dilakukan koordinasi antara semua pihak yang terkait yaitu
pemeliharaan dan operasi, disepakati bahwa rangkaian yang digunakan
untuk identifikasi gangguan adalah rangkaian identifikasi gangguan dengan
timer. Gambar 4.5 merupakan bentuk fisik dari rangkaian identifikasi
gangguan yang selanjutnya akan dipasang pada panel proteksi

55

Gambar 4.5. Bentuk Fisik Rangkaian Identifikasi gangguan Eksitasi

4.2 Hasil Pemasangan Rangkaian Identifikasi gangguan


Setelah rangkaian identifikasi gangguan ini dipasang terjadi gangguan
yang sama, akan tetapi pada gangguan kali ini bisa dideteksi dari mana
sumber gangguan itu berasal. Dari hasil pengamatan pada rangkaian
identifikasi gangguan sumber masalah berasal dari K21. Seperti penjelasan
diatas tadi K21 merupakan relay yang mengindikasikan bahwa telah terjadi

56

kegagalan pada CPU PLC. Untuk meyakinkan bahwa memang CPU PLC
yang bermasalah maka dilakukan metode trial and error yaitu dengan
melakukan penggantian CPU pada panel eksitasi yang bermasalah dengan
CPU PLC yang normal. Akan tetapi setelah dilakukan penggantian CPU
gangguan tersebut masih terjadi. Hal ini menunjukan bahwa tidak terjadi
kerusakan pada CPU PLC. Karena sudah bisa dipastikan sinyal berasal dari
CPU PLC maka dilakukan identifikasi pada sistem internal PLC. Proses
identifikasi pada sistem PLC ini dilakukan oleh pihak vendor yaitu siemens.
Setelah melalui proses identifikasi terhadap semua bagian PLC akhirnya
ditemukan sumber masalahnya yaitu dari interface module PLC. Dari hasil
analisa pihak vendor kerusakan ini disebabkan karena faktor usia dari
peralatan. Cara yang dilakukan untuk menormalkan kembali sistem eksitasi
adalah dengan melakukan penggantian pada bagian PLC yang mengalami
kerusakan.

4.3 Analisa
Dalam pengoperasian setiap peralatan pasti pernah mengalami suatu
gangguan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor
manusia, faktor internal dan faktor eksternal. Gangguan yang terjadi tidak
dapat diprediksi kapan dan dimana letak gangguan itu terjadi sehingga perlu
dilakukan identifikasi untuk menemukan lokasi gangguan. Dalam proses
identifikasi gangguan hal yang paling diutamakan adalah masalah waktu.
Semakin cepat gangguan itu ditemukan akan semakin baik bagi sistem.
Dalam hal identifikasi gangguan yang terjadi pada sistem eksitasi dipilih

57

dengan metode pengelompokan yaitu dengan memasang rangkaian


identifikasi gangguan. Metode ini dianggap paling tepat karena gangguan
yang terjadi disebabkan karena sinyal palsu yang terjadi hanya sesaat
sehingga letak dan dari bagian mana sinyal tersebut berasal tidak dapat
teridentifikasi. Metode ini cukup sederhana dan mudah dilakukan tetapi hasil
dari metode ini dapat memudahkan dalam proses penanganan gangguan
selanjutnya.
Peralatan pada sistem eksitasi PLTGU Gresik mulai beroperasi pada
tahun 1991 dan selama itu pula belum pernah dilakukan penggantian pada
peralatan PLC sistem eksitasi. Hal ini di sinyalir menjadi penyebab gangguan
yang muncul pada pembahasan tadi. Dari jenis peralatan yang mengalami
gangguan tadi juga jarang dilakukan pemeliharaan preventif. Pemeliharaan
pada bagian ini dilakukan hanya saat ada over houl pada unit tersebut.
Selain faktor usia dari peralatan itu, kurangnya pemeliharaan preventif juga
bisa menjadi penyebab menurunnya kinerja dari peralatan tersebut.

BAB V

58

KESIMPULAN

Dari pembahasan proyek akhir dengan judul pemeliharaan perangkat


sistem eksitasi untuk meningkatkan kehandalan pada PLTGU Gresik diatas dapat
ditarik kesimpulan antara lain:
1. Faktor internal yaitu faktor usia peralatan salah satunya menjadi faktor yang
sangat bisa menimbulkan gangguan pada peralatan. Semakin tua umur
peralatan tersebut semakin menurun pula kehandalan dari peralatan
tersebut.
2. Proses identifikasi gangguan sinyal palsu bisa dilakukan dengan metode
pengelompokan dengan cara memasang rangkaian identifikasi gangguan.
3. Bagian sistem yang mengalami gangguan hanya dilakukan pemeliharaan
rutin pada saat overhaul sehingga selain faktor usia dari peralatan tersebut,
kurangnya pemeliharaan rutin juga bisa menjadi salah satu penyebab
terjadinya gangguan.
4. Pemeliharaan rutin yang lebih intens pada peralatan dapat memperpanjang
usia dari peralatan sehingga bisa meningkatkan kehandalan pada unit
pembangkit

DAFTAR PUSTAKA
1.

Gresik Combine Cycle Power Plant Maintenance Manual,


732, Siemens Ltd.

sistem tryphol

59

2.

Gresik Combine Cycle Power Plant Maintenance Manual,

sistem tryphol

201, Siemens Ltd.


3.

Gresik Combine Cycle Power Plant Maintenance Manual, sistem tryphol


742, Siemens Ltd.

4.

Gresik Combine Cycle Power Plant Maintenance Manual, logic

failure

simatic s5 sistem, Siemens Ltd.


5.

D. Jones M.Sc. C.Eng. M.I.E.E, Analysis and Protection Of Electrical Power


Sistem, Wheeler Publishing, India, 1979.

6.
7.

http://dunia-listrik.blogspot.com/2009/06/sistem-eksitasi.html
Wirawan, Kriteria Umum Kinerja Proteksi Generator Terhadap Kondisi Lepas

8.

Sinkron, Jakarta.
Mujidan Akbar, Trip Circuit From Exitation System To generator Protection,

9.

PT Pembangkitan Jawa Bali, Gresik, 2014.


http://narendrawinahyu.blogspot.com/2012/01/prinsip-kerja-generator-

sinkron-3-fasa.html
10. John Berdy, Loss Of Excitation Protection For Modern Synchronmous
Generators, IEEE Transactions on Power Apparatus and Systems, vol. PAS94, no. 5, General Electric Company Schenectady, New York, Septemberoctober 1975
11. PT. PLN Persero Pusat Pendidikan Dan Pelatihan, Teknik Listrik Terapan

Anda mungkin juga menyukai