HEMODIALISA
1.
DEFINISI
Dialisis merupakan suatu proses yang di gunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai
fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan
peritoneal dialisis.
Pada dialisis molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara
mengalir dari sisis cairan yang lebih pekat (konsentarsi solut lebih tinggi) ke cairan yang
lebih encer (kondisi solut yang lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel
dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekanan exsternal pada membran) pada
hemodialisis membran merupakan bagian dari dialeser atau ginjal artifisial. Pada perritoneal
dialisis, merupakan peritoneum atau lapisan dinding abdomen berfungsi sebagai membran
semipermeabel .
Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan
air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer
juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan.
Hemodialisa adalah menggerakkan cairan dari partikel-pertikel lewat membran semi
permiabel yang mempunyai pengobatan yang bisa membantu mengembalikan keseimbangan
cairan dan elektrolit yang normal, mengendalikan asam dan basa, dan membuang zat-zat
toksis dari tubuh. ( Long, C.B. : 381).
Membran selaput semipermiabel adalah lembar tipis, berpori-pori, terbuat dari
selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membrane memungkinkan difusi zat dengan
berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat
kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel
darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membrane. Perbedaan konsentrasi zat pada dua
kompartemen disebut gradian konsentrasi.
2.
EPIDEMIOLOGI
Hemodialisis di Indonesia mulai tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dapatdilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik
ETIOLOGI
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat
dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat,
kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu
ginjal, dan sindrom hepatorenal.
4.
PATOFISIOLOGI
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama untuk
menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab primer
ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan
terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring / membersihkan darah.
Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik.
Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun
tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien
dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk
indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum
melalui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta
dan kebiasaan pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejalagejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah 10 ml/mnt,
yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL namun demikian yang
lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala uremia.
5.
TUJUAN
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
7.
KOMPONEN HEMODIALISA
a.
kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit,
mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal.
Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan
demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal.
Macam-macam ginjal buatan :
1) Paraller-Plate Diyalizer
Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah dalam
ginjal ini sangat banyak sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya sangat sulit dan
membutuhkan waktu yang lama.
2) Coil Dialyzer
Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena volume
darah dalam ginjal buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi kebocoran pada
ginjal buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal ini juga memerlukan mesin khusus, cara
menyiapkannya juga memerlukan waktu yang lama.
3) Hollow Fibre Dialyzer
Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam ginjal
buatan sangat sedikit sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah dan cepat.
b.
Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai
Darah
136mEq/L
4,6mEq/L
4,5mEq/L
106mEq/L
1,6mEq/L
Dialisat
134mEq/L
2,6mEq/L
2,5mEq/L
106mEq/L
1,5mEq/L
Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang.
c. Proportioning Single pas
Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan oleh
porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1
cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan
langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 600 cc/menit.
c.
AksesVaskularHemodialisis
Untuk melakukan hemodialisis intermiten jangka panjang , maka perlu ada jalan
masuk
kedalam
sistem
vascular
penderita.
keluardanmasuktubuhpenderitadengankecepatan
1.
a.
200
Darah
harus
sampai
400
ml/menit.Teknikaksesvaskulardiklasifikasikansebagaiberikut:
AksesVaskulerEksternal (sementara)
Pirauarteriovenosa
(AV)
atausistemkanuladiciptakandenganmenempatkanujungkanuladariteflondalamarteridansebuah
vena
yang
berdekatan.
Ujung
kanuladihubungkandenganselangkaretsilikondansuatusambunganteflon
yang
melengkapipirau.
b.
Kateter
vena
femoralisseringdipakaipadakasusgagalginjalakutbiladiperlukanaksesvaskularsementara,
ataubilateknikaksesvaskuler
lain
tidakdapatberfungsi.
Terdapatduatipekateterdialisisfemoralis. Katetersaldonadalahkateterberlumentunggal
yang
lumen
gandauntukaliranmasukdankeluar.
Kateter
vena
subklaviadapatdigunakansampaiempatminggusedangkankateter
vena
femoralisdibuangsetelahsatusampaiduaharisetelahpemasangan.
Komplikasi
yang
disebabkanolehkaterisasi
vena femoralis
yang
vena subklaviaserupadengankaterisasi
termasukpneumotoraksrobeknyaarteriasubklavia,
hematoma, daninfeksi.
perdarahan,
thrombosis,
embolus,
2.
sudah
didialisis.
Umur
adalahempattahundankomplikasinyalebihsedikitdenganpirau
utamaadalahnyeripadapungsi
vena
fistula
AV. Masalah
terbentuknyaaneurisma,
AV
yang
paling
trombosis,
kesulitanhemostatispascadialisis, daniskemiapadatangan.
b.
Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah tandur
dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, material
Gore-Tex (heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut
dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.Tandur
biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas. Pasien dengan
sistem vaskuler yang terganggu, seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan pemasangan
tandur sebelum menjalani hemodialisis. Karena tandur tersebut merupakan pembuluh drah
artifisial risiko infeksi akan meningkat. Komplikasitandur AV samadengan fistula
AV.trombosis, infeksi, aneurismadaniskemiatangan yang disebabkanolehpiraudarahmelalui
prosthesis danjauhdarisirkulasi distal. (Sylvia, 2005: 975)
8.
INDIKASI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
KONTRA INDIKASI
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi
yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik.
Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah
penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
Tidakdilakukanpadapasien
yang
mengalamisuhu
tinggi.Cairandialisispadasuhutubuhakanmeningkatkankecepatandifusi,
tetapisuhu
yang
yang
terlalutinggimenyebabkanhemodialisisselseldarahmerahsehinggakemungkinanpenderitaakanmeninggal.
10. PENATALAKSANAAN PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS JANGKAPANJANG
Diet dan masalah cairan. Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani
hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk
dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi akibat
penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul.
Diet rend protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian
meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal
jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan
bagian dengan resep diet untuk pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki
meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein,
natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan protein, maka protein dari
makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial
untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan
nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging,
susu dan ikan.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup
dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita gagal ginjal
kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien
sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain karena hanya ada
beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini dibiasakan,
komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan edema paru dapat
terjadi.
Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian
melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obatobat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu,
penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein
tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung pada
berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan
dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan
kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama
dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan
menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
11. KOMPLIKASI HEMODIALISA
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:
a.
Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai
mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
b.
natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat
cairan.
c.
Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada
pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmolosmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang
mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien
osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama
dengan azotemia berat.
e.
Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f.
Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan
mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor
g.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMODIALISIS
1.
PENGKAJIAN
a.
Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Sindrom uremia
Mual, muntah, perdarahan GI.
Pusing, nafas kusmaul, koma.
Perikarditis, cardiar aritmia
Edema, gagal jantung, edema paru
Hipertensi
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah, anoreksia berat,
peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat. (Brunner & Suddarth,
2001 : 1397)
b.
c.
Riwayat obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan
cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialysis,
merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat
memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan
menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat
menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan
tekanan darah rendah yang berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)
d.
Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi penyakitnya yang
tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan dalam
mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, dipresi
akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner & Suddarth, 2001: 1402)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama kali
dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267)
e.
f.
Pemeriksaan fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun.
TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan darah
diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur selesai dengan
membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268)
Manifestasi klinik
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Kulit
: kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal
Kuku
: kuku tipis dan rapuh
Rambut
: kering dan rapuh
Oral
: halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
Lambung
: mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
Pulmonary
: uremic lung atau pnemonia
Asam basa
: asidosis metabolik
Neurologic
: letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
Hematologi : perdarahan
g.
Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan GFR 4
ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
B.
a.
1.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre HD
Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb 7 gr/dl, Pneumonitis dan
Perikarditis d.d Penggunaan otot aksesoris untuk bernafas, Pernafasan cuping hidung,
2.
3.
4.
b.
1.
2.
c.
Intra HD
Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &
pemeliharaan akses vaskuler.
Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
Post HD
1.
Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis d,d
menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih, dispnea setelah beraktifitas,
2.
ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.
Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan citra tubuh
dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh, Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan
perubahan individudalam penampilan, Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada
tubuh (mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif tentang
3.
C.
a.
sesuatu
Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre HD
No
1
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Ra
Pola nafas tidak efektif b.d Setelah diberikan asuhan
1.
Observasi penyebab nafas tidak
1.
U
edema
paru,
har
2.
3.
3.
naf
c.
tidak sianosis
4.
Ajarkan cara nafas yang efektif
4.
sem
5.
5.
Berikan O2
pne
me
<
6.
pad
pen
6.
jari
8.
7.
efe
8.
10. M
9.
11. U
berikutnya
Observasi status cairan, timbang
1.
Keseimbangan
pre
dan
keseimbangan
post
masukan
HD, unt
dan pem
cairan
tercapai
2.
weight
priming & wash out HD
b.
Edema hilang
c.
Retensi 16-28 x/m
d.
Kadar natrium darah
urin
3.
132-145 mEq/l
kel
targ
3.
dik
4.
5.
6.
Motivasi
klien
untuk
kebersihan mulut
kel
6.
kek
kei
3
Ketidakseimbangan
anoreksia,
mual
diet
protein
terpenuhi,
dengan
Kriteria Hasil:
a.
Tidak
3.
penambahan atau BB
yang cepat
4.
b.
Turgor kulit normal
c.
tanpa udema
Kadar albumin plasma
d.
3,5-5,0 gr/dl
Konsumsi diet nilai
protein tinggi
5.
Kolaborasi
menentukan ber
ma
kej
seh
6.
aka
Anjurkan
camilan
rendah
kes
9.
me
unt
10.
Observasi
protein
yang
adanya
tidak
masukan
adekuat, mu
&n
10.
alb
per
Ansietas
b.d
situasional
nye
sak
pem
2.
Kriteria hasil :
Melaporkan
me
ansietas
2.
proses
penyakit
dan me
gejalanya.
Tampak rileks.
3.
terb
ditu
3.
sec
4.
Catat
perilaku
terdekat/keluarga
dari
orang pas
yang ket
ses
me
5.
pas
me
5.
5.
Identifikasi
sumber
yang
mampu menolong.
Kerusakan integritas kulit Setelahdilakukanaskepsel1.
Observasi kulit dengan sering
1.
berhubungan
dengan ama
3x
24
6.
kul
7.
ker
terj
pen
b.
Intra HD
No
1
Diagnosa
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
Ra
Resiko cedera b.d akses Setelah dilakukan asuhan
1.
Observasi kepatenan AV shunt
1.
vaskuler
&
sekunder
dip
vas
2.
Kulit pada sekitar AV
Monitor
kepatenan
2.
kateter
terj
3.
3.
Observasi warna kulit, keutuhan
did
kul
4.
Monitor TD setelah HD
4.
me
5.
&d
5.
Lakukan
heparinisasi
6.
pada
ker
shunt/kateter pasca HD
6.
2
shunt/penusukan kateter
Resiko terjadi perdarahan Setelah dilakukan asuhan
1.
Monitor tanda-tanda penurunan
1.
berhubungan
dengan keperawatan
selama trombosit
yang
disertai
tanda tan
dar
proses hemodialisa
perdarahan
me
dengan
Kriteria hasil :
1.
TD 120/80 mmHg,
N:
80-100x/menit
sep
terjadi
2.
2.
terk
dap
3.
din
bila
4.
Antisipasi adanya perdarahan:
leb
5.
seti
keb
kem
dia
c.
No
1
Post HD
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan
1.
Observasi
keletihan,
faktor
yang1.
Rasional
Menyediaka
anemia, keperawatan & HD, selama menimbulkan keletihan: Anemia, indikasi tingk
mampu
jam
diharapkan
berpartisipasi
klien Ketidakseimbangan
cairan
&
2.
Berpartisipasi dalam aktivitas
Mening
sambil istirahat
3.
Mendorong
yang dapat di
yang adekuat
4.
Istirahat
dianjurkan se
adanya perub
cairan & el
pada
2
diberikan
asuhan
prose
melelahkan
Observasi respon & reaksi klien
1.
Menyedia
keperawatan selama 1x24 jam & keluarganya terhadap penyakit & keluarga
penanganannya.
konsep
diri,
dengan
perubahan hid
Kriteria Hasil:
a.
b.
Pola
koping
Penguata
terhadap klien
klien
dan
keluarga efektif
Klien & keluarga
bisa
mengungkapkan
perasaan
Pola ko
dimasa lalu
&
menghadapi
penanganan
sekarang
4.
Klien dap
masalah
perubahan
yang
terjadi
seksual
dan
da
yang harus di
cara
alternatif
seksual
lain
untuk
selain
hubungan seks
5.
Bentuk
seksual dapat
Diskusikan peran memberi dan
menerima cinta, kehangatan dan
kemesraan
6.
Seksualita
yang berbeda
tergantung da
3
Resiko
prosedur
infeksi
b.d Setelah
diberikan
asuhan
berulang
diharapkan
Mikroorgan
masuk kedala
kateter
2.
Kuman tid
2.
Pertahankan teknik steril selama
Suhu tubuh normal (36-37 C)
area insersi
Tak ada kemerahan sekitar kontak
dg
akses
vaskuler:
shunt
c.
nyeri/bengkak
shunt
tidak
3.
Inflamasi/
kemerahan, n
4.
5.
4.
Gizi yang
tubuh
5.
Pasien H
kronis, imun
D.
E.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi atau tindakan yang direncanakan.
EVALUASI
a.
1.
2.
3.
4.
5.
Pre HD
Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
Integritas kulit tidak mengalami kerusakan
b.
1.
2.
Intra HD
Resiko cedera tidak terjadi
Tidak terjadi perdarahan
c.
1.
2.
3.
Post HD
Dapat beraktivitas seperti biasa
Harga diri rendah dapat teratasi karena pola koping klien efektif
Tidak terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.
Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012.NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Ariany, Arin. 2013. Asuhan Keperawatan Hemodialisis. Di akses pada tanggal 23 Desember 2014
pada :http://arinariany.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-hemodialisis.html
Setiawati, Wiwik. 2013. Laporan Pendahuluan Hemodialisa .Di Akses Pada Tanggal 23 Desember 2014
Pada : http://kesehatan-ilmu.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluan-hemodialisa.html