Anda di halaman 1dari 20

123

BAB IV.
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian survey, karena penelitian ini
mengambil sampel dari satu populasi menggunakan kuisioner sebagai alat
pengumpulan data yang utama. Pada umumnya yang merupakan unit analisis
dalam penelitian survey adalah individu (Singarimbun dalam Singarimbun dan
Effendi ed, 1995). Oleh karena itu, dalam penelitian ini unit analisisnya adalah
pegawai atau karyawan pada perusahaan perbankan yang berstatus BUMN.
Data yang dikumpulkan merupakan data yang bersifat cross sectional
yang diperoleh dari responden dalam menjawab item-item yang berkaitan
dengan variabel-variabel karakteristik individu, person organization fit,
Kualitas kehidupan kerja, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan
kinerja karyawan, dalam waktu dua bulan (waktu penelitian dilaksanakan).
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji dan menganalisis pengaruh
karakteristik individu, person organization fit, dan kualitas kehidupan kerja
terhadap kepuasan Kerja, komitmen organisasional, terhadap kinerja
karyawan, pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional,
pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja, dan pengaruh komitmen
organisasional terhadap kinerja karyawan.
Penelitian survei ini digunakan untuk maksud penjelasan (explanatory
atau confirmatory), yaitu menjelaskan hubungan kausal antara variabel-

124

variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dalam Singarimbun dan


Effendi ed., 1995).
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan tahun 2011 hingga 2012 di Sulawesi Selatan
dengan pertimbangan; Pertama, karena luasnya wilayah objek penelitian,
maka pengambilan bank-bank sebagai objek penelitian dilakukan pada bank
BUMN meliputi; Bank BRI, Bank BNI 1946, Bank mandiri dan Bank BTN.
Pengambilan data dilakukan di Kantor Pusat, kantor Wilayah dan kantorkantor Cabang Utama (Makassar) dan Kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan.
C. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan,
sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2002:72). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pegawai dan atau karyawan tetap non manajerial pada bank
BUMN (BRI, BNI 46, Bank Mandiri dan BTN) di Sulawesi Selatan yang
berjumlah 1276 orang. Mengingat jumlah populasi relatif besar dan tidak
memungkinkan untuk diteliti secara keseluruhan (sensus), maka dilakukan
teknik sampling.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah multistage sampling (Sugiarto dkk, 2003) dalam Arifin. Berdasarkan
metode tersebut, maka penelitian ini menggunakan dua tahap, yaitu : Tahap

125

Pertama, adalah memilih cabang berdasarkan lokasi atau wilayah yang


dijadikan sampel Pada tahap ini, pemilihan cabang berdasarkan lokasi
sebagai sampel dilakukan dengan memilih empat lokasi cabang bank BUMN,
yaitu; Makassar, Pare-pare, Palopo dan Watangpone (Bone). Hal ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa, ke empat lokasi ini memiliki luas
wilayah dan jumlah penduduk yang besar. Di samping itu masyarakat yang
ada di wilayah tersebut memiliki kesadaran memanfaatkan jasa perbankan
lebih tinggi dilihat dari jumlah nasabah yang ada pada cabang-cabang di
wilayah tersebut.
Selanjutnya, pada tahap kedua adalah menentukan sampel karyawan
non manajerial dari masing-masing cabang berdasarkan lokasi yang telah
dipilih sebagai bank sampel. Penentuan sampel dari populasi secara
proporsional dengan asumsi populasi 785 orang karyawan/karyawati
homogen, maka penarikan sampel dari group populasi dilakukan secara
proportional random sampling. Setiap sampel diambil sedemikian hingga
satuan elementer atau unit populasi dalam hal ini seluruh karyawan non
manajerial dari cabang bank sampel memiliki peluang yang sama untuk dipilih
sebagai sampel. Dengan pendekatan ini, maka sampel acak diharapkan
menjamin penelitian dapat dievaluasi objektif karena terpilihnya satuan
elementer sampel secara objektivitas, terhindar dari subjektivitas peneliti.
Alasan memilih karyawan non manajerial adalah karena karyawan di bagian
inilah, yang secara langsung melaksanakan segala kebijakan yang telah
dibuat oleh perusahaan. Untuk itu efektivitas suatu kebijakan sangat
tergantung dari kemauan, usaha, dan kemampuan mereka dalam
melaksanakan kebijakan tersebut.

126

Penentuan jumlah sampel sedapat mungkin sesuai dengan kriteria


ideal besaran sampel untuk analisis pemodelan SEM yaitu 100-200 dan
minimum absolut 50, atau besaran sampel minimum adalah 5-10 x variabel
manifers atau indikator dari keseluruhan variabel laten.
Mengacu pada pendekatan tersebut, untuk pemodelan SEM dengan
populasi 785 orang, maka jumlah sampel yang dijadikan sebagai responden
ditetapkan sampel 200 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 4.1. Sebaran Proporsional Sampel
DISTRIBUSI SAMPEL
POPULASI
KARYAWAN

% PROP.

JUMLAH
SAMPEL

SAMPEL
YANG
DIOLAH

255

32.5

200

65

BRI

234

29.8

200

60

BTN

146

18,6

200

37

MANDIRI

150

19,1

200

38

TOTAL

785

100

BANK

BNI

200

Sumber : diolah kembali 2011

D. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini, menggunakan metode atau
tehnik wawancara, kuisioner, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan

127

tujuan untuk mendapatkan data awal serta informasi awal dalam


hubungannya dengan subjek maupun objek penelitian. Pelaksanaan
wawancara ini dilakukan secara terstruktur dengan jawaban yang bersifat
terbuka kepada karyawan dan manajer bank.
Penggunaan tehnik kuisioner bertujuan untuk memperoleh data dari
responden sebagai subjek penelitian yaitu mengenai variabel-variabel yang
akan diukur, meliputi: karakteristik individu, person organization fit, kualitas
kehidupan kerja, kepuasan, komitmen, serta kinerja karyawan. Kuisioner ini,
berisi pertanyaan-pertanyaan dengan memberikan score (nilai) dari setiap
jawaban yaitu dengan menggunakan skala Likert. Score (nilai) dari jawaban
responden diberikan dengan lima alternatif pilihan yaitu, sangat setuju (SS)
dengan skor 5, setuju (SJ) dengan skor 4, netral (N) dengan skor 3, tidak
setuju (TS) dengan skor 2, dan sangat tidak setuju (S TJ) dengan skor 1.
Tingkat pengukuran yang digunakan adalah ordinal, dimana angka-angka
yang diberikan mengandung pengertian tingkatan.
Penggunaan tehnik dokumentasi bertujuan untuk mendapatkan data
sekunder yang akan digunakan untuk memperoleh analogi yang berguna
dalam perumusan teori, dan landasan dalam menganalisis data primer, serta
memperkuat dugaan dalam pembahasan masalah.

E. Uji Validitas dan Realibilitas


Pengujian validitas dan realibilitas dimaksudkan untuk menentukan
bahwa secara keseluruhan instrumen penelitian yang digunakan adalah valid

128

atau tepat sekalipun digunakan di tempat lain pada waktu yang lain, reliabel
atau handal sekalipun digunakan secara berulang-ulang pada kesempatan
yang berbeda.
1. Uji Validitas
Instrumen dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur gejala sesuai dengan apa yang
didefenisikan. Metode ini dilakukan dengan menggunakan Tehnik uji
korelasi person product moment. Validitas instrumen ditentukan dengan cara
mengkorelasikan antara score masing-masing item dengan total score
masing-masing item (Sugiyono, 2002:114). Selanjutnya koefisien masingmasing item dibandingkan dengan angka kritis r pada tabel kritis r Person
Product Moment sesuai dengan derajat bebas dan signifikansinya. Apabila
nilai Product Moment, maka dapat disimpulkan bahwa item-item pernyataan
tersebut dinyatakan valid, dan nilai sebaliknya dinyatakan tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel belum tentu valid, sedangkan instrumen yang
valid pada umumnya pasti reliabel. Dengan demikian pengujian reliabilitas
instrumen harus dilakukan karena, merupakan syarat untuk pengujian
validitas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini mengukur
reliabilitas data dengan reliabilitas konsistensi internal (Sugiyono, 2002:111).
Pengujian realibilitas dengan konsistensi internal dilakukan dengan
cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh
dianalisis butir-butir pertanyaan dalam penelitian ini digunakan tehnik
Cronbachs Alfa (koefisien alfa). Suatu item pengukuran dapat dikatakan
reliabel apabila memiliki koefisien alfa lebih besar dari 0,6 (Sugiyono,

2002;122).

129

F. Metode Analisis Penelitian


Sesuai dengan kerangka konseptual yang telah dikembangkan
berdasarkan hasil telaah teoritis dan hipotesis yang akan diuji, maka teknik
analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Structural Equation
Modelling (SEM) dengan menggunakan program AMOS 7 (Analysis of
Moment Structural). SEM merupakan salah satu teknik analisis multivariat
yang memungkinkan dilakukan serangkaian analisis dari beberapa variabel
laten secara simultan sehingga memberikan efisiensi secara statistik (Hait et
al., 1998). SEM memiliki keunggulan lain dibanding teknik analisis multivariat
lainnya, karena dalam variabel laten dimasukkan kesalahan pengukuran
dalam model yaitu kesalahan pengukuran variabel laten eksogen diberi
lambang epsilon (e), sedangkan kesalahan pengukuran pada variabel laten
endogen diberi lambang zeta (z) (Arbuchle and Werner, 1999).
Pengujian SEM dalam penelitian ini meliputi : uji normalitas,
Confirmatory factor analysis (CFA), uji kesesuaian model secara
keseluruhan (overall model fit test), dan uji secara individual kebermaknaan
(test of significance). Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji outlier. Uji
normalitas data penting dilakukan karena analisis SEM dapat dilakukan jika
data terdistribusi normal. Uji normalitas data menggunakan metode
univariate normality dengan mellihat koefisien indeks skew univariate
(kecondongan) dan indeks kurtosis univariate (tinggi-datar). Data memenuhi
syarat normalitas data, jika koefisien indeks skew univariate dan indeks

kurtosis univariate berada di antara 0 sampai

2,58. Pendeteksian

terhadap outlier menggunakan Mahalanobis distance yang menunjukkan

130

seberapa jauh jarak sebuah data dari titik pusat tertentu. Sebuah data
dikatakan outlier jika mempunyai angka p1 dan p2 yang kurang dari 0,05
(Santoso, 2007).
Uji ketepatan indikator atau variabel manifes dalam mengukur
variabel laten yang terkait, dilakukan melalui confirmatory factor analysis
(CFA) dengan melihat loading factor dari masing-masing indikator.
Hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho : Tidak terdapat hubungan signifikan antara X ij dengan Xj.
Ha : Terdapat hubungan signifikan antara X ij dengan Xj.
Dimana Xij adalah indikator ke-i untuk variabel laten ke-j dan X j adalah
variabel laten ke-j. Kriteria keputusan adalah terima Ho jika nilai probability
(P) < 0,05 atau loading factor < 0,5, selain nilai tersebut a terima (Santoso,
2007)
Pengujian model meliputi uji kesesuaian model secara keseluruhan
(overall model fit test) dan uji secara individual kebermaknaan (test of
significance) hasil estimasi parameter model. Pengujian pertama erat
berhubungan dengan persoalan generalisasi, yaitu sejauhmana hasil
estimasi parameter model dapat diberlakukan terhadap populasi. Sedang
pengujian kedua berhubungan dengan menguji hipotesis penelitian yang
diajukan. Pengujian kesesuaian model secara keseluruhan dilakukan
dengan menggunakan ukuran goodness of fit test (GFT), sedang pengujian
secara individual kebermaknaan dilakukan dengan menggunakan statistik uji
t, sama seperti menguji koefisien regresi klasik biasa, dengan menggunakan

131

taraf signifikansi () 5%. Artinya, nilai statistik t kritis yang ditetapkan adalah
sebesar 1,96 (Joreskog & Sorbom1993:107).
Kesesuaian model dalam model persamaan struktural adalah
kesesuaian antara matriks kovariansi data sampel dengan matriks kovariansi
populasi yang diestimasi. Suatu model analisis faktor konfirmatori atau SEM
dikatakan fit atau cocok dengan data apabila matriks kovariansi data sampel
(S) tidak berbeda dengan matriks kovariansi populasi () yang diestimasi.
Dengan demikian, maka hipotesis statistik uji kesesuaian model dirumuskan
sebagai berikut :
Ho: S = , artinya tidak ada perbedaan antara matriks kovariansi sampel (S)
dengan matriks kovariansi populasi ()
Hasil uji hipotesis tersebut diharapkan dapat menerima hipotesis nol,
dan dikatakan model fit dengan data. Artinya, model yang diusulkan
(proposed model) mampu mengestimasi matriks kovariansi populasi ()
yang tidak berbeda dengan matriks kovariansi data sampel (S). Karena itu
hasil estimasi parameter model dapat diberlakukan terhadap populasi
(Kusnendi, 2008).
Kriteria pengujian menggunakan beberapa ukuran kesesuaian model
(Goodness-of-Fit-Test) yang terdiri atas ukuran yang bersifat absolut
(absolute fit measures), komparatif (incremental fit measures), dan parsimoni
(parximonius fit measures). Berdasarkan ketiga jens Goodness-of-Fit-Test
tersebut suatu model diindikasikan sesuai atau fit dengan data apabila model
cocok secara absolut dengan data, relatif lebih baik bila dibandingkan
dengan model lain (baseline model atau null model), serta relatif lebih

132

sederhana bila dibandingkan dengan model alternatif (Bachruddin & Tobing,


2003)
Ukuran kesesuaian absolut (absolute fit measures)
menginformasikan kemampuan model untuk mengestimasi secara absolut
matriks kovariansi populasi berdasarkan matriks kovariansi sampel. Dua
ukuran kesesuaian absolut yang paling umum digunakan adalah statistik
Likelihood-Ratio Chi-Square Statistic (X2) dan Root Means Square Error of
Approximation (RMSEA) (Joreskog & Sorbom, 1996).
Salah satu karakteristik dari Likelihood-Ratio Chi-Square Statistic
adalah, semakin tinggi nilainya akan dihasilkan nilai P-hitung yang relatif
rendah, dan sebaliknya. Statistik (X2) yang relatif tinggi dengan nilai P-hitung
yang relatif rendah mengindikasikan bahwa, antara matriks
kovariansi/korelasi sampel dengan matriks kovariansi/korelasi populasi yang
diestimasi memiliki perbedaan yang nyata. Hal sebaliknya, Statistik (X2) yang
relatif rendah dengan nilai P-hitung yang relatif tinggi menunjukkan, matriks
kovariansi/korelasi sampel tidak berbeda dengan matriks kovariansi/korelasi
populasi. Karena dalam uji overall model fit diharapkan dapat menerima Ho,
maka hasil uji diharapkan dapat diperoleh Statistik (X2) yang relatif rendah
dengan nilai P-hitung yang relatif tinggi. Dengan demikian, berdasarkan
ukuran Statistik (X2), model dikatakan fit dengan data apabila Statistik (X2)
yang diperoleh mampu menghasilkan nilai P-hitung sama dengan atau lebih
besar dari tingkat kesalahan yang ditolerir, yaitu sebesar 0,05 (Joreskog &
Sorbom, 1996).

133

Karakteristik lain dari Statistik (X2) adalah sangat sensitif terhadap


ukuran sampel (Schumacker & Lomax, 1996; Hair, et. al, 1998). Semakin
besar ukuran sampel maka Statistik (X2) yang diperoleh cenderung akan
semakin besar dengan nilai P-hitung yang semakin kecil. Sehingga untuk
ukuran sampel besar, Statistik (X2) cenderung menolak model (Joreskog &
Sorbom, 1996; Heir et al, 1998; Santoso, 2007). Atas dasar hal tersebut,
maka untuk meningkatkan keakuratan hasil pengujian overall model fit, para
peneliti biasanya melengkapi Likelihood-Ratio Chi-Square Statistic dengan
ukuran kesesuaian absolut lain, yaitu Root Means Square Error of
Approximation (RMSEA) (Kusnandi, 2008).
RMSEA merupakan ukuran atau indeks yang mencoba memperbaiki
karakteristik Statistik (X2) yang cenderung menolak model jika ukuran
sampel relatif besar. Kriteria dari RMEA adalah, semakin rendah nilai
RMSEA menunjukkan matriks kovariansi sampel dengan matriks kovariansi
populasi cenderung tidak berbeda. Karena itu, suatu model dikatakan fit
dengan data apabila model mampu menghasilkan nilai RMSEA yang kecil
mendekati nol. Beberapa pakar (hair et al, 1998; Ferdinand, 2002; Ghozali,
2004) merekomendasikan nilai RMSEA maksimum sebesar 0,05 sampai
0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima sebagai dasar untuk
mengatakan model fit dengan data.
Ukuran kesesuaian komparatif (incremental fit measures)
menginformasikan kemampuan model yang diusulkan bila dibandingkan
dengan baseline model atau null model. Baseline model terdiri atas
saturated model dan independent model. Saturated model adalah model

134

yang diprogram untuk menghasilkan estimasi parameter yang bersifat


saturated atau perfect fit dengan Statistik (X2) dan derajat kebebasan sama
dengan nol. Independent model adalah model yang diprogram di mana
semua variabel eksogen yang diobservasi tidak saling berkorelasi. Karena
itu, model bersifat poor fit (kebalikan dari saturated model) dimana Statistik
(X2) yang dihasilkan relatif tinggi.
Beberapa ukuran kesesuaian komparatif yang banyak digunakan
para peneliti adalah Comparative Fit Indeks (CFI) dengan nilai sebesar 0,90
menunjukkan model fit atau 90% model lebih baik bila dibandingkan dengan
baseline model. NNFI atau disebut juga sebagai Tucker-Lewis Index (TLI)
yang merupakan koreksi terhadap NFI dengan melibatkan derajat
kebebasan. TLI sebesar 0,90 menunjukkan model fit (Hair et al, 1998;
Schumacker & Lomax, 1996). CFI merupakan ukuran komparatif yang
sangat dianjurkan untuk digunakan sebagai ukuran uji overall model fit.
Alasannya adalah, CFI tidak sensitif terhadap ukuran sampel dan kurang
dipengaruhi oleh jumlah parameter model yang akan diestimasi (Hulland,
Chow & Lam, 1996). Sejalan dengan pendapat tersebut, Hair et al, (1998)
merekomendasikan penggunaan CFI bersama-sama dengan Statistik (X2)
dan nilai RMSEA sebagai ukuran utama pengujian kesesuaian model.
Ukuran kesesuaian parsimoni (Parsimonius Fit easures, PFM)
menginformasikan kesederhanaan model dalam kaitannya dengan jumlah
parameter yang diestimasi. Dilihat dari ukuran PFM, model dikatakan fit
dengan data mengandung arti model yang diusulkan relatif lebih sederhana
dibandingkan dengan model alternatif. Salah satu ukuran kesesuaian

135

parsimoni yang paling banyak digunakan para peneliti adalah Normed ChiSquare atau CMIN/DF. Normed Chi-Square tidak lain nilai Statistik (X2)
dibagi dengan derajat kebebasan (df). Ghozali (2004) dan Arbuckle (1997)
merekomendasikan nilai Normed Chi-Square atau CMIN/DF sama dengan
atau kurang dari 2 sebagai kriteria model fit.
Secara ringkas kriteria pengujian goodness of fit overall structural
model dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2 : Cut-off untuk Goodness of Fit Overall Structural Model
No.

Indeks

Cut-off

Chi-Square

Kecil

Probabilitas Chi-Square

0,05

CMIN/DF

2.00

RMSEA

0.08

TLI

0.90

CFI

0.90

Sumber : Kusnandi, 2008


Uji secara individual kebermaknaan (test of significance) model
struktural dilakukan setelah diperoleh overall model yang memenuhi kriteria
goodness of fit yang bertujuan untuk menguji hipotesis hubungan kausal antar
konstruk (Hair et, al, 1992). Uji statistik yang digunakan adalah uji t yang
didasarkan pada critical value. Nilai t hitung dalam program AMOS
ditunjukkan oleh critical ratio (CR). Signifikansi hubungan dapat ditentukan
berdasarkan nilai CR atau nilai probabilitas (p) dalam program AMOS.
Berdasarkan tabel distribusi t (Walpole 1995) critical value pada tingkat

136

ketelitian 10% atau 1,28, tingkat ketelitian 5% adalah 1,65 dan tingkat
ketelitian 1% adalah 2,33 (menggunakan dua arah). Tingkat signifikansi dalam
penelitian ini digunakan 5%, sehingga hubungan tersebut dikatakan
signifikansi apabila nilai CR > 1,65 atau P < 0,05. Hipotesis yang akan diuji
adalah:
Ho: B = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan X1 terhadap Y1
Ho: B = 0, artinya ada pengaruh signifikan X1 terhadap Y1
Kriteria pengujian adalah terima Ho apabila nilai CR < 165 atau P > 0,05,
dan selain nilai tersebut maka Ho ditolak.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Pengukuran beberapa variabel penelitian yang digunakan
dikembangkan sebagai tindak lanjut dari perumusan hipotesis dan
konstruksi model struktural penelitian. Adapun variabel-variabel penelitian
tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut ;
A. Karakteristik Individu (X1)
Variabel eksogen karakteristik individu (X1) dalam penelitian ini
merupakan kondisi atau ciri-ciri utama yang dimiliki dan melekat pada
diri setiap individu. Karakteristik Individu merupakan modal pokok dari
setiap karyawan dalam pelaksanaan tugas-tugas atau pekerjaan yang
diberikan organisasi. Pengukuran terhadap variabel Karakteristik
Individu meliputi indikator-indikator berikut :
1. Umur (Age)

137

Merupakan persepsi individu terhadap usia dalam kaitannya


dengan aktivitas menjalankan tugas-tugas atau pekerjaan yang
diberikan organisasi yang mencakup nilai-nilai produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas.
2. Masa Kerja (Tenure)
Merupakan persepdi individu tentang periode waktu bekerja
yang dialami oleh individu semasa hidupnya dalam organisasi yang
mencakup sejumlah nilai-nilai tentang senioritas, kedudukan atau
jabatan, dan kontribusi terhadap organisasi.
3. Tingkat Pendidikan (educational level)
Merupakan persepsi individu tentang lintasan tingkat
pendidikan formal dan non-formal yang pernah dialaminya dalam
rangka menunjang pelaksanaan tugas-tugas atau pekerjaan dalam
organisasi yang mencakup nilai-nilai tingkat pendidikan, intensitas
pelatihan, serta kesesuaian tingkat pendidikan atau pelatihan yang
dialaminya dengan pekerjaan sekarang.
4. Jenis kelamin (gender)
Merupakan persepsi individu terhadap jenis kelamin yang
berkaitan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dalam organisasi.
Indikator ini mencakup nilai-nilai kesesuaian jenis kelamin denngan
jenis pekerjaannya, variasi nilai motivasi berdasarkan jenis kelamin,
serta perlakuan organisasi terhadap karyawan berdasarkan jenis
kelamin.
5. Etika kerja (strong work ethic)
Indikator ini merupakan persepsi individu terhadap semangat
(morale) sehubungan dengan pelaksanaan tugas-tugas atau
pekerjaan yang diberikan organisasi dengan mencakup sejumlah
nilai yaitu semangat menghadapi tantangan, semangat

138

menyelesaikan semua tugas atau pekerjaan, serta semangat untuk


mengatasi setiap masalah yang terjadi dalam rangka melakukan
semua tugas atau pekerjaan.
B. Person Organization Fit (X2)
Person organization Fit (P-O fit) secara luas didefinisikan
sebagai kesesuaian antara nilai-nilai organisasi dengan nilai-nilai
individu (Kristof, 1996; Netemeyer et, al., 1999; Vancouver et al.,
1994). Dalam peneltian ini variabel Person-Organization Fit (P-O Fit)
dibentuk oleh indikator yang ditelti oleh Kristof (1996), Adapun indikator
dari Person-Organization Fit (P-O Fit) dapat disimpulkan dalam empat
konsep yaitu :
1. Kesesuaian nilai (value congruence)
2. Kesesuaian tujuan (goal congruence)
3. Pemenuhan kebutuhan karyawan (employee need fulfillment)
4. Kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian (culture personality
congruence)
C. Kualitas Kehidupan Kerja (X3)
Kualitas kehidupan kerja adalah persepsi-persepsi karyawan
bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan
mendapat kesempatan mampu tumbuh dan berkembang selayaknya
manusia (Wayne, 1992 dalam Noor Arifin, 1999)

139

Indikator dalam kualitas kehidupan kerja menurut Walton


(1974, dalam Zin 2004):
1. Pertumbuhan dan pengembangan, yaitu terdapatnya kemungkinan
untuk mengembangkan kemampuan dan tersedianya kesempatan
untuk menggunakan ketrampilan atau pengetahuan yang dimiliki
karyawan.
2. Partisipasi, yaitu adanya kesempatan untuk berpartisipasi atau
terlibat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi
langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan.
3. Sistem imbalan yang inovatif, yaitu bahwa imbalan yang diberikan
kepada karyawan memungkinkan mereka untuk memuaskan
berbagai kebutuhannya sesuai dengan standard hidup karyawan
yang bersangkutan dan sesuai dengan standard pengupahan dan
penggajian yang berlaku di pasaran kerja.
4. Lingkungan kerja, yaitu tersedianya lingkungan kerja yang kondusif,
termasuk di dalamnya penetapan jam kerja, peraturan yang berlaku
kepemimpinan serta lingkungan fisik.
D. Kepuasan Kerja (Y1)
Kepuasan kerja adalah perasaan menyenangkan atau tidak
menyenangkan bagi karyawan dalam memandang pekerjaan mereka
(Davis and Newstrom, 1996). Kepuasan kerja dilihat sebagain
pernyataan senang dan tidak senang yang timbul karena adanya
pengorbanan dan perolehan di antara para pegawai pada saat bekerja
dalam organisasi. Dalam mengukur komponen dari kepuasan kerja,
menggunakan pengukuran kepuasan dengan skala indeks deskripsi
jabatan (job description index). Skala pengukuran kepuasan ini
dikembangkan oleh Smith Kendall and Hulin (1969). Skala indeks

140

tersebut yang diukur adalah sikap pekerja terhadap pekerjaan,


pimpinan dan promosi jabatan. Item-item dari kepuasan kerja dinilai
dengan skala Likert 5 point. Dengan demikian, kepuasan kerja dalam
penelitian ini diukur dengan indikator variabel sebagai berikut :
1) Kepuasan terhadap gaji atau upah adalah kepuasan terhadap
imbalan finansial yang diterima dan dipandang sebagai imbalan
yang sepadan dengan jabatan pekerjaan. Item-item yang
merupakan bagian dari indikator ini meliputi : Kesesuaian gaji yang
diterima dengan harapan, tunjangan yang diterima, honorarium
dibayar tepat waktu.
2) Kepuasan terhadap promosi adalah kepuasan terhadap
kesempatan untuk maju di dalam organisasi. Item-item yang
merupakan bagian dari indikator ini mencakup : kenaikan pangkat
sesuai jadwal, pegawai berprestasi mudah mendapatkan kenaikan
pangkat, kesempatan mengikutin pendidikan, pelatihan atau
seminar.
3) Kepuasan terhadap pekerjaan adalah kepuasan terhadap tugas
pekerjaan yang sesuai keahlian, menarik dan tanggung jawab yang
sesuai. Hal yang merupakan bagian dari indikator ini adalah :
pekerjaan sesuai dengan keahlian, pekerjaan menarik, tanggung
jawab pekerjaan sesuai.
4) Kepuasan terhadap pengawasan adalah kepuasan terhadap
pengawasan dari atasan dan perlakuan atasan selama bekerja. Hal
ini meliputi : pengawasan dari atasan baik, dan perlakuan atasan
menyenangkan.
E. Komitmen Organisasional (Y2)
Variabel komitmen organisasional yang digunakan dalam
penelitian ini merujuk pada pandangan Meyer & Allen (1991) dengan

141

melihat komitmen organisasional memiliki tiga komponen afektif,


kontinuan dan normatif.
1) Komitmen afektif adalah situasi individu yang secara kuat
melakukan identifikasi, terlibat dan merasa nyaman sebagai
anggota dalam organisasi. Hal ini meliputi; sikap individu tentang
bahagia atau tidak bahagia dengan bekerja, berkarir dalam
hidupnya untuk organisasi, sikap atau perasaan individu bahwa
masalah organisasi adalah masalah dirinya pula, sikap individu
memiliki sense of belonging terhadap organisasinya, sikap individu
untuk memiliki emotionally attached terhadap organisasinya.
2) Komitmen kontinuan merupakan tendensi untuk melakukan suatu
kegiatan secara konsisten. Hal ini merupakan sikap individu bahwa
bekerja dalam organisasi merupakan suatu kebutuhan yang harus
dipenuhi atau sesuai dengan intention/harapan (desire).
3) Komitmen normatif merupakan suatu keyakinan bahwa
individu/karyawan memiliki kewajiban untuk tetap bergabung dan
bekerja dengan organisasi. Hal ini meliputi ; Sikap individu terhadap
kewajiban untuk tetap bekerja pada organisasi yang sekarang,
sikap individu terhadap kenyamanan bahwa walaupun tidak ada
keuntungan atau manfaat, individu tetap akan merasa benar untuk
tetap bekerja di organisasinya, sikap individu terhadap kenyataan
bahwa adalah hal yang salah jika keluar dari organisasinya saat ini,
sikap individu terhadap kenyataan bahwa individu tidak akan
meninggalkan organisasi karena memiliki kewajiban terhadap
organisasi.
F. Kinerja Karyawan (Y3)

142

Kinerja merujuk pada pencapaian tujuan karyawan atas tugas


yang diberikan mencakup kualitas hasil kerja, kuantitas pekerjaan dan
kehadiran (Gomes,2000) .
1) Kualitas hasil kerja, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan
syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. Hal ini meliputi; hasil
kerja karyawan sesuai dengan standar kualitas atau mutu yang
ditetapkan oleh organisasi, hasil kerja karyawan hanya sedikit yang
mengalami kesalahan.
2) Kuantitas hasil kerja, yaitu jumlah kerja yang dihasilkan dalam suatu
periode waktu yang telah ditentukan. Hal ini meliputi; keberhasilan
mencapai standar kuantitas kerja yang telah ditetapkan organisasi,
hasil kerja karyawan sering melebihi jumlah target yang telah
ditetapkan perusahaan.
3) Kehadiran, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal

kehadiran dan penyelesaian pekerjaan. Hal ini meliputi; selalu


datang tepat waktu di tempat kerja, dan tidak pernah absen tanpa
alasan yang jelas.

Anda mungkin juga menyukai