PENDAHULUAN
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases)
sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler
sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien
mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner,
gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan
terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik
biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit
saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis
dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit
ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak
bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan
secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan
pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan
karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun
dan umumnya bersifat irreversible dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan
lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap
sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal
tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan
respon sakit. Penurunan ini cukup berat sehingga menimbulkan gejala seperti uremia.
Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan
jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m, seperti pada tabel
2.1 berikut:
Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
1
- Kelainan patologik
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi didasarkan atas dua hal
yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas
dasar derajat penyakit tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium
2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan
ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal
dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella,
2005). Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
DERAJAT
PENJELASAN
1
2
3
4
5
LFG
(ml/mn/1.73m2)
90
60 89
30 59
15 29
< 15 atau dialisis
Tabel 2.3 Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Penyakit
Penyakit ginjal
diabetes
Penyakit pada
transplantasi
2.2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis
dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
2.3. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Pada penyakit ginjal kronik akan terjadi pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa
(surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal inimengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi berlangsung singkat, dan berlanjut ke proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akan diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
Cegukan (hiccup)
Kulit
Kulit berwarna pucat akibat anemia. Gatal dengan
Sistem Hematologi
Anemia
Ensefalopati metabolic
Miopati
Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi
Sistem Endokrin
sidosis metabolik.
Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu (1) memastikan dan
menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG, (2) identifikasi etiologi,
(3) menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk
faal ginjal yang sifatnya terbalikan (reversible).
2.1. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan
menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini
*)
72 X Kreaatinin plasma
(proteinuria)
cenderung
berkurang
pararel
dengan
Kimia darah
Pada sindrom nefrotik primer (idiopati) dan sekunder (diabetes dan
SLE) elektoforesis protein memperlihatkan gambaran yang
patognomonis.
10
Elektrolit
Pemeriksaan elektrolit (serum dan urin) penting untuk diagnosis
GGK yang berhubungan dengan nefropati (hipokalsemia dan
hiperkalemia) dan nefrokalsinosis.
Imunodiagnosis
Beberapa pemeriksaan imunodiagnosis untuk glomerulopati antara
lain:
a. ACB (antibody coated baciluria)
b. ANA (anti nuclear antibody)
c. HBsAg
d. Krioglobulin
e. Circulating immune complex (CICx)
f. Pemeriksaan komplemen serum (C)
g. Imunofluoresen jaringan
2.3.
2.3.1.
Klirens kreatini
2.3.2.
Hemopoiesis
Hb (PCV)
Trombosit
Fibrinogen
11
Faktor pembekuan
2.3.3.
Elektrolit
2.3.4.
Endokrin
2.3.5.
3.
12
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi
komorbid
1. Terapi konservatif
1.
13
2.
kendalikan hiperfosfatemia
3.
1.1.
terapi gatal-gatal
terapi anemia
Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP). Terapi diet rendah protein
menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksik azotemia tetapi
untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan
negatif nitrogen
Tujuan program diet rendah protein (DRP) yaitu, mempertahankan
keadaan nutrisi optimal, mengurangi atau mencegah akumulasi toksin
azotemia, mencegah menbruknya faal ginjal (LFG) akibat proses
glomerulosklerosis.
1.1.1. Jumlah protein hewani perhari untuk pasien gagal ginjal kronik
Terapi diet rendah proteun (DRP) berdasrkan rekomendasi dari
Raimund (1988) tergantung dari beberapa faktor antara lain :
penurunan
faal
ginjal
secara
progresif
(mild
renal
14
insufficiency)
sindrom nefrotik
isoleucine,
leucine,
methionine,
triptophan,
Tujuan:
15
(kelompok pasien GGK tingkat sedang dan stadium terminal/ gagal ginjal
terminal)
1.3.
Kebutuhan cairan
Bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
misalnya
penyakit
ginjal
polikistik,
scarring
Pasien kelompok GGK dengan LFG 5 ml per hari dan sindrom nefrotik
dapat diberikan diuretika untuk memperlancar diuresis, misal furosemide.
Takaran furosemide 40-80 mg per hari, dapat dinaikkan 40 mg per hari
(interval 2 hari) sampai jumlah takaran maksimal 3 gram per hari.
1.4.
Hipertensi berat
Glomerulopati
17
Kalium K+
-
Tindakan profilaktik
Tindakan terapeutik
Bikarbonat
-
Tindakan profilaktif
Hiperfosfatemia
-
2.
Tindakan profilaktik
Pengikat fosfat
Kalsium karbonat
Terapi simptomatik
Terapi simptomatik yang sering diberikan pada gagal ginjal kronik(GGK):
2.1.
Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum K
(hiperkalemia)
2.1.1.1.
Suplemen alkali.
Suplemen alkali efektif untuk mencegah dan terapi asidodis
metabolik : Larutan shhl, Kalsium karbonat
2.1.1.2.
Terapi alkali
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segara diberikan intravena,
bila pH 7.35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
18
2.2.
Anemia
2.2.1.
2.2.2.
Hormon androgen
Preparat cobalt
Anemia Hemolisis
Anemia hemolisis berhubungan dengan toksin azotemia Guadianosuccinic acid. Hemodialisis (HD) regular atau CAPD merupakan
terapi pilihan utama.
2.2.3.
a.
PCV (HCT) 20 %
b.
- Angina pectoris
- Gejala umum anemia
Komplikasi transfusi darah:
a. Hemosiderosis (transfusi darah berulang)
b. Supresi sumsum tulang (transfusi darah berulang)
c. Bahaya overhydration, asidosis, dan hiperkalemia
d. Bahaya infeksi HBV ( non-A dan non-B) dan CMV
e. Pola human leucocyte antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal.
Panduan tarapi transfusi darah (PRC)
a. Memenuhi salah satu kriteria indikasi
b. Di luar terapi HD . Segera setelah transfusi darah berikan diuretik
furosemide I.V dan glukonas calcicus I.V.
c. Transfusi darah lebih aman selama terapi HD.
Bila pada akhir HD ditemukan bendungan paru, harus dilanjutkan
tindakan ultrafiltrasi (manual atau sequential).
2.3.
Keluhan gastrointestinal
2.3.1
2.3.2
Prochlorperazine
Trimethobenzamide
Ulserasi mukosa
Ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus
Pilihan tindakan:
a.Program dialisis adekuat
20
Cyproheptadine 4 mg P.O
Kelainan kulit
Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan
Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan dengan retensi toksin Guadunosuccinic acid (GSA)
dan ganggguan faal trombosit.
Pilihan tindakan: Dialisis (HD dan CAPD) merupakan satusatunya terapi pilihan.
2.4.3
Edema
Edema pada GGK terutama berhubungan dengan underlying renal
disease.
21
Diuretika
b.
Ultrafiltrasi.
2.5.
Kelainan neuromuskuler
Keluhan- keluhan yang berhubungan dengan kelainan neuromuskuler
Resrlessness, Parestesia, Neuropati perifer, Kram otot, Insomnia
Beberapa terapi pilihan:
a. Terapi HD reguler yang adekuat
b. Medikamentosa. Diazepam, sedatif
c. Operasi subtotal parathyroidectomy
2.6.
Hipertensi
Hipertensi ringan, sedang dan berat tergantung dari penyakit ginjal
dasar (underlying renal disease). Hampir 80 % hipertensi pada GGK
berhubungan dengan retensi natrium ( Na+) dan tergolong volume
dependent hypertensi.
2.6.1.
Diuretik furosemide
Vasodilator langsung
22
2.6.2.
Doxazosine
Beta- blocker
Penghambat ACE
Tipe Vasokonstriktor
Program terapi:
2.6.3.
Medikamentosa
Tipe Kombinasi
Program terapi hampir sama.
2.7.
2.7.1
a.
Forced diuresis
b.
2.7.2
a.
b.
Calcium antagonis
c.
23
2.7.3
Total AV block
Ventricular tachicardi
Pilihan tindakan:
pilihan utama
(free
Medikamentosa
Indikasi:
Tujuan profilaktik
Pengikat fosfat
Paratiroidektomi
Neuropati perifer
Perikarditis
Masalah infeksi
24
Sifat antibiotika
3.
Transplantasi ginjal
25
3.2.
Pasien-pasien
yang
telah
menderita
penyakit
sistemik
26
mempunyai masa hidup lebih panjang, mencapai 20 tahun. Sebaliknya umur lanjut
lebih dari 55 tahun kemungkinan terdapat komplikasi sistem kardiovaskuler lebih
besar.
3.3.
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertinbangan program transplantasi ginjal :
Ginjal cangkok (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Komplikasi
(biasanya
dapat
diantisipasi)
terutama
27
ginjal
kronik
mengakibatkan
berbagai
komplikasi
yang
LFG
Penjelasan
Kerusakan
Komplikasi
(ml/mnt)
ginjal
dengan
LFG normal
Kerusakan ginjal
dengan
90
60-89
Tekanan
darah
mulai
meningkat
-
iperfosfatemia
-
H
ipokalcemia
30-59
A
nemia
H
iperparatiroid
H
ipertensi
h
iperhomosisteinemia
m
alnutrisi
15-29
a
sidosis metabolik
enderung hiperkalemia
d
islipidemia
Gagal Ginjal
<15
28
agal jantung
-
u
remia
2.8 Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronis umumnya buruk. Umumnya terjadi karena
komplikasi penyakit
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Penyakit ginjal kronik dapat menggambarkan kondisi sistem vaskular
sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini dan
komplikasinya.
2. Penting untuk mengetahui batasan, klasifikasi, dan stratifikasi penyakit ginjal
kronik untuk melakukan upaya pengelolaan dan pencegahan secara cepat dan
tepat.
3. Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik penting untuk memastikan
diagnosis penyakit ginjal dan derajat penurunan fungsi ginjal, dalam hal ini
nilai laju filtrasi glomerulus yang diukur dengan kadar kreatinin serum
merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal.
4. Dalam melakukan pengelolaan dan pencegahan penyakit ginjal kronik secara
cepat dan tepat perlu diperhatikan adanya faktor risiko penyakit ginjal kronik
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat
Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD. Bandung.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta
3. Guyton and Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta
4. Kapantow, Nova. 2008. Bahan Ajar Ilmu Gizi Klinik. Bagian Ilmu Gizi
Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi. Manado
5. Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan
Terapi Edisi 2. EGC. Jakarta.
6. Lintong, Poppy M. 2005. Ginjal Dan Saluran Kencing Bagian Bawah. Bagian
Patologi Anatomi FK.UNSRAT. Manado
30