Referat Kelainan Refraksi
Referat Kelainan Refraksi
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG4
Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana bayangan tegas
tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak
terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma (Ilyas, 2006). World Health Organization (WHO), 2009
menyatakan terdapat 45 juta orang yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta
dengan low vision. Setiap tahun tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5
menit sekali ada satu penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu
anak mengalami kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan penglihatan ini
hidup di negara-negara miskin dan terbelakang (Tsan, 2010). Prevalensi kebutaan tersebut
disebabkan salah satunya adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, di dunia pada tahun
2007 diperkirakan bahwa sekitar 2,3 juta orang di dunia mengalami kelainan refraksi (Ali
dkk, 2007).
Kebanyakan anak secara fisiologis sudah mengalami kelainan refraksi seperti
hipermetropia pada waktu lahir, terutama bayi lahir prematur mengalami miopia dan sering
ada sedikit astigmatisma. Sesuai dalam tahap pertumbuhan, keadaan refraksi cenderung untuk
berubah dan harus dievaluasi secara periodik. Insidensi miopia meningkat selama tahuntahun sekolah, terutama sebelum dan usia sepuluhan (Nelson, 2000). Mata dengan
hipermetropia lebih tinggi akan mengakibatkan mata malas atau ambliopia (anisometropik
ambliopia), hal ini sering berhubungan dengan esotropia akomodatif (starbismus konvergen)
karena adanya hubungan intrinsik antara akomodasi, konvergensi dan miosis (trias dekat)
(Alpers, 2006).
Menurut perhitungan WHO, tanpa ada tindakan pencegahan dan pengobatan
terhadap kelainan refraksi, hal ini akan mengakibatkan jumlah penderita akan semakin
meningkat. Kenyataan ini sangat kontradiktif dengan pentingnya hak asasi manusia yakni hak
memperoleh penglihatan yang optimal (right to sight) yang harus terjamin ketersediaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di
belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan
panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi
sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada
retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia
(rabun dekat), dan astigmat. Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media
penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola
mata.
Pada orang normal susunan media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian
seimbang sehingga bayangan benda yang melalui media penglihatan dibiaskan tepat di
daerah makula lutea. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi seperti Pungtum
Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas,
sedangkan Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau
foveola bila mata istirahat.
2.2 Anatomi dan Fisiologi Mata1
Bola Mata
Bola mata dewasa normal hampir mendekati bulat dengan diameter anteroposterior sekita
24,5 mm. Pada saat bayi, panjangnya 16,5 mm.
Konjungtiva
=> merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis
yang membungkus :
2
Kornea
Kornea merupakan lapisan transparan yang melapisi 1/3 depan bola mata. Permukaannya
licin dan mengkilat.
Lebih tebal di bagian pinggir dari pada sentral. Indeks biasnya 1,337 dengan daya refraksi +
42 dioptri.
Kornea bersifat avaskuler sehingga nutrisinya berasal dari pembuluh darah limbus, air mata,
dan akuos humor.
Dipersarafi oleh N. V1 (N. Ophthalmicus).
Lapisan kornea :
1. Epitel : terdiri dari 5-6 lapis sel berbentuk kubus
sampai gepeng.
2. Membrana Bowman : Lapisan jernih aseluler.
3. Stroma : terdiri dari kumpulan sel yang
membentuk jaringan ikat yang kuat.
4. Membrana Dessement : sebuah membran jernih
yang elastik, tampak amorf.
5. Endotel : merupakan satu lapis sel berbentuk
kubus.
Uvea
Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh sklera dan. Bagian ini ikut
memasok darah
ke retina. Terdiri dari :
Iris => merupakan perpanjangan korpus siliare ke anterior. Di dalam stroma iris terdapat
sfingter dan
otot dilatator. Perdarahan iris berasal dari circulus mayor iris, persarafannya berasal dari serat
di dalam
nervi siliare. Iris berfungsi mengendalikan banyak cahaya yang masuk ke dalam mata.
Ukuran pupil ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatik
yang dihantarkan melalui N. Kranialis III
dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.
Korpus Siliare
Korpus siliare dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi untuk produksi akuos humor.
Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, radial. Fungsi serat
sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat Zonula yang berorigo
di lembah di antara prosesus siliaris.
Koroid => merupakan segmen posterior dari uvea, di antara retina dan sklera. Tersusun
dari 2 lapis
pembuluh darah
Lensa
Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna, dan hampir transparan
sempurna. Lensa Kristalin => saat neonatal bentuknya hampir bulat dengan konsentrasi cair.
Daya akomodasinya sangat kuat. Lensa kristalin ini tumbuh seumur hidup di ekuator lensa
sehingga semakin tua lensanya semakin padat dan daya akomodasinya turun. Saat dewasa,
bentuknya cembung ganda, permukaan anterior lebih flat dibanding posterior. Diameter 9
mmm, tebal 4,5-6 mm. Warnanya bening keabuan, transparan, avaskuler. Daya refraksinya
+16 dioptri, indeks bias 1,337. Konsistensinya 65% air dan 35% protein (kristalin).
Kandungan kalsium lensa lebih banyak dari pada jaringan tubuh lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah. Menggantung pada korpus siliare melalui Zonula Zinii. Di anteriornya
terdapat akuos humor dan di posteriornya terdapat vitreus humor.
Aquaeus Humor
Akuos humor merupakan cairan yang mengisi COA, diproduksi oleh korpus siliare di COP
(Kamera Okuli
Posterior) yang selanjutnya mengisi COA dan dieksresi melalui trabekula. Sepuluh persennya
dieksresikan melalui iris.
Fungsi :
Nutrisi lensa dan kornea sampai epitel
Pertahankan TIO normal 10-20 mmHg
ADNEKSA MATA
Alis Mata
Alis mata merupakan lipatan kulit menebal yang ditutupi rambut. Lipatan kulit ini ditunjang
oleh serat otot di
bawahnya. Glabela merupakan prominentia tanpa rambut di antara alis.
Palpebra
Palpebra merupakan modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata
bagian anterior.
Struktur palpebra :
Lapisan Kulit => lapisan kulit luar, berbeda
dengan kulit pada bagian tubuh lain karena lebih longgar, tipis, dan elastik. Terdapat sedikit
folikel
rambut dan lemak subkutan.
Muskulus Orbikularis Okuli => berfungsi untuk
menutup palpebra. Dipersarafi oleh N. Facialis.
Jaringan Alveolar => jaringan aerolar
submuskular yang terdapat di bawah muskulus
orbikularis okuli.
Tarsus => struktur penyokong utama palpebra
berupa jaringan fibrosa padat. Terdapat tarsus
superior dan inferior.
Konjungtiva Palpebra => selapis membran yang
melekat pada tarsus di bagian posterior palpebra.
Tepian Palpebra :
1. Tepian Anterior
o Bulu mata
o Glandula Zeis => modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara ke dalam folikel rambut
pada dasar bulu mata.
o Glandula Moll => modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu
baris dekat bulu mata.
2. Tepian Posterior => bagian posterior palpebra yang berkontak dengan mata dan di
sepanjangnya bermuara dari kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (Glandula Meibom)
3. Punktum Lakrimale
PERSYARAFAN MATA
Nervus Optikus
Nervus opticus merupakan kumpulan dari 1 juta serat saraf. Terdapat beberapa bagian :
Pars Intra Okuler
Terdapat papil saraf optik berwarna merah muda dengan diameter 1,5 mm, berbatas tegas,
tempat
keluar masuk arteri dan vena sentralis retina. Terdapat cekungan (cup) normal dibanding
papil
(disc) dengan C/D = 0,3.
Pars Intra Orbita
Keluar dari sklera, diameter 3 mm, panjang 25-30 mm. Berbentuk S dan berjalan dalam
muskular
memasuki foramen optikum 4-9 mm.
Pars Intra Kranial
Panjangnya 10 mm dan bergabung dengan nervus optikum sebelahnya membentuk kiasma
optikum Ganglion retina dan aksonnya merupakan bagian dari susunan saraf pusat sehingga
tidak dapat beregenerasi bila
terpotong. Mendapat pasokan darah dari cabang arteri retina.
Kiasma Optikus
Kiasma dibentuk dari pertemuan kedua nervi optici dan merupakan tempat penyilangan seratserat nasal ke tractus optikus. Kiasma menerima perdarahan dari circulus Willis.
2.3 Emetropia6
Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan reftraksi pembiasan
mata dan berfungsi normal. Pada mata ini daya bias adalah normal, dimana sinar jauh
difokuskan sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar
tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai
penglihatan normal atau 6/6 atau 100 %. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan
badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan makula lutea. Pada keadaan media
penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100 % atau 6/6.
Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu melihat
dekat. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada retina. Bila benda tersebut
didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat benda ini didekatkan
penglihatan menjadi kabur, maka mata akan berakomodasi dengan mencembungkan lensa.
Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan Dioptri (D), lensa 1 D mempunyai titik fokus
pada jarak 1 meter. Dikenal beberapa teori akomodasi seperti :
o
Teori akomodasi Hemholtz : zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot siliar sirkuler,
mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diater menjadi kecil.
Teori akomodasi Thsernig : dasarnya adalah bahwa nukleus tidak dapat berubah
bentuk sedang, yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa yang superfisial atau
korteks lensa. Ketika akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nukleus
lensa terjepit dan bagian lensa superfisial di depan nukleus mencembung.
Mata akan berakomodasi bila benda difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh
tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia
maka mata tersebut akan berakomodasi terus- menerus walaupun letak bendanya jauh,
pada keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi yang baik.
2.5 Ametropia6,7
Suatu keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Hal
ini akan terjadi akibat kelainan kekuatan pembiasan sinar media penglihatan atau kelainan
bentuk bola mata. Pada ametropia, sinar cahaya paralel tidak jauh pada fokus di retina pada
mata dalam keadaan istirahat. Diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan
yang jelas, dikenal berbagai bentuk ametropia, seperti :
a.
Ametropia aksial
Terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang, atau lebih pendek sehingga
bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.
b. Ametropia refraktif
akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias kuat maka
bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias kurang maka
bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia).
Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal
(ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal (ametropia indeks) di dalam mata. Panjang
mata normal. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan :
2.5.1 Miopia3,6,7,10
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat
melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa
(kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus
sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.
Gambar 3 : miopia5
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti :
a)
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat. Sama dengan miopia bias dimana terjadi akibat pembiasan nedia penglihatan
kornea dan lensa terlalu kuat.
10
b)
b)
c)
b)
Miopia progresif : miopia bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata.
c)
11
Pada miopia, dapat terjadi bercak fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan
perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenarsi papil saraf
optik. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat
terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien
dengan miopia memiliki keuntungan dapat membaca di titik jauh tanpa kacamata bhkan pada
usia presbiopik.
Miopia derajat tinggi menimbulkan peningkatn kerentanan terhadap gangguangangguan retina degeneratif, termasuk pelepasan retina.
Etiologi
Etiologi miopia dipengaruhi berbagai faktor, antara lain :
1. Genetika (Herediter)
Penelitian genetika menunjukkan bahwa miopia ringan dan sedang biasanya bersifat
poligenik, sedangkan miopia berat bersifat monogenik. Penelitian pada pasangan kembar
monozigot menunjukkan bahwa jika salah satu dari pasangan kembar ini menderita miopia,
terdapat risiko sebesar 74 % pada pasangannya untuk menderita miopia juga dengan
perbedaan kekuatan lensa di bawah 0,5 D.
2. Nutrisi
Nutrisi diduga terlibat pada perkembangan kelainan-kelainan refraksi. Penelitian di
Afrika menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan malnutrisi yang berat terdapat prevalensi
kelainan refraksi (ametropia, astigmatisma, anisometropia) yang tinggi.
3. Tekanan Intraokuler
Peningkatan tekanan intraokuler atau peningkatan tekanan vena diduga dapat
menyebabkan jaringan sklera teregang. Hal ini ditunjang oleh penelitian pada monyet, yang
mana ekornya digantung sehingga kepalanya terletak di bawah. Pada monyet-monyet tersebut
ternyata timbul miopia.
Patofisiologi
1)
Miopia aksial : karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal
2)
Miopia kurvatura : karena kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal
3)
Miopia indeks : karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal
12
Gejala klinis
Gejala utamanya kabur melihat jauh, sakit kepala disertai juling, cendering memicingkan
mata bila melihat jauh. Mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).
Diagnosa
Tes Pin Hole dilakukan untuk mengetahui apakah penglihatan yang buram
disebabkan oleh kelainan refraksi atau bukan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan refraksi
untuk menentukan kelainannya dan juga besar koreksi yang diperlukan, seperti yang sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya.
Koreksi pada mata dengan miopia dilakukan dengan memberi lensa minus atau
negatif yang ukurannya teringan dengan tajam penglihatan terbaik. Koreksi dapat dilakukan
dengan pemberian kacamata atau lensa kontak. Selain itu bisa juga dilakukan tindakan
operasi dengan metode-metode berikut:
a. Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
b. Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
c. Photorefractive keratectomy (PRK)
refraksi subyektif dengam menggunakan metode Trial and Error, jarak pemeriksaan
6 meter / 5 meter / 20 feet, digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita,
mata diperiksa satu persatu, ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata, bila
visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif.
Refraksi obyektif :
a) Retinoskopi : dengan lensa kerja + 2.00 pemeriksa mengamati refleks fundus
yang bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.
b) Autorefraktometer (komputer)
Penatalaksanaan
1. Kacamata
13
Koreksi dengan lensa sferis negatif terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik.
2. Lensa kontak
Untuk : anisometropia dan miopia tinggi
3. Bedah refraktif
a.
b.
Bedah refraktif lensa : tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan
implantasi lensa intraokuler.
Komplikasi
1.
2.
Strabismus
3.
2.5.2 Hipermetropia3,6,7,10
14
Gambar 5 : hipermetropia
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan
bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara
panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar
terletak di belakang retina. Hipermetropia dapat disebabkan :
a)
b)
c)
Hipermetropia refraktif : dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem
optik mata.
tanpa kacamata yang bila diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan
normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifes
yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
4) Hipermetropia laten
Kelainan tanpa siklopegia atau dengan obat yang melemahkan akomodasi diimbangi
seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia jenis ini hanya dapat diukur bila
diberikan siklopegia, makin muda makin besar komponen hipermetropia laren
seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga
hipermetropia laten menjadi fakultatif dan kemudia menjadi absolut. Hipermetropia
sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien
masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.
5) Hipermetropia total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia.
Hipermetropia berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi :
1. Hipermetropia ringan : + 0.25 s/d + 3.00
2. Hipermetropia sedang : + 3.25 s/d + 6.00
3. Hipermetropia berat : + 6.25 atau lebih
Patofisiologi
a) Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal
b) Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal
c) Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebihrendah dari normal
Gejala klinis
1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3D atau lebih, hipermetropia
pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun.
16
2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang
atau penerangan kurang.
3. Sakit kepala terutama daerah frontal, makin kuat pada penggunaan mata yang lama
dan membaca dekat.
4. Penglihatan tidak enak ( asthenopia akomodatif = eye strain ) terutama bila melihat
pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama,
misalnya menonton TV.
5. Mata sensitif terhadap sinar
6. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi
yang berlebihan pula.
Diagnosa
Refraksi subyektif : metode Trial and Error
Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet digunakan kartu snellen yang diletakkan
Pada dewasa dan bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif.
Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan asthenopia akomodativa
Retinoskop
17
Dengan lensa kerja + 2.00, pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak
searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa sferis
positif sampai tercapai netralisasi.
Autorefraktometer
Penatalaksanaan
Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan
yang terbaik.
Lensa kontak
Untuk anisometropia dan hipermetropia tinggi
Komplikasi
2.5.3 Presbiopia2,7,8,10
18
Gambar 6 : presbiopia
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu
akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi akibat penuaan
lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot akomodasi
berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar pada saat
melihat dekat. Seseorang dengan mata emetropik (tanpa kesalahan refraksi) akan mulai
merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang
terletak berdekatan pada sekitar usia 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya yang
termaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau apabila subyek lelah. Banyak orang
mengeluh mengantuk apabila membaca. Gejala-gejala ini meningkat sampai usia 55 tahun,
kemudian stabil tetapi menetap.
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa
pedas. Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang
berkekuatan tertentu, biasanya :
+1.0 D untuk usia 40 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+ 3.0 D untuk usia 60 tahun
Patofisologi
Pada mekanisme akomodasi normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena
adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa
menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadimlebih keras (sklerosis)
dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat
dekat makin kurang.
Gejala klinis
19
karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat makin menjauh dan pada
awalnya akan kesulitan waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. Dalam upayanya
untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau
menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai ttik dekatnya dengan demikian obyek
dapat dibaca lebih jelas.
Diagnosis
Penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan metoda Trial and
Error hingga visus mencapi 6/6.
Penatalaksanaan
diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu 40 tahun (umur
rata-rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi
sferis +0.50. lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara :
Kacamata progresif dimana tidak ada batas bagian lensa untuk melihat jauh
dan melihat dekat.
Jika koreksi jauhnya tidak dapat mencapai 6/6 maka penambahan lensa sferis (+)
tidak terikat pada pedoman umur, tetapi boleh diberikan seberapun sampai dapat membaca
cukup memuaskan.
2.5.4 Astigmatisme4,6,7,8,10
20
Kelainan refraksi dimana pembiasan pada meridian yang berbeda tidak sama, dalam
keadaan istirahat (tanpa akomodasi) sinar sejajar yang masuk ke mata difokuskan pada lebih
dari satu titik.
Gambar 7 : Astigmatism
Bentuk Astigmatism :
Astigmat regular : astigmat yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah
atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian
berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmat regular dengan bentuk yng teratur
dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran.
Astigmat iregular : astigmat yang terjadi tidak mempunyai meridian saling tegak
lurus. Astigmat iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.
Etiologi
Mata mempunyai 2 bagian untuk memfokuskan bayangan kornea dan lensa. Pada
mata yang bentuknya sempurna, setiap elemen untuk memfokus mempunyai kurvatura yang rata
seperti permukaan bola karet. Kornea atau lensa dengan permukaan demikian merefraksikan
semua sinar yang masuk dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan yang tajam terfokus
21
pada retina. Jika permukaan kornea atau lensa tidak rata, sinar tidak direfraksikan dengan cara
yang sama dan menghasilkan bayangan-bayangan kabur yang tidak terfokus pada retina.
Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain, termasuk:
1. Miopia. Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika aksis mata lebih panjang
dari normal. Bayangan terfokus di depan retina dan menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur.
2. Hiperopia. Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih pendek dari
normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan menyebabkan objek dekat terlihat kabur.
Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai diturunkan dengan
cara autosomal dominan. Astigmatisme juga bisa terjadi setelah trauma atau jaringan parut pada
kornea, penyakit mata yang termasuk tumor pada kelopak mata, insisi pada kornea atau karena
faktor perkembangan. Astigmatisme tidak menjadi lebih parah dengan membaca di tempat yang
kurang pencahayaan, duduk terlalu dekat dengan layar televisi atau menjadi juling.
Jika distorsi terjadi pada kornea, disebut astigmatisme kornea, sedangkan jika distorsi
terjadi pada lensa, disebut astigmatisme lentikular. Astigmatisme juga bisa terjadi karena traksi
pada bola mata oleh otot-otot mata eksternal yang merubah bentuk sklera menjadi bentuk
astigma, perubahan indeks refraksi pada vitreous, dan permukaan yang tidak rata pada retina.
Patofisiologi
Penyebab tesering dari astigmastism adalah kelainan bentuk kornea. Pada sebagian kecil
dapat pula disebabkan kelainan lensa.
Gejala klinis
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang
melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat
menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat
berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah.
Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang berbeda.
Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.
Diagnosis
22
Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet digunakan kartu snellen yang diletakkan
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan aksis
diputar 0o samapi 180o . kadang kadang diperlukan kombinasi lensa sferis negatif atau
positif.
Refraksi obyektif
Dengan lensa kerja + 2.00, pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak
searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa sferis
negatif, sedangkan bila searah dengan gerakan retinoskop dikoreksi dengan lensa
sferis positif. Meridian yang netral lebih dlu adalah komponen sferisnya. Meridian
yang belum netral dikoreksi lensa silinder positif sampai tercapai netralisasi. Hasil
akhirnya dilakukan transposisi.
Autorefraktometer
Penatalaksanaan
Astigmastisme irreguler bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras, tetapi
bila berat bisa dilakukan transplantasi kornea.
23
BAB III
KESIMPULAN
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di
belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan
panjang sumbu bola mata. Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan
melihat jauh tapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu
cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang
sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan
bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara
panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar
terletak di belakang retina. Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan
dengan usia, yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia
terjadi akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya
kontraksi otot akomodasi berkurang. Astigmatism merupakan Kelainan refraksi dimana
24
pembiasan pada meridian yang berbeda tidak sama, dalam keadaan istirahat (tanpa
akomodasi) sinar sejajar yang masuk ke mata difokuskan pada lebih dari satu titik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Available at http://catatanmahasiswafk.blogspot.com/2012/06/anatomi-mata.html
2. Available
treatment.jpg
at
http://www.eyeglassguide.com/content/en/images/presbyopia-
3. Available at http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=3
4. Available at http://www.qitepscience.org/resources/artikel/Refraksi.pdf
5. Available http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31556/5/Chapter%20I.pdf
6. Available at http://www.scribd.com/doc/77619764/Makalah-Refraksi-Mata
7. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi-4.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2012
8. Ilyas S. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3.Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.2009
9. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. Lecture Notes Oftalmologi.Edisi ke9.Jakarta: Airlangga.2006
10. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata edisi III. Surabaya.
Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2006
11. Vaughn DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Editor.Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta :
Penerbit Widya Medika;1996.
25
26