Anda di halaman 1dari 74

PEMAHAMAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP

PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN


DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA
SURAKARTA

TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna
Mencapai Derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:
MOCHAMAD KHAIRUDIN
NIM F3411067

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

PEMAHAMAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP


PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN
DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA
SURAKARTA

TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna
Mencapai Derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:
MOCHAMAD KHAIRUDIN
NIM F3411067

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

ABSTRAK
PEMAHAMAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP
PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN
DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA

Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui pemahaman Wajib Pajak Badan
terhadap pelaporan SPT Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Surakarta. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif.
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara sebagai data
primer dan penelitian kepustakaan sebagai data sekunder. Responden dalam
penelitian ini adalah Wajib Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah 30 responden, dalam hal ini
diperoleh hasil dari studi penulis dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan
tingkat penyampaian SPT Badan.
Hasil studi menunjukkan tingkat penyampaian SPT di KPP Pratama
Surakarta menurun dari tahun 2011 sebesar 56% menjadi 49% di tahun 2012 dan
di tahun 2013 sebesar 39%. Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya
pemahaman Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT: kurangnya minat wajib
pajak dalam mengikuti sosialisasi oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP) dan kurang
optimalnya pelayanan Account Representative (AR). Hal ini dapat berpengaruh
dalam kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan
berpengaruh juga terhadap tingkat pendapatan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Surakarta, oleh karena itu DJP harus meningkatkan kualitas dan kuantitas
penyuluhan dan kinerja Account Representative (AR).
Kata Kunci : Pemahaman, Wajib Pajak Badan dan SPT

ii

ABSTRACT
UNDERSTANDING OF THE BOARD OF TAX PAYER
NOTICE REPORTING (SPT) ANNUAL
IN TAX OFFICE PRIMARY SURAKARTA

The purpose of this study is to determine the understandability of the tax


payer to the annual tax return reporting in Tax Office (KPP) Primary Surakarta.
The method in this study is descriptive method.
The technique of collecting data using questionnaires, interview as primary
data and literature review as the secondary data. Respondents in this study are tax
payer in the Tax Office Primary Surakarta. The sample in this study is 30
respondents, in this case the results obtain from the study authors using
questionnaire, interview and rate of delivery of SPT Agency.
This study shows the delivery rate of SPT in KPP Surakarta decrease from
2011 by 56% to 49% in 2012 and in 2013 by 39%. Some of the factors that cause
a lack of understandability of the Tax payer in the SPT report: lack of interest in
following the socialization tax payer by the Direktorat Jendral Pajak (DJP) and
less optimal servicing Account Representative (AR). It can be influential in tax
payer compliance in meeting tax obligations and also affect the level of income in
the Tax Office (KPP) Primary Surakarta, Direktorat Jendral Pajak should
therefore improve the quality and quantity of socialization and performance
Account Representative (AR).
Keywords: Comprehension, Tax payer and SPT

iii

iv

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MENUJU TAK TERBATAS DAN MELAMPAUINYA


(Buzz Lightyear)

PERUBAHAN TIDAK AKAN PERNAH ADA TANPA ADA TANPA


KEMAUAN DAN KEBERANIAN YANG HARUS JUGA DIIRINGI
KEBERSAMAAN
(Joko Widodo)

SYUKUR YANG PALING TINGGI ADALAH BERSYUKUR


KARENA KITA MAMPU BERSYUKUR
(Penulis)

Penulis persembahkan kepada :

Ayah dan Ibu tercinta

Almamaterku

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat
diselesaikan.
Tugas Akhir ini dengan judul Pemahaman Wajib Pajak Badan Terhadap
Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Surakarta ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Ahli
Madya Diploma III Perpajakan di Fakultas ekonomi dan Bisnis Sebelas Maret
Surakarta.
Penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penyusunan laporan Tugas Akhir ini :
1. Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-NYA.
2. Dr. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas sebalas maret surakarta.
3. Drs. Hanung Triatmoko M.Si., Ak. Selaku Ketua Program Studi
Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret
Surakarta
4. Ibu Titik Setyaningsih, selaku pembimbing Tugas Akhir yang telah
memberikan pengarahan selama penyususnan Tugas Akhir ini.

vii

5. Seluruh dosen, staff, dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bimbingan kepada
penulis selama mengikuti pendidikan di Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6. Bapak Fathoni selaku supervisor di bagian fungsional pemeriksaan di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
7. Bapak Farid selaku kepala Seksi Pengolahan Data Internal (PDI) Kantor
pelayanan Pajak Pratama surakarta.
8. Seluruh staff dan Karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
yang telah membantu penulis selama melaksanakan praktik magang kerja.
9. Kedua orang tua Bapak Heru Prayitno dan Ibu Purwiyati, serta kakak dan
adikku yang selama ini telah memberikan motivasi dan kasih sayang yang
telah diberikan selama ini.
10. Sahabat-sahabatku, Ligan, Brian, Aji, Koko, Julian dan Andre.
Terimakasih atas bantuan dan persahabatan kalian selama 3 tahun yang
selalu membantu apapun masalah selama ini.
11. Teman temanku Perpajakan kelas A dan B angkatan tahun 2011 Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret.
12. Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.

viii

Penulis menyadari dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir Ini masih


banyak kekurangan dan belum mendekati kesempurnaan. Oleh karena itu saran
dan kritik dari pembaca yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi penulis maupun pihak pihak
yang mebutuhkan.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Surakarta,

Juli 2014

Penulis

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


ABSTRAK ........................................................................................................... ii
ABSTRACK ....................................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv

BAB I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. .1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
E. Metode Penelitian ........................................................................ 6

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak ........................................................................................... 11

B. Pajak Penghasilan ....................................................................... 16


C. Surat Pemberitahuan .................................................................. 20
BAB III.

PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum ....................................................................... 25
B. Pembahasan Masalah.................................................................. 34
C. Temuan ....................................................................................... 43
1. Kelebihan ............................................................................... 43
2. Kelemahan ............................................................................ 44

BAB IV. PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................. 45
B. Saran ........................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

Tabel 1.1 Daftar penerimaan pajak ....................................................................... 2


Tabel 3.1 Statistik Responden Berdasarkan Jenis Usaha .................................... 34
Tabel 3.2 Statistik Responden Berdasarkan Cara Memperoleh Pengetahuan
pajak .................................................................................................... 35
Tabel 3.3 Hasil Kuesioner .................................................................................... 35
Tabel 3.4 Wajib Pajak Badan Terdaftar, Wajib Pajak non-Efektif ...................... 39
Tabel 3.5 Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Badan ............................ 41

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

Gambar 3.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Surakarta .............................. 32

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Surat Pernyataan

Lampiran 2.

Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 3.

Surat Keterangan Magang

Lampiran 4.

Lembar Penilaian Magang

Lampiran 5.

Daftar Pertanyaan Kuesioner Kepada Wajib Pajak

Lampiran 6.

SE-96/PJ/2010

xiv

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Menurut Undang-Undang No. 28 tahun 2007 pasal 1 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan, Pajak merupakan kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa.
Berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya
kemakmuran rakyat. Sekarang ini sektor pajak menyumbang penerimaan
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) paling dominan yaitu dengan
70,9% dari seluruh penerimaan di Indonesia (www.anggaran.depkeu.go.id,
30/06/2014, 21.12).
Dana dari penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN dilaksanakan
untuk mendanai berbagai sendi kehidupan bangsa, seperti sektor pertanian,
perdagangan, industri, kesehatan dan pendidikan. Dapat dilihat betapa sektor
pajak sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan suatu negara.
Oleh karena itu, pajak harus dikelola dengan baik agar tujuan dari pajak itu
sendiri dapat tercapai (Resmi, 2007).
Pajak di Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis, salah satu jenis pajak
yang menjadi penyumbang penerimaan pajak terbesar adalah Pajak
Penghasilan. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek
pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterimanya. Pajak

Penghasilan sendiri berdasarkan subjeknya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu


Pajak Penghasilan atas Wajib Pajak Orang Pribadi dan Pajak Penghasilan atas
Wajib Pajak Badan. Diantara kedua jenis Pajak Penghasilan tersebut Pajak
Penghasilan yang dikenakan atas Wajib Pajak Badan adalah yang
menghasilkan penerimaan terbesar.
Penerimaan dalam negeri dari sektor pajak adalah wajar karena secara
logis jumlah pembayaran pajak dari tahun ketahun akan semakin banyak
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan penerimaan dari sektor minyak dan gas cenderung menunjukkan
penurunan akibat cadangan sumber daya (SDA) yang semakin lama semakin
terbatas (Suandy, 2010). Sekarang ini pajak merupakan penerimaan yang
paling dominan dari seluruh penerimaan di Negara Indonesia, dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1
Daftar Penerimaan Pajak
Keterangan

2009
619.922,20
-

Penerimaan
Perpajakan
601.251,80
Pandapatan Dalam
Negeri
18.670,40
Pajak Perdagangan
Internasional
Sumber : www.anggaran.depkeu.go.id

Sistem

perpajakan

2010
723.306,70
-

2011
873.874,00
-

2012
1.016.237,30
-

2013
1.192.994,10
-

694.392,10
28.914,50
-

819.752,50
54.121,50
-

968.293,20
47.944,10
-

1.134.289,20
58.704,90
-

setelah

reformasi

berintikan

kesederhanaan,

menunjang pemerataan, dan memberikan kepastian. Sistem yang baru tidak


akan memungut pajak atas seluruh masyarakat, melainkan hanya memperoleh
sumbangan besar dari hasil pemungutan pajak atas perusahaan-perusahaan
besar

dan

individu-individu

yang

berpenghasilan.

Untuk

menaikkan

penerimaan pajak perlu dilakukan penyempurnaan aparatur perpajakan dengan


melakukan komputerisasi dan peningkatan mutu para Wajib Pajak yang telah
diberi kebebasan dan kepercayaan yang besar dalam menghitung dan
membayar pajaknya sendiri dan untuk menambah jumlah Wajib Pajak perlu
dilakukan intensifikasi pungutan (Suandy, 2010).
Sistem yang baru Wajib Pajak diberikan kepercayaan serta tanggung
jawab secara langsung dan mandiri untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetor serta melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang ke Direktorat
Jendral Pajak (DJP). Disini peran aktif Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya sangat diperlukan. Dengan kepercayaan dan
tanggung jawab yang diberikan, diharapkan Wajib Pajak dapat melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, dengan demikian peningkatan pendapatan negara dari
sektor pajak dapat meningkat. Kesadaran Wajib Pajak yang sudah dipupuk
harus diikuti dengan peningkatan kinerja petugas pajak. Petugas harus selalu
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara baik dan terus lebih baik lagi
(Sulistyaningsih, 2009).
Bentuk pertanggungjawaban itu terlihat dari keakuratan data yang
dipaparkan dalam SPT, tanpa adanya usaha untuk memanipulasi nominal dan
sumber penghasilan. Menurut peraturan Perpajakan salah satu kewajiban setiap
Wajib Pajak adalah mengisi dengan benar, jelas, dan lengkap, serta
menyampaikan SPT secara langsung atau melalui pos tercatat pada waktu yang
telah ditentukan oleh Kantor DJP. Apabila Wajib Pajak dapat mengisi SPT

dengan informasi dan penghitungan pajak secara benar, lengkap, dan jelas,
maka tujuan ditetapkannya asas Self Assesment System (SAS) dapat terwujud
dan dapat memudahkan sebagian tahapan pengolahan dan administrasi data
perpajakan.
Bagi pihak pemungut pajak (Fiskus), SPT merupakan sarana untuk
melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Salah satu bentuk dari
pengawasan itu adalah dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak, yang bertujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada
Wajib Pajak (Suandy, 2010).
Berdasarkan fakta di atas maka penulis ingin mengulas tentang
Pemahaman Wajib Pajak Badan terhadap pelaporan SPT. Sehubungan dengan
hal tersebut, maka penulis mencoba untuk menuangkan pemikiran dan
pembahasan dalam sebuah laporan yang berjudul :
PEMAHAMAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP PELAPORAN
SURAT

PEMBERITAHUAN

(SPT)

TAHUNAN

PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA

DI

KANTOR

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat didentifikasikan masalahmasalah yang berkaitan dengan pelaporan SPT sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman Wajib Pajak Badan terhadap Pelaporan Surat
Pemberitahuan (SPT) tahunan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Surakarta ?
2. Apa saja faktor yang menghambat tingkat pemahaman Wajib Pajak Badan
terhadap pelaporan SPT tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surakarta ?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pemahaman Wajib Pajak Badan dalam membayar pajak
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman
wajib pajak badan dalam melaporkan SPT Tahunan pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penulisan ini sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu dapat memberikan sumbangan
mengenai ilmu pengetahuan tentang kebijakan pemerintah mengenai
kesadaran Wajib Pajak Badan dalam menghitung dan melaporkan
besarnya pajak yang terutang atas Wajib Pajak Badan.

2. Bagi Akademik
Manfaat dari penelitian ini bagi akademik yaitu diharapkan dapat
menambah pengetahuan serta bagi bahan masukan dibidang penelitian
yang sejenis.
3. Bagi Pembaca
Manfaat dari penelitian bagi pembaca tugas akhir ini agar dapat
bermanfaat bagi pembaca tentang pemahaman Wajib Pajak dalam
membayar pajak.
4. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi
kepada pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat sebagai bahan
masukkan informasi kepada para pegawai Kantor Pelayanan Pajak untuk
dijadikan panduan mengenai pemahaman Wajib Pajak dalam membayar
pajak.
5. Bagi Mahasiswa
Merupakan kesempatan penulis untuk memperluas ilmu pengetahuan dan
sebagai sarana penerapan teori yang telah diperoleh di bangku kuliah ke
dalam praktek yang sesungguhnya.
6. Bagi Ilmu Pengetahuan
Untuk menambah referensi dan sebagai acuan mahasiswa lain dalam
menyusun tugas akhir untuk masa yang akan datang.

E. METODE PENELITIAN
1. Objek Penelitian
Sugiyono (2010) mendefinisikan bahwa objek penelitian adalah sasaran
ilmiah untuk mendapatkan data tertentu. Hal ini Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Surakarta menjadi objek utama penelitian mengenai Pemahaman
Wajib Pajak Badan terhadap pelaporan SPT dalam rangka peningkatan
penerimaan pajak di KPP Pratama Surakarta.
2. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir adalah:
1) Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam
bentuk angka (Moleong, 2007). Data kualitatif diperoleh melalui
berbagai macam teknik pengumpulan melalui wawancara,
kuesioner dan analisis dokumen. Penulis menggunakan data
kualitatif,

karena

data

kualitatif

memberikan

penjelasan

mendetail, rinci, dan lengkap dalam menjawab pertanyaan.


Berupa hasil kuesioner tentang pemahaman SPT Badan di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
2) Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan
(Moleong, 2007). Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat
diolah

atau

dianalisis

menggunakan

teknik

perhitungan

matematika atau statistika. Data yang penulis peroleh berupa data


target dan realisasi penerimaan pajak serta data jumlah Wajib
Pajak Badan.

b. Sumber data berasal dari:


1) Data Primer
Menurut Suliyanto (2006), data primer adalah data yang
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama.
Kelebihan data primer adalah data yang dikumpulkan benar-benar
sesuai dengan kebutuhan peneliti. Kelemahan data primer adalah
cara mendapatkan data, biasanya relatif lebih sulit dan
memerlukan biaya yang lebih mahal. Pada penelitian ini data
primer dikumpulkan dengan datang langsung ke Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dan dengan menggunakan
teknik kuesioner.
2) Data Sekunder
Data sekunder menggunakan bahan yang bukan dari sumber
pertama sebagai sarana untuk memperoleh data atau informasi
untuk menjawab masalah yang diteliti (Arikunto, 2005). Dalam
penelitian ini penulis melakukan studi kepustakaan dengan
mencari kerangka referensi dan landasan teori baik dalam buku,
peraturan-peraturan, maupun sumber-sumber lainya yang releven,
seperti : pengertian pajak, surat pemberitahuan (SPT) serta dasardasar hukum nya.

3. Teknik Pengumpulan Data


Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan penulis, yaitu :
a. Metode Kepustakaan
Menurut Nazir (2003) mendefisinisikan metode kepustakaan adalah
teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaah terhadap
buku-buku, literatur, catatan, dan laporan yang ada hubunganya
dengan masalah yang akan dihadapi. Penulis mempelajari dan
mengumpulkan data berupa pengertian tentang pepajakan dan tentang
kegiatan pelaporan SPT dari berbagai literatur serta buku-buku dan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penulisan ini.
b. Metode Kuesioner
Menurut Suliyanto (2006), metode kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan
cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden
tersebut memberikan jawabannya.
Penulis membagikan kuesioner tentang tingkat kesadaran yang
dimiliki Wajib Pajak dan kemampuan Wajib Pajak dalam melaporkan
SPT. Disini penulis menggunakan kuesioner milik (Anggraeni, 2011).
c. Metode Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data

10

dengan cara melakukan wawancara langsung dengan Wajib Pajak dan


pegawai pajak terkait.
d. Metode Pemerikasaan Dokumen
Sugiyono (2010) mengungkapkan bahwa metode pemeriksaan
dokumen adalah pelengkap dari metode kepustakaan dan metode
kuesioner. Penulis mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan Pemahaman Wajib Pajak Badan terhadap pelaporan SPT di
KPP Pratama Surakarta berupa data target dan realisasi penyampaian
SPT Badan serta data jumlah Wajib Pajak Badan.
4. Teknik Pembahasan
Deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau
menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat
kesimpulan yang lebih luas (Sugiyono, 2010). Teknik ini penulis gunakan
untuk menjelaskan hasil dari pengamatan, pemahaman, dan kesimpulan
mengenai kegiatan Pelaporan SPT.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak
1. Pajak Secara Umum
Pajak memiliki berbagai definisi, yang pada hakikatnya mempunyai
pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh
para ahli adalah sebagai berikut:
a. Menurut prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., Pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
yang langsung dapat ditunjukkkan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum (Mardiasmo, 2010).
b. Menurut Dr. P. J. A. Andriani. Pajak adalah iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang Wajib Pajak
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah

untuk

berhubungan

membiayai
dengan

pengeluaran-pengeluaran

tugas

negara

yang

umum

diselenggarakan

pemerintahan (Waluyo, 2010).


Pembayaran

pajak

merupakan

perwujudan

dari

kewajiban

kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan

11

12

negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang


perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi
merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam
bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan
nasional (Suandy, 2010).
2. Fungsi Pajak
Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara karena fungsinya. Menurut Ilyas dan Burton
(2010), pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
a. Fungsi Penerimaan
Yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya
sesuai dengan undang-undang yang berlaku yang pada waktunya
akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara,
yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada
sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk
investasi pemerintah.
b. Fungsi Mengatur
Yaitu suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai
suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar
bidang keuangan. Fungsi ini pada umumnya dapat dilihat dari sektor
swasta.

13

c. Fungsi Demokrasi
Yaitu suatu fungsi yang merupakan salah satu wujud sistem gotong
royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi
kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi dikaitkan dengan hak
seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah.
d. Fungsi Redistribusi
Yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan
keadilan masyarakat. Hal ini dapat terlihat misalnya dengan adanya
tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat
yang mempunyai penghasilan besardan pajak yang lebih kecil kepada
masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih sedikit (kecil).
3. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Pemungutan Pajak Harus Adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang undang
dan pelaksana pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan masing masing. Sedangkan adil dalam
pelakasanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

14

b. Pemungutan pajak harus bedasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)


Semua pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Dengan
begitu, pihak yang melanggar dapat dikenai sanksi hukum.
c. Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pungutan tidak boleh mmenganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun

perdagangan,

sehingga

tidak

menimbulkan

kelesuan

perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi anggaran, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh Undang-undang perpajakan yang baru.
4. Pengelompokan Pajak
a. Menurut Golongannya (Mardiasmo, 2010)
1) Pajak Langsung
Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain.
2) Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

15

b. Menurut Sifatnya (Mardiasmo, 2010)


1) Pajak Subyektif
Pajak subyektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
2) Pajak Obyektif
Pajak obyektif yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
c. Menurut Lembaga Pemungutanya (Mardiasmo, 2010)
1) Pajak Pusat
Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
2) Pajak Daerah
Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai tumah tangga daerah.
5. Sistem Pemungutan Pajak
Pada dasarnya terdapat 3 (tiga sistem pemungutan pajak yang berlaku
(Mardiasmo, 2010) yaitu :
a. Official Assesment System
Adalah sistem pemungutan

yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan beaarnya pajak yang terutang


oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya :

16

1) Wewenang yang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada


fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.
b. Self Assesment System
Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak utuk menentukan sndiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
1) Wewenang untuk menentukan sendiri pajak yang terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan,
menyetor sampai dengan melapor sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
B. Pajak Penghasilan (PPh)
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan termasuk dalam kategori sebagai pajak subyektif,
artinya pajak dikenakan karena ada subyeknya yakni telah memenuhi

17

kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan UU No.36 Tahun 2008,


sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subyek pajaknya,
maka jelas tidak dikenakan PPh (Suandy, 2010).
2. Subyek PPh Badan
Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
3. Obyek Penghasilan Badan
Obyek pajak dalam hal ini adalah pengasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari indonesia maupun dari luar indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan pengahargaan.

18

c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya.
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran,

pemecahan,

pengambilalihan

usaha,

atau

reorganisasi dengan nama dan bentuk apapun.


4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan.
5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh

hak

pembiayaan,
pertambangan.

penambangan,
atau

tanda

permodalan

turut
dalam

serta

dalam

perusahaan

19

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai


biaya.
f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
h. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

20

s. Surplus Bank Indonesia.


C. Surat Pemberitahuan (SPT)
1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)
Menurut Mardiasmo (2010), Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat
yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak,
dan/ atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan per
Undang-Undang Perpajakan.
Menurut Waluyo (2010), pengaturan SPT tersebut selanjutnya
dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 Tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan
UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan aturan pelaksanaan
pada tingkat di bawahnya seperti Peraturan Menteri Keuangan.
2. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
Menurut Waluyo (2010), Pasal 3 Undang-Undang Ketentuan Umum
Perpajakan (KUP) juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak
untuk mengisi SPT dengan benar,

lengkap, dan jelas, dalam bahasa

Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang
rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak (DJP).

21

Penghasilan

adalah

sebagai

sarana

untuk

melaporkan

dan

mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya


terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/ atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1
(satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ atau bukan objek pajak.
c. Harta dan kewajiban, dan/ atau
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa
pajak sesuai dengan ketentuan peraturan per Undang-Undang
Perpajakan. Bagi Pegusaha Kena Pajak (PKP), fungsi SPT adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya terutang
dan untuk melaporkan tentang:
1) Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran, dan
2) Pembayaran dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak,
sesuai dengan ketentuan praturan per Undang-Undang Perpajakan.
Bagi pemotong atau pemungut pajak.fungsi SPT adalah sebagai
sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak pajak
yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

22

3. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)


Menurut Mardiasmo (2010), secara garis besar SPT dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan (SPT) untuk
suatu masa pajak.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan

(SPT)

untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.


Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak meliputi:
a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
b. SPT Masa yang terdiri dari:
1) SPT Masa Pajak Penghasilan.
2) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, dan
3) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.
Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak dapat berbentuk:
a. Formulir kertas (hardcopy), dan
b. e-SPT.
4. Batas Waktu Penyampaian SPT
Menurut Mardiasmo (2010), batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan adalah:
a. Untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa
Pajak.

23

b. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi,


paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, atau
c. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling
lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
5. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Menurut Mardiasmo (2010), apabila SPT tidak disampaikan dalam
jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan.
penyamapaian SPT, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar:
a. Rp

500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak

Pertambahan Nilai.
b. Rp

100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya.

c. Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak


Penghasilan Wajib Pajak Badan.
d. Rp

100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak

Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.


Menurut Mardiasmo (2010), Wajib Pajak yang karena kealpaannya
tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar
atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak
dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh
Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan
pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang

24

dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang


Bayar (SKPKB).

BAB III
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum KPP Pratama Surakarta


1. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta
KPP Pratama Surakarta sudah ada sejak lama dengan berbagai
nama dan istilah. Sebelum tahun 1966, KPP Pratama Surakarta berstatus
sebagai Kantor Dinas Luar Tingkat I (KDL Tk. I) Surakarta dibawah
wewenang wilayah kerja dari Kantor Inspeksi Keuangan (KIK)
Yogyakarta. Tahun 1966 karena semakin banyaknya jumlah Wajib Pajak
(WP) dan jumlah penerimaan pajak, KDL Tk. I Surakarta ditingkatkan
menjadi Kantor Inspeksi Keuangan (KIK) Surakarta yang membawahi
diantara KDL Tk. I Klaten dan pada akhir tahun 1966 KIK Surakarta
berganti istilah menjadi KIK Surakarta A.
Tanggal 1 April 1989 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor:
276/KMK.01/1989 tentang organisasi dan tata kerja DJP, KPP Surakarta
dipecah menjadi:
a. Kantor Pelayanan Pajak Surakarta Tipe B dengan wilayah kerja
meliputi

Kotamadya

Surakarta,

Kabupaten

Karanganyar

dan

Kabupaten Surakarta.
b. Kantor Pelayanan Pajak Klaten dengan wilayah kerja meliputi Kota
Administrasi Klaten, Kota Boyolali, Kabupaten Sukoharjo dan
Kabupaten Wonogiri.

25

26

c. Unit Pemeriksa dan Penyidikan Pajak (UPP) Surakarta Tipe B, dengan


wilayah kerja se-eks-Karesidenan Surakarta (wilayah kerja Kantor
Inspeksi Pajak Surakarta).
Berdasarkan

pada

Keputusan Menteri

Keuangan Republik

Indonesia Nomor 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Pajak(DJP), wilayah kerja
KPP Surakarta meliputi Kotamadya Surakarta, Kabupaten Karanganyar,
Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten serta Kantor Penyuluhan
Pajak (Kapenpa) Sragen yang berkedudukan di Sragen.
Pembentukan KPP Pratama, merupakan bagian dari program
reformasi birokrasi perpajakan yang sifatnya komprehensif dan telah
berjalan sejak tahun 2002 yang ditandai dengan terbentuknya Kanwil dan
KPPWP Besar. Pembentukan KPP Pratama lanjutan dilandasi oleh
terbitnya SE-19/PJ/2007 tanggal 13 April 2007 tentang Persiapan
Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern pada Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP).
Sehubungan dengan reorganisasi di lingkungan DJP, KPP
Surakarta telah berubah menjadi KPP Pratama Surakarta. KPP Pratama
Surakarta dibentuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Kep141/PJ/2007 yang ditetapkan pada tanggal 3 Oktober 2007 tentang
Penerapan Organisasi, Tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor
Wilayah (Kanwil)DJP Jawa Tengah II dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan,
dan Konsultasi Perpajakan di lingkungan Kanwil DJP Jawa Tengah I,

27

Kanwil DJP Jawa Tengah II, Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta.
KPP Pratama Surakarta mulai beroperasi tanggal 30 Oktober 2007 dan
sampai saat ini wilayah KPP Pratama Surakarta sudah meliputi 5 (lima)
kecamatan, yaitu Laweyan, Jebres, Serengan, Pasar Kliwon, dan
Banjarsari.
Pembentukan KPP Pratama diseluruh Indonesia berlangsung dalam
periode tahun 2007-2008. Perubahan yang dilakukan meliputi struktur
organisasi, proses bisnis, teknologi informasi dan komunikasi, sarana dan
prasarana, serta manajemen sumber daya manusia. Perbaikan dalam
struktur DJP terefleksi pada karakter kantor modern antara lain adanya
Account Representative untuk pelayanan kepada WP, penerapan Kode
Etik Pegawai yang diawasi oleh Komite Kode Etik Pegawai, dan sistem
penggajian yang lebih baik.
KPP Pratama merupakan penggabungan 3 (tiga) jenis unit kantor
yang berbeda, yakni Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Karikpa (Kantor Pemeriksaan
dan Penyidikan Pajak) dengan masing-masing seksi ke dalam seksi-seksi
yang baru sebagai berikut:
a. Waskon (Pengawasan dan Konsultasi)
Berdasarkan wilayah di kota Surakarta, maka seksi waskon di KPP
Pratama Surakarta ini dibagi menjadi 4 (empat), dengan pembagian
wilayah sebagai berikut Waskon I untuk wilayah Kecamatan Laweyan,
Waskon II untuk wilayah Kecamatan Jebres, Waskon III untuk

28

wilayah Kecamatan Serengan dan Pasar Kliwon, dan Waskon IV untuk


wilayah Kecamatan Banjarsari.
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
c. Seksi Pelayanan
d. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
e. Seksi Pemeriksaan
f. Seksi Penagihan
g. Sub Bagian Umum
2. Lokasi KPP Pratama Surakarta
KPP Pratama Surakarta berlokasi di Jalan Kyai Haji Agus Salim No. 1
Surakarta 57417, Telepon (0271) 717522/718400/720821, Faksimili
(0271) 728436, Homepage DJP : www.pajak.go.id.
3. Fasilitas KPP Pratama Surakarta
KPP Pratama Surakarta dilengkapi dengan:
a. Aula yang terletak berdekatan dengan taman berseri KPP Pratama
Surakarta.
b. Poliklinik yang dibuka setiap Senin dan Kamis, yang dilayani oleh
1(satu) orang dokter.
c. Lapangan tenis outdoor di halaman belakang kantor.
d. Ruang rapat khusus yang digunakan untuk pertemuan-pertemuan
khusus.
e. Koperasi Pegawai Negeri.

29

f. Mushola yang terletak di belakang kantor sebagai sarana tempat


beribadah bagi para pegawai yang beragama Islam.
4. Peran KPP Pratama Surakarta
KPP Pratama Surakarta, berperan untuk mengamankan dan meningkatkan
penerimaan negara dari pajak serta non pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan

yang

berlaku

sebagai

upaya

mengurangi

ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri guna membiayai tugas


pemerintah dan pembangunan. Selain itu, KPP Pratama juga berperan ikut
serta dalam pembangunan dunia usaha dan industri dalam negeri dengan
jalan memberikan fasilitas kebijakan fiskal.
5. Tugas Pokok, Fungsi, Visi dan Misi KPP Pratama Surakarta
a. Tugas pokok KPP Pratama Surakarta
Tugas pokok dari KPP Pratama Surakarta yaitu melaksanakan
pelayanan, pengawasan administratif, dan pemeriksaan sederhana
terhadap WP dalam bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wewenangnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Fungsi KPP Pratama Surakarta
Beberapa fungsi yang dijalankan oleh KPP Pratama Surakarta
diantaranya melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian
informasi

perpajakan,

pengamatan

potensi

perpajakan,

dan

ekstensifikasi WP; Melakukan penelitian dan penatausahaan surat

30

pemberitahuan tahunan, surat pemberitahuan masa, serta berkas WP;


Melakukan pengawasan pembayaran masa PPh, PPN dan PPnBM dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya; Melakukan penatausahaan piutang
pajak, penerimaan penagihan, penyelesaian keberatan, penatausahaan
banding, dan penyelesaian restitusi PPh, PPN dan PPnBM dan Pajak
Tidak Langsung Lainnya; Melakukanpemeriksaan sederhana dan
penerapan sanksi perpajakan; Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak;
Melakukan

pembetulan

Surat

Ketetapan

Pajak;

Menghitung

pengurangan sanksi pajak; Melakukan penyuluhan dan konsultasi


perpajakan; serta Pelaksanaan administrasi KPPPratama Surakarta.
c. Visi dan Misi KPP Pratama Surakarta
1) Visi
KPP Pratama Surakarta selalu mengacu pada visi DJP dalam
menjalankan tugas-tugasnya yaitu Menjadi institusi pemerintah
yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern
yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas
dan profesionalisme yang tinggi.
2) Misi
Misi KPP Pratama Surakarta yaitu Menghimpun penerimaan
pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang
mampu

mewujudkan

kemandirian

pembiayaan

Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi


perpajakan yang efektif dan efisien.

31

3) Nilai
a) Integritas
Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang
teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral, yang diterjemahkan
dengan bertindak jujur, konsisten, dan adil.
b) Profesionalisme
Memiliki kompetensi dibidang profesi dan menjalankan tugas
dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta
norma-norma profesi, etika, dan sosial.
c) Inovasi
Memiliki pemikiran yang bersifat terobosan dan/atau alternatif
pemecahan masalah yang kreatif, dengan memperhatikan
aturan dan norma yang berlaku.
d) Teamwork
Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang/pihak
lain, serta membangun network untuk menunjang tugas dan
pekerjaan.
6. Struktur Organisasi
Struktur organisasi digunakan untuk menunjukkan adanya pembagian kerja
dan menunjukkan bagaimana fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda
tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain itu juga digunakan untuk
menunjukkan spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian
laporan.

32

Gambar 3.1
Stuktur Organisasi di KPP Pratama Surakarta

Sumber : Sub Bagian Umum


Gambar 3.1
Stuktur Organisasi di KPP Pratama Surakarta
7. Deskripsi Jabatan
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-14/PJ/2008
tentang Standar Prosedur Operasi (SPO) DJP, beberapa fungsi dan tugas
pokok dari seksi di KPP Pratama adalah sebagai berikut:
1. Seksi Waskon (Pengawasan dan Konsultasi)
Secara umum memberikan pelayanan kepada WP yang berupa bimbingan
atau penyuluhan. Selain itu, ada tugas pengawasan yang berupa kepatuhan
pembayaran dan pelaporan, juga melakukan penggalian potensi berdasar
hasil pengawasan dan bimbingan.

33

2. Sub Bagian Umum


Melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, dan rumah
tangga.
3. Seksi Pelayanan
Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan,
pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT), serta penerimaan surat lainnya,
penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta melakukan
kerjasama perpajakan.
4. Seksi PDI
Melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan
potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen
perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi eSPT, dan e-filling serta penyiapan laporan kerja.
5. Seksi Ekstensifikasi
Merupakan peralihan dari Seksi Pendataan dan Penilaian pada KPPBB
serta menindaklanjuti data yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) untuk dihimbau agar segera memiliki NPWP.
6. Seksi Pemeriksaan
Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan
aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pelaksana
Pajak (SP3), serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

34

7. Seksi Penagihan
Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran
tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta
penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

B. PEMBAHASAN
1. Pemahaman Wajib Pajak Badan terhadap Pelaporan SPT Tahunan
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini
yaitu dengan cara membagikan kuesioner yang berjumlah 30 buah kepada
Wajib Pajak berdasarkan data Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP
Pratama Surakarta. Karakteristik responden disajikan dalam tabel:
Tabel 3.1
Statistik Responden
Berdasarkan Jenis Usaha
KATEGORI
Jenis Usaha

KETERANGAN

DARI 30 RESPONDEN

a. Pedagang

15 (50%)

b. Pabrikan

10 (33%)

c. Jasa
d. Lain-lain
Jumlah
Sumber : Data primer diolah

3 (10%)
2 (7%)
30 (100%)

Berdasarkan tabel 3.1 dapat dilihat bahwa responden menurut jenis


usaha lebih didominasi pada usaha sektor pedagang yaitu berjumlah 15
orang dengan presentase 50%. Responden jenis usaha pabrikan berjumlah

35

10 orang (33%), responden dengan jenis usaha jasa berjumlah 3 orang


(10%), sedangkan dari jenis usaha lainnya sebanyak 2 orang (7%).
Tabel 3.2
Statistik Responden
Berdasarkan Cara Memperoleh Pengetahuan Pajak
KATEGORI
KETERANGAN
DARI 30 RESPONDEN
Cara memperoleh
Pengetahuan Pajak

a. Brevet

10 (33%)

b. Penyuluhan pajak

16 (53%)

c. Tidak ada

1 (3%)

d. Lain-lain

3 (10%)
30 (100%)

Jumlah
Sumber : Data primer diolah

Tabel 3.2 menunjukkan cara memperoleh pengetahuan pajak,


didominasi oleh responden yang memperoleh informasi dari penyuluhan
pajak berjumlah 16 orang (53%), kemudian

yang memperoleh

pengetahuan dari brevet berjumlah 10 orang atau sekitar 33%. Selanjutnya


responden yang memperoleh pengetahuan pajak dengan cara yang lain
berjumlah 3 orang (10%) dan responden yang tidak memperoleh
pengetahuan berjumlah 1 orang (3%).
Hasil kuesioner yang dapat penulis rangkum seperti di bawah ini:
Tabel 3.3
Hasil Kuesioner
NO
1

PERTANYAAN

Saat ini formulir Surat Pemberitahuan (SPT) sudah


sederhana.
2
SPT dapat diperoleh dengan mudah dan cepat dengan
mengakses melalui internet.
3
Aparat Pajak memberikan bantuan kepada Wajib
Pajak untuk mempermudah dalam pengisian SPT.
4
Penyuluhan pajak yang dilakukan DJP dengan
memberikan informasi terbaru, sangat membantu
Wajib Pajak dalam melakukan kewajibannya.
Sumber : Data primer diolah

Dari 30 Responden
Setuju
Tidak
22 (74%)
8 (27%)
30 (100%)
29 (97%)

1 (3%)

24 (80%)

6 (20%)

36

Sesuai tabel 3.3 dapat ditarik kesimpulan bahwa 22 dari 30


responden atau 74% setuju dengan formulir SPT sudah sederhana
sedangkan sisanya menyatakan tidak setuju. Dalam hal kemudahan
memperoleh SPT sebanyak 30 responden (100%) setuju, berdasarkan
pelayanan aparatur pajak sebanyak 29 responden atau 97% memilih setuju
dan sisanya 1 responden memilih tidak setuju, sedangkan untuk peranan
DJP dalam memberikan penyuluhan tentang informasi terbaru tentang
perpajakan 24 responden atau 80% memilih setuju dan sisanya 6
responden memilih tidak setuju dengan presentase 6%.
Berdasarkan hasil wawancara untuk mengetahui seberapa besar
Pemahaman Wajib Pajak terhadap pelaporan SPT Tahunan, mengenai
kegunaan SPT Tahunan, Wajib Pajak A mengemukakan SPT Tahunan
adalah sarana untuk melaporkan pajak, biasanya SPT bisa diperoleh dari
kantor pajak mas.
Wajib Pajak B menyatakan:
SPT itu formulir untuk mencatat semua pajak yang harus kami
keluarkan. Biasanya saya mendapatkan SPT dari internet mas, jadi
nggak usah panas-panas pergi ke kantor pajak. Di kantor pajak ya
tinggal lapor aja.
Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Surat Pemberitahuan (SPT)
merupakan hal yang paling mendasar terhadap tingkat pemahaman Wajib
Pajak terhadap pelaporan SPT. Wajib Pajak A dan B paham tentang
kegunaan SPT, terutama Wajib Pajak B yang menggunakan fasilitas
internet untuk mendapatkan formulir SPT. Hal ini menunjukkan peranan

37

dan

fungsi

internet

untuk

mempermudah

Wajib

Pajak

dalam

menyampaikan kewajiban perpajakannya.


Mengenai tempat melaporkan SPT, menurut Wajib Pajak C:
Biasanya saya melaporkan SPT saya di kantor pajak yang ada di
Purwosari itu mas, kalau bayarnya ya di kantor pos.
Wajib pajak D mengemukakan Kalau penyampaian SPT, kami
kirim melalui jasa kurir SPT kami masukkan dalam amplop tertutup.
Pemahaman Wajib Pajak terhadap tempat melaporkan SPT
merupakan hal yang berpengaruh terhadap kemudahan Wajib Pajak dalam
melaporkan kewajibannya. Wajib Pajak C menggunakan kantor pos dan
Wajib Pajak D menggunakan jasa kurir. Sarana pelaporan SPT Tahunan
ini dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada Wajib Pajak,
sehingga WP merasa lebih nyaman dalam menunaikan kewajiban
perpajakannya.
Mengenai waktu penyampaian SPT Tahunan Badan, Wajib Pajak E
mengungkapkan, Kalau kami lebih senang menyampaikan SPT nya di
bulan Maret mas, karena kalau saya bayar di bulan April pasti antrinya
lama.
Wajib Pajak F, Kalau toko kami biasanya bayar lewat e-filling.
Bayarnya bulan April, lebih praktis dan ga antri mas.
Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan adalah 4 (empat)
bulan setelah akhir Tahun Pajak atau 30 April, dengan adanya pembatasan
waktu pelaporan SPT ini Wajib Pajak E memilih melaporkan

38

kewajibannya di bulan Maret untuk menghindari antrian yang terjadi di


batas akhir pelaporan SPT yaitu bulan April, sedangkan Wajib Pajak F
menggunakan fasilitas e-filling. E-Filing adalah sistem pelaporan SPT
yang menggunakan sarana internet tanpa melalui pihak lain dan tanpa
biaya apapun melalui efiling.pajak.go.id, yang dibuat oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak
(WP) dalam pengisian dan penyerahan laporan SPT.
Mengenai kewajiban melaporkan SPT, Wajib Pajak G memaparkan,
Kalau menurut kami melaporkan SPT itu wajib, soalnya saya sudah
punya NPWP jadi kalo ga bayar atau telat bisa kena denda.
Wajib Pajak H menjelaskan: SPT itu Surat Pemberitahuan, ya kalau
dapat surat itu mau tidak mau harus bayar. Pajak kan berguna dalam
pembangunan negara.
Menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) setiap Wajib Pajak (yang telah berNPWP) wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
dengan

benar,

lengkap,

jelas

dan

menandatanganinya.

Hal

ini

menunjukkan peranan setiap warga negara untuk ikut serta dalam


pembangunan negara seperti yang diutarakan oleh Wajib Pajak H dan bagi
yang memiliki NPWP tetapi tidak melaporkan kewajibannya maka dapat
dikenai denda seperti yang dikemukakan oleh Wajib Pajak G.

39

Mengenai pelayanan di KPP Pratama Surakarta, Wajib Pajak I


memaparkan, Saya sudah cukup puas dengan pelayanannya. Saya sering
menggunakan jasa AR untuk menanyakan masalah tentang pajak saya.
Ada Wajib Pajak yang belum puas oleh pelayanan AR seperti yang
diungkapkan oleh Wajib Pajak J:
Kami belum puas mas, terlebih jika saya bayarnya mepet pas bulan
April pasti antriannya banyak. Seharusnya pada bulan-bulan itu
pegawai harus lebih banyak dikerahkan agar kami tidak mengantri
lama.
Pemahaman Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar
pajak berhubungan erat dengan kualitas pelayanan yang diberikan aparat
pajak kepada Wajib Pajak. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan
yang dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dan semakin baik
kualitas pelayanan pajak yang diberikan oleh aparat pajak maka Wajib
Pajak akan merasa puas sehingga Wajib Pajak akan menjadi patuh.
Berdasarkan data yang diperoleh dari KPP Pratama Surakarta
tentang Wajib Pajak terdaftar dan Wajib Pajak non-efektif adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.4
Wajib Pajak Badan Terdaftar, Wajib Pajak non-Efektif
di KPP Pratama Surakarta
Tahun

WP Badan Terdaftar

WP Badan Non Efektif

Presentase WP
Badan non-efektif

2011

7.202

319

4%

322

4%

2012

7.902
325
2013
8.472
Sumber: Sub PDI KPP Pratama Surakarta diolah

3%

40

Wajib pajak efektif adalah Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban


perpajakannya berupa kewajiban menyampaikan SPT Masa dan SPT
Tahunan sebagaimana mestinya.
Wajib Pajak non-efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya berupa memenuhi kewajibannya menyampaikan
SPT Masa dan SPT Tahunan. Hal ini diterangkan dalam Surat edaran
Direktur Jendral Pajak Nomor SE-09/PJ.8/1998, Wajib Pajak non-efektif
adalah:
a. Wajib Pajak yang selama 2 (dua) tahun berturut-turut tidak
menyampaikan SPT Tahunan.
b. Wajib Pajak meninggal atau usahanya bangkrut tetapi belum ada
surat keterangan secara resmi.
c. Wajib Pajak yang tidak ditemukan alamatnya meskipun sudah
diusahakan pencarian oleh dinas luar.
d. Wajib Pajak yang secara nyata tidak menunjukkan suatu kegiatan
usaha.
Dari tabel 3.4 terlihat presentase Wajib Pajak Badan non-efektif
pada tahun 2011 sebesar 4%, tahun 2012 sebesar 4% dan tahun 2013
sebesar 3%. Penurunan Wajib Pajak non-efektif ini dikarenakan naiknya
jumlah Wajib Pajak tetapi tidak diiringi dengan naiknya jumlah Wajib
Pajak efektif.

41

Tahun

Tabel 3.5
Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Badan
Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
Tahun 2011-2013
Wajib Pajak
Realisasi Penyampaian SPT
Terdaftar
Wajib SPT

2011

7.202

6.470

2.250 (35%)

2012

7.902

4.593

2.249 (49%)

8.472
4.914
2013
Sumber : Sub PDI KPP Pratama Surakarta diolah

2.733 (56%)

Dari tabel 3.5 tentang penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)


tahunan Wajib Pajak Badan dapat ditarik kesimpulan bahwa realisasi
penyampaian SPT dari tahun 2011 sampai tahun 2013 terjadi kenaikan.
Pada tahun 2011 realisasi penyampaian SPT sebesar 2.250 (35%) naik di
tahun 2012 yang menjadi 2.249 atau sekitar 49% dan tahun 2013 menjadi
2.733 (56%).
Pemahaman

Wajib

Pajak

dalam

melaksanakan

kewajiban

perpajakannya khususnya dalam penyampaian SPT masih dibilang cukup


rendah. Kurangnya kesadaran Wajib Pajak menjadi salah satu hambatan
yang perlu ditanggulangi. Sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah) apabila terlambat melaporkan kewajiban
membayar dan melaporkan SPT. Direktorat Jendral Pajak mengharapkan
kesadaran Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dan
sanksi tersebut hanya digunakan untuk menimbulkan efek jera agar Wajib
Pajak tidak melakukan pelanggaran lagi. Target rasio Penyampaian SPT
Tahunan Pajak Penghasilan adalah 60%, sesuai dengan SE-10/PJ/2010
sebagaimana telah diubah dengan SE-96/PJ/2010 sedangkan rasio
penyampaian SPT pada Tabel 3.5 masih belum memenuhi target.

42

2. Faktor yang menghambat tingkat pemahaman WP Badan terhadap


pelaporan SPT Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surakarta.
Berdasarkan wawancara penulis kepada fiskus mengenai faktor yang
menghambat tingkat pemahaman Wajib Pajak Badan terhadap pelaporan
SPT Tahunan di KPP Pratama Surakarta, fiskus A menyatakan :
Saya kira faktor yang berpengaruh adalah pengetahuan setiap wajib
pajak dalam memahami petunjuk dalam pengisian SPT, minat wajib
pajak dalam menghadiri sosialisasi yang diberikan oleh DJP dan
pelayanan pegawai kami. Saya kira hal itu yang menyebabkan kualitas
pemahaman setiap Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi pemahaman Wajib Pajak badan terhadap pelaporan SPT
adalah:
a. Kurangnya Minat Wajib Pajak untuk Mengikuti Sosialisasi yang
diberikan KPP
Sosialisasi yang bertujuan untuk memberikan informasi pajak terbaru
kepada Wajib Pajak dan lebih mengakrabkan Wajib Pajak dengan
peraturan-peraturan terbaru mengenai sistem pembayaran pajak
maupun peraturan pajak lainnya. Hal ini berpengaruh terhadap
pemahaman Wajib Pajak Badan dalam penyampaian SPT Tahunan di
KPP Pratama Surakarta.
b. Kualitas Pelayanan Account Representative
Peranan Account Representative (AR) didalam memberikan pelayanan
yang baik kepada Wajib Pajak sangat diperlukan dan dengan

43

berlakunya sistem Account Representative (AR) sebagai salah satu


wujud pelayanan prima kepada wajib pajak, diharapkan

dapat

membantu dalam kegiatan pelaporan SPT Tahunan di KPP Surakarta.


Kurang optimalnya pelayanan Account Representative (AR) di KPP
Surakarta merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan
kurangnya pemahaman Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.

C. TEMUAN
Setelah penulis melakukan penelitian di KPP Pratama Surakarta
mengenai Pemahaman Wajib Pajak Badan terhadap Pelaporan SPT Tahunan
di KPP Pratama Surakarta, penulis menemukan kelebihan dan kekurangan
mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan
a. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta terus berusaha untuk
meningkatkan pemahaman Wajib Pajak Badan dalam pelaporan SPT
Tahunan di KPP Pratama Surakarta guna mengoptimalkan
penerimaan negara.
b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan mempunyai manfaat baik untuk
KPP maupun Wajib Pajak Badan.
c. Penerapan Self Assesment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Surakarta sudah terbilang baik.

44

d. SPT dapat diperoleh dengan mudah dan cepat dengan mengakses


melalui internet.
2. Kekurangan
a. Realisasi penerimaan SPT Tahunan setiap tahunnya turun, adanya
penambahan jumlah Wajib Pajak non efektif dan penambahan
jumlah Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penundaan
penyampaian SPT sehingga SPT yang diterima menjadi berkurang
b. Rendahnya tingkat pemahaman Wajib Pajak, banyak ditemukan
Wajib Pajak yang melaporkan pajaknya secara tidak benar dan tidak
melaporkan Surat Pemberitahuannya.
c. Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
biasanya menyampaikan Surat Pemberitahuan menjelang batas akhir
penyampaian sehingga membuat petugas Tempat Pelayanan Terpadu
(TPT) bekerja lebih keras.

BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang disampaikan pada bab-bab sebelumnya yang


berhubungan dengan Pemahaman Wajib Pajak Badan terhadap Pelaporan SPT
Tahunan di KPP Pratama Surakarta, penulis menarik kesimpulan dan saran yaitu
sebagai berikut :
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan kewajiban perpajakan dapat terpenuhi dengan baik apabila
Wajib Pajak memiliki pemahaman yang baik mengenai tata cara
pelaporan SPT .
2. Tingkat

pemahaman

Wajib

Pajak

Badan

dalam

melaporkan

kewajibannya sudah cukup baik namun perlu ditingkatkan lagi.


3. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Badan Tahunan di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dapat dikatakan cukup baik
meskipun masih ada Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban
perpajakan sebagaimana mestinya.
4. Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi pemahaman Wajib Pajak dalam
pelaporan SPT yaitu :
a. Kurangnya Minat Wajib Pajak untuk Mengikuti Sosialisasi yang
diberikan KPP
b. Kualitas Pelayanan Account Representative

45

46

B. SARAN
Setelah mengemukakan kesimpulan atas analisis dan pembahasan
pada bab-bab sebelumnya, penulis akan mencoba memberikan saran yang
dapat membantu Pemahaman Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaporan SPT
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas maupun kuantitas penyuluhan dan sosialisasi
terhadap Wajib Pajak, khususnya Wajib Pajak Badan sehingga upaya
penyuluhan dan sosialisasi tersebut benar-benar memberi pengaruh
yang efektif tentang Pemahaman Wajib Pajak Badan terhadap
kewajiban perpajakannya.
2. Meningkatkan kualitas kinerja Account Representative. Berdasarkan
pengamatan, keaktifan Account Representative dalam melakukan
pembinaan kepada Wajib Pajak yang menjadi tanggung jawabnya
harus ditingkatkan.
3. Meningkatkan

jumlah

wajib

pajak

efektif

dengan

kegiatan

ekstensifikasi, dengan kegiatan ini diharapkan dapat mengurangi


jumlah wajib pajak non-efektif sehingga penerimaan pendapatan
semakin tinggi.
4. Sosialisasi kepada rekan Direktorat Jenderal Pajak seperti kantor
pos dan bank persepsi perlu dilakukan agar tidak terjadi salah paham
dan dapat meningkatkan kualitas penerimaan pajak.

47

5. Mengoptimalkan fungsi help desk di KPP Pratama Surakarta.


Berdasarkan pengamatan, fasilitas help desk jarang digunakan Wajib
Pajak.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, M. Toha, dkk. 2007. Metode Penelitian. Universitas Terbuka. Jakarta.


Anggraeni, Desy. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Wajib
Pajak Dalam Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib
Pajak Badan, S1 FEB.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Indonesia. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Mardiasmo. 2010. Perpajakan, Edisi Revisi, Andi Offset, Yogyakarta.
Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remadja Rosda.
Bandung.
Nazir, Muhammad. 2003. Metode Penelitian. Ghalian Indonesia. Jakarta.
Resmi, Siti, 2007. Perpajakan Teori dan Kasus. Salemba Empat. Jakarta.
Soemarso. 2007. Perpajakan. Salemba Empat. Jakarta.
Suandy, Erly. 2010 . Hukum Pajak. Salemba Empat,. Jakarta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. ALFABETA. Bandung.
Suliyanto. 2006. Metode Riset Bisnis, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta.
Sulistyaningsih, Ernawati. 2009. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa Dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Pajak Di KPP Pratama
Surakarta, D3 FEB UNS. Tidak Dipublikasikan.
Undang-Undang No. 16 tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta.
Website Resmi Departemen Keuangan, www.anggaran.depkeu.go.id diakses
tanggal 15 maret 2014. 21.40.

LAMPIRAN KUESIONER

Bapak/Ibu dimohon untuk mengisi dan memberikan tanda silang (X) pada
salah satu kolom yang tersedia dibawah ini.
Nama Perusahaan*

Bidang Usaha

Pengetahuan Pajak
di Dapat Dari

a. Pedagang

c. Jasa

b. Pabrikan

d. lain-lain ...

a. Brevet

c. Tidak Ada

b. Penyuluhan Pajak d. Lain-lain ..

Petunjuk pengisian :
Jawaban dapat diberikan dengan cara memberi silang (X) pada salah satu
kolom sebagai jawaban, sesuai dengan kondisi yang saudara rasakan, yaitu :
SS

= Sangat Setuju

= Setuju

TS

= Tidak Setuju

STS

= Sangat Tidak Setuju

Keterangan :
*Boleh Tidak Diisi

NO
1
2
3

PERTANYAAN
Saat ini formulir Surat Pemberitahuan (SPT)
sudah sederhana.
SPT dapat diperoleh dengan mudah dan cepat
dengan mengakses melalui internet.
Aparat Pajak memberikan bantuan kepada
Wajib Pajak untuk mempermudah dalam
pengisian SPT.
Penyuluhan pajak yang dilakukan DJP dengan
memberikan
informasi
terbaru,
sangat
membantu Wajib Pajak dalam melakukan
kewajibannya.

SS

Wawancara :

Apa kegunaan Surat Pemberitahuan (SPT) ?

Dimana biasanya anda melaporkan SPT ?

Kapan SPT tahunan Wajib Pajak (WP) Badan anda dilaporkan ?

Mengapa WP wajib melaporkan SPT ?

Bagaimana pelayanan pegawai di KPP Pratama Surakarta ?

TS

STS

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR SE - 96/PJ/2010
TENTANG
PERUBAHAN TARGET RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN
SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PADA TAHUN 2010
SEBAGAIMANA DITETAPKAN DALAM SE-10/PJ/2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan dilakukannya perubahan besaran Indikator Kinerja Utama
(IKU) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk rasio kepatuhan penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) pada tahun 2010
dan dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam penyampaian SPT
Tahunan PPh, dipandang perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2010 Tanggal 1 Februari 2010 tentang Target
Rasio Kepatuhan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dan SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai Pada Tahun 2010. Terkait dengan perubahan tersebut
disampaikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan perubahan terhadap besaran IKU
atas rasio kepatuhan SPT Tahunan PPh pada tahun 2010 menjadi 57,50%.
2. Untuk mencapai target IKU yang baru tersebut, dilakukan perubahan (revisi)
target minimal untuk masing-masing Kantor Wilayah (Kanwil) dan Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2010 menjadi sebagai berikut :
Target Rasio Kepatuhan Penyampaian
SPT Tahunan PPh Tahun 2010
Unit Kerja dan
No
Sebelumnya
Pengelompokan
(SERevisi Keterangan
10/PJ/2010)
A. Kanwil DJP
1 Kanwil DJP Wajib Pajak
97.50%
97.50%
Tetap
Besar
2 Kanwil DJP Jakarta
95.00%
95.00%
Tetap
Khusus
3 Kanwil DJP Lainnya yang
berada di:
- DKI Jakarta
65.00%
67,50% Berubah
- Pulau Jawa (di luar DKI
60.00%
62,50% Berubah
Jakarta) dan Bali
- Pulau Sumatera dan Pulau
57.50%
60,00% Berubah
Sulawesi (dan sekitarnya)
- Pulau Kalimantan, Pulau
55.00%
57,50% Berubah

3.

4.

5.

6.

Nusa Tenggara, dan Papua


(dan sekitarnya)
B. Kantor Pelayanan Pajak
1 KPP Wajib Pajak Besar
97.50%
97.50%
Tetap
2 KPP Madya yang berada
di:
- DKI Jakarta
95.00%
95.00%
Tetap
- Pulau Jawa (di luar DKI
92.50%
92.50%
Tetap
Jakarta) dan Bali
- Luar Pulau Jawa dan Bali
90.00%
90.00%
Tetap
3 KPP Pratama yang berada
di:
- DKI Jakarta
65.00%
67,50% Berubah
- Pulau Jawa (di luar DKI
60.00%
62,50% Berubah
Jakarta) dan Bali
- Pulau Sumatera dan Pulau
57.50%
60,00% Berubah
Sulawesi (dan sekitarnya)
- Pulau Kalimantan, Pulau
55.00%
57,50% Berubah
Nusa Tenggara, dan Papua
(dan sekitarnya)
Daftar Kanwil DJP berdasarkan kelompok di atas sebagaimana lampiran surat
edaran ini.
Wajib Pajak (WP) Terdaftar yang wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh
meliputi WP Orang Pribadi dan WP Badan yang terdaftar dalam administrasi
DJP per tanggal 31 Desember 2009 dengan status domisili/pusat (kode NPWP
000). Dalam hal ini tidak termasuk bendahara pemerintah, joint operation,
maupun cabang/lokasi. Jumlah WP terdaftar yang wajib menyampaikan SPT
Tahunan PPh setelah mempertimbangkan data yang disampaikan masingmasing Kanwil DJP sebagaimana daftar terlampir;
SPT Tahunan PPh yang diterima mencakup seluruh SPT Tahunan PPh (SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi dan SPT Tahunan PPh Badan) yang diterima DJP
selama tahun 2010 tanpa membedakan tahun pajaknya, namun tidak termasuk
pembetulan SPT Tahunan PPh;
Dalam rangka untuk mencapai target rasio kepatuhan penyampaian SPT
Tahunan PPh pada tahun 2010, Kepala Kanwil DJP bersama para Kepala KPP
di lingkungannnya agar menetapkan upaya-upaya atau langkah-langkah
konkrit yang perlu dilakukan antara lain memanfaatkan data Wajib Pajak yang
tidak menyampaikan SPT tetapi melakukan kegiatan usaha, diantaranya
ekspor/impor berdasarkan data PEB dan PIB maupun data lainnya yang
bersumber dari Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan (TIP);
Surat Edaran ini merupakan perubahan pertama terhadap Surat Edaran Nomor
SE-10/PJ/2010 tanggal 1 Februari 2010 tentang Target Rasio Kepatuhan SPT
Tahunan Pajak Penghasilan dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Pada
Tahun 2010. Oleh sebab itu dalam administrasi dan pelaksanaannya agar tidak
memisahkan muatan substansinya dari surat edaran tersebut.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20
September 2010
Direktur Jenderal,
ttd.
Mochamad Tjiptardjo
NIP
19510428197512102

Anda mungkin juga menyukai