Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastroenteritis Akut
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastroenteritis Akut
2. Epidemiologi/insiden kasus
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5 tahun.
Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di Indonesia
merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak anak. Rotavirus
adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara 7- 17 %
disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan ASI lebih
jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula. (Wong, 2007
dalam Winarsih, 2011). Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka
kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua
golongan umur dan 1,6 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita.
Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati,
2008).
Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80% terutama
pada anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24 bulan
(Subianto, 2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare
menyebabkan 1 milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya.
Pada tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare sekitar 1,3 miliyar dan
kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono,
2011). Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa
penduduk Indonesia, dan dua pertiganya adalah dari balita dengan angka kematian tidak
kurang dari 600.000 jiwa. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan
bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama sampai dengan keempat
pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Gambaran klinis diare akut acapkali
tidak spesifik. Namun selalu berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling
(domestik atau internasional), kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan
masa inkubasi pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme
enterotoksin (Zein dkk., 2004).
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut) ini
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
1) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
a) Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
b) Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
c) Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.
2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan,
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi.
b. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
1) Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral).
2) KKP (Kekurangan Kalori Protein).
3) BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono dkk.,1994
dalam Wicaksono, 2011)
4. Patofisiologi Penyakit
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena
infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan
sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi
pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris,
Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli,
Yersinia
dan
lainnya),
parasit
(Biardia
Lambia,
Cryptosporidium).
Beberapa
b) Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak
Indonesia (PIB BK GAI) ke 1 di Palembang, disetujui bahwa definisi diare kronik
dalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih (Sunoto, 1990).
6. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa
waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan
seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang
pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik.
7. Pemeriksaan Fisik
1.
Pemeriksaan sistematik :
8. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan
dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
2. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
3. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun penyebabnya
belum bisa ditentukan dari gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari adanya sel
darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari muntah,
makanan atau darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya. Langkah diagnosa
menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011) terdiri atas :
1) Anamnesis : umur, frekuensi diare, lamanya diare
2) Pemeriksaaan fisik
3) Laboratorium : feses, darah, kultur tinja maupun darah, serologi
4) Foto
5) Endoskopi (EGD-Esophagus Gastro Duodenoscopy).
dan
pasien
immunocompromised.
Contoh
antibiotic
untuk
diare
Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3
hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole
250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
c. Obat anti diare
- Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin
dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari
elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal.
-
Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat
dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2
4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar
obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare
akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan
atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin.
Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat
yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi
tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/
2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan
memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.
Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan
dalam jumlah yang adekuat.
11.
Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang
elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit buruk,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot
kaku sampai sianosis.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian (data subjektif dan objektif)
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan
masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik .
Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
2.1.Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
2.2.Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut
dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga.
5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat antidiare, terapi
intravena, dan antibiotic.
5. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).
1. Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas pasien
sehari-sehari kurang baik.
2. Nutrisi metabolic : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan
berat badan pasien.
3. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK
sedikit atau jarang.
4. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain.
5. Tidur/istirahat : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
6.
7. Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan
fisiologis nya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
8. Seksual/reproduksi : mengalami penurunan libido akibat terfokus pada penyakit.
9. Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran
pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
10. Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur
dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
11. Keyakinan/nilai : pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang karena
gejala penyakit.
6. Pemerikasaan fisik.
-
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
kulit kering, peningkatan suhu tubuh, haus, kelemahan, membrane mukosa kering,
peningkatan hematokrit.
b. Diare berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya tiga
kali buang air besar cair per hari, ada dorongan.
c.
d. Mual berhubungan dengan iritasi lambung ditandai dengan melaporkan mual, rasa asam
di mulut, peningkatan salivasi, keengganan terhadap makanan.
e.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan perubahan selera
makan, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga atau melindungi area nyeri,
melaporkan nyeri secara verbal
f.
g.
h.
i.
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan gelisah
dan menyadari gejala fisiologis.
j.
k.
EVALUASI
dengan
nyeri
selera
makan,
melaporkan A :
Hipertermia
berhubungan
nonfarmakologi.
dengan S : pasien tidak gelisah dan tidak
rentang normal.
A : antipiretik dihentikan. Berikan
kompres
terlebih
dahulu,
apabila
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States of America :
Mosby.
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification. United
States of America : Mosby
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan
2009-2011. Jakarta : EGC.
Nurmasari, Mega. 2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut (GEA)
Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah.
(Diakses 12 Desember 2011 : http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)
T55V
Ratnawati, Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis di Bangsal
Anggrek RSUD Sukoharjo. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(Diakses 12 Desember 2011 : etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)
Wicaksono, Arridho D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut Pada
Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun
2009. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember 2011 :
etd.eprints.ums.ac.id/12642/1/COVER%2B_BAB_1.pdf).
Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan
Multimodal Untuk Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta. Universitas Indonesia. (Diakses
12 Desember 2011 : www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).
Zein, Umar., Sagala, Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Sumatra
Utara.
Universitas
Sumatra
Utara.
(Diakses
12
Desember
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).
2011