Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN


DENGAN GASTROENTERITIS
DI RS MEDIKA BSD
Diajukan untuk salah satu syarat Tugas Keperawatan Medikal Bedah Profesi Ners

Disusun oleh:

ROSITA APRIANI, S.Kep


201741007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ICHSAN MEDICAL CENTER
BINTARO - BANTEN
2019-2020
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gastroenteritis akut (GEA) atau diare akut pada orang dewasa
merupakan penyakit yang sering dijumpai dan secara umum dapat diobati
sendiri. Komplikasi akibat dehidrasi atau toksin dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas, meskipun penyebab dan penanganan nyatelah
diketahui dengan baik, serta prosedur diagnostiknya juga makin baik
(Simadibrata dkk, 2013). Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang
air besar dengan feses tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan
frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila diare berlangsung kurang
dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila diare berlangsung 2
minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik. Feses dapat dengan
atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa mual,
muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda
dehidrasi (Farrar dkk, 2013).
Secara klinis diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri
(Campylobacter, Salmonella, Shigella, E. coli dan Vibrio cholera), infeksi
virus (rotavirus, norovirus, cytomegalovirus, herpes simplex dan viral
hepatitis), parasit (Giardia lamblia, Entamoeba histolytica dan
Cryptosporidium), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan
lain-lain (BPS, 2015).
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga
merupakan penyakit potensial kejadian luar biasa (KLB) yang sering
disertai dengan kematian (Departemen Kesehatan RI, 2012). Laporan
Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa insiden diare di Jawa Tengah
pada balita (6,5%), pada dewasa (3,3%). Jumlah penderita pada kejadian
luar biasa (KLB) diare tahun 2012 menurun secara signifikan
dibandingkan tahun 2011 dari 3.003 kasus menjadi 1.585 kasus pada tahun
2012. Walaupun terjadi penurunan penderita pada kejadian luar biasa
(KLB) diare pada tahun 2012, namun terjadi peningkatan case fatality
rate (CFR) pada tahun 2012 menjadi 1,45%. Case fatality rate (CFR)
kejadian luar biasa (KLB) diare tertinggi terjadi di Provinsi Papua sebesar
5% (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Badan Pusat Statistik (BPS) di
Jawa Tengah, menyebutkan bahwa penderita diare mencapai 489.124 pada
tahun 2015 (BPS, 2015).
Diare infeksi akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare noninflamasi dan diareinflamasi. Diare inflamasi
disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi
sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan darah.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
Gastroenteritis akut (GEA) atau diare akut salah satunya adalah nyeri akut.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial.
Nyeri yang dirasakan seseorang mempunyai rentang nyeri yang berbeda-
beda dari satu orang ke orang lainnya (Brunner & Suddarth, 2015). Nyeri
akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan. Tiba-tiba atau lambat dari itensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
(Hermand dkk, 2015).

B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien GEA Diruang rawat
inap lt 3 RS Medika BSD.
2. Tujuan khusus :
a. Mengetahui konsep dasartentang GEA yang meliputi definisi sampai
patofisiologi dan asuhan keperawatan
b. Mampu melakukan pengkajian dengan pasien GEA
c. Mampu menegakkan diagnosis keperawatan dengan pasien GEA
d. Mampu merumuskan intervensi dengan pasien GEA
e. Mampu melakukan implementasi keperawatan dengan pasien GEA
f. Mampu melakukan evaluasi dengan pasien GEA
g. Mampu melakukan dokumentasi dengan pasien GEA

C. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Rumah Sakit.
Dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan
khususnya bagi pasien dengan GEA
2. Bagi Perawat
Agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien penderita
Medika dengan baik.
3. Bagi Instansi Akademik.
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan
usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah.
Sowden, 1996 (dikutip dalam Haryono, 2012). Diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100–
200 ml/jam), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah
padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer,
2012). Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal
(lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari)
dan konsistensi feses cair (Smeltzer & Bare, 2012).
Diare adalah gangguan fungsi penyerapan dan sekresi dari saluran
pencernaan, dipengaruhi oleh fungsi kolon dan dapat diidentifikasikan dari
perubahan jumlah, konsistensi, frekwensi, dan warna dari tinja. Whaley &
Wong, 1997 (dikutip dalam Riyadi dan Suharsono, 2010). Gastroenteritis
adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan
atau lendir dalam tinja. Suhariyono, 2003 (dikutip dalam Haryono, 2012).
Berbagai pengertian gastroenteritis akut (GEA) atau diare menurut
para ahli diatas, penulis menyimpulkan bahwa gastroenteritis (GE) adalah
peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala
diare dengan frekuensi lebih banyak (lebih dari 3 kali/hari) dari biasanya yang
disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Menurut Evelyn C. Pearce, 2011 anatomi dalam sistem pencernaan
yang terdiri dari beberapa bagian diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Mulut
Di dalam mulut terdapat gigi,lidah,dan kelenjar pencernaan.organ organ
percernaan ini berfungsi untuk mencerna makanan secara mekanisme
dban kimiawi.

b. Gigi
Gigi manusia terdiri dari gigi seri,taring dan graham.gigi sberi terletak di
depan berbentuk sperti kapak,yang mempunyai fungsi untuk memotong
makanan,disamping gigi terdapat gigi taring. Gigi taring ini berbentuk
runcing dan berguna untuk merobek makanan. Di belakang gigi taring
terdapat gigi geraham yang mempunyai fungsi untuk menghaluskan
makanan
c. Lidah
Lidah berguna untuk membantu letak makanan didalam mulut serta
mendorong makanan masuk ke kerongkongan. Selain itu, lidah juga
berfungsi untuk mengecap atau merasakan makanan. Pada lidah, terdapat
bagian yang lebih peka terhadap rasa-rasa tertentu seperti asin, masam,
manis dan pahit.
d. Kelenjar Ludah
Ludah dihasilkan oleh 3 pasang kelenjar ludah yakni kelenjar ludah
parotis, kelenjar ludah rahang bawah dan kelenjar ludah bawah lidah.
Ludah yang dihasilkan kemudian dialirkan melalui saluran ludah yang
bermuara ke dalam rongga mulut. Ludah mengandung air, lendir, garam
dan enzim ptialin. Enzim ptialin berfungsi mengubah amilum menjadi
gula yaitu maltose dan glukosa.
e. Kerongkongan
Dari mulut, makanan masuk ke kerongkongan. Kerongkongan merupakan
saluran panjang sebagai jalan makanan dari mulut ke lambung. Panjang
kerongkongan kurang lebih 20 cm dengan diameter kurang lebih 2 cm.
kerongkongan dapat melakukan gerakan melebar, menyempit,
bergelombang dan meremas-remas untuk mendorong makanan masuk ke
lambung. Gerak ini demikian disebut gerak peristaltik. Di esophagus
makanan tidak mangalami proses pencernaan.
Di sebelah depan kerongkongan, terdapat saluran pernapasan yang disebut
trakea. Trakea ini berfungsi menghubungkan rongga hidung dengan paru-
paru. Pada saat kita menelan makanan, ada tulang rawan yang menutup
lubang ke tenggorokan. Bagian tersebut dinamakan epiglotis yang
mencegah masuknya makanan masuk ke paru-paru.

d. Lambung
Lambung merupakan suatu kantong yang terletak di dalam rongga perut
sebelah kiri, di bawah sekat rongga badan. Lambung dapat dibagi menjadi
3 daerah, yaitu daerah kardia, fundus, pilorus.
e. Usus Halus
Usus halus merupakan saluran pencernaan terpanjang yang terdiri dari 3
bagian yaitu usus 12 jari, usus kosong dan usus penyerapan.
Usus 12 jari
Bagian usus ini disebut usus 12 jari karena panjangnya sekitar 12 jari yang
saling berjajar secara paralel. Di dalam dinding usus 12 jari terdapat
muara saluran bersama dari kantong empedu yang berisi empedu. Cairan
yang dihasilkan oleh hati ini berhuna untuk mengemulsikan lemak.
Empedu berwarna kehijauan dan berasa pahit.
Pankreas terletak di bawah lambung dan menghasilkan getah pankreas.
Getah pankreas ini mengandung enzim amilase, tripsinogen, dan lipase.
Amilase mengubah zat tepung menjadi gula. Tripsinogen merupakan
enzim yang belum aktif namun dapat diaktifkan terlebih dahulu oleh
enzim enterokinase yang dihasilkan oleh usus halus.
Enzim enterokinase mengubah tripsinogen menjadi tripsin yang aktif.
Tripsin mengubah protein menjadi peptide dan asam amino. Lipase
mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Zat-zat hasil
pencernaan tersebut mudah terserap oleh dinding usus melalui proses
difusi dan osmosis. Zat-zat yang belum teruraikan dapat memasuki
membrane sel usus melalui transport aktif.
Usus Kosong
Panjang usus kosong antara 1,5 sampai 1,75 m. di dalam usus ini,
makanan mengalami pencernaan secara kimiawi oleh enzim yang
dihasilkan dinding usus. Usus kosong menghasilkan getah usus yang
mengandung lendir dan bermacam-macam enzim. Enzim-enzim tersebut
dapat memecah molekul makanan menjadi lebih sederhana. Di dalam usus
ini, makanan menjadi bubur yang lumat dan encer.
Usus penyerapan
Usus penyerapan panjangnya antara 0,75 sampai 3,5 m. di dalam usus
inilah terjadi proses penyerapan sari-sari makanan. Permukaan dinding
ileum dipenuhi oleh jonjot-jonjot usus atau vili. Jonjot usus inilah yang
menyebabkan permukaan ileum menjadi luas, sehingga proses penyerapan
sari makanan dapat berjalan baik. Penyerapan sari makanan oleh usus
halus disebut absorpsi.
Makanan yang mengalami pencernaan secara kimiawi adalah karbohidrat,
protein, dan lemak. Hasil akhir pencernaan karbohidrat adalah glukosa,
protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Vitamin dan mineral tidak mengalami proses pencernaan. Glukosa, asam
amino, vitamin dan mineral masuk ke dalam pembuluh darah kapiler yang
ada dalam jonjot usus. Sari makanan dialirkan bersama makanan melalui
pembuluh darah menuju hati. Glukosa sebagian disimpan dalam hati
dalam bentuk glikogen yang tidak larut dalam air.
Sebagian sari makanan yang lain diedarkan ke seluruh sel tubuh melalui
pembuluh darah. Asam lemak dan gliserol diangkut melalui pembuluh kil,
Karena ukuran molekulnya cukup besar. Pembuluh kil adalah pembuluh
limfa atau pembuluh getah bening yang ada di daerah usus. Selanjutnya,
pembuluh kil ini akan bergabung dengan pembuluh kil lainnya sebelum
akhirnya bermuara pada pembuluh getah bening di bawah tulang selangka.
Usus Besar, Rektum, dan Anus
Usus besar atau kolon merupakan kelanjutan dari usus halus. Panjang usus
besar lebih kurang satu meter. Batas antara usus halus dengan usus besar
disebut sekum (usus buntu). Usus buntu memiliki tambahan usus yang
disebut umbai cacing (apendiks). Peradangan pada usus tambahan tersebut
dinamakan apendistis dan sering disebut sebagai “sakit usus buntu”. Usus
besar terdiri atas bagian usus yang naik, mandatar dan menurun.
Fungsi utama usus besar adalah mengatur kadar air sisa makanan. Jika
kadar air yang terkandung dalam sisa makanan berlebihan, kelebihan air
ini akan diserap oleh usus besar. Sebaliknya, jika sisa makanan
kekurangan air, maka akan diberi tambahan air.
Di dalam usus besar, terdapat bakteri pembusukan Escherichia Coli yang
berperan membusukkan sisa makanan menjadi kotoran. Dengan demikian,
kotoran menjadi lunak dan mudah dikeluarkan. Bakteri ini pada umumnya
tidak menggangu kesehatan manusia, bahkan ada beberapa jenis yang
menghasilkan vitamin K dan asam amino tertentu yang berguna bagi
manusia.
Bagian akhir usus besar disebut poros usus (rektum). Panjang rektum ini
lebih kurang 15 cm dan bermuara pada anus. Anus mempunyai dua
macam otot, yaitu otot tak sadar dan otot sadar. Pada saat makanan sampai
direktum, semua zat yang berguna telah diserap ke dalam darah,
sedangkan sisanya berupa makanan yang tidak dapat dicerna, bakteri, dan
sel-sel mati dari salurann pencernaan makanan. Campuran bahan-bahan
tersebut dinamakan feses. Berbagai panyakit dapat masuk ke tubuh
melalui sistem pencernaan makanan. Ini berarti bahwa kebersihan dan
kesehatan makanan harus dijaga.
Sumber : (Evelyn C. Pearce, 2011)

C. ETIOLOGI
Faktor penyebab menurut (Haryono, 2012)
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare. Meliputi infeksi enteral sebagai
berikut:
a) Infeksi bakteri : vibria, E.Coli, samonella, shigella,
compypylobacter, yersiria, aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Enterovirus, (virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis)
Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus, Trichuris, Oxyuris, strongy
loides, Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah diluar alat pencernaan makanan seperti otitis
media akut (OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, pemberian makanan perselang, gangguan metabolik dan
endokrin (Diabetes, Addison, Tirotoksikosis) serta proses infeksi
virus/bakteri (disentri, shigellosis, keracunan makanan).
2. Faktor Mal absorbs
a. Mal absorbsi karbohidrat disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
b. Mal absorbsi lemak.
c. Mal absorbsi protein.
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas.
5. Malnutrisi
6. Gangguan imunologi

D. PATOFISIOLOGI
Menurut (Haryono, 2012), mekanisme dasar yang menyebabkan
timbulnya gastroenteritis ialah :
1) Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik meninggi dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga
timbul gastroenteritis.

2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya timbul gastroenteritis karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan atau air sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya timbul pula gastroenteritis.
4) Terjadinya renjatan hipovolemik harus dihindari. Kekurangan cairan akan
menyebabkan klien merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor
kulit menurun, serta suara menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti
asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernapasan lebih cepat
dan dalam (pernapasan kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat
maka denyut nadi cepat (lebih dari 120x/menit). Tekanan darah menurun
sampai tak terukur, klien gelisah, muka pucat, ujung – ujung ekstrimitas
dingin, kadang sianosis. Kekurangan kalium menyebabkan aritmia jantung
perfusi ginjal menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan
cairan tak segera diatasi dapat timbul penyakit berupa nekrosis tubulas
akut. (Riyadi& Suharsono, 2010)

E. PATHWAY GEA (Gastrotesninal)

Fak. Mal Absorbsi (Karbohidrat, lemak. protein) Mak.Basi Beracun, Alergi


makanan, Psikologi (rasa takut dan cemas)

Penyerapaan sari-sari makanan


Sal.Pencernaan tidak adekuat

Isi rongga usus berlebihan


Terdapatnya zat2 Gangguan sekresi
Motalitas usus
makanan tdk dpt di serap
Aktifitas sekresi air & elektrolit Kesempatan usus
berkurang
Tekanan osmotik
Mengeluarkan isinya
Rebsorbsi di dalam
Usus terganggu

BAB sering dan Inflamasi sel


pencernaan
Konsistensi cair
Tubuh beraksi
Mual
Kulit disekitar anus Sekresi cairan & elektorlit invasi Mikroorganisme
lecet, iritasi dan kemerahan
Dehidrasi Suhu tubuh
Kerusakan Anoreksia
integritas kuilit

Devisit volume
cairan dan Hipertermi Nutrisi kurang
elektrolit dari kebutuhan

Sumber : Arif Muttaqin (2011)


F. KLASIFIKASI
Menurut Riyadi dan Suharsono (2010), secara klinis diare karena
infeksi akut terbagi menjadi 2 golongan :
1. Koleriform, dengan diare yang terdiri atas cairan saja.
2. Disentriform, pada diare didapatkan lendir kental dan kadang – kadang
darah.
Sedangkan akibat diare dalam jangka panjang adalah :
a) Dehidrasi.
b) Asidosis metabolik.
c) Gangguan gizi akibta muntal dan berak – berak.
d) Hipoglikemi.
e) Gangguan sirkulasi darah akibat yang banyak keluar sehingga terjadi syock.
Adapun derajat dari dehidrasi adalah :
a) Tidak ada dehidrasi bila terjadi penurunan berat badan 2,5 %.
b) Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2,5–5 %.
c) Dehidasi sedang, bila terjadi penurunan berat badan 5–10 %.
d) Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan 10 %.

G. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala gastroenteritis akut (GEA) menurut (Riyadi& Suharsono,
2010).
a) Nausea dan muntah
b) Nyeri perut sampai kejang perut
c) Demam
d) Diare
Menurut (Nugroho, 2011), dan jika sampai terjadi dehidrasi, maka tanda dan
gejala yang muncul sesuai dengan derajat dehidrasi adalah :
1) Dehidrasi ringan
a) Turgor kulit kurang elastis, pucat.
b) Membran mukosa kering.
c) Nadi normal atau meningkat.
d) Diare < 4 kali/hari
2) Dehidrasi sedang
a) Turgor kulit jelek.
b) Membran mukosa / turun.
c) Tachycardia.
d) Ekstremitas dingin.
e) Mata cekung.
f) Diare 4-10 kali/hari
g) Hipertermia
3) Dehidrasi berat
a) Sianosis
b) Anuria
c) Kelopak mata cekung
d) Takikardi
e) Tekanan darah turun
f) Turgor kulit sangat jelek
g) Hipertermia
h) Gangguan asam basa
i) Kesadaran menurun

H. KOMPLIKASI
Menurut Haryono, 2012 komplikasi gastroenteritis atau diare adalah :
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
2) Renjatan hipovolemik.
3) Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram).
4) Hipoglikemia.
5) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktosa.
6) Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7) Malnutrisi energen protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Riyadi& Suharsono, 2010 pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien GEA adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan darah tepi lengkap
2) Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum, kreatin dan berat jenis,
plasma dan urine.
3) Pemeriksaan urine lengkap.
4) Pemeriksaan feses lengkap dan biarkan feses dari colok dubur.
5) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik.

J. PENATALAKSANAAN
Dasar penanganan gastroenteritis akut (GEA) atau diare menurut Haryono,
2012.
1) Dietik
Pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineral dan makanan yang bersih.
2) Obat – obatan
a) Obat anti diare: anti motilitas dan sekresi usus (loperamid), oktreotid
(sondostatin) sudah dicoba dengan hasil memuaskan pada diare
sklerotik.
b) Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik yaitu
Norit 1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan.
c) Antiemetik (metoclopramid).
d) Antispasmodik, antikolinergik (antagonis stimulus, kolinergik pada
reseptor muskarinik), contoh: papaperin.
e) Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan yaitu vitamin B1, asam folat.
3) Rehidrasi
Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit
secara cepat kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya
berhenti dengan cara memberikan oralit, cairan infus yaitu ringer laktat,
dekstrose 5%. Dekstrosa dalam salin, dan lain-lain.Pada klien dengan
dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa.

K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Menurut Herdman (2012), pengkajian adalah langkah pertama
yang paling penting dalam proses keperawatan. Selama langkah pengkajian
dan diagnosis dari proses keperawatan, perawat mengumpulkan data dari
klien (atau keluarga, kelompok, komunitas), proses mengumpulkan data
mengolahnya menjadi informasi, dan kemudian mengatur informasi yang
bermakna dalam kategori pengetahuan, yang dikenal sebagai diagnosis
keperawatan.
Menurut Muttaqin & Kumala (2010), pengkajian klien
gastroenteritis terdiri atas pengkajian anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pengkajian diagnostik. Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah diare
dengan peningkatan frekuensi dan feses menjadi cair. Pengkajian riwayat
dihubungkan dengan epidemologi dan penyebab dari gastroenteritis. Faktor
epidemologi merupakan pengkajian penting dalam menentukan penyebab,
rencana intervensi, dan faktor resiko yang mungkin terjadi. Riwayat
keracunan makanan akan memberikan manifestasi peradangan akut
gastrointestinal yang dapat berbahaya sehingga harus dilakukan dalam
kondisi gawat darurat untuk rehidrasi cairan. Pada pengkajian psikososial
klien biasanya mengalami kecemasan dan klien memerlukan pemenuhan
informasi tentang pendidikan kesehatan.
Pengkajian menurut Haryono, 2012.
1) Identitas klien
2) Riwayat kesehatan saat ini
Awal serangan jika klien anak: cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat,
anoreksia kemudian timbul diare. Keluhan utama: feses semakin cair,
muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala
dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,
tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering,
frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah pernah menderita diare sebelumnya, karena alergi makanan atau
lainnya.
4) Kebutuhan dasar
a) Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4
kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
b) Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan
penurunan berat badan klien.
c) Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d) Pola hygiene: kebiasaan mandi setiap harinya.
e) Aktivitas: terganggu karena tubuh yang lemah dan nyeri akibat
distensi abdomen.
5) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan psikologis: keadaan umum tampak lemah, kesadarn
composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah,
pernapasan agak cepat.
b) Pemeriksaan sistematik:
a. Inspeksi: mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan
bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
b. Auskultasi: terdengar bising usus.
c. Perkusi: adanya distensi abdomen.
d. Palpasi: turgor kulit kurang elastis.
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu
untuk mengetahui penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) 2017 adalah sebagai berikut :
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
output yang berlebihan dengan intake yang kurang
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, mual dan muntah
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sering BAB

3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan
(SIKI) 2018 dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) 2019
adalah sebagai berikut:
NO DIAGNOSIS TUJUAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN
(SDKI)
1. Gangguan Setelah diberikan Observasi :
keseimbangan cairan asuhan keperawatan 1. Monitor status hidrasi
dan elektrolit selama 2x24 jam (mis: frekuensi nadi, akral,
berhubungan dengan diharapkan cairan dan pengisian kapiler, tekanan
output yang elektrolit meningkat darah)
berlebihan dengan den gan kriteria hasil : 2. Monitor berat badan
intake yang kurang - Kelembaban mukosa harian
DS : membran meningkat 3. Monitor hasil pemeriksaan
DO : - Asupan makanan laboratorium (mis:
- Ketidakseimbangan meningkat hematokrit, natrium,
cairan (dehidrasi) - Dehidrasi menurun kalium dan chlorida)
- Diare - Tekanan darah dan 4. Monitor kadar elektrolit
- Muntah nadi membaik serum
- Hasil elektrolit 5. Monitor kehilangan
(natrium,kalium dan cairan, jika perlu
clorida) meningkat Terapeutik :
1. Catat intake dan output
dan hitung balance cairan
24 jam
2. Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena,
jika perlu
4. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
2. Ketidakseimbangan Setelah diberikan Observasi :
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan
kebutuhan tubuh selama 2x24 jam
intoleransi makanan
berhubungan dengan diharapkan asupan
3. Idntifikasi makanan
intake yang tidak nutrisi untuk
yang disukai
adekuat, mual dan memenuhi kebutuhan 4. Identifikasi perlunya
muntah metabolisme membaik penggunaan selang
DS : dengan kriteria hasil : nasogastrik
5. Identifikasi kebutuhan
- Pasien mengatakan - Porsi makan yang
kalori dan jenis nutrisi
tidak nafsu makan dihabiskan
6. Monitor asupan
DO : meningkat
makanan
- BB menurun 10 % - Pengetahuan tentang 7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil
dibawah rentang pilihan makanan
laboratorium
minimal yang sehat
Terapeutik :
- Membran mukosa meningkat sesuai
1. Lakukan oral hygiene
pucat kondisi pasien
sebelum makan
Sariawan - Nafsu makan
2. Sajikan makanan secara
membaik
menarik dengan suhu
- Mual dan muntah yang sesuai
3. Berikan makanan tinggi
menurun
kalori tinggi protein bila
perlu
4. Berikan suplemen
makanan
Edukasi :
1. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menetukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan
3. Hipertermi Setelah diberikan Observasi :
berhubungan dengan asuhan keperwatan 1. Identifikasi penyebab
proses infeksi selama 2 x 24 jam hipertermia
DS : diharapkan suhu tubuh 2. Monitor suhu tubuh
DO : pasien berada dalam 3. Monitor intake dan output
- Suhu tubuh diatas rentang normal dengan 4. Monitor komplikasi akibat
normal kriteria hasil : hipertermia (kejang,
- Kulit merah - Kulit merah penurunan kesadaran,
- Takikardi menurun kadar elektrolit abnormal
- Kulit terasa hangat - Takikardi menurun Terapeutik :
- Suhu tubuh 1. Anjurkan menggunakan
membaik pada pelembab
2. Sediakan lingkungan
rentang normal
yang dingin
- Tekanann darah
membaik 3. Beri oksigen, jika perlu
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen bila
hyperhidrosis
Edukasi :
1. Anjurkan pasien tirah
baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

4. Kerusakan integritas Setelah diberikan Observasi :


kulit berhubungan asuhan keperwatan 1. Identifikasi penyebab
dengan sering BAB selama 2x24 jam gangguan integritas kulit
DS : diharapkan keutuhan (mis: perubahan sirkulasi,
DO : kulit membaik dengan penurunan kelembaban
- Kerusakan jaringan kriteria hasil : Terapeutik :
atau lapisan kulit - Elastisitas dan 1. Ubah posisi tiap 2 jam
- Nyeri perfusi jaringan jika tirah baring
- Perdarahan membaik 2. Bersihkan perineal
- Kemerahan - Nyeri, perdarahan dengan air hangat,
- Hematoma dan kemerahan terutama selama periode
menurun diare
- Suhu kulit dan 3. Hindari produk berbahan
tekstur membaik dasar alcohol pada kulit
kering
Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis: lotion,
serum)
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi menjadi
dua yaitu evaluasi proses atau evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan evaluasi hasil dan sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan.
(Afnuhazi, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, R. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.
Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah Kasus HIV/AIDS, IMS, DBD, Diare, TB, dan
Malaria Menurut Kabupaten / Kota di ProvinsiJawa Tengah. BPS.
Dermawan, 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12. Jakarta: EGG.
Haryono. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Herdman & Shigemi. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. 2015-
2017. Jakarta: EGC.
Hutahean, 2010. Buku panduan Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, et al. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI: Media
Aescullapius.
Muttaqin dan Kumala. 2010. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Yogyakarta: NuhaMedika.
Nurarif dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction.
Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
PPNI (2017). Standar Diagnosa keperawatan : Defisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPI
Riyadi dan Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Simadibrata, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publising.
http://www.kalbemed.com diakses pada tanggal 19 April 2017.
Smeltzer, C& Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai