Anda di halaman 1dari 6

2.

2 Mekanisme Macam Gerak Tropi dan Nasti Pada Tumbuhan


2.2.1 Gerak Tropisme
Gerak tropisme adalah gerak menanggapi rangsang dari bagian organ
tumbuhan.arah gerakanya dapat menuju atau menjauhi sumber rangsang.
Berdasarkan jenis rangsangganya,tropisme di bedakan menjadi:
2.2.1.1 Fototropisme

Gambar 2.2.1 Gerak Fototropisme pada Anggrek


Fototropisme adalah gerak bagian tubuh tumbuhan ke sumber perangsang
(positif) berupa cahaya atau berlawanan (negative). Fototropisme positif terjadi
pada ujung batang yang membelok menuju ke cahaya, sedangkan fototropisme
negative

jika

gerak

bagian

tubuh

tumbuhan

menjauh

dari

sumber

perangsang,seperti gerak tumbuh akar. Gerak fototropisme merupakan hasil


interaksi antara sinar matahari dan hormone. Pada tumbuhan, sel di sisi yang lebih
gelap lebih cepat mengalami pertambahan panjang dari pada sel ditempat terang
(Purnomo, 2010).
Koleoptil dan batang
Darwin bersaudara (1880) mengamati bahwa koleoptil rumput canary
(Phalaris canariensis) tidak membengkok kearah cahaya redup apabila ujungnya
dibuang atau ditutup. Hasil dari percobaannya, bahwa kepekaan fototropik terletak
diujung koleoptil yang akhirnya mengarahkan pada percobaan Went. Darwin
bersaudara mengungkapkan bahwa koleoptil Avena membengkok kea rah cahaya
bila ujungnya ditutup, artinya, kepekaan fototropik berada dibawah ujung, tetapi
respon ujung lebih peka daripada respon pangkal. Bila berada dicahaya redup,
sebagian besar respon terletak diujung, karena pelengkungan kearah cahaya
dimulai diujung dan berangsur-angsur bergerak menuruni koleoptil saat

rangsangan disebarkan dari ujung ke jaringan di bawahnya. Namun, jika


menggunaka cahaya yang lebih tinggi, pembengkokan dimulai serempak
diseluruh panjang koleoptil (Salisbury & Ross, 1995).
Hubungan dosis-respons
Pada percobaan Zimmermann dan Briggs (1963), yang meradiasi koleoptil
oat (Avena) dengan tiga fluks foton yang berbeda dari cahaya biru dalam waktu
pemanjangan yang berbeda menghasilkan derajat lengkungan fototropik sebagai
fungsi dari fluensi, yaitu menjadi kurva dosis-respon (kurva fluensi-respon). Pada
gambar dari Zimmermann dan Briggs , dibagian pertama kurva yang menaik
sama untuk ketiga fluks foton (iradiansi), maka timbale balik berlaku kisaran
fluensi rendah. Bagian kurva ini disebut lengkungan positif pertama. Pada
iradiansi yang lebih tinggi (bertanda C), waktu pemanjangannya lenbih pendek,
lengkungan positif pertama diikuti dengan menurunnya lengkungan sejalan
dengan meningkatnya fluensi, sehingga menghasilkan kurva berbentuk lonceng.
Pada iradiansi sedang, bagian kurva yang menurun berkurang, tetapi kurva positif
kedua masih tampak (bertanda B). pada tingkat cahaya yang paling rebdah, hanya
bagian bahu kurva yang menunjjukan le ngkungapositif kedua. Lengkungan
positif kedua terjadi pada waktu yang sama pada semua tingkat iradiansi. Bila
tingkat iradiansi menurun, kurva positif pertama tertunda (timbale-balik berlaku),
namun lengkungan positif kedua datang pada saat yang sama, berapapun tingkat
iradiansinya, sehingga kedua lengkungan terjadi bersamaan meniadakan
lengkugan negative pertama (Salisbury & Ross,1995).

Gambar 2.2.1 Respon fototropik koleoptil Avena akibat peningkatan


fluensi cahaya biru
Pada koleoptil Avena, cahaya merah menggeser daerah lengkungan positif
pertama dan negative pertama ke iradiansi yang lebih tinggi. Cahaya merah
mengubah kepekaan jaringan ke cahaya biru yang menyebabkan kebengkokan,
Fitokrom (diaktifkan oleh cahaya merah) berperan dalam menentukan kepekaan
koleoptil terhadap cahaya biru yang mengakibatkan pembengkokan (Salisbury &
Ross, 1995).
Batang dan jaringan lain yang ditumbuhkan pada tempat gelap , ujung
koleoptil yang baru menerobos permukaan tanah akan mengalirkan cahaya ke
bawah, ke daun primer, mesokotil, dan akar. Ketika cahaya diteruskan kejaringan,
beberapa panjang gelombang diserap lebih banyak dari lainnya, sehingga susunan
spektrumnya berubah, perubahan spektrum terjadi ketika jaringan yang teretiolasi
menjadi hijau karena respons terhadap cahaya (Salisbury & Ross, 1995).
Spectrum kerja dan pigmen
AH Blaauw (1909) di Belanda menemukan bahwa cahaya biru paling
efektif menyebabkan lengkungan fototropik. Para ahli fisiologi tumbuhan
menunjukkan bahwa karotenoid dan flavin bisa menyerap cahaya yang
menyebabkan fototropisme (beberapa pigmen kuning menyerap panjang
gelombang biru, kadang ultraungu, panjang gelombang sisanya bergabung
menghasilkan kesan warna kuning) (Salisbury & Ross, 1995)
Pigmen flavin dapat menyerap cahaya biru yang dapat meyebabkan
fototropisme, misalnya pada Phycomyces mempunyai spectrum kerja untuk
berbagai macam respon yang hamper serupa dengan spectrum kerja untuk

fototropisme pada tumbuhan tingkat tinggi, dan flavin yang menempel pada
protein (plavoprotein) merupakan pigmen yang terlibat. Setelah menyerap cahaya,
flavoprotein teroksidasi dengan cara mereduksi sitokrom tipe-b diplasmalema.
Pada beberapa mutan tumbuhan tingkat tinggi yang memiliki karoten rendah
tetapi memberikan respon fototropik, dan beberapa herbisida yang menghambat
pembentukan pigmen karotenoid tidak meniadakan respon fototrofik (Salisbury &
Ross, 1995).
Transduksi dalam fototropisme
Menurut Purnomo (2010), penjelasan mengenai fototropisme pertama kali
dikemukakakn oleh went pada sekitar tahun 1920 yang dikenal dengan teori
Cholodny-went. Menurut teori tersebut, apabila koleoptil disinari pada salah satu
sisi, maka akan terjadi distribusi auksin yang asimetrik, sehingga auksin akan
terakumulasi pada sisi koleoptil yang gelap, kadar auksin yang tinggi pada sisi
yang gelap telah menyebabkan koleoptil membengkok kearah cahaya. Distribusi
auksin yang asimetrik diduga disebabkan oleh gabungan tiga mekanisme yang
berbeda, yaitu :
a) Terjadi perusakan auksin oleh cahaya (photodestruction) pada sisi
koleopil yang terkena cahaya.
b) Peningkatan sintesi auksin pada sisi koleoptil yang gelap.
c) Transportasi auksin secara lateral dari sisi yang terkena cahaya menuju
ke sisi gelap.
Menurut Salisbury & Ross (1995), Model cholodny-Went menunjukkan
bahwa cahaya dari satu sisis dengan suatu cara menyebabkan terjadinya
pengangkutan auksin menuju sisi yang terlindungi, yang menjelaskan adanya
mekanisme transduksi dalam fototropisme.
Menurut Firn dan Digby, criteria terjadinya transduksi :
1) Pada organ yang melengkung karena fototropisme percepatan
pertumbuhan disisi terlindung harus disertai perlambatan pertumbuhan
disisi tersinari
2) Munculnya gradient auksin secaramendatar harus disertai oleh
munculnya pertumbuhan diferensial
3) Harus terlihat bahwa auksin memang merupakan faktor penentu
pertumbuhan pada organ yang memberkan respons .
4) Harus terlihat sebaran auksin yang tak imbang cukup untuk
mengakibatkan timbulnya pertumbuhan diferensial.

Percobaan oleh Leopold dkk. dengan pemberian

14

C-IAA terhadap

koleoptil jagung menunjukkan terjadi perpindahan auksin dari sisi terang ke sisi
gelap. Respon fototropisme pada tunas adalah akibat dari penyinaran pada daun
yang menghadap dan dibalik cahaya tidak sama, sehingga terjadi sintesis dan
ekspor auksin yang berbeda. Auksin pada daun yang gelap lebih banyak diekspor
daripada daun yang terkena cahaya, sehingga pertumbuhan batang meningkat di
bawah daun yang gelap (Purnomo, 2010).
2.2.1.2 Tigmotropisme/ haptotropisme

Gambar 2.2.1 Gerak Tigmotropisme pada sirih (Piper betle)


Tigmotropisme atau haptotropisme adalah gerak bagian tubuh tumbuhan
akibat dari rangsangan yang berupa sentuhan. Contohnya pada gerak sulur atau
tendril. Kontak antara tendril yang membengkok menuju arah benda yang
menyentuh. Tendril akan lebih responsive terhadap benda yang kasar daripada
yang halus atau lunak. Gerakan ini tampak jelas pada gerak membelit ujung
batang ataupun ujung sulur dari Cucurbitaceae dan Passiflora. Contoh tanaman
yang bersulur adalah ercis, anggur, markisa, semangka, dan mentimun. (Purnomo,
2010).
Tanaman menggunakan hormon (pembawa pesan kimiawi) tumbuh
sebagai respons terhadap stimulus kontak. Misalnya, dalam tanaman merambat,
seperti yang ditemukan pada teralis atau di sepanjang pagar, sel-sel tanaman yang
berada dalam kontak dengan permukaan stimulus akan menghasilkan auksin,
hormon yang merangsang pertumbuhan. Secara khusus, auksin dalam hal ini akan
merangsang sel-sel untuk tumbuh lebih cepat, yang akan menghasilkan tanaman
melengkung di sekitar permukaan kontak. Hormon lain, yang disebut etilen, juga

dapat digunakan untuk membantu dengan batang dan pertumbuhan jaringan


sebagai tanaman tumbuh di sekitar objek.
Rujukan
Purnomo, D., Sakya, A., Rahayu, M. 2010. Fisiologi Tumbuhan.
Surakarta: .Universitas Negeri Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai