Anda di halaman 1dari 10

PERSEPSI PASIEN FRAKTUR TERHADAP PENGOBATAN TRADISIONAL PATAH TULANG

THE PERCEPTION OF FRACTURED PATIENTS TOWARD TRADITIONAL MEDICATION FOR


FRACTURE
Ni Wayan Yasin Sudaryanti1, Theresia Anita Pramesti 1, Wayan Murtini2
1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali1
2RSUD Wangaye Denpasar2
ABSTRAK
Kemajuan pada sarana transportasi dapat meningkatkan kecelakann lalu lintas yang merupakan penyebab fraktur
terbanyak. Penyembuhan terhadap suatu penyakit di dalam sebuah masyarakat dilakukan dengan cara-cara yang
berlaku didalam dimasyarakat tersebut. Faktor sosial, budaya dan faktor ekonomi juga dapat mempengaruhi masyarakat
dalam mencari pengobatan, baik pengobatan secara medis maupun tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran umum persepsi pasien fraktur terhadap pengobatan tradisional patah tulang di pengobatan
tradisional pijat Besakih. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
deskriptif. Data didapatkan dengan wawancara mendalam terhadap 5 partisipan yang terdiri dari 3 laki-laki dan 2
perempuan yang berobat ke pengobatan tradisional pijat Besakih. Pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling. Hasil wawamcara di analisa dengan menggunakan metode colaizzi. Data hasil penelitian di dapatkan 4 tema
yaitu alasan pemilihihan pengobatan tradisional patah tulang, kurang pengetahuan tentang resiko pengobatan tradisional
patah tulang, aktivitas istirahat dan tidur dan kepuasan terhadap pengobatan tradisional patah tulang. Partisipan dalam
penelitian ini lebih memilih pengobatan tradisional karena takut operasi, kurangnya pengetahuan partisipan, partisipan
mengalami gangguan tidur, dan kepuasaan partisipan terhadap pengobatan tradisional patah tulang baik dari segi
pengobatan maupun biaya.
Kata kunci : Persepsi, Fraktur, Pengobatan Tradisional Patah Tulang
ABSTRACT
Rapid advancements in transportation could increase traffic accident that most caused of fracture. The cure towards a
disease within that community is carried out in the manners applied within that social community. Social, cultural, and
economic factors also can affect the community in searching for the cure, either the cure by medical or traditional. This
reasearch aims to find out the general overview of the perception of fractured patients towards traditional medication for
fracture at Besakihs traditional medication by massage. This research used qualitative research method with
phenomenology descriptive approach. The data was collected by in-depth interview to 5 participants who consisting of 3
males and 2 females who got treatment to Besakihs traditional medication by massage. Sampling using was purposive
sampling. The result of interviews was analyzed by used colaizzi method. From the result of data research we got 4
themes namely reasons for selecting the tradistional treatment fracture, rest and sleep activities, lack of knowledge
regarding the risk of traditional medication for fracture, and the satisfaction towards traditional medication for fracture.
Participats for this research preferred the traditional treatment for fear of surgary, lack of knowledge of participants,
participants experienced sleep disturbanced, and satisfaction of the participants to the traditional treatments of fracture
both in terms of treatment and cost.
Key Words : Perception, fracture, Traditional Medication for Fracture
Alamat korespondensi

: Jalan Antasura, Perumahan Sekar Antasura No. 1, Denpasar, Bali.

Email

: yasin_sudaryanti@yahoo.com

kehilangan nyawa bagi pegguna alat transportasi


tersebut. Kecelakaan lalu lintas menrupakan

PENDAHULUAN
Kemajuan
pesat
pada
sarana
transportasi dapat memberikan dampak positif
dan negatif. Dampak positif dari kemajuan pesat
sarana transportasi adalah dapat terpenuhinya
kebutuhan hidup dengan cepat tanpa harus
berjalan kaki, sedangkan dampak negatifnya
dapat terjadi kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan cidera yang salah satunya adalah
kejadian fraktur dan bahkan dapat mengakibatkan

penyebab
kejadian
fraktur
terbanyak.
Meningkatnya angka kejadian kecelakaan maka
meningkat pula angka kejadian fraktur.
Masyarakat yang mengalami fraktur
kebanyakan mengungkapkan takut untuk ke
rumah sakit, karena kemungkinan akan
disarankan untuk operasi oleh dokter. Hal itu
sangat menjadi masalah bagi masyarakat yang
170

Ni Wayan Yasin Sudaryanti, dkk: Persepsi Pasien Fraktur terhadap Pengobatan


Denpasar dengan kasus kecelakaan lalu lintas
tersebut mengalami fraktur.
Manusia sebagai makhluk sosial dan
makhluk biologis senantiasa menjalankan serta
mempertahankan
kehidupannya.
Apabila
seseorang menderita sebuah penyakit, maka
akan melakukan segala upaya untuk mengobati
penyakitnya. Penyembuhan terhadap suatu
penyakit di dalam sebuah masyarakat dilakukan
dengan cara-cara yang berlaku di dalam
masyarakat tersebut atau sesuai dengan
kepercayaan masyarakat tersebut. Faktor sosial,
budaya dan faktor ekonomi juga dapat
mempengaruhi masyarakat dalam mencari
pengobatan, baik pengobatan secara medis
maupun tradisional. Pelayanan kesehatan modern
telah berkembang di Indonesia, namun jumlah
masyarakat yang memanfaatkan pengobatan
tradisional seperti fraktur tetap tinggi. Sebanyak
31,7% masyarakat Indonesia menggunakan obat
tradisional dan 9,8% mencari pengobatan dengan
cara tradisional untuk mengatasi masalah
kesehatannya Susenas (dalam Penni, 2006). Hal
ini disebabkan karena tingkat pendapatan, tingkat
pendidikan, persepsi kemampuan penyembuhan,
dan tingkat kepuasan pengobatan. Masyarakat
Indonesia yang mengalami fraktur lebih memilih
pengobatan tradisional patah tulang untuk
penyembuhan penyakitnya, tanpa memikirkan
efek samping dan komplikasi yang bisa
disebabkan oleh pengobatan tradisional tersebut,
hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan
masyarakat
tentang
ilmu
kedokteran. Komplikasi yang bisa terjadi misalnya
jalan menjadi pincang, rentang gerakan sendi
menurun (misal tangan tidak bisa lurus dengan
maksimal), dan tidak jarang kecacatan ini harus
ditanggung seumur hidup. Komplikasi yang lebih
buruk dan mengancam jiwa bisa juga terjadi
apabila pasien menderita patah tulang terbuka
(ada hubungan antara tulang dengan lingkungan
luar). Kasus patah tulang terbuka merupakan
kasus gawat darurat yang harus ditangani
secepatnya di meja operasi karena adanya resiko
infeksi yang sangat besar. Infeksi ini apabila tidak
ditangani dengan baik akan menimbulkan
kematian. Bila penanganan salah, karena syaraf
motorik menyangkut pergerakan tangan dan kaki,
bisa terjadi cacat seumur hidup. Jelas bahwa
untuk kasus patah tulang terbuka, pengobatan
alternatif kurang mempunyai kompetensi.
Mengingat hal tersebut, perlu diperhatikan aspek
sosial budaya masyarakat yang berkaitan dengan
keadaan kesehatan di Indonesia. Kita dapat
melihat penyakit atau masalah kesehatan tidak

kemampuan ekonominya kurang, karena kesulitan


dalam pembayaran biaya operasi dan perawatan
rawat inap setelah operasi. Selain itu kebanyakan
juga masyarakat yang mengalami fraktur
mengatakan merasa ketakutan jika harus
melakukan operasi, hal ini juga merupakan salah
satu masalah, sehingga masyarakat yang
mengalami fraktur kebanyakan tidak memilih
berobat ke pengobatan medis dan lebih memilih
pengobatan tradisional patah tulang.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat
di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan
sekitar 1,3 juta orang mengalami kecatatan fisik.
Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki
prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur
ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden
kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu
keadaan dimana terjadi integritas pada tulang.
Penyebab
terbanyaknya
adalah
insiden
kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses
degeneratif dan osteoporosis juga dapat
berpengaruh terhadap terjadinya fraktur (DepKes
RI, 2011). Berdasarkan data dari Departemen
Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar
delapan juta orang mengalami kejadian fraktur
dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab
yang berbeda. Berdasarkan hasil survey tim
DepKes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang
mengalami kematian, 45% mengalami kecacatan
fisik, 15% mengalami stress psikologis karena
cemas dan bahkan depresi, dan 10% mengalami
kesembuhan dengan baik (DepKes RI, 2009).
Data dari Riset Kesehatan Dasar 2007 di
Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan
oleh cidera antara lain karena jatuh, kecelakaan
lalu lintas dan trauma benda tajam maupun
tumpul, dari 45.987 peristiwa terjatuh yang
mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%),
dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%),
dari 14.127 trauma benda tajam atau tumpul,
yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang
(1,7%). Data dari Rekam Medis RSUP Sanglah
Denpasar, jumlah kasus kecelakaan lalu lintas
yang tercatat selama tiga tahun terakhir adalah,
tahun 2008 tercatat 1037 kasus, tahun 2009
tercatat 1052 kasus yang meningkat 15 kasus
(1,4%) dari tahun sebelumnya dan tahun 2010
tercatat 858 kasus, terjadi peningkatan 806 kasus
(76,6%) dari tahun sebelumnya. Berdasarkan data
Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar, tercatat sebagian besar pasien yang
dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
171

KMB, Maternitas, Anak dan Kritis Desember Vol. 1 No. 2 2014


hanya dari sudut pandang gejala, sebabsebabnya, wujud penyakit, obat dan cara
menghilangkannya, tetapi juga mengenai
bagaimana hubungan sosial budaya dan persepsi
masyarakat dengan penyakit yang dihadapi.
Pencegahan efek-efek samping dalam
penanganan di dukun patah tulang sangat
disarankan. Pihak tenaga kesehatan perlu
mengadakan penyuluhan di kalangan masyarakat
agar kasus-kasus trauma (luka) tertentu tidak
dibawa ke dukun patah karena justru akan
berbahaya. Jenis-jenis trauma yag hendaknya
tidak ditangani di dukun patah, misalnya, patah
tulang dengan luka terbuka. Pasien sebaiknya
dirujukkan ke rumah sakit, karena harus segera
diberikan obat antibiotika atau ada penderitaan
lain yang tak bisa ditangani dukun patah tulang.
Penanganan dengan cara tradisional juga jangan
dilakukan terhadap trauma di daerah sendi seperti
panggul, lutut, maupun di daerah tulang belakang
karena disana terdapat struktur syaraf pusat.
Terapi tradisional dukun patah tulang secara
umum hanya diperkenakan terhadap trauma
tertutup yang terjadi pada jenis tulang panjang
seperti kaki dan tangan. Maka dari itu hendaknya
masyarakat perlu mengetahui jenis patah tulang
apa saja yang bisa dan tidak bisa dilakukan
dengan pengobatan tradisional patah tulang
Utomo (dalam penni, 2006).
Pengobatan tradisional pijat Besakih
adalah salah satu sarana atau tempat pengobatan
tradisional patah tulang yang berada di Desa
Besakih, Kecamatan Rendang,
Kabupaten
Karangasaem. Berdasarkan survey awal yang
dilakukan pada tanggal 1 Februari 2014
wawancara langsung dengan pemilik atau
pengobat tradisional pijat Besakih diketahui
pasien yang masuk dengan fraktur dari bulan
Oktober sampai Desember 2013 mencapai 925
orang. Perharinya pasien bisa mencapai 10-15
orang.
Berdasarkan fenomena yang telah
dijelaskan sangat banyak masyarakat di Indonesia
yang lebih memilih pengobatan tradisional,
khususnya pengobatan tradisional pijat patah
tulang. Faktor-faktor pendukungnya pun banyak
dan berbeda-beda tiap orangnya. Mengingat
semakin banyaknya pasien fraktur yang lebih
memilih pengobatan tradisional dibandingkan
pengobatan medis, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan metode kualitatif
untuk
mengetahui persepsi pasien fraktur
terhadap pengobatan tradisional patah tulang di
Besakih.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini menggunakan desain riset
kualitatif yaitu mempelajari setiap masalah
dengan menempatkannya pada situasi alamiah.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami
fenomena-fenomena sosial dari sudut perspektif
partisipan (Moleong, 2010). Pendekatan yang
digunakan yaitu, fenomenolgi deskriptif yaitu
berfokus pada penemuan fakta mengenai suatu
fenomena tentang apa yang dialami maupun yang
dipersepsikan partisipan tentang pengobatan
tradisional patah tulang. Fenomenologi diartikan
sebagai pengalaman subyektif, pengalaman
fenomenologikal atau studi tentang kesadaran
perspektif dari seseorang (Moleong, 2010).
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Pengobatan Tradisional Pijat Besakih selama satu
bulan yaitu dari bulan mei tanggal 28 mei sampai
tanggal 17 juni 2014. Partisipan dalam penelitian
ini adalah pasien fraktur yang berobat ke
pengobatan tradisional pijat di Besakih. Jumlah
partisipan yang akan dilibatkan dalam penelitian
ini adalah beberapa pasien fraktur yg berobat ke
pengobatan tradisional pijat di Besakih tergantung
dari tingkat kejenuhan. Menurut Follit dan Back
(2006)
mengatakan
bahwa
penelitian
fenomenologi mengandalkan jumlah partisipan
yang kecil yaitu 10 atau kurang. Pendapat
tersebut diperkuat oleh Nasution 1998 (dalam
Sugiono, 2010) mengatakan bahwa penentuan
unit partisipan dianggap telah memadai apabila
telah sampai pada tahap redundancy (datanya
telah jenuh, apabila ditambah satu partisipan lagi
tidak memberikan informasi yang baru). Hal
tersebut berarti bahwa fenomena yang telah
tergali sudah cukup kuat mewakili partisipan dan
bila ditambah jumlah partisipannya tidak
memunculkan informasi baru yang bermakna bagi
fenomena tersebut.
Pengambilan
partisipan
dilakukan
dengan menggunakan purposive sampling.
Sugiono (2010) menyatakan bahwa purposive
sampling yaitu pengambilan partisipan didasari
pada pertimbangan yang dibuat oleh peneliti.
Adapun pertimbangan partisipan ditetapkan
dengan kriteria inklusi dan eklusi. Partisipan
dalam penelitian ini adalah pasien fraktur yang
berobat ke Pengobatan Tradisional Pijat Besakih
yang memenuhi kriteria inklusi. Partisipan yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 5 orang.
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu 1)
172

Ni Wayan Yasin Sudaryanti, dkk: Persepsi Pasien Fraktur terhadap Pengobatan


keterangan partisipan yang direkam dengan alat
perekam yaitu recorder (2) membuat transkrip
data untuk
mengidentifikasi pernyataanpernyataan yang bermakna dari partisipan dengan
memberi garis bawah (3) membaca transkrip
secara berulang sampai paham seluruhnya (4)
membuat
kategorisasi
pernyataan
dan
menentukan
kategori
tersebut
menjadi
pernyataan-pernyataan yang bermakna dan saling
berhubungan serta menjadikannya tema-tema
yang potensial (5) mengelompokkan tema-tema
sejenis menjadi tema-tema akhir, kemudian
membandingkan kembali dengan transkrip yang
asli (6) kembali kepada partisipan untuk
konfirmasi/verifikasi tema-tema tersebut, jika
mungkin untuk mendapatkan tambahan data. (7)
menggabungkan data tambahan yang diperoleh
selama validasi kedalam suatu deskripsi akhir
tema.

pasien fraktur yang mampu berkomunikasi 2)


pasien fraktur yang berobat ke pengobatan
tradisional pijat patah tulang besakih, baik yang
sedang berobat dan pernah berobat yang
bersedia menjadi responden.
Penelitian kualitatif instrument utamanya
adalah peneliti sendiri, peneliti terjun langsung
melakukan wawancara dan pengamatan terhadap
partisipan untuk mengetahui dan memahami
kenyataan dilapangan (Moleong, 2010). Penelitian
kualitatif dalam pengumpulan data, peneliti
menggunakan alat bantu untuk mendapatkan data
penelitian yaitu pedoman wawancara yang berisi
beberapa pertanyaan terbuka yang berfokus pada
persepsi pasien fraktur terhadap pengobatan
tradisional patah tulang, buku catatan beserta alat
tulis (field note) untuk mempermudah infoermasi
pada saat pelaksanaan pengumpulan data dan
recorde untuk merekam hasil wawancara berupa
percakapan secara verbal antara peneliti dan
partisipan
Adapun langkah-langkah yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu mengajukan
permohonan ijin penelitian yang telah disiapkan
oleh institusi ke Dinas Kesatuan Bangsa Politik
Perlindungan Masyarakat Provinsi Bali, membawa
surat ijin rekomendasi dari Dines Kesatuan
Bangsa Politik Perlindungan Masyarakat Provinsi
Bali ke Dinas Kesatuan Bangsa Politik
Perlindungan
Masyarakat
Kabupaten
Karangasem, dan membawa surat ijin dari Dines
Kesatuan
Bangsa
Politik
Perlindungan
Masyarakat Kabupaten Karangasem ke Kantor
Camat Rendang, Kantor Kepala Desa Besakih
dan ke Pengobatan Tradisional Pijat Besakih.
Setelah surat disetujui oleh pemilik
Pengobatan Tradisional Pijat Besakih peneliti
menetapkan
partisipan
penelitian,
melakukankunjungan kerumah partisipan dan
melakukan pendekatan secara formal untuk
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,
memberikan lembar persetujuan kepada
partisipan untuk ditanda-tangani, jika sudah
bersedia untuk menjadi partisipan. Jika menolak,
peneliti tidak memaksa untuk menghormati hak
partisipan. Data mengenai persespsi pasien
fraktur terhadap pengobatan tradisional patah
tulang yang berobat ke pengobatan tradisional
pijat besakih menggunakan pedoman wawancara
dengan teknik wawancara mendalam (in depth
interview).
Data yang telah dikumpul kemudian dan
dianalisis. Tehnik pengolahan data dan analisis
data adalah sebagai berikut : (1) mendeskripsikan
dan mengumpulkan fenomena yang menarik dari

HASIL
Pengumpulan data dilakukan di
Pengobatan Trdisional Pijat Besakih dari bulai mei
sampai juni 2014. Berdasarkan hasil analisa data
secara rinci menjelaskan uraian 4 tema yang
teridentifikasi dari hasil wawancara dan observasi.
Tema-tema tersebut yaitu : (1) Alasan pemilihan
pengobatan tradisional patah tulang, (2) kurang
pengetahuan tentang resiko pengobatan
tradisional patah tulang dimana dalam tema ini
terdapat sub tema yaitu kurang pemahaman dan
pengetahuan yang salah, (3) aktivitas istirahat dan
tidur dimana dalam tema ini terdapat sub tema
yaitu nyeri, (4) kepuasan terhadap pengobatan
tradisional patah tulang dimana dalam tema ini
terdapat sub tema yaitu kepuasan pengobatan
dan kepuasan biaya. Pembahasan dari masingmasing tema akan diperkuat dengan konsep dan
teori terkait serta hasil penelitian yang dilakukan
oleh penelitian lain.
PEMBAHASAN
Teman (1) Alasan pemilihan pengobatan
tradisional patah tulang : Alasan partisipan lebih
memilih pengobatan tradisional patah tulang
dibandingkan ke rumah sakit dalam penelitian ini,
karena partisipan mengalami kecemasan jika di
bawa ke rumah sakit. Kecemasan yang
diungkapan partisipan dalam penelitian ini berupa
kecemasan akan operasi, kecemasan akan infeksi
terhadap luka operasi, kecemasan adanya koloid,
dan kecemasan tidak bisa jalan jika dioperasi.
Kecemasan tersebut menyebabkan partisipan
dalam penelitian ini lebih memilih pengobatan
173

KMB, Maternitas, Anak dan Kritis Desember Vol. 1 No. 2 2014


berhubungan dengan penyakit, dan tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya. Kecemasan pasien
timbul dari rasa kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar yang berkaitan dengan perasaan yang
tidak pasti, tidak berdaya, serta obyek yang tidak
spesifik. Kecemasan tersebut dimanifestasikan
secara langsung melalui perubahan fisiologis
seperti (gemetar, berkeringat, detak jantung
meningkat, nyeri abdomen, sesak nafas) dan
perubahan perilaku seperti (gelisah, bicara cepat,
reaksi terkejut) dan secara tidak langsung melalui
timbulnya gejala sebagai upaya untuk melawan
kecemasan (Stuart & Laraia, 2005).
(2) kurang pengetahuan tentang resiko
pengobatan tradisional patah tulang dimana
dalam tema ini terdapat sub tema yaitu kurang
pemahaman dan pengetahuan yang salah :
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu
dan ini setelah orang melakukan penginderaan
terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telingan (Notoatmodjo,
2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (Overt Behaviour).
Kurang
pengetahuan
dapat
mempengaruhi seseorang dalam memilih
pengobatannya. Kurang pengetahuan tentang
penyakit
dan
pengobatannya.
Menurut
Notoadmodjo (2003). Pendidikan adalah suatu
kegiatan atau proses pembelajaran untuk
mengembangkan atau meningkatkan kemampuan
tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat
berdiri sendiri. Melalui pendidikan seseorang akan
memperoleh pengetahuan, apabila semakin tinggi
tingkat pendidikan maka hidup akan semakin
berkualitas dimana seseorang akan berfikir logis
dan memahami informasi yang diperolehnya..
Menurut Wield Herry A (1996) dalam Ritonga
(2012) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan
turut pula menetukan mudah tidaknya seseorang
menyerap atau memahami pengetahuan yang
mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin baik pula
pengetahuannya.
Pengetahuan merupakan hasil dari
penggunaan pancaindera yang didasarkan atas
intuisi dan kebetulan, otoritas dan kewibawaan,
tradisi, dan pendapat umum Effendy ( dalam
Karolina, 2009). Menurut Soejoeti (2005) dalam
Karolina (2009), salah satu faktor yang
menyebabkan timbulnya perubahan, pemahaman,
sikap dan perilaku seseorang, sehingga

tradisional patah tulang dibandingkan ke Rumah


Sakit. Kecemasan merupakan gejolak emosi
seseorang yang berhubungan dengan sesuatu
diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan
dalam mengatasi permasalahan, terlihat jelas
bahwa kecemasan ini mempunyai dampak
terhadap kehidupan seseorang, baik dampak
positif maupun negatif. Pasien yang menjalani
perawatan dirumah sakit dengan berbagai situasi
dan kondisi akan membuatnya semakin cemas
(Asmadi, 2008).
Pengobatan terhadap fraktur juga dapat
menyebabkan kecemasan. Kecemasan akan
operasi, kecemasan akan infeksi terhadap luka
operasi, kecemasan adanya koloid, dan
kecemasan tidak bisa jalan. Penanganan fraktur
bisa berupa konservatif ataupun operasi.Tindakan
operasi terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi interna
dan reposisi tertutup dengan kontrol radiologis
diikuti fiksasi interna, dimana didalamnya terdapat
banyak prosedur yang harus dilaksanakan.
Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
pada pasien fraktur meliputi reduksi terbuka
dengan fiksasi interna (Open reduction and
internal fixation/ORIF) (Smeltzer & Bare, 2002).
Tindakan pembedahan merupakan
pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien.
Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi
yang akan bisa membahayakan bagi pasien,
maka tidak heran jika seringkali pasien dan
keluarganya menunjukan sikap yang agak
berlebihan dengan kecemasan yang mereka
alami. Dinyatakan oleh partisipan bahwa
kecemasan akan operasi menyebabkan infeksi
pada luka operasi, ketakutan tidak bisa jalan,
amputasi, dan koloid karena bekas operasi adalah
sebagai berikut :...belum lagi jaritan bekas
operasinya bisa infeksi kayak gitu...(P2),...kalau
ke dokter mungkin akan diamputasi... (P4).
...karena saya males operasi karena saya punya
bakat koloid...(P3), ...akutnya kalau kedokter
dioperasi...(P5)
Menurut Potter dan Perry (2005) ada
berbagai alasan yang dapat menyebabkan
ketakutan atau kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain adalah takut
nyeri setelah pembedahan, takut terjadi
perubahan fisik, dan takut operasi akan gagal.
Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait
dengan segala macam prosedur asing yang harus
dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat segala macam
pembedahan dan tindakan pembiusan. Reaksi
cemas ini akan berlanjut bila pasien tidak pernah
atau kurang mendapat informasi yang
174

Ni Wayan Yasin Sudaryanti, dkk: Persepsi Pasien Fraktur terhadap Pengobatan


cenut-cenut rasanya habis dipijat kan namanya
juga patah tulang proses penyembuhannya
lamalah... (P1), ...sampai drumah itu kakinya tu
sakit banget ama kepalanya tu sakit banget, ga
nahan pagi baru dapet tidur...(P2), ...ada sih,
namanya juga patah kan ada nyeri dikit walaupun
sudah melakukan pengobatan,ya jadi malemnya
agak susah tidur...(P3), ...ya agak terganggu,
namanya juga masih sakit dan masih dalam
pengobatan...(P4), ...tapi tiap malem tu sering
kebangun karena ngerasa sakit dikaki yang
patah...(P5)
Hal ini juga sesuai teorinya Nurul (dalam
Yuniartini, 2012), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas tidur seseorang antara
lain : Penyakit, dapat menyebabkan nyeri atau
distress fisik yang dapat berdampak terhadap
siklus bangun tidur seseorang, lingkungan, dapat
membantu sekaligus menghambat proses tidur,
kelelahan, kondisi tubuh yang lelah dapat
mempengaruhi pola tidur seseorang, dan stres
emosional, anxietas (gelisah) dan depresi
seringkali mengganggu tidur seseorang. Kondisi
anxietas dapat meningkatkan kadar norepinefrin
darah melalui stimulus saraf simpatis.Menurut
nurul (2007), faktor yang mempengaruhi kualitas
tidur adalah penyakit, lingkungan, kelelahan dan
stress emosional. Menurut Tarwoto & Wartonah
(2006) mengatakan bahwa orang dalam keadaan
sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari
normal. Namun demikian, keadaan sakit dapat
menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat
tidur.
Nyeri yang dialami oleh orang yang
menderita penyakit juga mempengaruhi aktivitas
istirahat dan tidur seseorang. Salah satu penyakit
yang menyebabkan gangguan nyeri adalah
fraktur, dimana fraktur merupakan ancaman
potensial atau aktual kepada integritas seseorang
akan mengalami gangguan fisiologis maupun
psikologis yang dapat menimbulkan respon
berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan
subjektif dimana seseorang memperlihatkan
ketidak nyamanan secara verbal maupun non
verbal. Respon seseorang terhadap nyeri
dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar
belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang
nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu
kemampuan seseorang untuk beristirahat,
konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan
(Engram, 1999). American Academy of
Orthopaedic
Surgeons
(AAOS)
(2008)
menyatakan manifestasi klinis fraktur adalah
sebagai berikut : 1) Nyeri, 2) Ketidak mampuan
untuk menggerakkan kaki, 3) Deformitas, 4)

seseorang mau mengadopsi perilaku baru, yaitu


kesiapan psikologis, yang ditentukan oleh tingkat
pengetahuan. Dijelaskan pula oleh Green (2000)
dalam Karolina (2009), bahwa pengetahuan
merupakan salah satu faktor predisposisi agar
suatu sikap menjadi perbuatan. Kurang
pengetahuan akan mempengaruhi seseorang
dalam memilih pengobatan baik secara medis
maupun tradisional.
Pernyataan tersebut dinyatakan oleh
partisipan yang memiliki pengetahuan kurang baik
yang kurang pemahaman atau pengetahuan yang
salah. Ungkapan tersebut diungkapkan sebagai
berikut :...gak tau...,ya penting saya bisa sembuh
dan beraktivitas lagi... (P1), ...gak tau,setau
saya ya pengobata tradisional itu lebih efektif
karena ya itu gak operasi...(P4), ...kurang tau
sih, yang penting saya bisa sembuh dan biaya ke
pengobatan tradisional gak mahal...(P5,
...gimana ya,yg jelas pengobatan tradisional itu
sembuhnya lebih cepat...(P3)
Menurut Notoatmojo (2003) Ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu : Pendidikan, mass
media / informasi, sosial budaya dan ekonomi,
lingkungan, pengalaman, dan usia. Jadi teorinya
Notoatmojo sangat mendukung jawaban
partisipan yang kurang pengetahuan tentang
pengobatan tradisional patah tulang. Dimana
kurang pengetahuan partisipan dalam penelitian
ini disebabkan oleh pendidikan, informasi, budaya
dan usia.
(3) aktivitas istirahat dan tidur dimana
dalam tema ini terdapat sub tema yaitu nyeri :
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia (dalam Ariani, 2012) dan berhubungan
dengan penyembuhan Evans dan French (1995)
dalam dalam Ariani (2012). Tidak terkecuali bagi
seseorang yang sedang sakit. Tidur yang efektif
dapat menjamin ketersediaan energi yang dapat
mendukung terlaksananya aktifitas sehari-hari dan
tentunya
mendukung
cepatnya
proses
penyembuhan. Satu teori tentang tidur
menyebutkan bahwa memperoleh kualitas tidur
terbaik adalah penting untuk peningkatan
kesehatan yang baik dan pemulihan individu yang
sakit (Potter dan Perry, 2005).
Partisipan dalam penelitian ini saat
diwawancara mengaku mengalami kesulitan
dalam istirahat tidur semenjak mengalami fraktur
dan selama proses penyembuhan. Gangguan
tidur yang terjadi pada partisipan ini disebabkan
karena penyakit yang dialaminya, yaitu fraktur.
Pernyataan partisipan yang mendukung hal
tersebut yaitu :...ya ada.....,agak susah tidur kan
175

KMB, Maternitas, Anak dan Kritis Desember Vol. 1 No. 2 2014


konsumen akan mengalami kepuasan. Hal yang
hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (dalam
Junaedi, 2010) yang menyebutkan adanya tiga
macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan
oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan
antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan
atau kebutuhan sama dengan layanan yang
diberikan maka konsumenakan merasa puas
Ungkapan-ungkapan partisipan dalam
penelitian ini yang menunjukkan kepuasan
partisipan dalam jasa yang diberikan oleh
pengobatan tradisional patah tulang adalah
sebagai berikut :...Merasa tepat, karena dari saya
mengalami patah tulang kan dibwa kesana tu
berobat sampai sekarang kan sudah hampir
sebulan saya jatuh tu saya merasa lebih baik ya,
walaupun belum bisa jalan kan memang
penyembuhan patah tulang itu lama.....,tapi saya
merasa lebih baik setelah melakukan pengobatan
kesana... (P1), ...lebih puas ke pengobatan
tradisional itu, soalnya belum tiga bulan udah bisa
jalan... (P2), ....gak ada nyesel sama
sekali...(P3), ...tidak ada penyesalan sama
sekali..,dan saya merasa tepat berobat kesana
gitu...(P4), ....gak, gak ada penyesalan....(P5).

Bengkak. Hal ini sesuai dengan yang dialami


partisipian dalam penelitian ini, dimana partisipan
merakan sakit atau nyeri saat mengalami fraktur
dan proses peyembuhan. Ungkapan tersebut
diungkapkan sebagai berikut : ...waktu dipijat
pas diurut sakit sih...(P1).
Hal ini sesuai juga dengan hasil
penelitian anwar syahdam (2013) Kesimpulan
pada penelitian ini nyeri berat yang dirasakan
secara terus menerus akan menyebabkan
terjadinya berbagai gangguan kenyamanan pada
pasien, nyeri mengakibatkan hilangnya selera
makan karena menahan nyeri yang dirasakan,
kurangnya aktivitas tidur juga merupakan akibat
dari nyeri berat yang dirasakan, dengan kondisi
seperti itu akan memperlambat proses
penyembuhan. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi dan reaksi seseorang
terhadap nyeri, antara lain faktor etnik dan nilai
budaya, tahapan perkembangan, dukungan
lingkungan dan orang-orang yang disekitarnya,
pengalaman nyeri, arti dari nyeri, kecemasan dan
stres. Sehingga disii nyeri akan sangat
berpengaruh terhadap kualitas tidur. Jadi teori
sesuai dengan jawaban yang diungkapakan oleh
pasien saat wawancara. Dimana pasien yang
mengalami fraktur akan mengalami nyeri. Nyeri ini
akan mengakibatkan partisipan mengalami
gangguan tidur.
(4) kepuasan terhadap pengobatan
tradisional patah tulang dimana dalam tema ini
terdapat sub tema yaitu kepuasan pengobatan
dan kepuasan biaya : kepuasan adalah tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja (hasil) yang dirasakan dibandingkan
dengan harapan (Kotler, 2000). Kepuasan pasien
dapat juga diartikan sebagai suatu sikap
konsumen, yakni beberapa derajat kesukaan atau
ketidaksukaannya terhadap pelayanan yang
pernah dirasakannya. Minat seseorang untuk
berperilaku membeli dipengaruhi oleh sikap, tapi
minat untuk menggunaakan kembali jasa
pelayanan keperawatan akan sangat dipengaruhi
oleh pengalamannya yang lampau waktu
memakai jasa yang sama. Dalam penelitian ini
pasien
menunjukkan
kepuasan
tehadap
pengobatan tradisional patah tulang. Dimana
didalam penelitian ini kepuasaan yang ditunjukkan
pasrtisipan berupa kepuasan pengobatan dan
kepuasan terhadap biaya pengobatan.
Junaidi
(dalam
Junaedi,
2010)
berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas
suatu produk dengan kinerja yang dirasakan
konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja
produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka

Hal tersebut didukung juga oleh teori


Purnomo (dalam Junaedi, 2010) dimana
menyatakan kepuasan adalah suatu fungsi dari
perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan
diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat
kepusan dari persepsi pasien dan keluarga
terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan
salah satu indikator kinerja rumah sakit. Bila
pasien menunjukkan hal-hal yang bagus
mengenai pelayanan kesehatan terutama
pelayanan
keperawatan
dan
pasien
mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka
dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien
memang puas terhadap pelayanan tersebut
Purnomo (dalam Junaedi, 2010)
Kepuasan biaya yang dimaksud disini
adalah kepuasan biaya partisipan terhadap jasa
yang diberikan oleh pengobatan tradisional patah
tulang dengan hasil yang didapatkan. Hal ini
sesuai dengan teori Oliver (dalam Junaedi, 2010)
mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dirasakannyadengan
harapannya. Didalam penelitiam ini partisipan
mengungkapkan puas dengan biaya pengobatan
tradisional dengan jasa dan hasil yang diberikan
oleh pengobatan tradisional patah tulang.
Ungkapan-ungkapan yang diungkapkan
oleh partisipan saat wawancara yang mendukung
176

Ni Wayan Yasin Sudaryanti, dkk: Persepsi Pasien Fraktur terhadap Pengobatan


(3) beberapa responden mengakui
mengalami gangguan tidur saat mengalami fraktur
atau patah tulang. Hal ini sangat wajar karena
nyeri yang diakibatkan oleh fraktur sangat sakit.
Selain itu nyeri juga bisa ditimbulkan karena habis
diurut pada saat berobat ke pengobatan
tradisional patah tulang, (4) hampir semua
partisipan merasa puas dengan pengobatan
tradisional patah tulang dan mereka tidak pernah
menyesal karena telah memilih berobat
kepengobatan tradisional patah tulang. Selain
kepuasan terhadap hasil dan pelayanan
pengobatan tradisional patah tulang tersebut.
Partisipan dalam penelitian ini sangat puas
dengan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang
didapat, karena baiya yang dikeluarkan partisipan
berobat ke pengobatan tradisional patah tulang
tidak mahal, sehingga mereka merasa puas
dengan biaya yang dikeluarkan dengan hasil

hal tersebut adalah sebagai berikut :...saya


memilih pengobaaatan tradisonal ya, karena biaya
lebih terjangkau... (P1), ...kalau yang pertama
faktor
biaya,kalau
kedokter
biayanya
mahal...(P4), ...biaya juga banyak kalau ke
dokter,kalau kesana kan ga dipugut biaya
tergantung keikhlasan kita buat ngaturang sesari
pas sembahyang sblm dipijat tu....(P5).
Hal tersebut juga didukung oleh
pendapat Budiastuti (dalam Junaedi, 2010)
mengemukakan
bahwa
pasien
dalam
mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan
yang diterima mengacu pada beberapa faktor,
antara lain : Kualitas produk atau jasa, dimana
pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi
mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa
yang digunakan berkualitas, harga, dimana harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting
dalam penentuan kualitas guna mencapai
kepuasan pasien dan biaya, dimana biaya
mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak
perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak
perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa
pelayanan, cenderung puas terhadap jasa
pelayanan tersebut.

yang didapat.
Saran
(1) Bagi pelayanan kesehatan : tenaga
kesehatan sebaiknya memberikan health
education (HE) pada pasien fraktur tentang
pengobatan terhadap fraktur. Memberikan HE
tentang keuntungan dan kerugian pembedahan
atau operasi terhadap fraktur. Agar pengetahuan
pasien fraktur terhadap pengobatan fraktur baik
secara medis maupun tradisional menigkat. (2)
Bagi pengobatan tradisional patah tulang :
sebaiknya pengobatan tradisional patah tulang
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk
mengatasi problem yang terkait dengan
psikologis, (3) Bagi peneliti selanjutnya : bagi
peneliti selanjutnya yang tertarik dengan variabelvariabel yang berhubungan dengan fraktur dan
pengobatan tradisional patah tulang, disarankan
untuk melakukan penelitian dengan metode
kuantitatif.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian
pembahasan pada bab IV dapat disimpulkan
tentang bagaimana persepsi pasien fraktur
terhadap pengobatan tradisional patah tulang,
yaitu : (1) partisipan lebih memilih pengobatan
tradisional dibandingkan ke medis atau dokter,
karena partisipan merasakan kecemasan atau
kekhawatiran jika di bawah ke rumah sakit. Dalam
penelitian ini partisipan takut bila dibawa ke dokter
akan dioperasi, dimana menurut partisipan
operasi itu dapat menyebabkan infeksi pada luka
operasi, menyebabkan koloid pada bekas luka
operasi. Selain itu partisipan juga takut jika
dibawa ke rumah sakit akan diamputasi, (2)
Kurangnya pengetahuan partisipan dalam
penelitian ini juga mempengaruhi partisipan dalam
mengerti dan memahami pengobatan tradisional
itu sendiri. Dimana dalam penelitian ini partisipan
kurang mengetahui resiko apa saja yang bisa
disebabkan oleh pengobatan tradisional patah
tulang tersebut dan disini beberapa partisipan
tidak mengetahui fraktur yang bagaimana saja
yang bisa dilakukan pengobatan dengan
pengobatan tradisional dan fraktur yang
bagaimana harus dibawa ke dokter atau rumah
sakit,

KEPUSTAKAAN
Ariani, T. A. 2012. Hubungan antara Nyeri dan
Kebutuhan Tidur pada Klien Paska
Bedah Fraktur Femur Tertutup,
Available:http://adysetiadi.files.wordpress
.com/2012/03/jurnal-aiptinakes-sept2012.pdf.(7 Juli 2014).

Asmadi. 2008. Tehnik prosedural keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Denpasar, R. S. 2010. Medical Record. Denpasar


: RSUP Sanglah Denpasar.
177

KMB, Maternitas, Anak dan Kritis Desember Vol. 1 No. 2 2014


56789/14586/1/031000299.pdf.
(10
Januari 2014).

Potter, P., & Perry, A. 2005. Keperawatan Dasar :


Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4.
Jakarta: EGC.

Riskesdas. 2007. Karakteristik Penderita Fraktur


yang di Rawat Inal di RSUD Dr. Piringadi
Medan pada Tahun 2009, Available :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234
56789/22361/5/Chapter%20I.pdf.
(8
Maret 2014).
Ritonga, L. 2012. Gambaran Karakteristik
Keluarga Pasien Fraktur yang Memilih
Pengobatan Tradisional Patah Tulang
Sepada Taringan di Tanjung Morawa,
Available:http://repository.usu.ac.id/bitstr
eam/123456789/39796/7/cover.pdf.(7
Juli 2014).

Smeltzer, S., & Bare, G. 2008. Textbook of


Medical Surgical Nursing
Vol.2.
Philadelphia : Linppincott William &
Wilkins.

Stuart, & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan


Jiwa. Edsi 5. Jakarta: EGC.

Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan


Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &
D. Bandung: Alfabeta.

Syahdam, A. 2013. Intensitas Nyeri Pasien Pasca


Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi
Medan,
Available:http//repository.usu.ac.id/bitstre
am/123456789/39168/7/cover.pdf. (8 Juli
2014).

Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar


Manusia dan Proses Keperawatan
Jakarta : Salemba Medika.

DepKes, R. 2009. Asuhan Keperawatan Pos Op


Multiple Fraktur, . Available :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jt
ptunimus-gdl-sitifatima-5395-1-06.babr.pdf. (5 Maret 2014).

DepKes, R. 2011. Asuhan Keperawatan pada Tn.


S dengan Post OREF Cruris Hari
Pertama di Rumah Sakit Roeman
Semarang,
.
Available
:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jt
ptunimus-gdl-nurhidayah-6731-2babii.pdf. (5 Maret 2014).

Engram, Barbara. (1999). Rencana Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.
Jakarta : EGC.
Follit, D., & Beck, C. 2006. Nursing Research :
Metodhs Apprasial and Litilization (Sixth
Edition ed). Philadelpia : Liipincott
Williams & wilkins.

Junaedi, I. 2010. Hubungan dengan Kepuasan


Pasien di Puskesmas Rawat Inap Guntur
Demak,
Available:http//digilib.unimus.ac.id/files/di
sk1/110/jtptunimus-gdl-imam
junaed5488-4-babii.pdf. (9 Juli 2014).

Karolina, M. S. 2009. Hubungan Pengetahuan


dan Pencegahan Osteoporosis yang di
Lakukan Lansia di Kecamatan Medan
Selayang,
Available:http:respository.usu.ac.id/bitstr
eam/123456789/14298/1/09E02386.pdf.(
7 Juli 2014).

Kotler, Philip. (2000). Manajemen Pemasaran


Perspektif Asia. Andi : Yogyakarta.
Moleong, L. 2010. Metodelogi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Rosda.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Prilaku


Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Penni, A. 2006. Persepsi Penderita Patah Tulang


terhadap Pengobatan pada Dukun Patah
Tawar Kem-Kem di Kecamatan Medan
Sunggal Kota Medan Tahun 2006,
Available:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234

WHO. 2011. Asuhan Keperawatan pada Tn. S


dengan Post OREF Cruris Hari Pertama
di Rumah Sakit Roemani Semarang,
Available
:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jt
ptunimus-gdl-nurhidayah-6731-2babii.pdf. (8 Maret 2014).

178

Ni Wayan Yasin Sudaryanti, dkk: Persepsi Pasien Fraktur terhadap Pengobatan


Yuniartini. 2012. Pengaruh Terapi Bercerita
Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia
Prasekolah yang Menjalani Hospitalisasi

179

Anda mungkin juga menyukai