Anda di halaman 1dari 63

KATA PENGANTAR

Publikasi “Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009”
merupakan sajian informasi yang dipersiapkan secara khusus bagi para pimpinan. Penyajian
dalam publikasi ini dirancang secara ringkas dan padat, dilatarbelakangi oleh keterbatasan
waktu yang tersedia bagi para pimpinan untuk menyarikan suatu informasi dari suatu sajian
yang rinci.
Informasi yang disajikan terdiri atas inflasi yang memberikan gambaran tentang
perkembangan daya beli masyarakat daerah perkotaan maupun di pedesaan. Nilai tukar
petani akan memberikan informasi tentang kesejahteraan petani. Selain itu disajikan pula lalu
lintas barang dan penumpang yang menggambarkan tentang utilitas fasilitas perhubungan,
kemudian dirangkai dengan informasi tentang kinerja pariwisata yang secara khas menyoroti
tentang tingkat hunian kamar hotel dan rata-rata lama tamu menginap.
Bagian lain publikasi ini juga menyajikan informasi tentang angkatan kerja, tingkat
pengangguran terbuka dan penduduk yang bekerja. Sajian ketenagakerjaan ini dilengkapi
pula dengan gambaran kinerja perekonomian melalui data pertumbuhan dan struktur
ekonomi.
Untuk memberikan gambaran yang lebih rinci tentang pelaksanaan pembangunan
ekonomi di masing-masing kabupaten/kota, disajikan pula informasi tentang disparitas
pembangunan ekonomi melalui pengukuran Indeks Williamson maupun perbandingan melalui
analisis kuadran. Sajian diakhiri dengan informasi distribusi pendapatan.
Informasi yang tersaji dalam publikasi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan
kritik sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyajian pada masa mendatang.

Badan Pusat Statistik


Provinsi Papua Barat
Kepala,

Ir. Tanda Sirait, MM.


NIP 340005623
i
Badan Pusat Statistik

DAFTAR ISI 

Hal  
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….. i
DARTAR ISI…………………………………………………………… ………………………... ii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………………….... iv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………………….... vii
A. INFLASI………………………………………………………………………………….... 1
1. Inflasi Gabungan Provinsi Papua Barat………………………………………...... 1
2. Inflasi Kota Manokwari..………………………………………………………….... 3
3. Inflasi Kota Sorong………………………………………………………………..... 5
B. INFLASI PEDESAAN…………………………………………………………………....... 6
C. NILAI TUKAR PETANI………………………………………………………………….... 7
1. Perkembangan Nilai Tukar Petani……………………………………………….... 7
2. Perkembangan Nilai Tukar Petani Menurut Subsektor………………………..... 9
D. PRODUKSI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA………………………....... 10
1. Produksi Tanaman Pangan………………………………………………………... 10
1. Produksi Tanaman Hortikuktura…………………………………………………... 14
E. STATISTIK PERHUBUNGAN………………………………………………………….... 18
1. Bongkar Muat dan Arus Penumpang di Pelabuhan yang Diusahakan………... 18
2. Bongkar Muat dan Arus Penumpang di Bandar Udara………………………..... 19
F. TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DAN RATA-RATA LAMA TAMU
MENGINAP………………………………………………………………………………... 21
G. KEMISKINAN……………………………………………………………………………… 23
H. KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2007-FEBRUARI 2009…………………............. 27
1. Angkatan Kerja………………………………………………….............................. 27
2. Tingkat Pengangguran Terbuka……………………………................................ 27
3. Penduduk yang Bekerja…………………………………………………………..... 29
I. KINERJA PEREKONOMIAN TRIWULAN I 2009……………………………………... 32
a. Pertumbuhan Triwulan I Tahun 2009….………………………………………..... 32
b. Pertumbuhan Triwulan II Tahun 2009….………………………………………..... 36

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 ii
Badan Pusat Statistik

c. Pertumbuhan Semester I Tahun 2009….……….……………………………..... 41


J. DISPARITAS PEMBANGUNAN EKONOMI………………………………………….... 44
K. ANALISIS KUADRAN UNTUK PERBANDINGAN ABSOLUT ANTAR DAERAH.. 46
L. DISTRIBUSI PENDAPATAN………………………………………………………….. 53
1. Gini Ratio…………………………………………………………………………. 54
2. Kemerataan Menurut Bank Dunia……………………………………………… 55

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 iii
Badan Pusat Statistik

DAFTAR TABEL 

No Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel 1: Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Provinsi Papua Barat Menurut 3
Kelompok Pengeluaran Bulan Januari-Juli Tahun 2009
Tabel 2: Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Kota Manokwari Menurut 4
Kelompok Pengeluaran Bulan Januari-Juli Tahun 2009
Tabel 3: Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Kota Sorong Menurut Kelompok 6
Pengeluaran Bulan Januari-Juli Tahun 2009
Tabel 4: Produksi Padi di Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2009 11
Tabel 5: Produksi Tanaman Palawija di Provinsi Papua Barat, 2007 – 2009 13
Tabel 6: Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Hasil Tanaman Sayuran 15
Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008
Tabel 7: Tanaman Menghasilkan, Produksi, dan Rata-rata Hasil Tanaman 16
Buah-buahan di Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008
Tabel 8: Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Hasil Tanaman Biofarmaka 17
Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008
Tabel 9: Bongkar Muat Barang Angkutan Luar Negeri dan Antar Pulau Di 18
Pelabuhan Yang Diusahakan Provinsi Papua Barat Tahun 2007-
2008.....................................................................................................
Tabel 10: Banyaknya Penumpang Debarkasi Dan Embarkasi Di Pelabuhan 19
Yang Diusahakan Provinsi Papua Barat Tahun 2008.........................
Tabel 11: Lalu lintas Pesawat, Penumpang Debarkasi, Embarkasi dan Transit 20
Di Pelabuhan Udara Provinsi Papua Barat Tahun 2008.....................
Tabel 12: Bongkar Muat Bagasi, Barang, dan Pos Paket Di Pelabuhan Udara 21
Provinsi Papua Barat Tahun 2008.......................................................
Tabel 13: Tingkat Penghunian Kamar Hotel dan Rata-rata Lama Tamu 22
Menginap Hotel Berbintang dan Akomodasi LainnyaDi Papua Barat
2008.....................................................................................................
Tabel 14: Jumlah Penduduk Miskin , Persentase Penduduk Miskin dan Garis 24
Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun
2007 dan 2008
Tabel 15: Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan 25
Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2008
Tabel 16: Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama Februari 28
2007 - Februari 2009............................................................................
Tabel 17: Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang 29
Ditamatkan Februari 2007 - Februari 2009 (dalam persen)................

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 iv
Badan Pusat Statistik

Tabel 18: Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan 30
Pekerjaan Utama Februari 2007 - Februari 2009 (orang)...................
Tabel 19: Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status 31
Pekerjaan Utama Februari 2007 - Februari 2009 (orang)...................
Tabel 20: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan 33
PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Triwulan I, IV
Tahun 2008 dan Triwulan I Tahun 2009
Tabel 21: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat 34
menurut Lapangan Usaha pada Triwulan I dan IV Tahun 2008 serta
Triwulan I Tahun 2009
Tabel 22: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan 35
PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan I, IV Tahun
2008 dan Triwulan I Tahun 2009
Tabel 23: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat 36
menurut Penggunaan pada Triwulan I dan IV Tahun 2008
sertaTriwulan I Tahun 2009
Tabel 24: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan 37
PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Triwulan II
Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009
Tabel 25: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat 38
menurut Lapangan Usaha pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan
I-II Tahun 2009
Tabel 26: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan 39
PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan II Tahun
2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009
Tabel 27: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat 40
menurut Penggunaan pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II
Tahun 2009
Tabel 28: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan 41
PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Semester I
Tahun 2008 – 2009
Tabel 29: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat 42
menurut Lapangan Usaha pada Semester I Tahun 2008 – 2009
Tabel 30: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan 43
PDRB Papua Barat menurut Semester I Tahun 2008 – 2009

Tabel 31: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat 44
menurut Penggunaan
pada Semester I Tahun 2008 – 2009
Tabel 32: Indeks Williamson dan Perubahannya Tahun 2006-2008 45

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 v
Badan Pusat Statistik

Tabel 33: Gini Ratio Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2006 – 55
2008......................................................................................................
Tabel 34: Tingkat Kemerataan Pendapatan Masyarakat Kabupaten/Kota 56
Menurut Bank Dunia di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 – 2008.....

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 vi
Badan Pusat Statistik

DAFTAR GAMBAR 

No Gambar Judul Gambar Halaman


Gambar 1: Inflasi Pedesaan Provinsi Papua Barat Bulan Januari-Maret 2009 7
Gambar 2: Nilai Tukar Petani, Indeks yang diterima (It), Indeks yang dibayar 8
(Ib) Provinsi Papua Barat Januari-Maret 2009.................................
Gambar 3: NTP Menurut Subsektor di Provinsi Papua Barat Tahun 2009........ 9
Gambar 4: Perkembangan Produksi Padi Selama Lima Tahun Terakhir 10
di Provinsi Papua Barat
Gambar 5: Perkembangan Produksi Tanaman Palawija Selama Lima Tahun 12
Terakhir di Provinsi Papua Barat
Gambar 6: Indeks Kedalaman Kemiskinan Tahun 2007-2008 26
Gambar 7: Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Penganggur 31
Februari 2007 – Februari 2009 (ribu orang).....................................
Gambar 8: Diagram Alur Posisi Absolut Antar Kabupaten/Kota........................ 46
Gambar 9: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per 47
Kapita dan Median Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun
2006.................................................................................................
Gambar 10: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat 48
Provinsi, PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Papua Barat Tahun 2006.................................................................
Gambar 11: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per 49
Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2007...
Gambar 12: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat 50
Provinsi, PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Papua Barat Tahun 2007.................................................................
Gambar 13: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per 51
Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2008...
Gambar 15: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat 52
Provinsi, PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Papua Barat Tahun 2008.................................................................

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 vii
Badan Pusat Statistik

INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL


PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2009

Data memiliki dimensi yang sangat luas dan luasnya dimensi tersebut tercermin dari
ragam data yang tersedia. Mulai dari data inflasi, nilai tukar petani, pengangguran,
pertumbuhan ekonomi, produksi padi, ekspor-impor, pariwisata dan lain-lain. Namun dalam
tulisan ini tidak semua data tersebut disajikan, hanya beberapa data dalam bentuk indikator
makro yang pengukurannya dapat dilakukan sesuai periode penyajian.
“Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009” adalah sebuah
tulisan yang dirancang khusus untuk pimpinan eksekutif dengan maksud bisa menjadi
sumber informasi untuk memahami pencapaian kinerja yang dapat dievaluasi secara terukur.
Fokus kajian dalam tulisan ini adalah sejumlah indikator penting seperti inflasi; nilai tukar
petani; produksi tanaman pangan dan hortikultura; data perhubungan; tingkat hunian hotel;
jumlah penduduk miskin dan garis kemiskinan; ketenagakerjaan; pertumbuhan ekonomi;
struktur ekonomi; distribusi pendapatan; dan disparitas pembangunan daerah
(kabupaten/kota).

A. INFLASI
Inflasi merupakan salah satu indikator makro yang perkembangannya dimonitor secara
ketat oleh pemerintah, karena besaran agregat inflasi secara langsung akan berdampak
terhadap daya beli masyarakat berpendapatan tetap seperti pegawai negeri dan
buruh/pekerja swasta. Inflasi terjadi akibat ketidakseimbangan antara sisi permintaan dan
penawaran pada pasar barang dan jasa. Inflasi dapat terjadi oleh berbagai faktor seperti nilai
tukar/kurs, volume uang beredar, bahkan dampak dari ekspektasi masyarakat.

1. Inflasi Gabungan Provinsi Papua Barat :


Pada bulan Juli 2009, Provinsi Papua Barat mengalami inflasi gabungan sebesar 1,11
persen. Besaran inflasi di Provinsi Papua Barat yang naik bila dibandingkan dengan bulan-

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 1
Badan Pusat Statistik

bulan sebelumnya ini dipengaruhi oleh inflasi yang terjadi di Kota Sorong yang menempati
peringkat inflasi pertama atau tertinggi di Indonesia, yakni sebesar 2,19 persen. Kenaikan
angka inflasi yang signifikan ini terjadi pada kelompok bahan makanan yang mempunyai
IHK sebesar 146,60 dan mengalami inflasi senilai 3,73 persen, yang selama periode tahun
2009 merupakan angka paling tinggi untuk kelompok tersebut.
a. Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2009 di Provinsi Papua Barat sebesar 3,82
persen, atau naik signifikan dari laju inflasi tahun kalender bulan-bulan sebelumnya
selama periode Tahun 2009 (Januari s.d Juni). Walaupun memiliki kecenderungan
naik, namun laju inflasi tahun kalender ini sempat mengalami penurunan sampai
angka terendah sebesar 1,91 persen pada bulan April 2009. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh besaran angka inflasi yang selalu menunjukkan angka positif,
kecuali pada bulan April yang menunjukan angka negatif, atau berarti deflasi.
Keadaan ini selaras juga dengan angka yang diperlihatkan oleh Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang selama tujuh bulan terakhir tersebut mengalami penurunan,
yakni pada bulan April menjadi senilai 128,62 setelah sebelumnya mulai bulan
Januari cenderung mengalami kenaikan, dan setelahnya mulai bulan Mei juga
cenderung naik hingga menyentuh angka tertinggi pada bulan Juli sebesar 131,02.
b. Jika pada bulan Januari kenaikan indeks yang terjadi pada kelompok perumahan,
air, listrik, gas dan bahan bakar menunjukkan kenaikan harga (inflasi) terbesar
yakni 5,96 persen, maka pada bulan Juli angka tersebut menjadi hanya sebesar
0,01 persen dan terendah diantara kelompok yang mengalami inflasi pada bulan
tersebut.
c. Laju inflasi tahun ke tahun Provinsi Papua Barat tiap bulannya selama periode
tahun 2009 mengalami kecenderungan menurun dibanding bulan sebelumnya,
kecuali pada bulan Pebruari yang mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan
bulan Januari.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 2
Badan Pusat Statistik

Tabel 1. Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Provinsi Papua Barat Menurut Kelompok Pengeluaran
Bulan Januari-Juli Tahun 2009

Inflasi Inflasi
Tahun
No Kelompok Pengeluaran Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Kalender
Januari-
2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 Juli 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
UMUM/TOTAL 1,98  0,04  0,21  ‐0,32  0,14  0,61  1,11  3,82 

1 Bahan Makanan 3,23  ‐0,29  ‐0,38  ‐0,57  ‐0,42  1,04  3,73  6,39 
Makanan Jadi, Minuman,
2 0,29  1,62  0,65  0,32  0,21  ‐0,11  0,45  3,47 
Rokok & Tembakau
Perumahan, Air, Listrik,
3 5,96  0,57  0,16  ‐0,02  0,32  ‐0,26  0,01  6,79 
Gas & Bahan Bakar
4 Sandang 0,75  1,93  3,77  1,49  ‐0,36  ‐0,57  1,02  8,25 
5 Kesehatan 0,80  1,15  0,48  0,70  ‐0,14  0,16  1,34  4,57 
Pendidikan, Rekreasi dan
6 3,77  0,17  0,06  ‐0,15  0,14  ‐0,07  1,11  5,08 
Olahraga
Transpor, Komunikasi dan
7 ‐3,70  ‐2,55  ‐0,37  ‐1,32  1,30  1,60  ‐2,31  ‐7,23 
Jasa Keuangan

2. Inflasi Kota Manokwari :


Pada bulan Juli 2009, Kota Manokwari mengalami inflasi sebesar 0,18 persen.
Kenaikan angka inflasi dibandingkan dengan bulan sebelumnya ini terjadi pada kelompok
bahan makanan yang mengalami inflasi sebesar 2,61 persen, atau angka paling tinggi di
antara kelompok yang lain pada bulan tersebut. Angka tersebut juga cerminan kenaikan
yang signifikan untuk kelompok tersebut setelah bulan Januari berfluktuasi dan cenderung
berada di angka negatif, atau mengalami deflasi, kecuali pada bulan April yang mengalami
inflasi sebesar 0,79 persen.

Angka inflasi Kota Manokwari yang berfluktuasi selama periode tahun 2009 ini memiliki
angka inflasi terendah pada bulan Pebruari, yakni sebesar 0,02 persen, setelah mengalami
inflasi dan menyentuh angka tertinggi di Indonesia pada bulan sebelumnya, yakni bulan

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 3
Badan Pusat Statistik

Januari, saat gempa bumi terjadi, sebesar 3,84 persen. Selama periode Januari-Juli, Kota
Manokwari juga sempat satu kali mengalami deflasi (penurunan harga), pada bulan Maret,
yakni sebesar 0,33 persen.

Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2009 di Kota Manokwari sebesar 4,08 persen,
atau naik dari laju inflasi tahun kalender bulan sebelumnya. Selama periode tahun 2009,
laju inflasi tahun kalender ini memiliki kecenderungan naik, kecuali pada bulan Maret yang
turun dari bulan sebelumnya, menjadi sebesar 3,52 persen. Hal ini dapat ditunjukkan oleh
besaran angka inflasi yang selalu menunjukkan angka positif, kecuali pada bulan Maret
tersebut yang menunjukan angka negatif, atau berarti deflasi. Keadaan ini selaras juga
dengan angka yang diperlihatkan oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) yang selama tujuh
bulan terakhir tersebut mengalami penurunan, yakni pada bulan Maret menjadi senilai
127,02.

Tabel 2. Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Kota Manokwari Menurut Kelompok Pengeluaran
Bulan Januari-Juli Tahun 2009

Inflasi Inflasi
Tahun
No Kelompok Pengeluaran Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Kalender
Januari-
2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 Juli 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
UMUM/TOTAL 3,84  0,02  ‐0,33  0,07  0,22  0,07  0,18  4,08 

1 Bahan Makanan 6,37  ‐0,59  ‐2,39  0,79  ‐0,59  ‐1,23  2,61  4,81 
Makanan Jadi, Minuman,
2 0,63  0,99  0,6  0,37  0,35  ‐0,31  0,44  3,10 
Rokok & Tembakau
Perumahan, Air, Listrik,
3 10,75  0,69  0,28  0,12  0,38  ‐0,36  0,02  11,99 
Gas & Bahan Bakar
4 Sandang 0,82  1,88  7,02  1,48  0,15  ‐1,10  2,03  12,73 
5 Kesehatan 2,00  1,80  0,74  ‐0,09  0,42  1,04  2,40  8,59 
Pendidikan, Rekreasi dan
6 6,54  0,33  0,09  ‐0,12  0,43  ‐0,10  0,05  7,27 
Olahraga
Transpor, Komunikasi dan
7 ‐6,06  ‐1,60  ‐0,63  ‐1,84  1,25  3,53  ‐4,78  ‐9,99 
Jasa Keuangan

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 4
Badan Pusat Statistik

3. Inflasi Kota Sorong :


Pada bulan Juli 2009, Kota Sorong mengalami inflasi sebesar 2,19 persen. Besaran
inflasi di Kota Sorong ini merupakan kenaikan paling signifikan selama periode tahun 2009.
Kenaikan angka inflasi ini terjadi pada kelompok bahan makanan yang mempunyai nilai IHK
sebesar 159,61 dan mengalami inflasi senilai 4,90 persen, yang selama periode tahun 2009
ini merupakan angka paling tinggi untuk kelompok tersebut, juga bila dibandingkan dengan
kelompok lainnya.

Inflasi yang terjadi di Kota Sorong berfluktuasi, dengan nilai inflasi terendah adalah
pada bulan Mei, yakni sebesar 0,05 persen dan tertinggi terjadi pada bulan Juli, yakni
sebesar 2,19 persen. Sedangkan dari sisi deflasi, Kota Sorong mengalami deflasi terendah
sebesar 0,14 persen yang terjadi pada awal periode tahun 2009, dan yang tertinggi terjadi
pada bulan April dengan nilai deflasi sebesar 0,78 persen.

Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2009 di Kota Sorong sebesar 3,51 persen,
atau naik signifikan dari laju inflasi tahun kalender bulan-bulan sebelumnya selama periode
Tahun 2009 (Januari s.d Juni). Hal ini dapat ditunjukkan oleh besaran angka inflasi yang
selalu menunjukkan angka positif, kecuali pada bulan Januari dan April yang menunjukan
angka negatif, atau berarti deflasi. Keadaan ini selaras juga dengan angka yang
diperlihatkan oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) yang selama tujuh bulan terakhir tersebut
relatif rendah dan mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni
pada bulan Januari dan April yang masing-masing nilainya adalah sebesar 130,27 dan
130,44. Selanjutnya secara keseluruhan, mulai bulan Januari, IHK Kota Sorong tersebut
cenderung mengalami kenaikan, hingga menyentuh angka tertinggi pada bulan Juli, yakni
sebesar 135,03.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 5
Badan Pusat Statistik

Tabel 3. Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Kota Sorong Menurut Kelompok Pengeluaran
Bulan Januari-Juli Tahun 2009

Inflasi Inflasi
Tahun
No Kelompok Pengeluaran Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Kalender
Januari-
2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 Juli 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
UMUM/TOTAL -0,14 0,07 0,84 -0,78 0,05 1,25 2,19 3,51

1 Bahan Makanan -0,10 0,04 1,88 -2,04 -0,24 3,54 4,90 8,07
Makanan Jadi, Minuman,
2 -0,09 2,33 0,72 0,26 0,07 0,11 0,46 3,90
Rokok & Tembakau
Perumahan, Air, Listrik,
3 -0,03 0,40 0,00 -0,20 0,24 -0,12 0,00 0,30
Gas & Bahan Bakar
4 Sandang 0,67 1,99 -0,03 1,50 -0,98 0,11 -0,25 3,02
5 Kesehatan -0,55 0,39 0,18 1,63 -0,79 -0,89 0,07 0,02
Pendidikan, Rekreasi dan
6 0,32 -0,04 0,02 -0,20 -0,25 -0,02 2,52 2,35
Olahraga
Transpor, Komunikasi dan
7 -0,79 -3,67 -0,06 -0,70 1,36 -0,67 0,71 -3,83
Jasa Keuangan

B. INFLASI PEDESAAN
Inflasi Pedesaan merupakan cerminan dari perkembangan harga-harga barang
konsumsi rumah tangga di wilayah pedesaan. Komponen indeks konsumsi rumah tangga
pedesaan terdiri dari 7 (tujuh) kelompok konsumsi rumah tangga yaitu bahan makanan,
makanan jadi, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan rekreasi dan olah raga, serta
transportasi dan komuniskasi.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 6
Badan Pusat Statistik

Gambarr 1. Inflasi Pedesaan


Provinsi Papua Barat Bulan Januari-Maaret 2009

0.30
0.21
0.20
0.10
0.00
‐0.10 Jan Feb Maret
‐0.20
‐0.30
‐0.40
‐0.50 ‐0.46
‐0.60
‐0.58
‐0.70

Dari pemanntauan perkembangaan harga di daerah peedesaan Provinsi Papua Barat


s
selama periode Januari sampai dengan Maret
M 2009 di Provinnsi Papua Barat dipeeroleh hasil
s
sebagai berikut: padaa Januari dan Februuari 2009 terjadi defflasi di daerah pedeesaan yang
m
masing-masing sebessar 0,58 persen dann 0,46, persen. Sedaangkan pada bulan Maret
M 2009
teerjadi inflasi sebesarr 0,21 persen. Denggan demikian secara series bulanan untuuk Januari-
M
Maret inflasi pedesaan di Papua Barat untuk tiga bulan peertama tahun ini addalah -0,58
p
persen; -0,46 persen; dan 0,21 persen (Gaambar 1).

C NILAI TUKAR
C. R PETANI

1 Perkembangan Nilai Tukar Petaani


1.
Nilai Tukar Petaani (NTP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima
d (It)
p
petani terhadap indekks harga yang dibayyar (Ib) petani (dalam
m persentase). NTP merupakan
s
salah satu indikatorr untuk melihat tinggkat/kemampuan daaya beli petani di pedesaan,

Indikator Makro Eko


onomi dan Sosial Pro
ovinsi Papua Barat Ta
ahun 2009 7
Badan Pusat Sta
atistik

disam
mping itu juga menuunjukkan daya tukarr (term of trade) darri produk pertanian dengan
d
baranng dan jasa yang dikkonsumsi maupun untuk
u biaya produksii. Jika NTP lebih bessar dari
100 berarti petani memppunyai surplus atas usaha taninya, sebbaliknya bila dibawaah 100,
berarrti petani tidak mamppu membiayai kebutuuhan rumah tangga dan mencukupi biayya-biaya
usahha taninya.

Gambar 2. Nilai Tukar Petani, Indeks yang diterima (It), Indeks 
yang dibayar (Ib) P
Provinsi Papua Baratt 
Januari‐MMaret 2009

124.21 4.05
124 123.93

116.28 115.86 116.06

106.82 107.07 106.79

Jan Feb
b M
Maret
NTP It Ib

Berdasarkan pemanntauan harga-hargaa pedesaan di Provvinsi Papua Barat selama


perioode Januari sampai dengan
d Maret 2009, menunjukkan bahwaa NTP Provinsi Papua Barat
padaa Januari 2009 sebessar 106,82 kemudian pada bulan Februarri 2009 mengalami keenaikan
sebeesar 0,24 poin dibandingkan dengan Jannuari 2009 yaitu menjadi 107,06. Naiknyya NTP
padaa bulan Februari disebabkan karena turunnnya indeks harga baarang yang dikonsum
msi oleh
rumaah tangga petani maaupun untuk keperluuan produksi pertannian. Sedangkan NTP pada
bulann Maret 2009 adalah 106,79 atau mengallami penurunan sebeesar 0,27 poin dibanddingkan
bulann sebelumnya (Gambbar 2). Hal ini disebaabkan karena naiknyya indeks harga baraang dan
jasa yang dikonsumsi rumah
r tangga mauppun untuk keperluann produksi pertaniann serta
turunnnya indeks harga yaang diterima petani daari hasil produksi perrtanian.

Ind
dikator Makro Ekonom
mi dan Sosial Provins
si Papua Barat Tahun
n 2009 8
Badan Pusat Statistik

2 Perkembangan Nilai Tukar Petaani Menurut Subseektor


2.
Data pada Gambar 3 menyajikan peerkembangan NTP pper sub sektor yaitu sub sektor
taanamam pangan (NT
TP_P), sub sektor hortikultura (NTP_H), ssub sektor tanaman perkebunan
p
raakyat (NTP_Pr), sub sektor peternakan (N
NTP_Pt) dan sub sekktor perikanan (NTP__Pi).

Gambar 3. Perkembangan NTP Subssektor 
di Provinssi Papua Barat 2009

6
127.96 126.92 129.27
1
113.56 114.21 115.93 113.85
106.15 106
6.47 106.62 113.35
115.54
95.30 95.39 95.35

jan Feb Maret

N
NTP_P NTP_H NTP_Pr NTP_Pt NTP_Pi

Selama triwulann I 2009 yaitu dari Januari


J sampai dengan Maret 2009 meenunjukkan
b
bahwa dari kelima suub sektor NTP tertinnggi adalah NTP subb sektor Tanaman Perkebunan
P
R
Rakyat. Hal ini disebaabkan karena indekss harga yang diterim
ma petani di sub sekttor ini lebih
tiinggi dari pada indekks yang di terima pettani di keempat sub ssektor lainnya. Ini meenunjukkan
b
bahwa harga yang diterima dari barangg-barang produksi peertanian di sub sekttor ini lebih
tiinggi bila dibandingkaan harga yang dibayyar untuk biaya produuksi petani di empatt sub sektor
laainnya, sehingga tingkat pendapatan peetani sub sektor ini lebih baik dibandinggkan petani
s
subsektor yang lain.

Indikator Makro Eko


onomi dan Sosial Pro
ovinsi Papua Barat Ta
ahun 2009 9
Badan Pusat Sta
atistik

D. PRODUKSI TANA
AMAN PANGAN DA
AN HORTIKULTUR
RA

1. Produksi Tanaman Pangan


Produksi padi tahuun 2008 mengalam
mi kenaikan sebessar 40,18 persen apabila
dibanndingkan dengan prroduksi tahun 2007. Selama lima tahunn terakhir produksi palawija
p
berfluuktuasi. Demikian juuga pada tahun 20008 ini, dari enam koomoditi palawija hannya dua
komooditi yang mengalam
mi kenaikan produkksi dibandingkan deengan produksi tahuun lalu.
Komooditi yang mengalam
mi kenaikan produkssi adalah kedelai daan ubi kayu yang masing-
m
masing naik 27,98 persenn dan 29,37 persen. Sedangkan jagung, kkacang tanah, kacang hijau,
dan ubi jalar mengalami penurunan produkksi masing-masing sekitar 29,54 persen; 44,48
perseen; 16,91 persen; dan 17,97 persen.
Tanaaman Padi
Gambar 4. P
Perkembangan Produuksi Padi Selama Limaa Tahun Terakhir
di Provinssi Papua Barat
45,000
Padi
40,000 Padi Sawah 39,537
Padi Ladang
35,000
27,519 28,20
04
30,000 36,518
24,702
25,000
21,59
98
26
6,101
24,810
20,000
20,896
15,000
16,445
5
10,000
5,152 3,806 2,708 3,019
5,000 2,103

0
2004 2005 2006 20
007 2008

Produksi padi selam


ma kurun waktu lim
ma tahun terakhir terus mengalami keenaikan.
Namun kenaikan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2008. Produksi padi padaa tahun
20088 mencapai 39,54 ribbu ton gabah kering giling (GKG), terjadi kenaikan produksi sebesar
s
11,333 ribu ton GKG atau 40,18 persen dibanddingkan dengan produuksi tahun 2007.

Ind
dikator Makro Ekonom
mi dan Sosial Provins
si Papua Barat Tahun
n 2009 10
Badan Pusat Statistik

Kenaikan produksi padi ini disebabkan oleh naiknya luas panen dan produktivitas.
Kenaikan produksi terbesar adalah pada padi ladang sebesar 43,59 persen dibandingkan
dengan produksi tahun lalu. Kenaikan produksi padi ladang ini diikuti juga dengan kenaikan
luas panen seluas 332 hektar menjadi 1.109 hektar pada tahun 2008 atau naik sebesar 42,73
persen. Demikian juga padi sawah mengalami peningkatan produksi sebesar 10,42 ribu ton
GKG menjadi 36,52 ribu ton GKG pada tahun 2008. Produktivitas padi pada tahun 2007
sebesar 33,75 kuintal per hektar (ku/ha) naik menjadi 34,48 ku/ha pada tahun 2008 atau
mengalami kenaikan sekitar 2,17 persen. Produktivitas padi sawah dan padi ladang juga naik
masing-masing sekitar 2,40 persen dan 0.59 persen.

Tabel 4. Produksi Padi di Provinsi Papua Barat, 2007 – 2009

Perkembangan      Perkembangan     
2008  2009      2007 ‐ 2008 2008 ‐ 2009
Uraian 2007
(ATAP) (Aram II)
Absolut Persen Absolut Persen
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Padi Sawah
Luas Panen (ha) 7.580 10.358 10.749 2.778 36,65 391 3,77
Produktivitas (ku/ha) 34,43 35,26 36,69 0,83 2,41 1,43 4,06
Produksi (ton) 26.101 36.518 39.436 10.417 39,91 2.918 7,99
Padi Ladang
Luas Panen (ha) 777 1.109 1.235 332 42,73 126 11,36
Produktivitas (ku/ha) 27,06 27,22 27,03 0,16 0,59 -0,19 -0,70
Produksi (ton) 2.103 3.019 3.338 916 43,56 319 10,57
Padi (Sawah+Ladang)
Luas Panen (ha) 8.357 11.467 11.984 3.110 37,21 517 4,51
Produktivitas (ku/ha) 33,75 34,48 35,69 0,73 2,16 1,21 3,52
Produksi (ton) 28.204 39.537 42.774 11.333 40,18 3.237 8,19

Berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM II) produksi padi Provinsi Papua Barat tahun
2009 diperkirakan sebesar 42,77 ribu ton GKG, naik sebanyak 3,24 ribu ton (8,19 persen)
dibandingkan dengan produksi tahun 2008. Kenaikan produksi tahun 2009 diperkirakan
terjadi karena adanya penambahan luas panen sebesar 517 hektar atau 4,51 persen,

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 11
Badan Pusat Sta
atistik

demiikian juga dengan prroduktivitas diperkirakkan akan naik sebessar 1,21 kuintal/hektaar (3,52
perseen). Kenaikan luas panen pada tahun 2009 ini diperkirakkan karena masih adanya
progrram ekstensifikasi daan intesifikasi tanaman padi baik itu penncetakan lahan sawaah baru,
bantuuan benih dan pupukk.

Tanaaman Palawija
Tanaman palawiija dalam kurun waaktu lima tahun terrakhir mengalami flluktuasi
produuksi yang cukup beragam. Tanaman yaang cenderung menggalami penurunan produksi
p
selam
ma tiga tahun terakhir adalah jagung,, kacang tanah, kaacang hijau dan ubbi jalar.
Semeentara kedelai dan ubi
u kayu berfluktuasi naik turun selama tigga tahun terakhir yanng pada
tahunn 2008 mengalami peeningkatan produksi.
Gambar 5. Perkemb
bangan Produksi Tanaaman Palawija Selamaa Lima Tahun Terakh
hir
di Provinsi Papua Barat

30,000 
2004 2005 2006 2007 2008
25,000 

20,000 

15,000 

10,000 

5,000 


Jagung       Kedelai        Kc. Tan
nah       Kc. Hijau      Ubi Kayu     Ubi Jalar     
Maize Soybeans Peanuuts Mungbeans Casssava Sweet 
Potatoes

Penurunan produuksi terbesar terjadi pada kacang tanah sebesar 784 ton biji kering
(BK) atau sekitar 44,48 persen
p dibandingkann dengan produksi taahun 2007. Produksi jagung
dari tahun
t 2007 sebesar 2,43 ribu ton pipilann kering (PK) menjaddi 1,71 ribu ton padaa tahun
20088 atau mengalami penurunan sebesarr 29,54 persen. Produksi kedelai menngalami

Ind
dikator Makro Ekonom
mi dan Sosial Provins
si Papua Barat Tahun
n 2009 12
Badan Pusat Statistik

kenaikan sebesar 380 ton BK (27,98 %) menjadi 1,74 ribu ton pada tahun 2008. Demikian
juga ubi kayu mengalami kenaikan sebesar 29,37 persen dibandingkan tahun lalu atau naik
dari 17,83 ribu ton umbi basah (UB) pada tahun 2007 menjadi 23,07 ribu ton UB pada tahun
2008.
Tabel 5. Produksi Tanaman Palawija di Provinsi Papua Barat, 2007 – 2009

Perkembangan Perkembangan
2008 2009 2007 - 2008 2008 - 2009
Uraian 2007
(ATAP) (Aram II)
Absolut Persen Absolut Persen
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Jagung
Luas Panen (ha) 1.518 1.070 754 -448 -29,51 -316 -29,53
Produktivitas(ku/ha) 16,00 15,99 16,42 -0,01 -0,05 0,43 2,69
Produksi (ton) 2.429 1.711 1.238 -718 -29,55 -473 -27,64
Kedelai
Luas Panen (ha) 1.282 1.624 1.158 342 26,68 -466 -28,69
Produktivitas(ku/ha) 10,61 10,72 10,62 0,11 1,07 -0,10 -0,93
Produksi (ton) 1.360 1.740 1.230 380 27,97 -510 -29,31
Kacang Tanah
Luas Panen (ha) 1.725 958 673 -767 -44,46 -285 -29,75
Produktivitas(ku/ha) 10,22 10,21 10,31 -0,01 -0,07 0,10 0,98
Produksi (ton) 1.763 979 694 -784 -44,48 -285 -29,08
Kacang Hijau
Luas Panen (ha) 667 560 300 -107 -16,04 -260 -46,43
Produktivitas(ku/ha) 10,05 9,95 9,87 -0,10 -0,99 -0,08 -0,80
Produksi (ton) 670 557 296 -113 -16,91 -261 -46,86
Ubi Kayu
Luas Panen (ha) 1.615 2.052 1.238 437 27,06 -814 -39,67
Produktivitas(ku/ha) 110,42 112,43 110,39 2,01 1,82 -2,04 -1,81
Produksi (ton) 17.833 23.071 13.666 5.238 29,37 -9.405 -40,77
Ubi Jalar
Luas Panen (ha) 1.874 1.524 1.278 -350 -18,68 -246 -16,14
Produktivitas(ku/ha) 99,80 100,66 101,17 0,86 0,86 0,51 0,51
Produksi (ton) 18.702 15.341 12.929 -3.361 -17,97 -2.412 -15,72

Berdasarkan ARAM II produksi seluruh tanaman palawija pada tahun 2009


diperkirakan akan turun semua bervariasi antara 15 – 47 persen dari produksi tahun 2008.
Penurunan produksi terbesar adalah kacang hijau sebesar 46,86 persen dan penurunan
produksi yang paling kecil adalah ubi jalar yang turun sebesar 15,72 persen. Semua

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 13
Badan Pusat Statistik

penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya luas panen pada masing-masing komoditi
palawija. Pada tanaman jagung, kacang tanah, dan ubi jalar meskipun luas panen dan
produksinya diperkirakan akan turun namun produktivitasnya diperkirakan akan naik masing-
masing sebesar 2,69 persen, 0.98 persen, dan 0,51 persen terhadap produktivitas masing-
masing komoditi pada tahun 2008.

2. Produksi Tanaman Hortikultura

Tanaman hortikultura mencakup tanaman sayuran, tanaman buah-buahan, dan


tanaman biofarmaka. Tabel 6. menyajikan luas panen dan produksi tanaman sayuran dan
buah-buahan semusim meliputi 20 jenis tanaman yang ada di Provinsi Papua Barat.
Luas panen tanaman sayuran pada tahun 2008 mengalami penurunan untuk 5 jenis
tanaman yaitu bawang putih, bawang daun, kubis, melon dan semangka. Persentase
penurunan melon sebesar 38,46 persen, bawang daun sebesar 31,34 persen, semangka
sebesar 19,57 persen, kubis sebesar 11,67 persen, dan bawang putih sebesar 8,82 persen.
Sedangkan 15 jenis tanaman sayuran lainnya mengalami kenaikan luas panen. Kenaikan
luas panen terbesar adalah labu siam dengan persentase kenaikan sebesar 190,00 persen
dan yang terkecil adalah kentang sebesar 11,11 persen.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 14
Badan Pusat Statistik

Tabel 6. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Hasil Tanaman Sayuran


Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008
PERKEMBANGAN ATAP 2008
ATAP 2007 ATAP 2008
THD ATAP 2007 (% )
Nama Tanaman Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi
Yield (Ton/ Yield (Ton/ Yield (Ton/
Panen Setahun Panen Setahun Panen Setahun
Ha) Ha) Ha)
(Hektar) (Ton) (Hektar) (Ton) (Hektar) (Ton)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
BAWANG MERAH 51 346 6,78 58 494 8,52 13,73 42,77 25,54
BAWANG PUTIH 34 248 7,29 31 284 9,16 -8,82 14,52 25,60
BAWANG DAUN 67 361 5,39 46 284 6,17 -31,34 -21,33 14,59
KENTANG 45 131 2,91 50 152 3,04 11,11 16,03 4,43
KUBIS 300 1.385 4,62 265 965 3,64 -11,67 -30,32 -21,12
PETSAI/SAWI 553 2.360 4,27 664 3.164 4,77 20,07 34,07 11,66
WORTEL 33 245 7,42 42 384 9,14 27,27 56,73 23,15
KACANG MERAH 2 2 1,00 5 5 1,00 150,00 150,00 0,00
KACANG PANJANG 652 2.287 3,51 857 6.160 7,19 31,44 169,35 104,92
CABE BESAR 256 1.086 4,24 395 3.118 7,89 54,30 187,11 86,08
CABE RAWIT 169 578 3,42 218 676 3,10 28,99 16,96 -9,33
TOMAT 350 2.143 6,12 471 6.278 13,33 34,57 192,95 117,69
TERUNG 222 1.006 4,53 385 4.670 12,13 73,42 364,21 167,68
BUNCIS 235 675 2,87 354 2.742 7,75 50,64 306,22 169,67
KETIMUN 294 1.298 4,41 437 2.631 6,02 48,64 102,70 36,37
LABU SIAM 40 113 2,83 116 249 2,15 190,00 120,35 -24,02
KANGKUNG 452 1.947 4,31 896 6.373 7,11 98,23 227,32 65,12
BAYAM 411 856 2,08 610 1.944 3,19 48,42 127,10 53,02
MELON 13 52 4,00 8 44 5,50 -38,46 -15,38 37,50
SEMANGKA 46 130 2,83 37 372 10,05 -19,57 186,15 255,76

Produksi tanaman sayuran mengalami kenaikan kecuali bawang daun, kubis, dan
melon. Persentase penurunan secara berturut-turut adalah kubis sebesar 30,32 persen,
bawang daun sebesar 21,33 persen, dan melon sebesar 15,38 persen. Peningkatan produksi
yang paling besar adalah terung sebesar 364,21 persen.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 15
Badan Pusat Statistik

Tabel 7. Tanaman Menghasilkan, Produksi, dan Rata-rata Hasil Tanaman Buah-buahan di


Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008

PERKEMBANGAN ATAP'08‐
ATAP 2008 ATAP 2007
ATAP '07 (%)
Tan.  Tan.  Tan. 
Hasil  Rata2  Hasil  Rata2  Hasil  Rata2 
Nama Tanaman
Triwulan  Produksi  hasil  Triwulan  Produksi  hasil  Triwulan  Produksi  hasil 
Terbesar  (Ton) (Kg/  Terbesar  (Ton) (Kg/Poh Terbesar  (Ton) (Kg/ 
(pohon/   Pohon) (pohon/   on) (pohon/   Pohon)
rumpun) rumpun) rumpun)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
ALPUKAT 9.953 541 54,36 11.510 1.096 95,22 -13,53 -50,64 -42,92
BELIMBING 2.863 162 56,58 4.126 192 46,53 -30,61 -15,63 21,60
DUKU/LANGSAT/KOKOSAN 10.876 600 55,17 17.465 1.364 78,10 -37,73 -56,01 -29,36
DURIAN 12.257 1.956 159,58 17.464 2.410 138,00 -29,82 -18,84 15,64
JAMBU BIJI 5.161 147 28,48 6.114 189 30,91 -15,59 -22,22 -7,86
JAMBU AIR 4.339 47 10,83 6.082 276 45,38 -28,66 -82,97 -76,13
JERUK SIAM/KEPROK 6.172 141 22,85 7.282 524 71,96 -15,24 -73,09 -68,25
JERUK BESAR 676 33 48,82 1.855 104 56,06 -63,56 -68,27 -12,93
MANGGA 9.305 546 58,68 13.917 773 55,54 -33,14 -29,37 5,64
NANGKA/CEMPEDAK 11.899 1.626 136,65 12.560 896 71,34 -5,26 81,47 91,55
NENAS 23.808 52 2,18 31.644 155 4,90 -24,76 -66,45 -55,41
PEPAYA 14.719 1.011 68,69 17.827 550 30,85 -17,43 83,82 122,63
PISANG 61.044 4.500 73,72 62.542 1.615 25,82 -2,40 178,64 185,48
RAMBUTAN 24.315 759 31,22 31.608 981 31,04 -23,07 -22,63 0,58
SALAK 42.545 358 8,41 43.958 421 9,58 -3,21 -14,96 -12,14
SIRSAK 2.829 65 22,98 3.209 69 21,50 -11,84 -5,80 6,86
SUKUN 3.040 163 53,62 4.465 200 44,79 -31,91 -18,50 19,70
MELINJO 296 7 23,65 525 5 9,52 -43,62 40,00 148,31
PETAI 142 5 35,21 59 1 16,95 140,68 400,00 107,75

Tabel 7 menyajikan data tanaman yang menghasilkan dan produksi tanaman buah-
buahan yang terdiri dari 19 jenis tanaman. Produksi tanaman buah-buahan pada tahun 2008
hampir semuanya mengalami penurunan hanya ada 5 jenis tanaman yang mengalami
kenaikan produksi yaitu nangka/cempedak, papaya, pisang, melinjo dan petai. Kenaikan
produksi masing-masing 5 jenis tanaman tersebut adalah petai naik sebesar 400,00 persen,
pisang sebesar 178,64 persen, pepaya sebesar 83,82 persen, nangka/cempedak sebesar
81,47 persen dan melinjo sebesar 40,00 persen. Penurunan produksi terbesar terjadi pada

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 16
Badan Pusat Statistik

tanaman jambu air dengan persentase sebesar 82,97 persen dan yang terkecil adalah sirsak
sebesar 5,80 persen.
Tabel 8 menyajikan data luas panen dan produksi tanaman biofarmaka. Pada
tahun 2008 luas panen sebagian besar tanaman mengalami penurunan. Penurunan paling
besar adalah temulawak dimana pada tahun 2007 luas panennya seluas 1.715 m2 menjadi
hanya 229 m2. Produksi tanaman biofarmaka juga mengalami penurunan, hanya ada 4 jenis
tanaman yang mengalami kenaikan produksi yaitu lempuyang, dlingo/dringo, keji beling dan
sambiloto yang persentase kenaikannya berturut-turut adalah 961,04 persen, 470,37 persen,
234,82 persen dan 57,33 persen.

Tabel 8. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Hasil Tanaman Biofarmaka


Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008

PERKEMBANGAN
ATAP 2008 ATAP 2007
ATAP'08-ATAP '07 (%)

Nama Tanaman Luas Rata2 Luas Rata2 Luas Rata2


Produksi Produksi Produksi
Panen Hasil Panen Hasil Panen Hasil
(Kg) (Kg) (Kg)
(M2) (Kg/M2) (M2) (Kg/M2) (M2) (Kg/M2)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
JAHE 5.506 17.215 2,73 9.138 43.357 3,47 -39,75 -60,29 -21,33
LAOS/LENGKUAS 3.642 16.936 3,79 8.078 43.160 4,31 -54,91 -60,76 -12,06
KENCUR 1.232 5.508 4,28 6.130 14.583 2,22 -79,90 -62,23 92,79
KUNYIT 4.446 14.946 2,59 11.343 46.330 3,17 -60,80 -67,74 -18,30
LEMPUYANG 142 817 1,99 42 77 1,83 238,10 961,04 8,74
TEMULAWAK 229 1.455 3,95 1.715 5.275 2,83 -86,65 -72,42 39,58
TEMUIRENG 281 855 2,78 565 1.869 3,31 -50,27 -54,25 -16,01
DLINGO/DRINGO 50 154 0,86 24 27 1,13 108,33 470,37 -23,89
MENGKUDU/PACE 47 126 0,54 30 504 5,60 56,67 -75,00 -90,36
KEJI BELING 50 375 1,74 20 112 5,60 150,00 234,82 -68,93
SAMBILOTO 50 118 0,79 23 75 2,34 117,39 57,33 -66,24

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 17
Badan Pusat Statistik

E. STATISTIK PERHUBUNGAN

1. Bongkar Muat dan Arus Penumpang di Pelabuhan yang Diusahakan


Untuk menunjang pelaksanaan pembangunan, sektor perhubungan mempunyai peranan
yang sangat penting dan strategis karena ketersediaan fasilitas angkutan dan komunikasi
berperan sebagai urat nadi perekonomian suatu daerah. Untuk melihat perkembangan
kinerja sektor perhubungan yang juga sekaligus dapat digunakan sebagai bahan dalam
perencanaan untuk sektor-sektor pembangunan di bidang transportasi dibutuhkan informasi,
berupa data statistik perhubungan yang dapat pula digunakan sebagai bahan evaluasi
terhadap hasil-hasil yang telah dicapai.

Tabel 9. Bongkar Muat Barang Angkutan Luar Negeri dan Antar Pulau Di Pelabuhan Yang
Diusahakan Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2008

Bongkar Muat
Rincian/Tahun
2007 2008 2007 2008
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Luar Negeri 6.063 749 34.150 463
2. Antar Pulau 574.533 395.978 127.398 52.249

Jumlah 580.596 396.727 161.548 52.712


Sumber : Data olahan SIMOPPEL(Pelabuhan Laut yang Diusahakan)

Bongkar muat barang di pelabuhan yang diusahakan di Provinsi Papua Barat dari tahun
2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 31,67 persen. Pada tahun 2008 total
bobot barang yang dibongkar sebesar 396.727 ton dan pada tahun 2007 mencapai 580.596
ton. Sedangkan bobot barang yang dimuat pada tahun 2007 sebesar 161.548 ton dan tahun
2008 turun secara drastis menjadi 52.712 ton atau turun sebesar 67,37 persen (Tabel 9).
Periode tahun 2005 hingga tahun 2008, kunjungan kapal serta debarkasi dan embarkasi
disajikan pada tabel 7. Untuk tahun 2005 dan 2006, kunjungan kapal menurun tetapi
penumpang yang naik maupun yang turun justru mengalami peningkatan.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 18
Badan Pusat Statistik

Pada tahun 2008 arus penumpang debarkasi maupun embarkasi melalui pelabuhan laut
yang diusahakan di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan bila dibandingkan tahun
2007. Arus penumpang datang (debarkasi) mengalami penurunan dari 309.232 orang pada
tahun 2007 menjadi 271.145 orang pada tahun 2008 atau turun sebesar 12,32 persen.
Sedangkan arus penumpang berangkat (embarksi) juga mengalami penurunan dari 277.695
orang pada tahun 2007 menjadi 257.854 orang pada tahun 2008 atau turun sebesar 7,14
persen (Tabel 10).

Tabel 10. Banyaknya Penumpang Debarkasi Dan Embarkasi Di Pelabuhan


Yang Diusahakan Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008

Rincian/Tahun 2005 2006 2007 2008


(1) (2) (3) (4) (5)
1. Kapal (Unit) 1.057 733 839 840
2. Penumpang Naik (Orang) 227.856 317.724 277.695 257.854
3. Penumpang Turun (Orang) 255.200 315.519 309.232 271.145
Sumber : Data olahan SIMOPPEL (Pelabuhan Laut yang Diusahakan)

2. Bongkar Muat dan Arus Penumpang di Bandar Udara


Untuk sebagian besar ibukota kabupaten, sarana perhubungan udara di Provinsi Papua
Barat belum memadai. karena tidak semua Ibu Kota Kabupaten telah mempunyai lapangan
udara yang dapat di darati oleh pesawat berbadan lebar. Hanya 2 (dua) lapangan udara yang
dapat di darati oleh Pesawat Tipe F. 28 dan Boeing 737 yaitu bandar udara Rendani
Kabupaten Manokwari dan bandar udara Dominique Edward Osok (DEO) di Kota Sorong.
Periode tahun 2005 hingga tahun 2008, lalu lintas pesawat serta penumpang turun, naik
dan transit disajikan pada tabel 8. Lalu lintas pesawat (datang dan berangkat) dari tahun
2005 hingga tahun 2007 secara konsisiten mengalami pengingkatan, sedangkan pada tahun
2008 justru mengalami penurunan. Kecuali untuk penumpang transit yang menurun tahun

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 19
Badan Pusat Statistik

2008 dibandingkan tahun 2007, penumpang naik dan penumpang turun secara konsisten
meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2008.

Tabel 11. Lalu lintas Pesawat, Penumpang Debarkasi, Embarkasi dan Transit
Di Pelabuhan Udara Provinsi Papua Barat Tahun 2008

Rincian/Tahun 2005 2006 2007 2008


(1) (2) (3) (4) (5)
Pesawat Datang (Unit) 2.890 6.204 8.124 7.319
Berangkat Unit) 2.976 6.580 8.192 7.565
Penumpang Naik (Orang) 66.005 142.965 150.938 179.357
Turun (Orang) 75.915 154.538 192.684 206.356
Transit (Orang) 41.462 101.045 91.224 77.245
Sumber : Data olahan Model III/1 (Laporan Bandara Udara)

Tahun 2008 terlihat ada penurunan jumlah pesawat yang datang maupun berangkat
dibanding tahun 2007. Pesawat yang datang mengalami penurunan dari 8.124 unit pada
tahun 2007 menjadi 7.319 unit pada tahun 2008 atau turun sebesar 9,91 persen. Demikian
juga dengan pesawat berangkat yang mengalami penurunan sebesar 7,65 persen atau dari
8.192 unit pada tahun 2007 menjadi 7.565 unit pada tahun 2008. Sedangkan untuk
penumpang yang turun (datang) dan penumpang naik (berangkat) mengalami peningkatan
masing-masing sebesar 18,82 persen, dan 7,09 persen kecuali penumpang transit yang turun
sebesar 15,32 persen (Tabel 11).
Data pada Tabel 12 menyajikan bongkar muat bagasi, barang dan pos paket di
pelabuhan udara Provinsi Papua Barat untuk periode tahun 2005 hingga tahun 2008.
Mencermati data pada tabel 9, hanya data tonase bagasi yang dimuat dan barang yang
dibongkar yang konsisten mengalami peningkatan, sedangkan data lainnya berfluktuasi.
Tonase barang yang dibongkar tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 17,56 persen
dibandingkan tahun 2007, akan tetapi barang yang dimuat mengalami penurunan sebesar
15,86 persen. Tonase bagasi yang dibongkar maupun bagasi yang dimuat mengalami

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 20
Badan Pusat Statistik

kenaikan masing-masing sebesar 22,09 persen dan 4,69 persen jika tahun 2008
dibandingkan dengan tahun 2007. Untuk pos paket yang dibongkar tahun 2008 mengalami
peningkatan sebesar 5,43 persen sedangkan yang dimuat mengalami penurunan sangat
signifikan sebesar 98,19 persen dibandingkan dengan tahun 2007 (Tabel 12).

Tabel 12. Bongkar Muat Bagasi, Barang, dan Pos Paket


Di Pelabuhan Udara Provinsi Papua Barat Tahun 2008

Rincian/Tahun 2005 2006 2007 2008


(1) (2) (3) (4) (5)
Bagasi Bongkar (Kg) 948.128 1.840.992 1.595.907 1.948.518
Muat (Kg) 773.469 1.429.919 1.455.407 1.523.708
Barang Bongkar (Kg) 413.434 504.987,40 942.096 1.107.521
Muat (Kg) 288.768 538.495 1.322.645 1.112.861
Pos Paket Bongkar (Kg) 1.929 6.691,74 2.890 3.047
Muat (Kg) 11.130 44.199,70 51.619 930
Sumber : Data olahan Model III/1 (Laporan Bandara Udara)

F. TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DAN RATA-RATA LAMA TAMU


MENGINAP
Kinerja industri perhotelan dapat diikuti perkembangannya melaui berbagai indikator,
antara lain tingkat penghunian kamar hotel/akomodasi, rata-rata tempat tidur, rata-rata lama
tamu asing dan domestik menginap dan indikator perhotelan lainnya. Salah satu indikatornya
adalah TPK (Tingkat Penghunian Kamar) dan RLTM (Rata-rata Lama Tamu Menginap). TPK
diperoleh dari perbandingan antara banyaknya malam kamar yang dihuni dengan banyaknya
malam kamar yang tersedia dikalikan 100 persen, sedangkan RLTM merupakan masukan
hasil antara banyaknya malam tempat tidur yang dipakai dengan banyaknya tamu yang
menginap. Rata-rata lamanya tamu menginap ini dapat dibedakan antara tamu asing dan
tamu dalam negeri.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 21
Badan Pusat Statistik

Tabel 13. Tingkat Penghunian Kamar Hotel dan Rata-rata Lama Tamu Menginap
Hotel Berbintang dan Akomodasi Lainnya Di Papua Barat Tahun 2008

Hotel Berbintang Akomodasi Lainnya


Rata-rata Lama Tamu Rata-rata Lama Tamu
Bulan Menginap Menginap
TPK TPK
Dalam Gabu- Dalam Gabu-
(%) Asing (%) Asing
Negeri ngan Negeri ngan
(hari) (hari)
(hari) (hari) (hari) (hari)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Januari 55,65 5,75 3,15 3,24 28,89 3,25 2,80 2,84
Februari 51,79 10,52 2,43 2,76 33,59 3,36 3,06 3,21
Maret 42,44 5,63 2,55 2,65 30,01 1,08 3,27 3,25
April 38,35 3,31 2,29 2,33 34,95 3,00 2,69 2,70
Mei 33,93 3,29 2,29 2,34 26,85 4,60 2,71 2,79
Juni 36,98 4,98 2,29 2,39 24,35 4,75 2,68 2,68
Juli 45,83 6,23 2,61 2,93 22,24 1,56 2,52 2,50
Agustus 36,16 4,71 2,08 2,18 19,15 3,96 2,41 2,44
September 27,81 5,09 2,22 2,39 22,56 1,64 6,90 3,07
Oktober 43,84 6,36 2,86 3,03 17,41 1,93 2,90 2,89
November 34,96 5,11 1,89 2,05 25,19 2,14 2,91 2,91
Desember 35,94 5,20 1,88 2,03 30,29 1,64 3,35 3,34

TPK hotel berbintang tahun 2008 secara umum mengalami penurunan tiap bulan
dibandingkan dengan bulan sebelumnya kecuali bulan Juni, Juli, Oktober, dan Desember
yang justru mengalami kenaikan. TPK hotel berbintang yang tertinggi adalah pada bulan
Januari mencapai 55,65 persen dan terendah pada bulan September dengan TPK sebesar
27,61 persen. Sementara untuk TPK akomodasi lainnya, selama tahun 2008 mengalami
penurunan tiap bulan dibandingkan dengan bulan sebelumnya, kecuali bulan Februari, April,

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 22
Badan Pusat Statistik

September, November dan Desember yang justru mengalami peningkatan. TPK akomodasi
lainnya pada tahun 2008, yang tertinggi adalah pada bulan Februari yakni sebesar 33,59
persen dan terendah pada bulan Oktober yakni 17,41 persen.
Secara umum, rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu dalam negeri mengalami
flukstuasi baik hotel berbintang maupun akomodasi lainnya. RLTM tamu asing tahun 2008
yang tertinggi adalah pada bulan Februari yaitu 10,52 hari untuk hotel berbintang dan bulan
Juni yaitu 4,75 hari untuk akomodasi lainnya. Sementara RLTM untuk tamu dalam negeri
selama tahun 2008, yang tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 3,15 hari untuk hotel
berbintang dan pada bulan September sebesar 6,90 hari untuk akomodasi lainnya (Tabel 13).

G. KEMISKINAN

Tujuan pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu indikator


keberhasilan pembangunan adalah berkurangnya penduduk miskin. Penurunan jumlah
penduduk miskin dapat dimaknai peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan kenaikan harga-harga, garis kemiskinan dari tahun 2007 ke tahun 2008
naik. Tabel 14 menunjukkan garis kemiskinan selama periode tahun 2007 dan 2008 naik
31,55 persen. Meskipun begitu, kenaikan garis kemiskinan tidak diikuti oleh keniakan
persentase penduduk miskin. Dapat dikatakan bahwa kenaikan garis kemiskinandapat
diimbangi oleh kenaikan daya beli masyarakat di Provinsi Papua Barat.
Beberapa kabupaten/kota yang berhasil menurunkan insiden kemiskinan adalah
Kabupaten Fak-fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong.
Kabupaten lainnya belum berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Kenaikan insiden
kemiskinan tertinggi di Kabupaten Manokwari. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten
Manokwari naik 8,21 persen selama periode tahun 2007 dan 2008.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 23
Badan Pusat Statistik

Tabel 14. Jumlah Penduduk Miskin , Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008

Jumlah Persentase Garis


Penduduk Miskin / Penduduk Miskin / Kemiskinan /
Kabupaten/Kota The Number of The Percentage of Poverty Line
Poor People Poor People (Rp.)
2007 2008 2007 2008 2007 2008
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kab. Fak-Fak 24,71 24,47 39,57 37,55 270 365 245 342
Kab. Kaimana 13,73 10,61 35,22 23,25 211 324 216 657
Kab. Teluk Wondama 11,46 11,98 53,34 47,36 186 128 227 686
Kab. Teluk Bintuni 25,92 30,06 51,37 50,39 247 951 274 014
Kab. Manokwari 76,35 82,62 47,34 43,57 278 175 289 442
Kab. Sorong Selatan 16,00 16,37 28,05 26,66 165 792 204 720
Kab. Sorong 31,01 32,55 33,84 33,95 160 706 213 899
Kab. Raja Ampat 11,44 10,45 30,07 23,76 217 042 220 837
Kota Sorong 56,19 18,19 35,71 14,93 392 698 387 984
PROV. PAPUA BARAT 266,80 237,30 39,31 33,49 205 998 270 990

Persentase penduduk miskin belum cukup untuk dijadikan sebagai indikator


kemiskinan, ada dua indikator lainnya yaitu indeks kedalaman kemiskinan dan indeks
keparahan kemiskinan. Persentase Penduduk miskin memang dapat memberikan gambaran
proporsi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tetapi angka ini tidak dapat
memberikan gambaran mengenai tingkat kemiskinan yang dialami penduduk miskin
mengingat angka ini tidak akan berubah ketika seorang yang awalnya miskin menjadi
semakin miskin.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya dilakukan dengan cara


mengurangi jumlah penduduk miskin tetapi juga mengurangi jarak kemiskinan dengan garis
kemiskinan serta mengurangi tingkat keparahahn kemiskinan. Oleh karena itu indikator

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 24
Badan Pusat Statistik

lainnya yang digunakan untuk analisis kemiskinan yaitu indeks kedalaman kemiskinan
(Poverty Gap Index) dan indeks keparahan kemiskinan (Poverty Severity Index). Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan rata-rata jarak antara taraf hidup penduduk miskin
dengan garis kemiskinan dan dinyatakan sebagai rasio dari kemiskinan. Namun demikian,
indeks ini tidak sensitif terhadap perubahan distribusi pendapatan dari penduduk miskin
sehingga memerlukan indikator lain untuk mengukur tingkat keparahan kemiskinan (P2).

Penurunan pada P1 menunjukkan bahwa jarak antara tingkat pendapatan penduduk


miskin semakin mendekati garis kemiskinan. Hal ini juga berarti bahwa tingkat pendapatan
penduduk miskin semakin meningkat. Berdasarkan Tabel 15, indeks kedalaman kemiskinan
di Provinsi Barat dari tahun 2007 ke tahun 2008 turun dari 12,97 ke 10,83. Hal ini berarti
tingkat pendapatan penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan.

Tabel 15. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan


Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2008

Indeks Kedalaman Indeks Keparahan


Kemiskinan / Kemiskinan /
Kabupaten/Kota Poverty Gap Poverty Severity
Index (P1) Index (P2)
2007 2008 2007 2008
(1) (2) (3) (4) (5)
Kab. Fakfak 8,79 9,21 3,12 2,98

Kab. Kaimana 7,31 5,58 2,12 1,65

Kab. Teluk Wondama 13,02 13,02 4,30 4,42

Kab. Teluk Bintuni 14,59 16,29 5,58 7,32

Kab. Manokwari 12,75 14,21 4,53 5,94

Kab. Sorong Selatan 7,48 9,31 2,91 3,71

Kab. Sorong 6,83 10,36 1,89 3,65

Kab. Raja Ampat 6,84 6,64 1,89 2,31

Kota Sorong 9,41 7,93 3,55 4,94

PROV. PAPUA BARAT 12,97 10,83 5,66 4,55

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 25
Badan Pusat Sta
atistik

Indeks Kedalaman Kemiskinan Kabuppaten Sorong mengaalami kenaikan terbeesar jika


dibanndingkan dengan Kaabupaten/Kota lainnyya di Papua Barat yyaitu sebesar 3,53 persen.
Sedaangkan Kabupaten yang
y mengalami pennurunan indeks kedalaman kemiskinan adalah
Kabuupaten Kaimana, Kabbupaten Raja Ampat, dan Kota Sorong (lihhat Gambar 6).
Indeks Keparahann Kemiskinan di Provvinsi Papua Barat darri tahun 2007 ke tahuun 2008
juga turun. Penurunan keedua indikator kemiskkinan ini menunjukkaan bahwa tingkat kedalaman
dan keparahan
k dari insideen kemiskinan di Proovinsi Papua Barat seemakin berkurang.

7.93 2008 2007


Kota Sorong

Kab. Raja Amp
pat 6.64

Kab. Sorong 10.36

Kab. Sorong Selatan 9.31

Kab. Manokwari 14.21

Kab. Teluk Bintu
uni 16.29

ma
Kab. Teluk Wondam 13.02
5.58
Kab. Kaimana

Kab. Fak‐FFak 9.21

0 5 10 15 0
20

Gambaar 6. Indeks Kedalamaan Kemiskinan Tahunn 2007-2008

Ind
dikator Makro Ekonom
mi dan Sosial Provins
si Papua Barat Tahun
n 2009 26
Badan Pusat Statistik

H. KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2007 – FEBRUARI 2009

1. Angkatan Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan indikator ketenagakerjaan yang
menunjukkan rasio jumlah penduduk yang tercakup sebagai angkatan kerja dengan jumlah
penduduk usia kerja. TPAK berguna untuk mengindikasikan besarnya penduduk usia 15
tahun ke atas yang aktif secara ekonomi disuatu wilayah, dan menjadi indikator besaran
relatif dari pasokan tenaga kerja (labour supply) untuk sektor ekonomi yang memproduksi
barang-barang dan jasa.

Jumlah angkatan kerja di Provinsi Papua Barat pada Februari 2009 mencapai 360.660
orang, bertambah 16.455 orang dibanding jumlah angkatan kerja Februari 2008 yang
mencapai 344.205 orang atau bertambah 55.419 orang dibanding Februari 2007 yang
jumlahnya 305.241 orang.

2. Tingkat Pengangguran Terbuka


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan rasio antara jumlah penduduk yang
tidak bekerja dan masih mencari pekerjaan dengan jumlah penduduk yang tercakup sebagai
angkatan kerja. Perkembangan indikator ketenagakerjaan tersebut disajikan pada Tabel 11.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 27
Badan Pusat Statistik

Tabel 16. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama


Februari 2007 - Februari 2009
Februari Februari Februari
Uraian
2007 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Penduduk 15+ 440.220 493.090 509.151
2 Angkatan Kerja 305.241 344.205 360.660
- Bekerja 274.168 312.205 332.796
- Penganggur 31.073 32.000 27.864
3 Bukan Angkatan Kerja 134.979 148.885 148.491
4 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 69,34 69,81 70,84
5 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 10,18 9,30 7,73

Jumlah penganggur pada Februari 2009 mengalami penurunan sebesar 4.136 orang
dibandingkan dengan Februari 2008 yaitu dari 32.000 orang menjadi 27.864 orang dan juga
mengalami penurunan sebesar 3.209 orang jika dibandingkan dengan Februari 2007 yang
jumlahnya 31.073 orang.
TPT di Provinsi Papua Barat pada Februari 2009 mencapai 7,73 persen, mengalami
penurunan sebesar 1,57 poin jika dibandingkan dengan Februari 2008 mencapai 9,30
persen, begitu juga bila dibandingkan dengan Februari 2007 yang mengalami penurunan
sebesar 2,45 poin, yakni dari 10,18 persen (Tabel 16).

TPT menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada Februari 2009 sebagian
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Februari 2008 tetapi sebagian lagi justru
mengalami peningkatan. TPK yang paling besar justru umumnya adalah untuk tingkat
pendidikan DI/II/III yaitu sebesar 12,55 poin. Sedangkan yang paling tinggi peningkatannya
adalah pada tingkat SMA Kejuruan yaitu sebesar 4,03 poin. Menarik untuk di cermati adalah
terjadinya peningkatan TPT untuk yang berpendidikan sarjana dari 16,62 persen pada
Februari 2008 menjadi 17,14 persen pada Februari 2009 (Tabel 17).

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 28
Badan Pusat Statistik

Tabel 17. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Februari 2007 - Februari 2009
(dalam persen)

Februari Februari Februari


Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
2007 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5)
1 <= SD 3,59 5,50 2,10
2 SMP 9,05 10,04 9,29
3 SMA Umum 23,38 14,77 16,07
4 SMA Kejuruan 14,08 7,94 11,97
5 DI/II/III 9,84 20,57 8,02
6 Universitas 14,58 16,62 17,14

7 Total 10,18 9,30 7,73

3. Penduduk yang Bekerja

Konsep bekerja yang diadopsi dari International Labour Organization (ILO)


menggunakan pendekatan kriteria satu jam bekerja (the one-hour criterion), yaitu kegiatan
ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam secara tidak terputus
selama seminggu yang lalu.

Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Papua Barat pada Februari 2009 mencapai
332.796 orang, bertambah 20.591 orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Februari
2008 yang mencapai 312.205 orang, atau bertambah 58.628 orang jika dibandingkan
dengan keadaan Februari 2007 yang jumlahnya 274.168 orang.

Situasi ketenagakerjaan pada bulan Februari 2009 dibandingkan Februari 2008


ditandai dengan meningkatnya jumlah pekerja di hampir seluruh sektor, kecuali sektor
pertambangan; sektor industri; sektor listrik, gas dan air; sektor perdagangan; dan sektor

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 29
Badan Pusat Statistik

transportasi yang justru mengalami penurunan. Sektor yang mengalami peningkatan jumlah
pekerja tertinggi dibandingkan dengan keadaan Februari 2008 adalah sektor pertanian,
konstruksi dan jasa kemasyarakatan (Tabel 18).

Tabel 18. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut


Lapangan Pekerjaan Utama
Februari 2007 - Februari 2009 (orang)

Februari Februari Februari


Lapangan Pekerjaan Utama
2007 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5)

1 Pertanian 157.352 151.096 162.412


2 Pertambangan 3.282 7.362 6.647
3 Industri 18.748 14.934 13.181
4 Listrik, Gas, dan Air 1.322 1.965 234
5 Konstruksi 8.678 16.561 20.070
6 Perdagangan 21.902 37.805 36.520
7 Transportasi 20.994 20.210 18.993
8 Keuangan 4.193 2.316 4.248
9 Jasa-jasa 37.697 59.956 70.491
TOTAL 274.168 312.205 332.796

Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut status pekerjaan utama pada
Februari 2009 mengalami peningkatan sebesar 20.591 orang jika dibandingkan dengan
keadaan pada Februari 2008. Status pekerjaan utama yang mengalami peningkatan paling
banyak adalah buruh/karyawan yaitu sebanyak 12.553 orang, begitu juga jika dibandingkan
dengan keadaan Februari 2007, mengalami peningkatan sebanyak 26.611 orang.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 30
Badan Pusat Statistik

Tabel 19. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut


Status Pekerjaan Utama
Februari 2007 - Februari 2009 (orang)
Februari
Status Pekerjaan Utama 2007 2008 2009
(1) (2) (3) (4)
1 Berusaha Sendiri 50.716 82.995 78.320
2 Berusaha dibantu buruh tidak tetap 94.240 58.199 68.715
3 Berusaha dibantu buruh tetap 4.166 4.897 5.025
4 Buruh / Karyawan 84.185 98.243 110.796
5 Pekerja Bebas di Pertanian 978 1.239 2.097
6 Pekerja Bebas di Non Pertanian 1.560 6.331 4.149
7 Pekerja Tak Dibayar 38.323 60.301 63.694
TOTAL 274.168 312.205 332.796

Gambar 7. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Penganggur,


Februari 2007 – Februari 2009
(ribu orang)
400
350
300
(Ribuan)

250
200
150
100
50
0
Februari 2007 Februari 2008 Februari 2009

Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 31
Badan Pusat Statistik

I. KINERJA PEREKONOMIAN SEMESTER I 2009

Indikator utama yang digunakan untuk mengukur perkembangan ekonomi adalah


Produk Demestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dihitung menggunakan dua pendekatan
yaitu PDRB pendekatan produksi dan PDRB pendekatan penggunaan. PDRB pendekatan
produksi menggambarkan nilai tambah barang dan jasa dari seluruh kegiatan ekonomi yang
berada di wilayah Papua Barat. PDRB pendekatan produksi selanjutnya disebut PDRB
Sektoral/PDRB menurut lapangan usaha karena nilai tambah tersebut dipilah-pilah menjadi
sembilan sektor ekonomi utama. Sementara PDRB pendekatan penggunaan
menggambarkan bagaimana barang dan jasa dari seluruh kegiatan ekonomi dikonsumsi oleh
masyarakat. PDRB pendekatan penggunaan selanjutnya disebut PDRB menurut
penggunaan.
a. Pertumbuhan Triwulan I Tahun 2009
Pada triwulan I 2009 PDRB Papua Barat atas dasar harga berlaku mencapai Rp
3.484,04 miliar. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,35 persen dibandingkan
PDRB pada triwulan IV 2008. Sementara PDRB atas dasar harga konstan 2000 tumbuh
minus 2,11 persen dengan nilai mencapai Rp 1.639,44 miliar. Pada PDRB lapangan usaha,
pertumbuhan negatif terbesar dihasilkan oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan yang tumbuh minus 16,91 persen.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 32
Badan Pusat Statistik

Tabel 20. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat
menurut Lapangan Usaha pada Triwulan I, IV Tahun 2008 dan Triwulan I Tahun 2009

Sumber
Nilai Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pertumbuhan
Sektor Pertumbuhan
(Miliar Rupiah) (Persen)
Ekonomi/Lapangan (Persen)
Usaha Triwulan I Triwulan IV Triwulan I
q-to-q y-on-y y-on-y
2008 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Pertanian 441,52 466,02 453,66 -2,65 2,75 0,80
2. Pertambangan dan
270,07 283,47 271,74 -4,14 0,62 0,11
Penggalian
3. Industri Pengolahan 212,35 229,45 242,46 5,67 14,18 1,97
4. Listrik, Gas dan Air
7,04 7,53 7,76 3,05 10,35 0,05
Bersih
5. Bangunan 130,71 160,92 151,39 -5,92 15,82 1,36
6. Perdagangan, Hotel
161,57 173,65 174,74 0,63 8,15 0,86
dan Restoran
7. Pengangkutan dan
112,39 124,46 129,98 4,43 15,65 1,15
Komunikasi
8. Keuangan-Persewaan
31,30 40,70 33,82 -16,91 8,03 0,16
dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa 159,01 188,50 173,88 -7,76 9.36 0,97

PDRB 1.525,96 1.674,71 1.639,44 -2,11 7,44 7,44


PDRB TANPA MIGAS 1.182,91 1.306,76 1.280,65 -2,00 8,26 -

Jika dirinci, pertumbuhan per sektor PDRB lapangan usaha diurutkan mulai yang
terbesar adalah: sektor industri pengolahan tumbuh 5,67 persen, sektor pengangkutan dan
komunikasi tumbuh 4,43 persen, sektor listrik-gas-air bersih tumbuh 3,05 persen, sektor
perdagangan-hotel-restoran tumbuh 0,63 persen, sektor pertanian tumbuh minus 2,65
persen, sektor pertambangan-penggalian tumbuh minus 4,14 persen, sektor bangunan
tumbuh minus 5,92 persen, sektor jasa-jasa tumbuh minus 7,76 persen dan sektor keuangan-
persewaan-jasa perusahaan tumbuh minus 16,91 persen.
Pertumbuhan secara year on year (y on y) menggambarkan pertumbuhan tanpa
dipengaruhi faktor musim. Pertumbuhan PDRB(y on y) mencapai 7,44 persen. Sumber
pertumbuhan pada PDRB lapangan usaha berasal dari sektor industri pengolahan 1,97

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 33
Badan Pusat Statistik

persen, sektor bangunan 1,36 persen dan sektor pengangkutan-komunikasi sebesar 1,15
persen.
Struktur perekonomian Papua Barat dilihat melalui distribusi nilai tambah per sektor.
Struktur ini memperlihatkan sektor-sektor utama yang berpengaruh besar dalam
perekonomian Papua Barat. Pada triwulan I 2009, industri pengolahan memiliki peranan
terbesar dengan 25,01 persen dengan nilai mencapai Rp 871,30 miliar. Kemudian disusul
oleh sektor pertanian sebesar 24,20 persen dengan nilai mencapai Rp 843,23 miiar, sektor
pertambangan-penggalian sebesar 13,67 persen dengan nilai mencapai Rp 476,15 miliar,
dan sektor perdagangan-hotel-restoran sebesar 10,01 persen dengan nilai mencapai Rp
348,87 miliar. Keempat sektor tersebut mempunyai andil secara total sebesar 72,89 persen.
Kelima sektor lainnya mempunyai andil kurang dari 10 persen.
Tabel 21. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha
pada Triwulan I dan IV Tahun 2008 serta Triwulan I Tahun 2009

Nilai Atas Dasar Harga Berlaku Struktur Ekonomi


Sektor
(Miliar Rupiah) (Persen)
Ekonomi/Lapangan
Triwulan I Triwulan IV Triwulan I Triwulan I Triwulan IV Triwulan I
Usaha
2008 2008 2009 2008 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 7)

1. Pertanian 711,04 838,07 843,23 25,46 24,14 24,20


2. Pertambangan dan
430,91 495,77 476,15 15,43 14,28 13,67
Penggalian
3. Industri Pengolahan 612,94 820,32 871,30 21,94 23,63 25,01
4. Listrik, Gas dan Air
15,67 17,29 17,90 0,56 0,50 0,51
Bersih
5. Bangunan 240,02 346,89 327,20 8,60 9,99 9,39
6. Perdagangan, Hotel
300,88 345,66 348,87 10,78 9,96 10,01
dan Restoran
7. Pengangkutan dan
202,00 235,44 252,57 7,23 6,78 7,25
Komunikasi
8. Keuangan-Persewaan
60,17 84,50 79,79 2,15 2,43 2,29
dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa 218,98 288,01 267,03 7,84 8,30 7,66

PDRB 2.792,35 3.471,96 3.484,04 100,00 100,00 100,00


PDRB TANPA MIGAS 1.976,14 2.409,68 2.410,13 70,77 69,40 69,18

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 34
Badan Pusat Statistik

Sementara pertumbuhan negatif terbesar pada PDRB penggunaan berada pada


komponen ekspor sebesar minus 30,05 persen. Jika pertumbuhan PDRB penggunaan dirinci
per komponennya mulai dari yang terbesar adalah: komponen pengeluaran lembaga swasta
nirlaba tumbuh 10,27 persen, komponen perubahan stok 0,18 persen, komponen
pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh minus 1,13 persen, komponen pengeluaran
konsumsi pemerintah minus 2,73 persen, komponen pembentukan modal tetap bruto tumbuh
minus 4,18 persen, komponen ekspor tumbuh minus 30,05 persen. Komponen impor sebagai
faktor pengurang tumbuh minus 25,70 persen.
Sumber pertumbuhan PDRB penggunaan berasal dari konsumsi rumah tangga sebesar
5,94 persen dan pembentukan modal tetap bruto sebesar 1,26 persen.

Tabel 22. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat
menurut Penggunaan pada Triwulan I, IV Tahun 2008 dan Triwulan I Tahun 2009

Sumber
Nilai Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pertumbuhan
Pertumbuhan
(Miliar Rupiah) (Persen)
Jenis Pengeluaran (Persen)
Triwulan I Triwulan IV Triwulan I
q-to-q y-on-y y-on-y
2008 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 7)
1. Pengeluaran Konsumsi
899,39 1.001,47 990,10 -1,13 10,09 5,94
Rumah Tangga
2. Pengeluaran Konsumsi
8,91 9,42 10,39 10,27 16,54 0,10
Lembaga Nirlaba
3. Pengeluaran Konsumsi
273,41 289,76 281,85 -2,73 3,09 0,55
Pemerintah
4. Pembentukan Modal
429,94 468,76 449,16 -4,18 4,47 1,26
Tetap Bruto
5. Perubahan Stok 53,78 55,20 55,31 0,18 2,84 0,10

6. Ekspor 640,78 827,09 578,00354 -30,05 -9,71 -4,08

7. Impor (-) 780,25 976,98 725,91 -25,70 -6,96 -3,56

PDRB 1.525,96 1.674,71 1.639,44 -2,11 7,44 7,44

Struktur ekonomi berdasarkan PDRB penggunaan dapat dilihat pada tabel 23. Peranan
terbesar masih dipegang komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu sebesar

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 35
Badan Pusat Statistik

72,62 persen dengan nilai mencapai Rp 2.530,02 miiar. Kemudian disusul oleh komponen
ekspor sebesar 38,34 persen dengan nilai mencapai Rp 1.335,77 miliar, komponen
pembentukan modal tetap bruto sebesar 31,16 persen dengan nilai mencapai Rp 1.085,76
miliar dan komponen pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 19,11 persen dengan nilai
mencapai Rp 665,67 miliar. Sedangkan nilai komponen impor mencapai Rp 2.256,02 miliar
dan mempunyai peranan sebesar 64,75 persen.

Tabel 23. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Penggunaan
pada Triwulan I dan IV Tahun 2008 sertaTriwulan I Tahun 2009

Nilai Atas Dasar Harga Berlaku Struktur Ekonomi


(Miliar Rupiah) (Persen)
Jenis Pengeluaran
Triwulan I Triwulan IV Triwulan I Triwulan I Triwulan IV Triwulan I
2008 2008 2009 2008 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 7)
1. Pengeluaran Konsumsi
1.793,72 2.509,43 2.530,02 64,24 72,28 72,62
Rumah Tangga
2. Pengeluaran Konsumsi
18,77 22,10 24,51 0,67 0,64 0,70
Lembaga Nirlaba
3. Pengeluaran Konsumsi
563,93 671,35 665,67 20,20 19,34 19,11
Pemerintah
4. Pembentukan Modal
921,00 1.107,03 1.085,76 32,98 31,88 31,16
Tetap Bruto
5. Perubahan Stok 87,92 97,97 98,31 3,15 2,82 2,82

6. Ekspor 1.330,29 1.860,46 1.335,77 47,64 53,59 38,34

7. Impor (-) 1.923,27 2.796,39 2.256,02 68,88 80,54 64,75

PDRB 2.792,35 3.471,96 3.484,04 100,00 100,00 100,00

b. Pertumbuhan Triwulan II Tahun 2009


Pada triwulan II tahun 2009 PDRB Papua Barat atas dasar harga berlaku mencapai Rp
3.605,43miliar. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 3,48 persen dibandingkan
PDRB pada triwulan I tahun 2009. Sementara PDRB atas dasar harga konstan 2000 tumbuh
2,42 persen dengan nilai mencapai Rp 1.679,13 miliar. Pada PDRB lapangan usaha,
pertumbuhan terbesar dihasilkan oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
yang tumbuh 9,61 persen.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 36
Badan Pusat Statistik

Tabel 24. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat
menurut Lapangan Usaha pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009
Sumber
NIlai Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pertumbuhan
Sektor Pertumbuhan
(Miliar Rupiah) (Persen)
Ekonomi/Lapangan (Persen)
Usaha Triwulan II Triwulan I Triwulan II
Q to Q Y on Y C to C Y on Y
2008 2009 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. Pertanian 445,85 453,66 468,34 3,24 5,04 3,90 1,45


2. Pertambangan dan
270,27 271,74 272,63 0,33 0,87 0,75 0,15
Penggalian
3. Industri Pengolahan 210,61 242,46 242,88 0,17 15,32 14,75 2,08
4. Listrik, Gas dan Air
7,20 7,76 7,97 2,61 10,58 10,47 0,05
Bersih
5. Bangunan 135,04 151,39 156,82 3,59 16,13 15,98 1,40
6. Perdagangan, Hotel dan
165,82 174,74 177,87 1,79 7,26 7,70 0,77
Restoran
7. Pengangkutan dan
116,13 129,98 134,92 3,81 16,18 15,92 1,21
Komunikasi
8. Keuangan-Persewaan
38,50 33,82 37,07 9,61 -3,72 1,55 -0,09
dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa 164,72 173,88 180,63 3,88 9,66 9,51 1,02

PDRB 1.554,16 1.639,44 1.679,13 2,42 8,04 7,74 8,04


PDRB TANPA MIGAS 1.182,91 1.280,64 1.319,73 3,05 8,94 8,60 -

Jika dirinci pertumbuhan per sektor PDRB lapangan usaha dan diurutkan mulai yang
terbesar adalah: sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 9,61 persen;
sektor jasa-jasa tumbuh 3,88 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 3,81
persen; sektor bangunan tumbuh 3,59 persen; sektor pertanian tumbuh 3,24 persen; sektor
listrik, gas dan air bersih tumbuh 2,61 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran
tumbuh 1,79 persen; sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 0,33 persen; dan sektor
industri pengolahan tumbuh 0,17 persen.
Pertumbuhan secara year on year (y on y) menggambarkan pertumbuhan tanpa
dipengaruhi faktor musim. Pertumbuhan PDRB Sektoral secara year on year (y on y) pada
triwulan II tahun 2009 sebesar 8,04 persen. Pertumbuhan tertinggi secara y on y berada di

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 37
Badan Pusat Statistik

sektor pengangkutan dan komunikasi (16,18 persen). Sementara pertumbuhan terendah


terjadi di sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (minus 3,72 persen).
Struktur perekonomian Papua Barat dilihat melalui distribusi nilai tambah per sektor.
Struktur ini memperlihatkan sektor-sektor utama yang berpengaruh besar dalam
perekonomian Papua Barat.

Tabel 25. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha
pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009

Nilai Atas Dasar Harga Berlaku


Sektor Struktur Ekonomi (Persen)
(Miliar Rupiah)
Ekonomi/Lapangan
Triwulan II Triwulan I Triwulan II Triwulan II Triwulan I Triwulan II
Usaha
2008 2009 2009 2008 2009 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 7)

1. Pertanian 749,08 843,23 893,79 25,13 24,20 24,79


2. Pertambangan dan
452,36 476,15 479,32 15,18 13,67 13,29
Penggalian
3. Industri Pengolahan 659,87 871,30 871,53 22,14 25,01 24,17
4. Listrik, Gas dan Air
16,34 17,90 18,47 0,55 0,51 0,51
Bersih
5. Bangunan 263,36 327,20 327,20 8,84 9,39 9,68
6. Perdagangan, Hotel
315,10 348,87 366,62 10,57 10,01 10,17
dan Restoran
7. Pengangkutan dan
208,96 252,57 258,78 7,01 7,25 7,18
Komunikasi
8. Keuangan-Persewaan
77,35 79,79 86,25 2,60 2,29 2,39
dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa 238,31 267,03 281,57 8,00 7,66 7,81

PDRB 2.980,64 3.484,04 3.605,43 100,00 100,00 100,000


PDRB TANPA MIGAS 2.097,21 2.410,13 2.524,78 70,36 69,18 70,03

Pada triwulan II 2009, sektor pertanian memiliki peranan terbesar dengan 24,79 persen
dengan nilai mencapai Rp 893,79 miliar. Kemudian disusul oleh sektor industri pengolahan
sebesar 24,17 persen dengan nilai mencapai Rp 871,53 miliar; sektor pertambangan dan
penggalian sebesar 13,29 persen dengan nilai mencapai Rp 479,32 miliar, dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 10,17 persen dengan nilai mencapai Rp 366,62

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 38
Badan Pusat Statistik

miliar. Keempat sektor tersebut mempunyai andil secara total sebesar 72,43 persen. Kelima
sektor lainnya mempunyai andil kurang dari 10 persen.
Sementara pertumbuhan terbesar pada PDRB penggunaan berada pada komponen
konsumsi lembaga swasta nirlaba (11,17 persen). Jika pertumbuhan PDRB penggunaan
dirinci per komponennya mulai dari yang terbesar adalah: komponen pengeluaran lembaga
swasta nirlaba tumbuh 11,17 persen; komponen pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh
6,85 persen; komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh 5,69 persen;
komponen pembentukan modal tetap bruto tumbuh 2,92 persen. Sementara komponen
perubahan stok tumbuh minus 1,38 persen dan ekspor tumbuh minus 8,46 persen.
Komponen impor sebagai faktor pengurang tumbuh 0,07 persen.

Tabel 26. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat
menurut Penggunaan pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009

Sumber
NIlai Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pertumbuhan
Pertumbuhan
(Miliar Rupiah) (Persen)
Jenis Pengeluaran (Persen)
Triwulan II Triwulan I Triwulan II
Q to Q Y on Y C to C Y on Y
2008 2009 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. Pengeluaran Konsumsi
917,17 990,10 1.046,48 5,69 14,10 12,11 8,32
Rumah Tangga
2. Pengeluaran Konsumsi
9,01 10,39 11,55 11,17 28,12 22,37 0,16
Lembaga Nirlaba
3. Pengeluaran Konsumsi
283,33 281,85 301,15 6,85 6,29 4,72 1,15
Pemerintah
4. Pembentukan Modal
437,55 449,16 462,27 2,92 5,65 5,07 1,59
Tetap Bruto
5. Perubahan Stok 54,69 55,31 54,54 -1,38 -0,27 1,27 -0,01

6. Ekspor 781,64 578,54 529,59 -13,49 -32,25 -22,10 -16,22

7. Impor (-) 929,22 725,91 726,45 0,07 -21,82 -15,04 -13,05

PDRB 1.554,16 1.639,44 1.679,13 2,42 8,04 7,74 8,04

Secara y on y, pertumbuhan tertinggi tercipta oleh komponen konsumsi lembaga nirlaba


yang tumbuh 28,12 persen. Pertumbuhan terendah terjadi di komponen ekspor yang tumbuh

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 39
Badan Pusat Statistik

minus 32,25 persen. Sumber pertumbuhan PDRB penggunaan berasal dari konsumsi rumah
tangga sebesar 8,32 persen dan pembentukan modal tetap bruto sebesar 1,59 persen.
Struktur ekonomi berdasarkan PDRB penggunaan pada triwulan II tahun 2009 dapat
dilihat pada Tabel 27. Peranan terbesar masih dipegang komponen pengeluaran konsumsi
rumah tangga yaitu sebesar 74,47 persen dengan nilai mencapai Rp 2.684,80 miiar.
Kemudian disusul oleh komponen ekspor sebesar 34,36 persen dengan nilai mencapai Rp
1.238,68 miliar, komponen pembentukan modal tetap bruto sebesar 31,03 persen dengan
nilai mencapai Rp 1.118,85 miliar dan komponen pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar
19,78 persen dengan nilai mencapai Rp 713,16 miliar. Sedangkan nilai komponen impor
mencapai Rp 2.275,34 miliar dan mempunyai peranan sebesar 63,11 persen.

Tabel 27. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Penggunaan
pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009

Nilai Atas Dasar Harga Berlaku Struktur Ekonomi


(Miliar Rupiah) (Persen)
Jenis Pengeluaran
Triwulan II Triwulan I Triwulan II Triwulan II Triwulan I Triwulan II
2008 2009 2009 2008 2009 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 7)
1. Pengeluaran Konsumsi
2.116,05 2.530,02 2.684,80 70,99 72,62 74,47
Rumah Tangga
2. Pengeluaran Konsumsi
20,64 24,51 28,06 0,69 0,70 0,78
Lembaga Nirlaba
3. Pengeluaran Konsumsi
626,72 665,67 713,16 21,03 19,11 19,78
Pemerintah
4. Pembentukan Modal
1.015,64 1.085,76 1.118,85 34,07 31,16 31,03
Tetap Bruto
5. Perubahan Stok 93,71 98,31 97,22 3,14 2,82 2,70

6. Ekspor 1.701,64 1.335,77 1.238,68 57,09 38,34 34,36

7. Impor (-) 2.593,75 2.256,02 2.275,34 87,02 64,75 63,11

PDRB 2.980,64 3.484,04 3.605,43 100,00 100,00 100,00

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 40
Badan Pusat Statistik

c. Pertumbuhan Semester I Tahun 2009

Pada semester I tahun 2009 terjadi pertumbuhan sebesar 7,74 persen. Pada PDRB
menurut lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor bangunan (15,98 persen).
Sementara pertumbuhan terendah terjadi di sektor pertambangan dan penggalian (0,75
persen).

Tabel 28. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat
menurut Lapangan Usaha pada Semester I Tahun 2008 – 2009

NIlai Atas Dasar Harga


Sumber
Sektor Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Pertumbuhan
Pertumbuhan
Ekonomi/Lapangan Usaha Semester I Semester I (Persen)
(Persen)
2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pertanian 887,37 922,00 3,90 1,12


2. Pertambangan dan
540,34 544,37 0,75 0,13
Penggalian
3. Industri Pengolahan 422,97 485,34 14,75 2,03
4. Listrik, Gas dan Air
14,24 15,73 10,47 0,05
Bersih
5. Bangunan 265,76 308,22 15,98 1,38
6. Perdagangan, Hotel dan
327,40 352,61 7,70 0,82
Restoran
7. Pengangkutan dan
228,52 264,90 15,92 1,18
Komunikasi
8. Keuangan-Persewaan
69,80 70,88 1,55 0,04
dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa 323,73 354,52 9,51 1,00

PDRB 3.080,12 3.318,57 7,74 7,74

PDRB TANPA MIGAS 2.394,35 2.600,37 8,60 -

Sumber pertumbuhan terbesar berasal dari sektor industri pengolahan (2,03 persen).
Disusul kemudian oleh sektor bangunan (1,38 persen). Sementara sektor pertanian
memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 1,12 persen.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 41
Badan Pusat Statistik

Industri pengolahan memberikan sumbangan sebesar 24,58 persen terhadap struktur


perekonomian Papua Barat. Sektor pertanian sumbangan sebesar 24,50 persen. Sementara
sumbangan terkecil diberikan oleh sektor listrik, gas dan air bersih (0,2 persen).

Tabel 29. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha
pada Semester I Tahun 2008 – 2009

Nilai Atas Dasar Harga


Struktur Ekonomi
Sektor Berlaku
(Persen)
Ekonomi/Lapangan (Miliar Rupiah)
Usaha Semester I Semester I Semester I Semester I
2008 2009 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5
1. Pertanian 1.460,12 1.737,02 25,29 24,50
2. Pertambangan dan
883,27 955,46 15,30 13,48
Penggalian
3. Industri Pengolahan 1.272,57 1.742,83 22,04 24,58
4. Listrik, Gas dan Air
32,01 36,37 0,55 0,52
Bersih
5. Bangunan 503,38 676,30 8,72 9,54
6. Perdagangan, Hotel
615,98 715,49 10,67 10,09
dan Restoran
7. Pengangkutan dan
410,86 511,35 7,12 7,21
Komunikasi
8. Keuangan-Persewaan
137,52 166,04 2,38 2,34
dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa 457,29 548,61 7,92 7,74
PDRB 5.772,99 7.089,47 100,00 100,00
PDRB TANPA MIGAS 4.073,35 4.934,91 70,56 69,61

Sementara jika dilihat pertumbuhan pada PDRB menurut penggunaan, pertumbuhan


tertinggi tetap tercipta oleh komponen konsumsi lembaga nirlaba yang tumbuh 22,37 persen.
Dan yang terendah terjadi pada komponen ekspor yang tumbuh minus 22,10 persen.
Sumber pertumbuhan terbesar masih dipegang oleh komponen pengeluaran konsumsi
rumahtangga masih mendominasi (8,20 persen), disusul oleh komponen pembentukan modal
tetap bruto (1,70 persen). Sementara ekspor dan impor memberikan pertumbuhan negatif
masing-masing minus 11,60 persen dan minus 11,77 persen.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 42
Badan Pusat Statistik

Komponen pengeluaran konsumsi rumahtangga tetap memegang peranan terbesar


dalam struktur ekonomi berdasarkan PDRB menurut penggunaan. Komponen ini
menyumbang 73,56 persen terhadap pembetukan PDRB. Komponen terbesar kedua
dipegang oleh komponen ekspor (36,31 persen), kemudian pembentukan modal tetap bruto
(31,10 persen) dan komponen pengeluaran pemerintah (19,45 persen). Sementara impor
sebagai factor pengurang memberikan kontribusi sebesar 63,92 persen.

Tabel 30. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat
menurut Semester I Tahun 2008 – 2009

Nilai Atas Dasar Harga Sumber


Pertumbuhan
Konstan 2000 Pertumbuhan
(Persen)
Jenis Pengeluaran (Miliar Rupiah) (Persen)
Semester I Semester I Semester I Semester I
2008 2009 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pengeluaran Konsumsi
1.816,56 2.036,58 12,11 8,20
Rumah Tangga
2. Pengeluaran Konsumsi
17,92 21,93 22,34 0,15
Lembaga Nirlaba
3. Pengeluaran Konsumsi
556,73 583,01 4,72 0,97
Pemerintah
4. Pembentukan Modal
867,49 911,43 5,07 1,70
Tetap Bruto
5. Perubahan Stok 108,47 109,85 1,27 0,04

6. Ekspor 1.422,41 1.108,12 -22,10 -11,60

7. Impor (-) 1.709,47 1.452,36 -15,04 -11,77

PDRB 3.080,12 3.318,57 7,74 7,74

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 43
Badan Pusat Statistik

Tabel 31. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Penggunaan
pada Semester I Tahun 2008 – 2009

Nilai Atas Dasar Harga


Struktur Ekonomi
Berlaku
(Persen)
Jenis Pengeluaran (Miliar Rupiah)
Semester I Semester I Semester I Semester I
2008 2009 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pengeluaran Konsumsi
3.909,78 5.214,82 67,73 73,56
Rumah Tangga
2. Pengeluaran Konsumsi
39,41 52,58 0,68 0,74
Lembaga Nirlaba
3. Pengeluaran Konsumsi
1.190,65 1.378,83 20,62 19,45
Pemerintah
4. Pembentukan Modal
1.936,63 2.204,62 33,55 31,10
Tetap Bruto
5. Perubahan Stok 181,63 195,54 3,15 2,76

6. Ekspor 3.031,92 2.574,45 52,52 36,31

7. Impor (-) 4.517,02 4.531,37 78,24 63,92

PDRB 5.772,99 7.089,47 100,00 100,00

J. DISPARITAS PEMBANGUNAN EKONOMI


Papua Barat sebagai sebuah provinsi termuda dibandingkan dengan 32 provinsi lainnya
di Indonesia sedang dalam kondisi membangun secara pesat, terutama untuk mengejar
ketertinggalan dari provinsi-provinsi lainnya. Pertumbuhan yang pesat itu ditunjukkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alam, laju pembangunan berjalan dengan
pesat. Disamping itu, setelah mekar menjadi delapan kabupaten dan satu kota,
pembangunan diharapkan akan kian dipacu dan dampak pembangunan akan dirasakan oleh
masyarakat secara merata antar wilayah. Proses akumulasi dan mobilitas sumber-sumber
daya berupa modal, ketrampilan tenaga kerja, sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah
menjadi pemicu laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Paradigma pembangunan
ekonomi semestinya tidak hanya bertujuan kepada pertumbuhan semata, tetapi harus diiringi
oleh pemberdayan masyarakat dan pada akhirnya menghasilkan pemerataan.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 44
Badan Pusat Statistik

Beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur implikasi hasil pembangunan
antara lain: distribusi pendapatan yang diukur dengan gini ratio, perbandingan relatif dan
absolut antar wilayah dan indeks disparitas. Kesenjangan disparitas pembangunan ekonomi
regional diukur dengan Indeks Williamson. Indeks ini mampu mendeteksi secara periodik
ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu wilayah. Indeks Williamson
merupakan koefisien variasi dari rata-rata nilai sebaran. Dasar penghitungannya adalah
dengan menggunakan PDRB per kapita dengan jumlah penduduk suatu daerah. Interval
indeks ini berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ Iw ≤ 1), artinya jika indeks mendekati
nilai nol maka kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayahnya kecil, sedangkan bila
nilai indeks mendekati nilai satu maka ketimpangan pembangunan di wilayah tersebut
semakin besar.

Tabel 32. Indeks Williamson dan Perubahannya Tahun 2006-2008


Rincian 2006 2007 2008
(1) (2) (3) (4)
Indeks Williamson 0.61 0.63 0.74
Perubahan (%) - 2,95 16,85

Berdasarkan data pada Tabel 32 diperoleh informasi bahwa Indeks Williamson di Papua
Barat relatif tinggi yakni berada diatas 0,60. Dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 nilai
indeksnya selalu mengalami kenaikan, dengan penjelasan: Iw sebesar 0,61 di tahun 2006,
kemudian naik menjadi 0,63 di tahun 2007, dan di tahun 2008 semakin meningkat menjadi
0,74. Artinya bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi yang sudah tinggi di tahun 2006
menjadi semakin parah di tahun 2007 dan 2008. Kemudian ditinjau dari persentase
perubahan antar waktu, terjadi kenaikan angka indeks yang relatif tinggi dari tahun 2007-
2008 yaitu sebesar 16,85 persen dibandingkan dengan kenaikan di tahun 2006-2007 yang
masih sebesar 2,95 persen.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 45
Badan Pusat Statistik

K. ANALISIS KUADRAN UNTUK PERBANDINGAN ABSOLUT ANTAR DAERAH


Indikator kinerja pembangunan ekonomi salah satunya dapat digambarkan melalui
besaran PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi dari masing-masing kabupaten/kota
yang digambarkan dalam bentuk diagram kuadran.

Gambar 8. Diagram Alur Posisi Absolut Antar Kabupaten/Kota

PDRB per kapita Rendah PDRB per kapita Tinggi


Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Pertumbuhan Ekonomi Tinggi

KUADRAN II KUADRAN I

PDRB per Kapita

KUADRAN III KUADRAN IV

PDRB per kapita Tinggi


Pertumbuhan Ekonomi Rendah
PDRB per kapita Rendah
Pertumbuhan Ekonomi Rendah

Pertumbuhan Ekonomi

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 46
Badan Pusat Statistik

Pembentukan kuadran merupakan perpotongan antara sumbu absis (PDRB per kapita) dan
sumbu ordinat (pertumbuhan ekonomi) dari nilai median atau angka agregat provinsi. Dari
perpotongan dua sumbu koordinat tersebut diperoleh empat buah area yang menjadi
kuadran-kuadran. Dimana:
Kuadran I : PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi
Kuadran II : PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi
Kuadran III : PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi rendah
Kuadran IV : PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah
Untuk melihat posisi absolut masing-masing kabupaten/kota secara simultan dalam
analisis kuadran digunakan dua patokan sebagai benchmark yakni median PDRB per kapita
dan pertumbuhan ekonomi serta besaran agregat provinsi untuk PDRB per kapita dan
pertumbuhan ekonomi.

Gambar 9. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per Kapita


dan Median Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2006

20
Tlk Wondama

15

Tlk Bintuni

10 Sorong Sltn Kota Sorong
Raja ampat
Kaimana
PDRB Per Kapita Manokwari
Papua Barat Fakfak
5 Sorong

0
Pertumbuhan 
0 3 6 ekonomi 9 12 15

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 47
Badan Pusat Statistik

Pada tahun 2006 sesuai ditunjukkan oleh sebaran kabupaten/kota pada Gambar 9,
dengan menggunakan titik potong nilai median, sebaran kabupaten/kota yang berada pada
kuadran I yang berarti mempunyai kondisi PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi
tinggi adalah Kabupaten Teluk Bintuni dan Kota Sorong. Sementara di kuadran II dengan
karakteristik PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi adalah Kabupaten
Teluk Wondama, Raja Ampat dan Sorong Selatan. Kuadran III dengan karakteristik PDRB
per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi rendah adalah Kabupaten Sorong dan
Manokwari. Sementara Provinsi Papua Barat, Kabupaten Fakfak dan Kaimana berada di
kuadran IV dengan ciri PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah (gambar 9).

Gambar 10. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat Provinsi,


PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2006

20
Tlk Wondama

16

Tlk Bintuni
12

Sorong Selatan Kota Sorong
Raja AmpatManokwari Kaimana
8
PDRB Per Kapita
Fakfak
Sorong
4

0 Pertumbuhan ekonomi
0 5 10 15

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 48
Badan Pusat Statistik

Sedangkan bila benchmark yang digunakan adalah PDRB per kapita dan pertumbuhan
ekonomi provinsi, seperti disajikan dalam Gambar 10, maka sebaran posisi kabupaten/kota
yang mempunyai PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi pada kuadran I
adalah Kabupaten Kaimana tergabung bersama Kabupaten Teluk Bintuni dan Kota Sorong.
Kabupaten Teluk Wondama, Raja Ampat, Sorong Selatan dan Manokwari bersama-sama
berada pada kuadran II yang dicirikan oleh PDRB perkapita rendah dan pertumbuhan
ekonomi tinggi. Di kuadran III dengan kondisi PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan
ekonomi rendah, hanya Kabupaten Sorong saja. Sementara kuadran IV yang mempunyai ciri
pertumbuhan ekonomi rendah dan PDRB per kapita tinggi hanya ditempati oleh Kabupaten
Fakfak.

Gambar 11. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per Kapita dan
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2007

25

Tlk Wondama
20

15 Tlk Bintuni

10 Manokwari
Papua Barat Kaimana

PDRB Per Kapita Sorong  Sorong


Sltn
Fakfak
5 Raja Ampat Kota Sorong

0
Pertumbuhan ekonomi
0 5 10 15

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 49
Badan Pusat Statistik

Pada tahun 2007 sebaran kabupaten/kota sedikit mengalami perbedaan


dibandingkan dengan tahun 2006 (perbandingan antara Gambar 9 dan 11). Pada kuadran I,
Provinsi Papua Barat yang sebelumnya berada di kuadran IV masuk ke kuadran I menjadi
satu kuadran dengan Kabupaten Teluk Bintuni yang tetap bertahan di kuadran itu. Ini
memberikan makna bahwa secara agregat pertumbuhan Papua Barat sangat dipengaruhi
oleh pertumbuhan ekonomi Kabupaten Manokwari yang sangat pesat. Sedangkan di kuadran
II Kabupaten Teluk Wondama dan Sorong Selatan masih tidak berpindah posisi, sementara
Kabupaten Manokwari bergeser ke kuadran II setelah sebelumnya tahun 2006 berada pada
kuadran III. Kuadran III ditempati oleh Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong, ini
bermakna bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Raja Ampat. Kota
Sorong yang semula berada di kuadran I bergeser ke kuadran IV bersama dengan
Kabupaten Fakfak dan Kaimana, yang bermakna di Kota Sorong pun mengalami
perlambatan pertumbuhan ekonomi (Gambar 11).

Gambar 12. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat Provinsi,


PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2007

25

Tlk Wondama
20

15 Tlk Bintuni

10 Sorong Sltn Manokwari
Kaimana

PDRB Per Kapita Sorong

Raja Ampat Kota Sorong Fakfak


5

0 Pertumbuhan ekonomi
0 2 4 6 8 10 12 14 16

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 50
Badan Pusat Statistik

Dengan menggunakan benchmark angka PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi
Provinsi Papua Barat diperoleh informasi bahwa kuadran I hanya ditempati oleh Kabupaten
Teluk Bintuni artinya pertumbuhan ekonomi Kota Sorong dan Kabupaten Kaimana
mengalami perlambatan. Sementara di kuadran II posisi Kabupaten Teluk Wondama dan
Manokwari masih bertahan di kuadran ini kecuali Kabupaten Raja Ampat yang mengalami
perlambatan pertumbuhan ekonomi. Seperti halnya menggunakan titik potong dengan nilai
median, Kabupaten Sorong, Sorong Selatan dan Raja Ampat berada di kuadran III.
Kabupaten Fakfak, Kaimana dan Kota Sorong mempunyai karakteristik PDRB per kapita
tinggi tetapi pertumbuhan ekonomi rendah, yang juga memberikan informasi bahwa
pertumbuhan ekonomi Kota Sorong mengalami perlambatan tahun 2007 dibandingkan
dengan tahun 2006 (Gambar 12).

Gambar 13. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per Kapita dan
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2008

18

Tlk Wondama
15

Tlk Bintuni
12

Manokwari
9 Papua Barat
Sorong Kota Sorong
PDRB Per Kapita
6 Fakfak
Raja Ampat
Kaimana
Sorong Sltn
3

0 Pertumbuhan ekonomi
0 5 10 15 20

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 51
Badan Pusat Statistik

Sebaran keadaan ekonomi tahun 2008 tidak jauh berbeda dengan tahun 2007
(perbandingan Gambar 13 dengan Gambar 11) namun ada sedikit pergeseran posisi pada
kuadran. Kuadran I ditempati oleh Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat,
sedangkan Kota Sorong kembali menempati kuadran ini setelah pada tahun 2007 turun ke
kuadran IV, artinya terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi Kota Sorong tahun 2008.
Kabupaten Teluk Wondama dan Manokwari masih berada di kuadran II. Sementara
Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan tetap mengikuti
kuadran III, artinya tidak ada perubahan yang berarti atas pertumbuhan ekonomi dari ketiga
kabupaten ini. Kabupaten Fakfak dan Kaimana tidak pernah beranjak dari posisinya di
kuadran IV sejak tahun 2006 (Gambar 13, Gambar 11, dan Gambar 9).
Gambar 14. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat Provinsi,
PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2008
18

16 Tlk Wondama

14
Tlk Bintuni
12
Manokwari
10

8 PDRB Per Kapita Sorong Kota Sorong

6 Fakfak
Raja Ampat Kaimana
4
Sorong Selatan
2

0
Pertumbuhan ekonomi
0 5 10 15 20

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 52
Badan Pusat Statistik

Posisi absolut kabupaten/kota berdasarkan sebarannya di tiap kuadran untuk periode


tahun 2006-2008 (perbandingan Gambar 10, Gambar 12 dan Gambar 14) menunjukkan
bahwa ada beberapa kabupaten yang tidak mengalami pergeseran dari kuadrannya sejak
tahun 2006. Diantara kabupaten tersebut adalah Kabupaten Teluk Bintuni selalu berada pada
kuadran I yang mempunyai ciri PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi baik
dengan menggunakan benchmark median maupun nilai absolut provinsi. Hal ini menunjukkan
bahwa Kabupaten Teluk Bintuni tetap konsisten dalam perkembangan pembangunan
ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan. Sementara Kabupaten Teluk Wondama posisi
absolutnya terhadap kabupaten/kota lainnya selalu berada posisi di kuadran II dengan
karakteristik PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi baik dengan
menggunakan benchmark median maupun nilai agregat provinsi. Hal ini menggambarkan
bahwa kabupaten ini telah mencapai pertumbuhan yang tinggi tetapi capaian PDRB per
kapitanya masih rendah akibat basis nominal PDRB yang kecil. Sedangkan pada kudran IV
yang mempunyai ciri pertumbuhan ekonomi rendah dan PDRB per kapita tinggi selalu
ditempati oleh Kabupaten Fakfak walaupun menggunakan dua benchmark yang berbeda.
Posisi yang menunjukkan kondisi terburuk yaitu di kuadran III dengan karakteristik
pertumbuhan ekonomi rendah dan PDRB per kapita rendah selalu ditempati oleh Kabupaten
Sorong meskipun menggunakan benchmark yang berbeda. Untuk mampu mengeluarkan
Kabupaten Sorong dari kuadran III, pembangunan ekonomi di kabupaten ini harus dipacu
lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya.

L. DISTRIBUSI PENDAPATAN
Distribusi pendapatan yang didekati dengan besaran ketimpangan yaitu suatu konsep
yang dapat mengukur sebaran (distribusi) pendapatan/tingkat konsumsi pengeluaran
masyarakat suatu daerah. Ketimpangan terjadi apabila satu kelompok persentase
masyarakat tertentu mempunyai tingkat pendapatan/tingkat konsumsi pengeluaran yang lebih
tinggi daripada kelompok lain dengan persentase yang sama. Sebaliknya, apabila semua

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 53
Badan Pusat Statistik

orang dalam suatu daerah mempunyai pendapatan yang kurang lebih sama maka kondisi
tersebut disebut pemerataan sempurna.
Ketimpangan pendapatan dapat diukur dengan: (1) Gini Ratio dan (2) Tingkat
kemerataan menurut Bank Dunia. Gini ratio merupakan suatu ukuran kemerataan yang
dihitung dengan membandingkan kumulatif pendapatan dengan kumulatif penduduk menurut
kelompok pengeluaran tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi ketimpangan rendah
(Gini Ratio kurang dari 0,30), ketimpangan sedang (Gini Ratio antara 0,30 sampai dengan
0,50) dan ketimpangan tinggi (Gini Ratio lebih dari 0,50). Tingkat kemerataan menurut Bank
Dunia mengukur distribusi pendapatan/pengeluaran pada tiga kelompok masyarakat yaitu (40
persen kelompok pertama yang mempunyai pendapatan rendah; 40 persen berikutnya yang
merupakan kelompok menengah dan 20 persen terakhir yang merupakan kelompok
pendapatan tertinggi.

1. Gini Ratio
Berdasarkan angka Gini Ratio kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat selama periode
2006, 2007, dan 2008 pada kolom (4), kolom (6) dan kolom (8) dari Tabel 33. Pada awal
pembentukan provinsi ini pada tahun 2006, tingkat ketimpangan pengeluaran di Provinsi
Papua Barat cenderung tergolong sedang. Kondisi ketimpangan rendah berlaku di seluruh
kabupaten/kota kecuali di Kabupaten Teluk Wondama yang tergolong ketimpangan sedang
dengan Gini Ratio sama dengan Gini Ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0,3.
Perkembangan Gini Ratio selama periode 2006 – 2008 di tingkat provinsi menunjukkan
tingkat ketimpangan yang sedikit lebih buruk, yang ditandai oleh kenaikan Gini Ratio.
Meskipun belum termasuk dalam kategori ketimpangan tinggi, perkembangan nilai Gini Ratio
Provinsi Papua Barat menunjukkan tren naik dari 0,30 pada tahun 2006 menjadi 0,33 pada
tahun 2007 dan meningkat lagi menjadi 0,36 pada tahun 2008. Pola perkembangan
ketimpangan seperti ini juga terjadi di Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Teluk Bintuni.
Kota Sorong menjadi satu-satunya dari sembilan kabupaten/kota yang berhasil
melaksanakan pembangunan sekaligus memperbaiki distribusi pendapatan masyarakatnya,

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 54
Badan Pusat Statistik

y
yang pada tahun 20006 memiliki gini ratioo 0,28 turun menjadii 0,23 tahun 2007 daan menjadi
0 tahun 2008.
0,17

Tabel 33. Gini Raatio Kabupaten/Kota di Provinsi Papuaa Barat Tahun 2006 – 2008

Dengan membaandingkan Gini Ratioo pada tahun 2006 ddan 2008, sedikitnyaa lima dari
d
delapan kabupaten menunjukkan
m pergeseeran ketimpangan daari ketimpangan rendah menjadi
k
ketimpangan sedang. Kelima kabupaten itu adalah Kabupaten Fakfak, Kabupatenn Kaimana,
K
Kabupaten Manokwaari dan Kabupaten Sorong
S Selatan. Kabbupaten Fakfak misaalnya, nilai
G Ratio pada tahunn 2006 sebesar 0,23 berubah menjadi 0,331 pada tahun 2008.
Gini

2 Kemerataan Menurut
2. M Bank Dun
nia

Selaras dengann Gini Ratio, tingkatt kemerataan menuurut Bank Dunia meenunjukkan
tiingkat kemerataan yaang tidak terlalu buruuk. Ketimpangan yanng ada disebabkan oleh
o tingkat
k
konsumsi dari kelom
mpok yang tidak berruntung yang menikmati tingkat konsum
msi dengan

Indikator Makro Eko


onomi dan Sosial Pro
ovinsi Papua Barat Ta
ahun 2009 55
Badan Pusat Sta
atistik

sharee 28,29 persen pada tahun 2007 dan 29,661 persen pada tahuun 2008. Idealnya, keelompok
ini menikmati
m share konssumsi pada level 400 persen. Hal ini mennjadi tugas bagi pem
merintah
Provinsi Papua Barat unntuk terus meningkaatkan tingkat pendapatan dari penduduk pada
mpok yang kurang beeruntung ini.
kelom
Tabel 34 menunjukkan distribusi pengeluuaran dari ketiga penngelompokkan pengeeluaran
menuurut Bank Dunia. Tampak bahwa hasil-haasil pembangunan m
masih banyak dinikmati oleh
kelom
mpok menengah dann kelompok teratas. Hal ini ditunjukkan oleh distribusi pengeeluaran
dari kelompok
k pengeluaraan 40 persen menengah dan 20 persen teeratas yang menikmaati lebih
dari 40 persen dan 20 persen.
p Fenomena ini
i terjadi di semua kabupaten/kota di Provinsi
P
Papuua Barat. Di Kabupaaten Manokwari misaalnya, 40 persen kelompok masyarakat dengan
d
penddapatan terendah haanya menikmati 22,007 persen dan 27,336 persen dari keseluruhan
penddapatan pada tahun 2007 dan 2008 sem
mentara kelompok 200 persen teratas meenikmati
30,322 persen dan 29,38 persen.
p

Tabel 34. Tingkat Kemerataan Pendapatan Masyarakaat Kabupaten/Kotaa 
Menurut Kriteria Bank Dunia di Provvinsi Papua Barat TTahun 2007 – 2008

Ind
dikator Makro Ekonom
mi dan Sosial Provins
si Papua Barat Tahun
n 2009 56

Anda mungkin juga menyukai