Anda di halaman 1dari 38

PROYEKSI TESIS

MOTIVASI WANITA USIA SUBUR DENGAN


KEIKUTSERTAAN PAP SMEAR

Oleh :
Anita Rahmawati

BAB 1
PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan penyakit yang menyerang wanita, dan merupakan


pembunuh wanita nomer satu (Sumarno, 2009). Umumnya kanker serviks 70% datang pada
stadium lanjut (Nugroho dan Setiawan, 2010). Skrining kanker leher rahim dengan tes pap
smear secara luas terbukti mampu menurunkan angka kejadian kanker leher rahim hingga
90% dan menurunkan angka kematian hingga 70-80%. Keberhasilan ini diraih berkat
kemampuan pemeriksaan skrining pap smear yang mengenali adanya lesi prakanker pada
leher rahim (Suryahusadha, 2007). Masih tingginya angka penderita kanker leher rahim di
Indonesia disebabkan oleh rendahnya kesadaran wanita untuk memeriksakan kesehatan
dirinya, masih banyak yang malu dan enggan untuk melakukan tes pap smear dengan
mengajukan alasan-alasan berikut yaitu takut menerima hasil tes, malu memeriksakan diri
karena dokter yang memeriksa kebanyakan adalah dokter pria dan faktor ekonomi (Setiati,
2009).
Prevalensi kanker serviks tahun 2010 diseluruh dunia terdapat 493.243 wanita
terdiagnosa kanker, 273.505 meninggal, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena
kanker serviks. Prevalensi kanker serviks tahun 2010 di Indonesia ada 40 orang wanita
terdiagnosa kanker dan 20 orang wanita meninggal karena kanker serviks (Depkes RI, 2010).
Distribusi penyakit kanker serviks di rumah sakit sentinel (rawat jalan) sejawa timur
berdasarkan waktu yaitu tahun 2007 sebanyak 771 pasien, tahun 2008 sebanyak 821 pasien,
tahun 2009 sebanyak 671 pasien, tahun 2010 sebanyak 868 pasien, tahun 2011 sebanyak
1028 pasien. Distribusi penyakit kanker serviks di rumah sakit sentinel (rawat inap) sejawa
timur berdasarkan waktu tahun 2007 sebanyak 737 kasus dan 0 mati, tahun 2008 sebanyak

912 kasus dan 7 mati, tahun 2009 sebanyak 592 kasus dan 10 mati, tahun 2010 sebanyak 890
kasus dan 11 mati, tahun 2011 sebanyak 818 kasus dan 29 mati (Dinkes Jatim, 2011).
Kanker serviks tidak memperlihatkan tanda-tanda awal yang jelas, tapi bisa
disembuhkan bila ditemukan secara dini dengan melakukan skrining yang artinya melakukan
pemeriksaan tanpa menunggu keluhan. Jika kanker dapat ditemukan pada tahap awal ini
maka akan dapat disembuhkan secara sempurna (Romauli dan Vindari, 2011).
Faktor yang mempengaruhi wanita untuk melakukan pap smear adalah pengetahuan,
tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi, kebutuhan, lingkungan, kematangan usia,
dan pekerjaan, faktor tersebut, merupakan pembentuk perilaku manusia. Perilaku manusia
terbentuk karena adanya kebutuhan, dorongan motivasi, faktor perangsang dan penguat,
pengaruh sikap dan kepercayaan (Notoatmojo, 2007). Motivasi adalah seluruh proses
gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu,
tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan akhir dari gerakan atau perbuatan (Sobur,
2011). Jika wanita termotivasi untuk melakukan pemeriksaan kanker serviks secara dini
dengan pap smear, dapat mengetahui sedini mungkin dimana baru terjadi perubahan awal
pada sel-sel epitel serviks dan belum berubah menjadi suatu keganasan (Diananda, 2008).
Sehingga kanker leher rahim stadium dini yang cepat ditangani dapat disembuhkan 100%
(Diananda, 2008).
Pengetahuan tinggi wanita usia subur akan termotivasi melakukan pemeriksaan
kanker serviks, namun dengan pengetahuan tinggi pun kadang wanita usia subur tidak mau
melakukan pemeriksaan kanker serviks karena takut apabila hasil pemeriksaan tersebut
menyebutkan kalau dirinya terdiagnosis kanker serviks (Sumarno, 2009). Dampak jika wanita
tidak termotivasi melakukan pemeriksaan kanker serviks yaitu wanita banyak berkunjung
dalam keadaan stadium lanjut sehingga kemungkinan wanita yang sembuh sangat sedikit.
Selain itu tidak sedikit wanita yang mengeluh perdarahan pervagina diluar haid, sakit dan

perdarahan setelah bersenggama, rasa sakit pada daerah panggul serta kanker serviks juga
bisa menyebabkan kematian jika terlambat ditangani (Mulyono, 2010).
Sumber informasi yang jelas akan mempengaruhi wanita usia subur dalam melakukan
pemeriksaan kanker serviks secara dini, oleh karena itu diperlukan penyuluhan tentang
kanker serviks melalui lefled dan konseling, serta menggerakkan kader kesehatan dalam
memberikan informasi dan mendorong ibu untuk melakukan pemeriksaan kanker serviks
(Diana, 2009). Sumber informasi yang jelas akan mempengaruhi wanita usia subur dalam
melakukan pemeriksaan kanker serviks secara dini. Motivasi yang kuat pada wanita usia
subur akan mendorong wanita usia subur untuk melakukan pemeriksaan kanker serviks
secara dini. Perlu untuk meningkatkan motivasi wanita usia subur untuk melakukan
pemeriksaan kanker serviks secara dini. Salah satunya sebagai perawat perlu diadakannya
penyuluhan tentang kanker serviks dan bagaiman pemeriksaan dini kanker serviks pada para
wanita usia subur, dan dapat juga diadakan program skrining kanker serviks secara gratis.
Melihat uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Motivasi Wanita Usia Subur dengan Keikutsertaan Pap Smear.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Motivasi Wanita Usia Subur dengan Keikutsertaan Pap Smear ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui motivasi wanita usia subur dengan keikutsertaan pap smear.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Mengidentifikasi motivasi wanita usia subur dalam pemeriksaan pap smear.

2.

Mengidentifikasi keikutsertaan wanita usia subur dalam pemeriksaan pap smear.

3.

Menganalisis motivasi wanita usia subur dengan keikutsertaan pap smear.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu keperawatan
terutama dengan fungsi dan peran perawat sebagai edukasi yaitu memberikan pendidikan
atau informasi kepada masyarakat tentang pencegahan penyakt kanker serviks, melalui
program skrining pap smear.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dapat memberikan dan menambah informasi kepada masyarakat tentang pap smear.
Menambah pengetahuan masyarakat tentang bagaimana cara pencegahan kanker serviks.
Menambah pengetahuan masyarakat tentang pendeteksian secara dini kanker serviks. Sebagai
masukan data dan memberikan sumbangan pemikiran perkembangan ilmu pengetahuan dan
penelitian kesehatan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Motivasi
2.1.1 Pengertian
Motivasi adalah seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan
yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan akhir dari
gerakan atau perbuatan. Motivasi berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak,
atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai
suatu kepuasan atau tujuan (Sobur, 2011).
Motivasi adalah suatu usaha yang didasari untuk menggerakkan, mengarahkan, dan
menjaga tingkah laku seseorang agar dia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu
sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Purwanto, 2010).
Abraham Sperling dalam Mangkunegara, mendefinisikan motivasi sebagai berikut,
motivasi adalah suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri
(drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri (Nasrudin, 2010).
Fillmore H. Standford dalam Mangkunegara, menjelaskan pengertian motivasi
sebagai suatu kondisi yang menggerakan manusia kearah suatu tujuan tertentu (Nasrudin,
2010).
Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang yang bertingkah laku
(Hamzah, 2011).
Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya (Hamzah,
2011).
2.1.2 Teori Motivasi
1. Teori Dorongan (Drive Theories)

Teori ini mengatakan bahwa tingkah laku seseorang di dorong kearah suatu tujuan
tertentu karena adanya suatu kebutuhan. Dorongan tersebut adalah sesuatu yang dibawa sejak
lahir atau bersifat intrinsik. Dorongan dapat dipelajari dan berasal dari pengalamanpengalaman di masa lalu, sehingga berbeda untuk setiap orang (Sobur, 2007).
2. Teori Motivasi Kompetensi (Competence Motivation)
Teori ini berasal dari Robert White, yang menyatakan bahwa setiap manusia
mempunyai keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan menaklukkan lingkungannya
(Sobur, 2007).
3. Teori Fisiologis
Teori ini juga disebut Behaviour Theories, menurut teori ini semua tindakan manusia
itu berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan organi atau kebutuhan untuk
kepentingan fisik atau disebut sebagai kebutuhan primer, seperti kebutuhan tentang makan,
minum, udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseoarang (Sobur,
2007).
4. Teori Psikoanalitik
Teori ini mirip dengan teori intrinsik, tetapi lebih ditekankan pada unsur-unsur
kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan manusia karena adanya unsur
pribadi manusia yakni Id dan Ego. Tokoh dari teori ini adalah Freud (Sobur, 2007).
2.1.3 Bentuk-Bentuk Motivasi
Berbicara tenteng bentuk motivasi, maka dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
yang sangat bervariasi yakni :
1. Motivasi Dilihat dari Dasar Pembentukannya (Sobur, 2007) :
a. Motivasi Bawaan
Motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi itu ada tanpa dipelajari. Motivasi ini
seringkali disebut motivasi yang diisyaratkan secara biogis (Physiological driver),
misalnya dorongan untuk makan, dorongan untuk bekerja dan lain-lain.
b. Motivasi yang Dipelajari
Motivasi yang timbul karena dipelajari, motivasi ini seringkali disebut
motivasi yang diisyaratkan secara sosial karena manusia hidup dalam lingkungan sosial
dengan sesama manusia yang lain (Affialiative need).
2. Motivasi menurut Woodworth dan Marquis (Lubis, 2010) :

a. Motivasi kebutuhan organis


Motivasi ini sama dengan motivasi Physiological driver, misalnya : kebutuhan
makan, minum dan lain-lain.
b. Motivasi darurat
Motivasi ini timbul karena rangsangan dari luar, misalnya: dorongan untuk
menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas dan lain-lain.
c. Motivasi objektif
Motivasi ini menyangkut kebutuan untuk melakukan eksplorasi, manipulasi
untuk menaruh minat. Motivasi ini muncul karena dorongan untuk dapat mengadapi
dunia luar secara efektif.
d. Motivasi jasmani dan rohani
Motivasi jasmaniah, misalnya : reflek, intrinsik otomatis dan nafsu.
e. Motivasi rohaniah adalah kemauan. Kemauan seseorang timbul karena empat momen,
yaitu sebagai berikut :
a) Momen timbulnya alasan
Timbulnya alasan baru sehingga seseorang itu melakukan sesuatu kegiatan
baru.
b) Momen pilihan
Suatu keadaan dimana alternatif-alternatif atau alasan-alasan yang ada
mengakibatkan persaingan, sehingga seseorang akan menimbang-nimbang dari
berbagai alternatif atau alasan itu untuk kemudian menentukan pilihan alternatif atau
alasan yang akan dijalankan.
c) Momen utusan
Persaingan antara berbagai alternatif atau alasan sudah barang tentu akan
berakhir dengan pilihannya satu alternatif atau alasan. Alternatif atau alasan yang
telah dipilih inilah yang menjadi putusan untuk dikerjakan.
d) Momen terbentuknya kemauan
Kalau seseorang sudah menetapkan suatu putusan untuk dikerjakan maka
timbul dorongan pada diri seseorang itu untuk bertindak melaksanakan keputusan
itu.
3. Motivasi berdasarkan

tingkatan-tingkatan

dari

bawah

sampai

ke

atas

hirarki

(Notoatmodjo, 2007) :
a. Motivasi primer
a) Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus dan lain-lain.
b) Kebutuhan akan keamanan, seperti terlindung, bebas dari ketakutan dan lain-lain.
a. Motivasi sekunder

a) Kebutuhan akan cinta dan kasih, rasa diterima dan dihargai dalam suatu kelompok.
b) Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri misalnya mengembangkan bakat dengan
usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial, pembentukan pribadi.
2.1.4 Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Motivasi yang berasal dari dalam pribadi seseorang yang biasa disebut motivasi
intrinsik dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang biasanya disebut motivasi
ekstrinsik (Sobur, 2007).
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak
memerlukan rangsangan dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik sebagai motivasi yang timbul dari dalam diri
individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
Contohnya : mahasiswa yang belajar, karena memang dia ingin mendapatkan pengetahuan,
nilai ataupun keterampilan agar dapat mengubah tingkah lakunya, bukan untuk tujuan yang
lain. Motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya
aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari dalam diri dan secara
mutlak.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya
perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang tujuan-tujuannya terletak
diluar pengetahuan, yakni tidak terkandung di dalam perbuatan itu sendiri. Motivasi yang
timbul akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ajakan, suruhan atau paksaan dari
orang lain sehingga dengan keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu. Misalnya,
seseorang belajar karena tahu besok akan ada UAS dengan harapan akan mendapatkan nilai
yang baik, sehingga akan di uji oleh dosen, atau temannya.
2.1.5 Klasifikasi Motivasi

Ada beberapa ahli psikologis membagi motivasi dalam beberapa tingkatan, namun
secara umum terdapat keseragaman dalam mengklasifikasi motivasi yaitu :
1. Motivasi kuat atau tinggi
Motivasi dikatakan kuat apabila di dalam diri seseorang memiliki keinginan yang
positif, mempunyai harapan yang tinggi dan memiliki keyakinan yang tinggi bahwa dirinya
akan berhasil dalam mencapai tujuan dan keinginannya.
2. Motivasi Sedang
Motivasi dikatakan sedang apabila di dalam diri seseorang memiliki keinginan yang
positif, mempunyai harapan yang tinggi namun memiliki keyakinan yang rendah untuk
berhasil dalam mencapai tujuan dan keinginan.
3. Motivasi lemah atau rendah
Motivasi dikatakan lemah atau rendah apabila di dalam diri seseorang memiliki
keinginan yang positif namun memiliki harapan dan keyakinan yang rendah bahwa dirinya
dapat mencapai tujuan dan keinginannya.
(Irwanto, 2000).
2.1.6.Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
1. Faktor fisik
Motivasi yang ada di dalam diri individu yang mendorong untuk bertindak dalam
rangka memenuhi kebutuhan fisik seperti kebutuhan jasmani, raga, materi, benda atau
berkaitan dengan alam. Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi
lingkungan dan kondisi seseorang yang meliputi :
a. Kondisi Fisik dan Lingkungan
Lingkungan akan mempengaruhi motivasi seseorang. Orang yang hidup dalam
lingkungan tempat tinggal yang kondusif (bebas dari polusi, asri, tertib dan disiplin)
maka individu yang ada di sektarnya akan memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal
b. Keadan atau kondisi seseorang
Individu yang kondisi fisiknya sakit maka akan memiliki motivasi yang kuat
untuk

mempercepat

proses

kesembuhannya.

Kondisi

fisik

mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

seseorang

akan

2. Lingkungan dan kematangan usia


Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat ia akan berulang
tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih
dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai
akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Notoatmodjo,2003).
Motivasi yang didukung oleh lingkungan berdasarkan kematangan atau usia
seseorang. Umur merupakan tingkat kedewasaan seseorang. mengatakan orang yang
mempunyai umur produktif akan mempunyai daya pikir yang lebih rasional dan memiliki
pengetahuan yang baik sehingga orang memiliki motivasi yang baik (Notoatmodjo,2003).
3. Faktor intrinsik seseorang
Motivasi yang berasal dari diri sendiri biasanya timbul dari perilaku yang dapat
memenuhi kebutuhan sehingga puas dengan apa yang sudah dilakukan. Kepribadian
seseorang akan mempengaruhi orang dalam bersikap dan berprilaku.
4. Fasilitas (sarana dan prasarana)
Motivasi yang timbul karena adanya kenyamanan dan segala yang memudahkan
dengan tersedianya sarana-sarana yang dibutuhkan untuk hal yang diinginkan.
5. Situasi dan kondisi
Motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi sehingga mendorong
memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu.
6. Program dan aktifitas
Motivasi yang timbul atas dorongan dalam diri seseorang atau pihak lain yang
didasari dengan adanya kegiatan (ptogram) rutin dengan tujuan tertentu.
7. Audio visual (media)

Motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang di dapat dari perantara
sehingga mendorong atau menggugah hati seseorang untuk melakukan sesuatu.
8. Faktor Herediter
Faktor bawaan sejak lahir atau sifat individu akan mempengaruhi keinginana
seseorang dalam melakukan tindakan sesuai dengan hati nurani.
9. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan (Rusmi, 2004).
Semakin tinggi tingkat pengetahuan maka seseorang akan terdorong dalam
melakukan sesuatu sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki (Sunaryo, 2006).
Pengetahuan dan motivasi merupakan faktor yang saling mempengaruhi. Dengan
pengetahuan tinggi wanita usia subur akan termotivasi melakukan pemeriksaan kanker seriks,
namun dengan pengetahuan tinggi pun kadang wanita usia subur tidak mau melakukan
pemerisaan kanker serviks karena takut apabila hasil pemeriksaan tersebut menyebutkan
kalau dirinya terdiagnosis kanker serviks (Sumarno, 2009).

2.2 Konsep Dasar Perilaku


2.2.1 Pengertian
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmojo, 2003).
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan
lingkungannya sebagai perwujudan hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. Definisi diatas
memberikan pengertian bahwa manusia merupakan kesatuan jiwa raga yang tidak

terpisahkan, memiliki dorongan yang bersumber dari kebutuhan dasarnya sebagai daya
penggerak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan berinteraksi dengan
lingkungan dimana terdapat sumber yang mampu memenuhi kebutuhan dasarnya
(Kusmiati, 1995).
Perilaku merupakan reflek dari berbagai gejala kejiwaan yang dipengaruhi oleh
pengalaman, keyakinan fasilitas dan faktor sosial budaya yang ada dilingkungannya
(Notoatmodjo, 2007.) Menurut Robert Kwick dalam buku Notoatmodjo (2007), perilaku
merupakan tindakan atau perbuatan suatu organisme yang diamati bahkan dapat dipelajari.
Perilaku terdiri 3 ranah atau domain yaitu domain pengetahuan (knowlegde), domain
sikap (attitude), dan domain praktek (praktice). Terbentuknya perilak baru umumnya dimulai
dari pengetahuan (domain knowlegde) terlebih dahulu, setelah ada pengetahuan baru pada
objek tertentu selanjutnya menimbulkan respon yang bersifat (attitude). Stimulus yang sudah
diketahui dan didasari dengan sepenuhnya akan menimbulkan respon yang lebih jauh lagi
yaitu berupa tindakan (action) stimulus atau objek tadi (Notoatmodjo, 2007).
2.2.2

Batasan Perilaku
Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2003) perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner
ini disebut teori S-O-R atau Stimulus OrganismeRespons. Skinner membedakan adanya
dua respon yaitu :
1.

Respondent respons atau reflexive yaitu respon yang ditimbulkan oleh


rangsangan/ stimulus tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation kerena
menimbulkan respons yang relatif tetap. Respon ini mencakup juga perilaku emosional
seperti menangis saat ada musibah dan sebagainya.

2.

Operant respons atau instrumental respons yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus/ rangsangan tertentu. Stimulus semacam

2.2.3

ini disebut reinforcing stimulation, karena memperkuat respons.


Jenis Perilaku
Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dibedakan menjadi dua:

1.

Perilaku tertutup (covert behavior)


Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.

Respons terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum
dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2.

Perilaku terbuka (over behavior)


Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang
dengan mudah dapat diamati oleh orang lain, oleh sebab itu disebut juga praktek atau
tindakan nyata (Notoatmodjo, 2003).
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Faktor penentu yang dapat mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku berhubungan
dengan perilaku kesehatan antara lain :
1. Teori Lawfrence Green (Notoatmodjo, 2007).
Green mencoba menganalisa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan.
Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu
perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku (non behavior causes). Faktor
perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku. Faktor ini
mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan

kepercayaan masyarakat terhadap hal hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi.
b. Faktor Pendukung (Enabling Factor)
Faktor faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan

bagi

masyarakat.

Faktor

ini

pada

hakikatnya

mendukung

atau

memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.


c. Faktor pendorong (Reinfurcing Faktor)
Faktor faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, para petugas kesehatan, dukungan dan tugas keluarga.
2. Teori Snehandu B.Karr (Notoatmodjo, 2007)
Karr mencoba menganalisa perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku itu
merupakan fungsi dari :
a. Niat seseorang bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatan
(behavior intentoin).
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitar (social support).
c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessebility of information).
d. Otonomi pribadi dari orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomi).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action cituation).
3. Teori World Heatlh Organization (WHO) (Notoatmodjo, 2007)
WHO menganalisa bahwa seseorang yang berperilaku tertentu adalah :
a. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengetahuan sendiri atau pengalaman orang lain.
Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh
pengalaman, tangan atau kakinya kena api.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
c. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.
d. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang lebih-lebih anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orangorang yang dianggap penting. Orang-orang yang dianggap penting ini disebut
kelompok referensi (refernce group).
e. Sumber-sumber daya (resources), mengcangkup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga,
dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok
masyarakat.
2.2.5 Proses Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya:
1. Kebutuhan
A.H. Maslow melukiskan manusia sebagai makhluk yang tidak pernah berada
dalam keadaan puas sepenuhnya. (1) Kepuasan hanya bersifat sementara, (2)
Kebutuhan rasa aman. (3) Kebutuhan cinta dan memiliki. (4) Kebutuhan rasa harga
diri. (5) Kebutuhan aktualisasi diri.
2. Dorongan motivasi
Kebutuhan dasar manusia merupakan sumber kekuatan yang mendorong menuju
ke arah tujuan tertentu secara disadari maupun tidak disadari. Dorongan penggerak ini
disebut motivasi. Motivasi bisa timbul dari dalam diri individu atau datang dari
lingkungan.
3. Faktor perangsang dan penguat
Meningkatkan motivasi berperilaku dapat dengan memberi reward. Menciptakan
situasi berkompetisi yang sehat, memperjelas tu.juan sasaran dan menginformasikan
hasil kegiatan, keberhasilan yang telah dicapai sehingga mendorong untuk lebih
berhasil lagi.
4. Pengaruh sikap dan kepercayaan
Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap yaitu suatu tingkatan afek baik
positif maupun negatif dalam berhubungan dengan obyek atau sikap adalah kesediaan

bereaksi terhadap sesuatu hal. Selain itu perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh
kepercayaan yang dimiliki seseorang. Jika kepercayaan positif, maka akan muncul
perilaku positif. Kepercayaan dan sikap sangat mendasari perilaku seseorang.
2.3 Konsep Dasar Wanita Usia Subur
Wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi
dengan baik antara umur 20-45 tahun. Pada wanita usia subur ini berlangsung lebih cepat
daripada pria. Puncak kesubuan ada pada rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita
memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30-an persentasenya menurun hingga 90%.
Memasuki usia 40 tahun kesempatan hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia 40
tahun wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil (Sarlina, 2009).
WUS adalah wanita usia subur, usia subur wanita adalah antara usia 15-44 tahun.
(Wiknjosastro, 2007). Dimana semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir logis dan bekerja (Rusmi, 2008).
Wanita usia subur adalah wanita yang sudah mengalami menstruasi dengan umur 1549 tahun (Hanafi, 2005).
WUS muda paritas rendah (Mupar) adalah Wus yang berumur dibawah 30 tahun
dengan jumlah anak 0-2 orang. WUS bukan Mupar adalah WUS yang berumur diatas 30
tahun dengan jumlah anak berapa saja atau umur istri dibawah 30 tahun dengan jumlah anak
3 atau lebih (Wanda, 2009).

2.4 Konsep Dasar Pap Smear


2.4.1 Pengertian
Pap Smear adalah pengamatan sel-sel yang dieksfoliasi dari genetalia wanita. Uji pap
telah terbukti dapat menurunkan kejadian karsinoma serviks yang ditemukan stadium
prakanker, coeplasia, intraepitel serviks (Romauli dan Vindari, 2011).

Pada dasarnya prinsip pemeriksaan Pap Smear adalah menganbil epitel permukaan
serviks yang mengelupas/eksfoliasi dimana epitel permukaan serviks selalu mengalami
regenerasi dan digantikan lapisan epitel dibawahnya (Rasjidi, 2009).
2.4.2 Wanita Yang Melakukan Pap Smear
Bagi wanita yang sudah melakukan kontak seksual, biarpun usianya masih muda,
sebaiknya melakukan pemeriksaan Pap Smear untuk mengetahui normal tidaknya sel-sel di
serviks. Apabila usia wanita dibawah 16 tahun, sebaiknya melakukan pemeriksaan pap smear
selama 3X dalam 3 tahun berturut-turut. Jika dari hasil pemeriksaan tidak terdapat kelainan,
maka pemeriksaan bisa diulang pada usia 35 tahun sampai mencapai usia 65 tahun
(Diananda, 2008).
Pemeriksaan apusan pap saat ini merupakan suatu keharusan bagi wanita, sebagai
sarana pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan ini seyogianya dilaksanakan
oleh setiap wanita yang telah menikah sampai umur kurang lebih 65 tahun bila dalam 2X
pemeriksaan apusan pap terakhir negatif dan tidak pernah mempunyai riwayat hasil
pemeriksaan abnormal sebelumnya. Pemeriksaan ini harus dilaksanakan secara berkala,
minimal 1 tahun sekali, walaupun wanita itu tidak mempunyai keluhan pada saluran organ
genital, karena kanker serviks pada stadium dini biasanya tanpa keluhan dan dengan mata
biasa tidak mungkin dapat dideteksi. Pemeriksaan skrining apusan pap secara berkala,
diharapkan dapat menemukan kanker serviks dini atau lesi pra kanker yang belum
menimbulkan gejala secara klinis, sehingga dilakukan terapi secara tuntas (Lestadi, 2009).
2.4.3 Keikutsertaan Pap Smear
Dalam arti terbatas keikutsertaan adalah kesediaan untuk ikut serta. Keikutsertaan ada
dua macam yaitu keikutsertaan aktif dan pasif. Dimana keikutsertaan aktif yaitu
melaksanakan kegiatan yang positif, sedangkan keikutsertaan pasif adalah tidak melakukan
kegiatan yang menentang (Sasongko, 1998). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995),

mengartikan bahwa ikutsertaan adalah mengikutsertakan, menjadikan agar turut berbuat


sesuatu secara bersama. Keikutsertaan biasanya dipengaruhi oleh motivasi yang terdiri dari
mendorong, mendukung dan mengarahkan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya.
Keikutsertaan juga dipengaruhi oleh pengetahuan untuk mendukung motivasi seseorang
(Sasongko, 1998).
2.4.4 Manfaat Pemeriksaan Pap Smear
Manfaat pemeriksaan pap smear, meliputi:
1. Mendiagnosis peradangan.
Peradangan pada vagina dan serviks dapat didiagnosis dengan pemeriksaan sitologi
apusan pap baik peradangan akut maupun kronis (Romauli dan Vindari, 2011).
2. Mendiagnosis kelainan prakanker (dysplasia) serviks dan kanker serviks dini atau lanjut
(karsinoma insitu/invasif).
Kemajuan penelitian muktahir dibidang sitologi apusan pap, sitologi ginekologi yang
semula ditanyakan hanya sebagai alat screening deteksi kanker mulut rahim, kini telah diakui
sebagai alat diagnostik prakanker dan kanker serviks yang ampuh dengan ketepatan
diagnostik yang tinggi (Romauli dan Vindari, 2011).
3. Memantau hasil terapi.
a. Memantau hasil terapi hormonal, misalnya pada kasus infertilitas atau ganguan
endokrin.
b. Memantau hasil terapi radiasi pada kasus kanker serviks yang telah diobati dengan
radiasi.
c. Memantau adanya kekembuhan pada kasus kanker yang telah dioperasi.
d. Memantau hasil terapi lesi prakanker atau kanker serviks yang telah diobati dengan
elektrokauter, kriosurgeri, atau konisasi (Lestadi, 2009).
4. Evaluasi sitohormonal.

Penilaian hormonal pada seorang wanita dapat dievaluasi melalui pemeriksaan


sitologi apusan pap yang bahan pemeriksannya adalah sekret vagina yang berasal dari
dinding rateral vagina sepertiga bagian atas.
a. Menentukan status hormonal seorang wanita, menentukan adanya penyakit gangguan
hormonal, menentukan ada/tidaknya ovulasi pada kasus infertilitas.
b. Menentukan apakah suatu kehamilan muda terancam abortus.
c. Menentukan maturitas suatu kehamilan, apakah masih dalam masa evolusi, mendekati
aterm, aterm, atau sudah postmatur.
d. Menilai ada/tidaknya stimulasi ekstrogen pada wanita yang telah dilakukan oforektomi
atau mereka yang mendapatkan terapi ekstrogen per oral (Lestadi, 2009).
5. Identifikasi organisme penyebab peradangan.
Dalam vagina ditemukan beberapa macam organisme/kuman yang sebagian
merupakan flora normal vagina yang bermanfaat bagi organ tersebut (misalnya bakteri
Doderlein). Umumnya organisme penyebab peradangan pada vagina dan serviks, sulit
diidentifikai dengan pulasan pap, tetapi berbagai macam infeksi oleh kuman tertentu
menimbulkan perubahan sel yang khas pada sediaan apusan pap, sehingga berdasarkan
perubahan yang ada pada sel tersebut, dapat diperkirakan organisme penyebabnya.
Organisme kuman Gardnerella vaginalis dikatakan memberikan gambaran yang khas dengan
adanya clue cell. Infeksi Chlamydia menunjukkan adanya sel metaplastik yang
bervakuolisasi, dan infeksi HPV menunjukkan adanya sel koilosit. Organisme parasit yang
mudah dikenal dengan apusan pap, adalah Trichomonas, Candida, Leptothrix, Actinomyces,
Oxyuris, dan Amoeba (Lestadi, 2009).
2.4.5 Syarat Pengambilan Bahan Untuk Pap Smear
Penggunaan apusan pap untuk mendeteksi dan mendiagnosis lesi pra kanker dan
kanker serviks, dapat mengasilkan interprestasi sitologi yang akurat bila memenuhi syarat
sebagai berikut:

1. Bahan pemeriksaan harus berasal dari porsio serviks (sediaan servikal) dan dari mukosa
endoserviks (sediaan endoserviks).
2. Pengambilan apusan pap dapat dilakukan setiap waktu diluar masa haid, yaitu sesudah hari
siklus haid ke-7 sampai dengan masa pramenstruasi.
3. Apabila klien mengalami gejala perdarahan diluar masa haid dan dicurigai penyebabnya
kanker serviks, sediaan apusan pap harus dibuat saat itu walaupun ada perdarahan.
4. Pada peradanagan berat, pengambilaan sediaan ditunda sampai selesai pengobatan.
5. Klien dianjurkan untuk tidak melakukan irigasi vagina (pembersihan vagina dengan zat
lain), memasukkan obat melalui vagina atau melakukan hubungan seks sekurangkurangnya 24 jam, sebaiknya 48 jam.
6. Klien yang sudah menapouse, pap smear dapat dilakukan kapan saja.
(Romauli dan Vindari, 2011).
7. Idealnya, apusan serviks diambil pada pertengahan waktu diantara dua siklus haid.
8. Jika menggunakan krim eksterogen, jangan gunakan pada hari pengambilan apusan
serviks.
(Andrews, 2010).
9. Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan bahan apusan pap sedapat mungkin
memenuhi syarat, untuk menghindari hasil pemeriksaan negatif palsu.
(Lestadi, 2009).
2.4.6 Bahan Pemeriksaan Untuk Pap Smear
Dalam membuat sediaan apusan pap, pengambilan bahan sediaan harus disesuaikan
dengan tujuan pemeriksaan yang diinginkan oleh dokter obstetri ginekologi.
1. Sekret Serviks
Diambil dengan menghapus seluruh permukaan porsio serviks sekitar orifisium
uteri eksternum. Kegunaan:
a. Menentukan penyebab infeksi serviks pada wanita yang mengalami keputihan/leukorea.
b. Mendiagnosis dan deteksi dini lesi prakanker (displasia) dan kanker serviks.
2. Sekret Endoserviks
Diambil dengan menghapus permukaan mukosa endoserviks dan daerah squamocolumnar junction, dengan spatula Ayre modifikasi atau cytobrush. Kegunaan:
a. Mendiagnosis dan deteksi dini lesi prakanker (displasia) dan kanker serviks, karena
predeleksi kanker serviks paling sering dijumpai di daerah squamo-columnar junction.
b. Mendiagnosis penyakit infeksi yang terdapat di dalam endoserviks, terutama infeksi
Chlamydia yang sering bersarang pada sel epitel endoserviks dan sel metaplastik.
(Lestadi, 2009).

Deteksi kanker serviks dengan hanya memeriksa sekret vaginal, didapatkan hasil
negatif palsu 45%, dengan memeriksa sekret servikal dapat menurunkan hasil negatif palsu
menjadi 6%, dan dengan memeriksa sekret endoserviks yang diambil dengan cytobrush
menurunkan hasil negatif palsu menjadi 4%. Bila pemeriksaan skrining deteksi kanker
serviks dilakukan dengan memeriksa sediaan serviks dan endoserviks, tidak didapatkan hasil
negatif palsu. Mendapatkan hasil pemeriksaan skrining apusan Pap yang akurat, lokasi
pengambilan sekret harus tepat, sekret serviks harus diambil dari seluruh permukaan porsio
serviks, dan untuk sekret endoserviks harus diambil dari mukosa endoserviks, sedangkan
serviks vaginal tidak bermanfaat sama sekali untuk pemeriksaan skrining, karena nilai negatif
palsunya sangat besar (Lestadi, 2009).
2.4.7 Alat Dan Bahan Yang Digunakan Untuk Pap Smear
Dalam membuat sediaan apusan pap diperlukan bahan dan alat sebagai berikut:
1. Kaca obyek
2. Bahan fiksasi basah berupa cairan fiksasi alkohol 95% dalam tabung atau bahan fiksasi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

kering berupa cytotrep, dryfix, atau hairspray.


Pensil gelas atau pensil intan (diamond pensil).
Spatula Ayre dari kayu model standar atau model modifikasi.
Lidi kapas, ecouvillon rigide atau cytobrush.
Sapu endometrium (balai endometre).
Spekulum vagina cocor bebek (spekulum cusco).
Lampu sorot yang dapat digerakkan.
Formulir permintaan pemeriksaan sitologi apusan pap.
(Lestadi, 2009).

2.4.8 Cara Pengambilan Bahan Sediaan Untuk Pap Smear


Cara mengambil bahan sediaan apusa Pap dari berbagai sumber:
1. Sekret Servikal (eksoserviks)
Diambil dengan menghapus seluruh permukaan porsio serviks sekitar orifisium uteri
eksternum dengan spatula Ayre. Caranya:
a. Pasang spekulum steril tanpa memakai bahan pelicin.

b. Dengan ujung spatula Ayre yang berbentuk bulat lonjong seperti lidah, apus sekret dari
seluruh permukaan porsio servis dengan sedikit tekanan tanpa melukainya. Gerakan
searah jarum jam, diputar melingkar 360.
c. Ulaskan sekret yang didapat pada kaca objek secukupnya, jangn terlalu tebal dan
jangan terlalu tipis.
d. Fiksasi segera sediaan yang telah dibuat dengan cairan fiksasi alkohol 95% atau hair
spray.
e. Setelah selesai difiksasi minimal selama 30 menit, sediaan siap dikirim ke laboratorium
sitologi.
2. Sekret Endoserviks
Diambil dengan menghapus permukaan mukosa kanalis endoserviks dan daerah
squamo-columnar junction, dengan bantuan alat pengambil bahan sediaan endoserviks,
yaitu lidi kipas, ecouvillon rigide, atau cytobrush. Lidi kipas adalah pengambil sediaan
endoserviks yang paling tua dan yang paling banyak dipakai tetapi saaat ini sudah tidak
direkomendasikan lagi. Ecouvillon rigide adalah alat bentuk sonde dari logam dengan
ujung yang bergigi, tempat meletakkan kapas yang berfungsi untuk menyerap sekret
endoserviks. Cytobrush adalah alat berbentuk sonde dari plastik yang ujungnya menpunyai
sikat alus seperti sikat gigi, yang befungsi untuk menampung sekret endoserviks. Caranya:
a. Letakkan sedikit kapas pada ujung alat ecouvillon rigide jika hendak menggunakan alat
tersebut. Jika menggunakan cytobrush tidak perlu tambahan kapas.
b. Masukkan ecouvillon rigide atau cytobrush kedalam kanalis endoserviks sedalam satu
atau dua sentimeter dari orifisium uteri eksternum.
c. Putar alat tersebut 360 untuk mengapus seluruh permukaan mukosa endoserviks dan
daerah squamo-columnar junction.
d. Pulaskan sekret yang didapat pada kaca objek secukupnya, jangan terlalu tebal atau
tipis.
e. Fiksasi segera sediaan yang telah dibuat dengan cairan fiksasi alkohol 95% atau hair
spray.
f. Setelah selesai difiksasi, minimal selama 30 menit, sediaan siap dikirim ke
laboratorium sitologi.

Kualitas cara pengambilan dan cara pembuatan sediaan sitologi yang benar sangat
menentukan nilai diagnostik dari pemeriksaan sitologi itu. Hal ini berarti bahwa apabila
pengambilan dan pembuatan sediaan telah dilakukan dengan baik dan benar, ketepatan
diagnosis sitologi akan lebih meyakinkan (Lestadi, 2009).

Pap Smear adalah pemeriksaan mikroskopis


terhadap apusan yang diperoleh dari serviks

Serviks dilihat melalui spekulum


pada posisi litotomi

Gambar 2.1

Cara pengambilan bahan sediaan pap smear (Deherba, 2009).

2.4.9 Hasil Pemeriksaan Pap Smear


Hasil pemeriksaan sitologi apusan Pap biasanya dilaporkan dengan cara tertentu yang
disebut klasifikasi atau terminology.
Klasifikasi dibagi dalam:
1. Klasifikasi Papanicalaou
Ketika dilakukan skrining apusasan servikovaginal dalam skala besar yang
diperkenalkan pertama kali oleh George N Papanicalaou pada tahun 1950, ia menggunakan
klasifikasi angka dalam 5 kelas, yaitu kelas I-V.
Klasifikasi tersebut adalah:
Kelas I
: Normal
Kelas II
: Sel abnormal minimal, termasuk jinak
Kelas III
: Sel mencurigakan ganas, tetapi belum diagnostik kanker
Kelas IV
: Sel sangat mencurugakan ganas
Kelas V
: Sel diagnostik kanker
(Romauli dan Vindari, 2011).
2. Klasifikasi WHO
Klasifikasi cara pelaporan hasil pemeriksaan sitologi menurut WHO dipublikasikan
pada tahun 1973. Klasifikasi ini membagi kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan
sitologi apusan pap sebagai berikut: normal, atipia skuamosa atau silindrik jinak, dysplasia
ringan, dysplasia sedang, dysplasia berat, karsinoma insitu, karsinoma invasif dan
adenokarsinoma.
Terminology ini paling banyak dipakai dan mempunyai kelebihan dapat menjelaskan
derajat dan beratnya penyakit tetapi membagi dysplasia dan karsinoma insutu menjadi dua
penyakit yang terpisah yang sebenarnya hanya merupakan dua lesi dari satu spektrum
penyakit yang sama (Romauli dan Vindari, 2011).
3. Klasifikasi NIS
Klasifikasi neoplasia intraepitel skuamosa (NIS) pertama kali dipublikasikan oleh
Richart R.M pada tahun 1973 di Amerika Serikat. Pembagian NIS adalah : normal, NIS I,
NIS II, NIS III, karsinoma skuamosa invasif.
Akhir-akhir ini terminology NIS makin banyak digunakan dan mempunyai kelebihan
dalam deskripsi dan indikasi beratnya lesi dari suatu spektrum penyakit.

Di indonesia cara pelaporan hasil pemeriksaan sitologi apusan pap masih belum
beragam. Ahli sitopatologi apusan pap masih belum beragam. Ahli sitopatoogi lebih memilih
menggunakan

terminoligy

WHO

karena

dapat

disesuaikan

dengan

gambaran

histopatologisnya, tetapi ahli ginekologi lebih memilih menggunakan terminology NIS


karena dapat disesuaikan dengan gambaran kolposkopinya. Hal ini sebenarnya tidak menjadi
masalah karena kedua laporan dapat dipadukan.
2.5 Konsep Dasar Kanker Serviks
2.5.1 Pengertian
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada
leher rahim (Romauli dan Vindari 2011).
Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada
organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara
rahim (uterus) dengan liang sanggama (vagina). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang
telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker leher rahim dapat juga
menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun (Diananda, 2008).
Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam reher
rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker
serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari
sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim (Rahayu, 2007).
2.5.2 Penyebab Kanker Serviks
Penyebab pasti kanker serviks belum diketahui, tetapi penelitian akhir di luar negeri
mengatakan bahwa virus yang disebut HPV (Human Papilloma Virus) menyebabkan faktor
risiko seorang wanita untuk terkena kanker serviks meningkat tajam. Dikatakan, para wanita

dengan HPV tinggi, paling sedikit 30 kali lebih cenderung berisiko mengidap penyakit
kanker serviks dibanding dengan wanita dengan HPV yang negatif (Diananda, 2008).
Penyebab penyakit kanker leher rahim antara lain adanya perubahan gen, terkena
mikroba, radiasi, atau pencemeran oleh bahan kimia. Yang termasuk mikroba misalnya virus
HPV, terutama nomer 16 dan 18. Sementara persentase akibat radiasi nilainya rendah sekali.
Penyebeb serius lainnya adalah sperma pria. Bagian kepala sperma mengandung protein
dasar. Apabila menyatu dengan leher rahim, protein dasar ini dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan sel di serviks (Diananda, 2008).
Faktor-faktor risiko dan penyebab kaker leher rahim tersebut kebanyakan adalah dari
faktor luar (eksternal). Faktor-faktor tersebut adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Melakukan hubungan seksual pada usia muda (kurang dari 16 tahun).


Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi dan sering berganti-ganti pasangan.
Kebersihan genetalia yang buruk.
Wanita yang merokok.
Riwayat penyakit kelamin seperti herpes dan kutil genetalia.
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan anak banyak, apalagi dengan jarak persalinan

yang terlalu dekat.


7. Defisiensi zat gizi. Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam
folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta
karoten dan retinol (vitamin A). Defisiensi vitamin A, C dan E.
8. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun.
9. Pemakaian IUD karena iritasi tali (Diananda, 2008).
Penyebab kanker serviks ini bukanlah keturunan. Penularannya melalui hubungan
seks. Seorang perempuan sehat bisa terinfeksi HPV dari pasangan seksnya. Meskipun lakilaki memiliki virus itu, tetapi tidak mengidap kanker. Ada 80 jenis tipe HPV, namun yang
menyebabkan kanker serviks adalah tipe 16, 18 dan 31 (Diananda, 2008).
2.5.3 Tanda Dan Gejala Kanker Serviks

Kanker serviks pada stadium dini biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala yang
khas bahkan tidak ada gejala sama sekali sampai kanker tersebut telah menyebar dan sukar
untuk diobati. Tanda dan gejala yang sering timbul pada stadium lanjut adalah:
1. Peradangan yang tidak normal dari vagina tersebut perdarahan sesudah melakukan
hubungan seksual.
2. Keluarnya cairan yang tidak normal dari vagina, berwarna kekuningan, sifatnya encer dan
3.
4.
1.
2.

berbau tidak sedap.


Bila menyebar akan nyeri pada panggul.
Tidak dapat buang air kecil atau kencing berdarah (Romauli dan Vindari 2011).
Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis terjadinya kanker serviks adalah sebagai berikut:
Keputihan, yang makin lama makin berbau busuk.
Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, yang lama kelamaan dapat terjadi

perdarahan spontan (walaupun tidak melakukan hubungan seksual).


3. Berat badan yang terus menurun.
4. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
5. Fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
6. Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.
7. Rasa nyeri di sekitar genitalia.
8. Timbul nyeri pangul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila
nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemudian terjadi hidronefosis. Selain itu, bisa
juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
9. Stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi
kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel
vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh
(Diananda, 2008).
Perlu diwaspadai dalam hal ini adalah kanker serviks seperti kanker yang lainnya,
yakni dapat mengalami penyebaran (metastasis). Penyebaran kanker serviks ini ada tiga
macam, yaitu:
1. Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya.
2. Melalui pembuluh darah (hematogen).
3. Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan rectum
(Diananda, 2008).

Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-paru,
kelenjar getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paruparu menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang nyeri dada, kadang disertai
pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah kiri (Diananda, 2008).
2.5.4 Pencegahan Kanker Serviks
Cara menghindari munculnya kanker serviks yang harus dilakukan oleh wanita adalah
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan teratur. Apabila anda wanita dewasa yang melakukan hubungan seks secara
teratur, lakukan pap smear test setiap dua tahun. Ini dilakukan sampai berusia 70 tahun.
2. Waspadai gejalanya. Segera hubungi dokter kalau ada gejala-gejala yang tidak normal
seperti perdarahan, terutama setelah aktivitas seksual.
3. Hindari merokok. Wanita sebaiknya tidak merokok, karena dapat merangsang timbulnya
sel-sel kanker melalui nokotin dikandung dalam darah anda. Risiko wanita perokok
terkena kanker serviks adalah 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok.
Diperkirakan nikotin memberikan efek toksik pada sel epitel, sehingga memudahkan
masuknya mutagen virus.
4. Hindarkan antiseptik. Hindarkan kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obatobatan antiseptik maupun deodoran karena akan mengakibatkan iritasi di servik yang
merangsang terjadinya kanker.
5. Hindari pemakaian bedak (talek). Hindari pemakaian talk (bedak) pada wagina wanita usia
subur, karena justru bisa mengakibatkan kanker ovarium (indung telur). Jangan
menggunakan ekstrogen pada wanita yang terlambat menopouse (Diananda, 2008).
Kanker serviks tidak memperlihatkan tanda-tanda awal yang jelas, tetapi bisa
disembuhkan bila ditemukan secara dini dengan melakukan screening yang artinya
melakukan pemeriksaan tanpa menunggu keluhan. Jika kanker dapat ditemukan pada tahap
awal ini maka akan dapat disembuhkan dengan sempurna. Beberapa metode screening yang
telah dikenal seperti:

1. Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan dengan cara
melihat langsung leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5%
ada perubahan warna, yaitu tampak bercak putih maka kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks.
2. Pemeriksan Pap Smear
Pap Smear adalah pengamatan sel-sel yang dieksfoliasi dari genetalia wanita. Uji pap
telah terbukti dapat menurunkan kejadian karsinoma serviks yang ditemukan stadium
prakanker, coeplasia, intraepitel serviks.
(Romauli dan Vindari, 2011).
3. Kolposkopiser
Pemeriksan dengan pembesaran 10-15 kali. Untuk menampilkan porsio, dipulas
terlebih dahulu dengan asam asetat 3-5%. Porsio dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS)
terlihat bercak putih atau perubahan corakan pembuluh darah.
4. Vikogravi
Pemeriksaan kelaianan di porsio dengan membuat foto pembesaran porsio setelah
dipulas dengan asam asetat 3-5% yang dapat dilakukan oleh bidan, hasil foto dapat dikirim ke
ahli kandungan.
(Nugroho dan Setiawan, 2010).
5. Schiller test
6. Kolpomikroskopi
7. Biopsi serta konisasi
8. Vaksin Quadrivalent HPV
Vaksin Quadrivalent HPV adalah metode pencegahan dini kanker serviks. Vaksin
yang diinjeksikan di lengan tersebut diberikan sebanyak tiga kali berturut-turut dan berlaku
seumur hidup, dengan syarat wanita tersebut belum pernah terekspos atau terinfeksi oleh
HPV.
(Diananda, 2008).
2.5.5 Pengobatan Kanker Serviks
Seperti pada kejadian penyakit yang lain, jika perubahan awal dapat dideteksi seawal
mungkin, tindakan pengobatan dapat diberikan sedini mungkin. Jika perubahan awal telah
diketahui pengobatan yang umum diberikan adalah dengan:
1. Pemanasan, diatbermi atau dengan sinar leser.

2. Cone biopsi, yaitu dengan cara mengambil sedikit dari sel-sel leher rahim, termasuk selsel yang mengalami perubahan. Tindakan ini memungkinkan pemeriksaan yang lebih teliti
untuk memastikan adanya sel-sel yang mengalami perubahan. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan oleh ahli kandungan (Diananda, 2008).
Jika perjalanan penyakit telah sampai pada tahap pra-kanker, dan kanker leher rahim
telah dapat teridentifikasikan, maka untuk penyembuhan, beberapa hal yang dapat dilakukan
adalah:
1. Operasi, yaitu dengan mengambil daerah yang terserang kanker, biasanya uterus beserta
leher rahimnya.
2. Radioterapi, yaitu dengan menggunakan sinar X berkekuatan tinggi yang dapat dilakukan
secara internal maupun eksternal (Diananda, 2008).
2.5.6 Patofisiologi Kanker Serviks
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang
menonjol ke liang senggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi
progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi
karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif tingkat
displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma
in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif
berkisar 3-20 tahun.
Kondisi pra-kanker sampai karsinoma in-situ (stadium 0) sering tak menunjukkan
gejala karena proses penyakitnya berada di dalam lapisan epitel dan belum menimbulkan
perubahan yang nyata dari mulut rahim. Pada akhirnya, gejala yang ditimbulkan adalah
keputihan, perdarahan paska senggama dan pengeluaran cairan encer dari vagina. Lalu jika
sudah menjadi invasif akan ditemukan gejala seperti perdarahan spontan, perdarahan paska

senggama, keluarnya cairan (keputihan) dan rasa tak nyaman saat melakukan hubungan
seksual (Diananda, 2008).

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Faktor yang
mempengaruhi
motivasi:

Proses pembentukan
perilaku:

- Faktor fisik
- Lingkungan dan
kematangan usia
- Faktor intrinsik
seseorang
- Fasilitas (sarana dan
prasarana)
- Situasi dan kondisi
- Program dan aktifitas
- Audio visual (media)
- Faktor herediter
- Pengetahuan

- Kebutuhan
- Motivasi
Intrinsik
Ekstrinsik

Keikutsertaan
wanita usia subur
dalam pap smear

- Faktor perangsang dan


penguat
- Pengaruh sikap dan
kepercayaan

: Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Motivasi Wanita Usia Subur Dengan Keikutsertaan Pap
Smear
\

BAB 4
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan penelitian non eksperimen dengan metode analitik
crossectional di mana variabel independen dan dependen di nilai hanya satu kali pada satu
saat. Pada penelitian ini populasinya adalah semua wanita usia subur. Tekhnik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan jenis simple random
sampling. Variabel independen dalam penelitian ini adalah motivasi wanita usia subur dan
variabel dependennya adalah keikutsertaan pap smear. Instrument penelitian yang di gunakan
untuk mengumpulkan data berupa kuesioner. Kuesioner untuk menilai motivasi dan
keterkaitannya dengan keikutsertaan pap smear.
.

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, Gilly. 2010. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
Azwar, Syaifudin. 2010. Sikap dan Perilaku Manusia. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Diananda, Rama. 2008. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Jogjakarta: Katahati

Dinkes Jatim. 2012. Prevalensi Kanker Serviks di Jawa Timur. Jatim: Dinkes
Dinkes Jombang. 2012. Jumlah Wanita yang Melakukan Pap Smear dengan Biaya
Pemerintah. Jombang: Dinkes
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta:
Rineka Cipta
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika
Hamzah Uno. 2011. Teori Motivasi & Pengukurannya. Jakarta: Bui Aksara
Hanafi. 2005. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Irmayanti, Meliono dkk. 2007. MTKP Mudol I. Jakarta. FEUI
Irwanto. 2000. Motivasi dan Pengukuran Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Lestadi, Julisar. 2009. Sitologi Pap Smear. Jakarta: EGC
Lubis. 2010. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Jakarta: Kencana
Mamik. 2010. Organisasi & Manajemen. Surabaya: Prins Media Pub lishing
Nasrudin, Endin. 2010. Psikologi Manajemen. Bandung: Pustaka Setia
Notoatmodjo,Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Nugroho, Taufan dan Ari Setiawan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender & Permasalahannya.
Yogyakarta: Nuha Medika
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Romauli, Suryati dan Anna Vida Vindari. 2011. Kesehatan Reproduksi Buat Mahasisa
kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Rusmi. 2004. Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Rineka Cipta
Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia

Travis. 2009. Pengantar Psikologi. Jakarta: Gramedia


Winkjosastro. 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo: Jakarta
YKI Cabang Jombang. 2012. Jumlah Wanita Usia Subur yang melakukan Pemeriksaan Pap
Smear tahun 2010 dan 2011. Jombang: YKI

Anda mungkin juga menyukai